Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 18 2016

Disusun oleh:
KELOMPOK A8
Andini Karlina CH

(04011381320027)

Fianirazha Primesa Caesarani

(04011181419060)

Fitria Masturah

(04011281419116)

Gemi Purnama Sari

(04011181419048)

Kemala Andini Prizara

(04011181419052)

M. Afif Baskara Emirzon

(04011281419112)

Nyimas Shafira Nur Muthmainnah

(04011281419138)

Riski Fitri Nopina

(04011181419054)

Stellanisa Nagari

(04011281419108)

Tutor : dr. Minerva, Sp.A


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah,
kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario ABlok 18 ini dengan baik dan tepat
waktu.
Laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 18 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan
dalam penyusunan laporan ini
2. Pembimbing kami,dr. Minerva, Sp.Ayang telah membimbing kami dalam
proses tutorial
3. Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
4. Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang memudahkan
dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi
revisi tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Palembang,25 Mei 2016

Kelompok A8

Daftar Isi
Judul............................................................................................................................1
Kata Pengantar.............................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan ......................................................................................................4
Bab II Pembahasan.......................................................................................................5
2.1 Skenario B Blok 18 Tahun 2016........................................................................5
2.2 Pembahasan Skenario........................................................................................6
Klarifikasi Istilah.....................................................................................7
Identifikasi Masalah........8
Analisis Masalah.....................................................................................9
Kerangka Konsep...................................................................................50
Learning Issue .......................................................................................51
Sintesis...................................................................................................76
Bab III Penutup..............................................................................................................81
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................81
3.2 Saran.......................................................................................................................81
Daftar Pustaka..............................................................................................................82

BAB I
PENDAHULUAN
3

1.1 Latar Belakang


Blok Nefrourologi adalah blok ke-18 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini
dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus
yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang
diberikan mengenai Infeksi Saluran Kemih.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
1.3 Data tutorial
1.

Tutor

: dr. Minerva

2.

Moderator

: Fianirazha Primesa caesarani

3.

Sekretaris

: Nyimas Shafira
Andini Karlina Ch
Stellanisa Nagari

4.

Waktu

: 1. Senin, 23 Mei 2016


Pukul 13.00 15.00 WIB
2. Rabu, 25 Mei 2016
Pukul 13.00 15.00 WIB

Peraturan selama tutorial

1. Mengacungkan tangan jika ingin bertanya atau mengajukan pendapat dan


menunggu diberi kesempatan oleh moderator
2. Harus aktif dalam diskusi tutorial
3. Diizinkan minum, tidak boleh makan
4

4. Boleh menggunakan gadget asal dalam konteks mencari data dan informasi
5. Saling menghargai
6. Boleh terlambat dengan batas waktu maksimal 10 meni

BAB II
ISI

2.1 Skenario B Blok 18

Andri, anak laki-laki, usia 10 tahun, siawa ibunya ke emegensi RSMH anak karena BAK
merah dan sakit kepala. Sejak 2 hari yag lalu tiba-tiba BAK anak berwarna merah seperti
air cucian daging. Frekuensi dan volume kencing dirsakan amsih sama seperti biasa.
Anak juga mengeluh sakit kepala. Makan dan minum seperti biasa. Anak belom dibawa
berobat. Sejak 1 hari yang lalu nak masih mengeluh sakit kepala. Ibu melihat kelopk
mata anakny sembab. Frekuensi kencing lebih jarang dan frekuensi kencing berkurang
sejak semalam. Anak dibawa ke puskesmas, kemudian dirujuk ke rumah sakit.
Riwayat kira-kira 2 minggu sebelumnya anak mengalami demam dan sakit tenggorokan,
anak dibawa berobat ke puskesmas, keluhan kemudian membaik.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang sama di
keluarga disangkal
Pada pemeriksaan fisik:
Anak tampak sakit sedang, suhu 37 derajat celcius, nadi 100x menit, pernafasan
28x/menit, TD 130/80mmHg. BB: 35kg. TB 140cm,. pada mata tmapak palpebral
edema, paru dan jantung dalam batas normal. Emeriksaan abdomen cembung, lemas,
hepar atau lien tidak teraba, pemeriksaan shifting dullness (+).

Pemeriksaan ekstremitas: pitting edema pretibial +/+

Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sebagai berikut:

Haematologi: hb: 10g/dl, leukosit: 9000/mm3, trombosit: 220.000/mm3

Ureum:90mg/dl, kreatinin: 1,8mg/dl, ASTO +, komplemen C3 :10

Urinalisis: warna merah, proteinuria +1, leukosit 10-15/LPB, eritrosit penuh, silinder
eritrosit +

2.2 Klarifikasi Istilah


Istilah
Kelopak mata sembab (palpebra edema)

Definisi
Pembengkakkan di dalam rongga interstitial
yang terjadi karena adanya akumulasi cairan
6

di kelopak mata
Pembengkakkan di dalam rongga interstitial

Pitting edema pretibial

yang terjadi karena adanya akumulasi cairan


di pretibial (tulang kering)
Pembengkakkan di dalam rongga interstitial

Pitting edema dorsum pedis

yang terjadi karena adanya akumulasi cairan


di dorsum pedis (punggung kaki)
Suara pekak ayng berpindah pindah pada saat

Shifting dullness

perkusi akibat adanya cairan bebas di dalam


rongga abdomen
Antistreptolicin O. ntibodi yang ditemukan

ASTO

dalam darah setelah infeks Streptococcus


Grup A yang sudah sembuh
Produk akhir utama, dari metabolisme protein

Ureum

yang mengandung nitrogen, dibentuk di


dalam hati dari asam amino dan dari senyawa
Komplemen C3

ammonia.
Suatu glikoprotein yang diperlukan untuk

Kreatinin

sistem kekebalan terhadap infeksi bacterial


Produk yang dihasilkan oleh kontraksi otot
yang disaring oleh ginjal dan dikeluarkan
melalui urin
Adanya silinder eritrosit disertai hematuria

Silinder eritrosit

memperkuat diagnosis untuk kelainan


glomerulus. Bersifat granuler dan
mengandung hemoglobin dari kerusakan
eritrosit

2.3 Identifikasi Masalah


No.

Fakta

Masalah

Concern

1.

Andri, anak laki-laki, usia 10 tahun, dibawa ibunya ke

VVV

VV

emegensi RSMH anak karena BAK merah dan sakit


kepala
2.

Sejak 2 hari yag lalu tiba-tiba BAK anak berwarna merah


seperti air cucian daging. Frekuensi dan volume kencing
7

dirsakan amsih sama seperti biasa. Anak juga mengeluh


sakit kepala. Makan dan minum seperti biasa. Anak belom
dibawa berobat.
3.

Sejak 1 hari yang lalu nak masih mengeluh sakit kepala.

VV

VV

Ibu melihat kelopak mata anaknya sembab. Frekuensi


kencing lebih jarang dan frekuensi kencing berkurang
sejak semalam. Anak dibawa ke puskesmas, kemudian
dirujuk ke rumah sakit.
4.

Riwayat kira-kira 2 minggu sebelumnya anak mengalami


demam dan sakit tenggorokan, anak dibawa berobat ke
puskesmas, keluhan kemudian membaik. Riwayat keluhan
yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang
sama di keluarga disangkal

5.

Pada pemeriksaan fisik:


Anak tampak sakit sedang, suhu 37 derajat celcius, nadi
100x menit, pernafasan 28x/menit, TD 130/80mmHg. BB:
35kg. TB 140cm,. pada mata tmapak palpebral edema,
paru dan jantung dalam batas normal. Emeriksaan
abdomen cembung, lemas, hepar atau lien tidak teraba,
pemeriksaan shifting dullness (+).
Pemeriksaan ekstremitas: pitting edema pretibial +/+

6.

Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sebagai berikut:


Haematologi: hb: 10g/dl, leukosit: 9000/mm3, trombosit:
220.000/mm3
Ureum:90mg/dl, kreatinin: 1,8mg/dl, ASTO +,
komplemen C3 :10
Urinalisis: warna merah, proteinuria +1, leukosit 1015/LPB, eritrosit penuh, silinder eritrosit + (V)

2.4 Analisis Masalah


1. Andri, anak laki-laki, usia 10 tahun, dbiawa ibunya ke emegensi RSMH anak
karena BAK merah dan sakit kepala. (VVV)
a. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap kasus?
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan
umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling
sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki
laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko
yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak
berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan
tempat tinggalnya tidak sehat.
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik
atau sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8
tahun.5 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1.3 Di Indonesia,
penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang
pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%)
diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang
anak usia 6-8 tahun (40,6%).
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi
pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik
dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan
sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa melihat tempat
infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%.Rasio terjadinya GNAPS pada pria
dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia
sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.
b. Apa saja yang dapat menyebabkan keluhan BAK merah?
9

Adanya darah dalam urin akan dipengaruhi oleh organ-organ saluran kemih
atau bahasa kerennya traktus urinarius yang artinya darah dalam urine bisa
berasal dari ginjal, ureter (tabung seperti selang menghubungkan ginjal dan
kandung kemih ), kandung kemih (tempat penyimpanan urin), dan Uretra (saluran
seperti tabung mulai dari kandung kemih ke luar tubuh) Dengan manifestasi
penyakit-penyakit sebagai berikut:
1.

Infeksi saluran kemih (ISK).

Infeksi saluran kemih terjadi ketika ada bakteri yang memasuki tubuh melalui
uretra (dari luar) dan mulai berkembang biak di kandung kemih. Gejala yang
sering kali timbul yaitu berupa dorongan buang air kecil terus-menerus, rasa sakit
dan panas saat kencing, (kencing sedikit sedikit dan terasa sakit = anyanganyangan) urin berbau tak sedap. Akibat peradangan yang terjadi, selain gejala di
atas, ISK juga dapat menyebabkan kencing berdarah yaitu hematuria
mikroskopis. Infeksi ginjal.
2. Infeksi Ginjal (pielonefritis) atau radang ginjal,
dapat terjadi ketika bakteri memasuki ginjal dari aliran darah atau naik dari
ureter ke ginjal. Tanda dan gejalanya seringkali mirip dengan infeksi kandung
kemih. Namun infeksi ginjal lebih mungkin menyebabkan demam dan nyeri
pinggang.
3. Batu ginjal atau batu saluran kemih.
Batu yang terdapat dalam saluran kencing akan melukai saluran kencing yang
dilewatinya apabila saluran yang dilewatinya itu sempit, sebagai akibatnya timbul
rasa sakit yang luar biasa dan menyebabkan kencing berdarah yang dapat
terdeteksi secara langsung (gross) ataupun melalui pemeriksaan urin rutin yang
menunjukkan adanya eritrosit dalam urin.
4. Kelenjar prostat.
Kelenjar prostat terletak tepat di bawah kandung kemih dan mengelilingi bagian
atas uretra. Ketika kelenjar prostat membesar maka akan menekan uretra, dan
membuat saluran uretra menyempit. Sehingga tanda dan gejala pembesaran
prostat ini (benign prostatic hyperplasia, atau BPH) meliputi kesulitan buang air
10

kecil, sebentar sebentar ingin kencing, kencingnya menetes, terasa tidak lampias
dan juga dapat menyebabkan kencing berdarah baik terlihat atau pun tidak
( mikroskopis ). Disamping itu, infeksi pada prostat (prostatitis) serta kanker atau
rumor prostat dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama.
5. Penyakit ginjal.
Perdarahan mikroskopis merupakan gejala umum glomerulonefritis atau
terjadinya peradangan pada sistem penyaringan di ginjal sehingga sel darah bisa
lolos sehingga menyebabkan kencing berdarah atau darah dalam urin.
Glomerulonefritis dapat menjadi bagian dari penyakit sistemik, seperti diabetes,
atau dapat berdiri sendiri. Glomerulonefritis ini dapat dipicu oleh infeksi virus
atau radang, penyakit pembuluh darah (vaskulitis), dan masalah kekebalan tubuh.
6.

Kelainan bawaan.

Anemia sel sabit kelainan hemoglobin sel darah merah dapat menjadi
penyebab kencing berdarah, baik terlihat maupun tidak. Cedera atau trauma ginjal
dan saluran kemih. Adanya pukulan atau cedera lain pada ginjal ketika
kecelakaan atau olahraga dapat menyebabkan darah dalam urin yang dapat Anda
lihat.
7. Kanker atau tumor
Kanker atau tumor pada kandung kemih, ginjal, atau prostat juga dapat
menyebabkan hematuria.
8. Obat-obatan.
Obat yang dapat menyebabkan kencing berdarah termasuk aspirin, penisilin,
heparin, dan siklofosfamid obat anti-kanker.
9. Olahraga berat.
Hal ini tidak cukup jelas mengapa olah raga atau latihan dapat menyebabkan
gross hematuria. Mungkin hal ini terjadi karena trauma pada kandung kemih,
dehidrasi atau kerusakan sel darah merah yang terjadi ketika latihan aerobik yang
berkelanjutan. Pelari yang paling sering terkena, meskipun hampir setiap atlet
dapat mengembangkan kencing berdarah yang terlihat setelah latihan yang intens.
11

c. Bagaimana mekanisme BAK merah pada kasus?


Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam
tubuh penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan
membentuk antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen
masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita
GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein, endostreptosin,
cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan streptokinase.
Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dalam proses ini,
barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat antigen M
protein dan streptokinase.
Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai
rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain
kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi
menjadi serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe
infeksi kulit (M 2, 42, 49, 56, 57, 60). Streptokinase adalah protein yang
disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalampenyebaran kuman dalam
jaringan karena mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin.
Streptokinase merupakan prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS. Saat ini
penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada
streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan
glomerulus. Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi
antigen, yaitu nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi
sebagal glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal
pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan infeksi
nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan
menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada
pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi
daripada deposit NAPlr.9,10
Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS

12

GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang


terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya
inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai
berikut:
1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase
yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam
glomerulus.
3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan
molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag
Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen).
Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar dibawah ini:

Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat
deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5
yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal
13

menunjukkan bahwa aktivasi melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase
berikutnya yang diduga oleh Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler
glomerulus, membran basal atau terhadap Streptokokus yang terperangkap dalam
glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat
inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif.
Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas
mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induksi oleh mitogen
lokal.
Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi
glomerulus oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam
menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti ICAM-I
dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di glomerulus dan tubulointersisial
dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan inflamasi.12 Hipotesis lain yang
sering disebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,
mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga terbentuk autoantibodi terhadap
IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat
pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau
IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Hasil penelitian-penelitian pada binatang
dan penderita GNAPS menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis
sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut:
1. Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang kemudian
akan merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis glomerulus.

14

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat
fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak di subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali
dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek imun di subepitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya komplekskompleks ke dalam membran basalis glomerulus.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran
dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Komplekskompleks kecil cenderung menembus membran basalis kapiler, mengalami
agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara
kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus
membran basalis, tapi masuk ke dalam mesangium.
d. Apa yang menyebabkan sakit kepala pada kasus?
Ensefalopati hipertensi adalah syndrome akut yang reversibel atau sementara dan
disebabkan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melebihi
autoregulasi otak, biasanya penyakit ini pada dewasa merupakan komplikasi dari
hipertensi kronik yang tidak terkontrol, hipertensi pada anak berhubungan dengan
serangan akut yang disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal, kardiovaskuler, dan
pemberian obat-obatan.
patogenesis dari penyait ini adalah dibagi menjadi 2 teori yaitu:
1. reaksi autoregulasi yang berlebihan: dimana peningkatan tekanan darah
yang mendadak menyebabkan vasospasme , vasospasme dan iskemi ini
menyebabkan permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid meningkat yang
selanjutnya akan mengakibatkan kegagalan sawar darah otak sehingga
timbul edema.
15

2.

kegagalan autoregulasi: tekanan darah yang melampaui batas


menyebabkan kegagalan autoregulasi, shingga menyebabkan vasodilatasi
yang difus, selanjutnya mengakibatkan ekstravasasi komponen plasma yang
akhirnya menimbulkan edema.

2. Sejak 2 hari yang lalu tiba-tiba BAK anak berwarna merah seperti air cucian
daging. Frekuensi dan volume kencing dirasakan masih sama seperti biasa.
Anak juga mengeluh sakit kepala. Makan dan minum seperti biasa. Anak belom
dibawa berobat. (VV)
a. Berapa frekuensi dan volume normal BAK pada anak?

Frekuensi
Frekuensi berkemih yang normal tergantung jumlah intake, aktivitas, bahkan
kebiasaan. Normalnya seseorang berkemih sekitar 5-7 kali per 24 jam pada anak 8-

14 tahun
Volume
Berdasarkan usia 10 tahun, volume urin 800-1400 ml/hari.
Volume urin pada anak
Volume urin normal pada anak dapat dihitung dengan rumus,
22,2 + 2 ml/Kg/hari. Pada kasus berat badan andria 35 Kg. jadi perkiraan volume
total urin andrian 10 tahun adalah 847 ml/hari.
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi (Usia Jumlah / hari)
Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 60 ml
Hari ketiga kesepuluh dari kehidupan 100 300 ml
Hari kesepuluh 2 bulan kehidupan 250 400 ml
Dua bulan 1 tahun kehidupan 400 500 ml
1 3 tahun 500 600 ml
3 5 tahun 600 700 ml
5 8 tahun 700 1000 ml
8 14 tahun 800 1400 ml
14 tahun dewasa 1500 ml
Dewasa tua 1500 ml / kurang

16

b. Apa dampak dari BAK berwarna merah yang tidak diobati?


BAK berwarna merah menyebabkan anemia. BAK berwarna merah yang tidak
diobati akan mengakibatan kerusakan ginjal yang lebih lanjut. Atau menyebabkan
glomerulonefritis yang awalnya akut menjadi kronik
3.

Sejak 1 hari yang lalu nak masih mengeluh sakit kepala. Ibu melihat kelopak
mata anaknya sembab. Frekuensi kencing lebih jarang dan volume kencing
berkurang sejak semalam. Anak dibawa ke puskesmas, kemudian dirujuk ke
rumah sakit. (VV)
a. Apa penyebab dan mekanisme mata sembab pada kasus?

Mata sembab disebabkan oleh terisinya rongga-rongga jaringan ikat longgar pada
bagian palpebral pada waktu pagi hari akibat gaya gravitasi. Pada pasien nefritik
sindrom, terjadi kerusakan pada membrane basal glomerulus sehingga pada saat
filtrasi albumin yang seharusnya tidak lolos masuk ke dalam tubulus hingga urin.
Karena albumin yang lebih banyak masuk ke dalam urin mengakibatkan
proteinuria. Sebaliknya pada plasma terjadi hipoalbuminemia yang menurunkan
tekanan onkotik sehingga cairan keluar dari sel dan masuk ke interstisial.
Masuknya cairan ke interstisial mengakibatkan edema. Edema akan mengisi
jaringan-jaringan longgar pada tubuh dan salah satunya ialah kelopak mata.
Penurunan faal ginjal LFG penurunan ekskresi Na+ Retensi natrium Na+
diperberat oleh pemasukan garam Natrium dari diet dilusi plasma, kenaikan
volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler sembab
Retensi Na+ pada kasus tidak disertai penurunan tekanan osmotik plasma.
Sembab di kelopak mata (edema palpebra) dapat juga disebabkan oleh
adanya akumulasi cairan di rongga periorbita. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia
ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai

17

akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke


ruang interstisial kemudian timbul edema.
Retensi natrium renal dan air tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer tetapi pada mekanisme intrarenal primer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling
cairan ke dalam ruang interstisial menyebabkan terbentuknya edema.

b. Apa penyebab dan mekanisme frekuensi kencing lebih jarang dan volume
kencing berkurang sejak semalam
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal
tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%.
Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang
akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya,
termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.Akibat adanya
retensi air dan Na, menyebabkan frekuensi kencing lebih jarang dan volumenya
berkurang.
c. Apa yang menyebabkan Andri dirujuk ke rumah sakit?
Datang dengan keluhan hematuria. Pada anamnesis ada riwayat infeksi.
Penatalaksanaan di puskesmas tak ada pemeriksaan serologi dan lain-lain untuk
deteksi. Andri dirujuk ke rumah sakit dikarenakan penatalaksanaan Andri tidak
dapat diselesaikan di puskesmas. Andri membutuhkan pengobatan yang
18

seharusnya dilakukan di rumah sakit. Sehingga Andri di rujuk. Melihat kondisi


Andri yang masih mengeluhkan sakit kepala, kelopak mata sembab, frekuensi
kencingnya lebih jarang dan kencing berkurang sejak semalam, Andri harus di
rujuk.
4. Riwayat kira-kira 2 minggu sebelumnya anak mengalami demam dan sakit
tenggorokan, anak dibawa berobat ke puskesmas, keluhan kemudian membaik.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang
sama d keluarga disangkal (VV)
a. Apa hubungan sakit tenggorokan dengan penyakit yang dialami Andri
sekarang?
Sakit tenggorokan merupakan manifestasi klinis ari faringitis akibat infeksi
Streptococcus Haemoliticus. Infeksi Streptococcus dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut yang dapat mengakibabtan gagal ginjal akut.
Demam pada kasus disebabkan ada nya infeksi pada tenggorokan dari
Streptococcus beta hemolitikus. Bakteri ini mengeluarkan pirogen endogen.
Pirogen endogen inilah yang akan menyebabkan perubahan termostat
hipotalamus sehingga terjadilah demam.
Keluhan pada kasus juga disebabkan oleh bakteri Streptococcus beta hemolitikus
grup a nefritogenik yang akan menyerang glomerulus yang akan menyebabkan
radang disertai dengan dilibatkan nya sistem imun (autoimun).
Bakteri masuk melekat pada sel-sel epitel pada organ yang paling dekat
dengan dunia luar contoh : mulut dll masuk aliran darah bakteriemia
sampai pada organ yang cocok untuk memperbanyak diri infeksi (dalam kasus
ini tenggorokan) faringitis pengeluaran interleukin dan mediator-mediator
lain merangsang hipotalamus peningkatan suhu tubuh panas/demam
b. Apa makna klinis dari riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
dan riwayat penyakit yang sama di keluarga disangkal
Riwayat penyakit di keluarga menyingkirkan diagnosis penyakit glomerulonefritis
akut akibat autoimun yang bisa diturunkan secara herediter. Riwayat keluhan yang
sama sebelumnya disangkal dapat mempunyai makna klinis bahwa penyakit
bersifat akut. Riwayat penyakit ginjal dapat mempunyai makna klinis untuk
19

menyingkirka diagnosis banding penyakit ginjal akibat nefrotoksitosis, yaitu


penggunaan obat penyakit ginjal dalam waktu lama.
c. Apa kemungkinan tatalaksana yang diterima Andri di puskesmas untuk
mengobati demam dan sakit tenggorokan? (Appropriate Treatment)
Untuk demam, bisa diberi analgesik dan antipiretik seperti parasetamol
Untuk sakit tenggorokan bisa di beri analgesik dan antibiotic. Antibiotik yang
biasa digunakan adalah golongan penisilin, penggunaan antibiotik 10-14 hari.
Appropriate treatment terdiri dari tatalaksanan umum (istirahat, nutrisi, cairan),
bisa diberikan obat kumur dan obat hisap pada anak-anak
5. Pada pemeriksaan fisik:
Anak tampak sakit sedang, suhu 37 derajat celcius, nadi 100x menit, pernafasan
28x/menit, TD 130/80mmHg. BB: 35kg. TB 140cm,. pada mata tampak palpebral
edema, paru dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen cembung,
lemas, hepar atau lien tidak teraba, pemeriksaan shifting dullness (+).
Pemeriksaan ekstremitas: pitting edema pretibial +/+ (V)
a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? kiki, nyimas, ch
Pemeriksaan

Kasus

Normal

Interpretasi

Keadaan umum

Tampak

Tampak sehat

Tidak Normal

Normal

sakit
sedang
Suhu

37o C

36,5-37,2 0C

Nadi

100 x

80-120 x/menit Normal

/menit
Pernafasan

28x/menit

15-30 x/menit

Normal

Tekanan Darah

130/80

80-115/50-75

Hipertensi

mmHg

mmHg

Berat dan Tinggi

35 kg dan

Percentile 5-85 Normoweight

Badan

140 cm
BMI =
17,8
20

(CDC)
percentile
75
Mata

Palpebra

Paru dan Jantung

Edema (-)

Tidak

Edema

Normal

Dalam

Normal

batas
Normal
Abdomen

Hepar dan lien

Cembung

Datar dan tidak

Tidak

dan lemas

lemas

normal

Tidak

Tidak teraba

normal

teraba
Shifting dullness

(+)

(-)

Tidak
normal

Ekstremitas

Pitting

(-)

Tidak

edema

Normal

pretibial
dan
dorsum
pedis (+)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?

Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema
pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan
menurunnya

tekanan

onkotik

intravaskuler

oleh

dan menyebabkan cairan

merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler


glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin

adalah

sebagai

penentu
21

tekanan

onkotik.

Maka

kondisi

hipoalbuminemia ini menyebabkan

tekanan

onkotik koloid plasma

intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding


kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan
air

tidak bergantung pada

stimulasi sistemik

perifer

tetapi

pada

mekanisme intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan


ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam
ruang interstisial menyebabkan terbentuknya edema.
Karena Andri diduga menderita GNAPS maka teori yang mendukung
terjadinya edema pada Rafi adalah teori Overfilled.

Edema Palpebra
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan

tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol
waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik (manifestasi dari GNAPS)
dapat melalui jalur berikut:
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan
sembab.

22

Bagan 1. Teori Underfilled


b. Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan
penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:

Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron


Kenaikan

plasma

rennin

dan

angiotensin

akan

menyebabkan

rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron.


Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan mempengaruhi sel-sel
tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion
natrium menurun.

Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.


Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin,
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat.
Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan
plasma rennin dan angiotensin.

23

Bagan 2. Teori Overfilled


Filtrasi cairan plasma mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue
tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis
yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada
tempat tersebut mudah timbul edema. Edema lalu menjalar ke tempat-tempat lain
sesuai dengan tekanan dan kerenggangan jaringan. Dan karena adanya gaya
gravitasi sembab akan menuju ke bidang vertikal (tungkai kaki). Pada kasus ini,

Andri mengalami edema (sembab) berdasarkan teori jalur tidak langsung/indirek


Hipertensi
Infeksi streptokokus antigen mimikri komplek antigen-antibodi (komplek
imun)

mengendap

di

membran

dasar

glomeruli

aktivasi

kaskade

komplemen peradangan glomeruli Aliran darah ginjal laju filtrasi


glomeruler

(LFG)

Hipoperfusi

aktivasi

sistem

renin-angiotensin.

Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriksi perifer perfusi ginjal makin


menurun. LFG makin turun disarnping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang
meningkat merangsang kortek adrenal melepaskan aldosteron retensi air dan
garam hipervolemia hipertensi.
c. Bagaimana cara pengukuran TB, BB, dan tekanan darah pada anak?
Batasan hipertensi menurut The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent adalah sebagai
berikut :

24

Hipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik
lebih dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi
badan pada pengukuran sebanyak 3 kali atau lebih

Prehipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau


diastolik antara persentil ke-90 dan 95. Pada kelompok ini harus
diperhatikan secara teliti adanya faktor risiko seperti obesitas. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa kelompok ini memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk menjadi hipertensi pada masa dewasa dibandingkan
dengan anak yang normotensi.

Anak remaja dengan nilai tekanan darah di atas 120/80 mmHg harus
dianggap suatu prehipertensi.

Seorang anak dengan nilai tekanan darah di atas persentil ke-95 pada saat
diperiksa di tempat praktik atau rumah sakit, tetapi menunjukkan nilai yang
normal saat diukur di luar praktik atau rumah sakit, disebut dengan whitecoat hypertension. Kelompok ini memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan yang mengalami hipertensi menetap untuk menderita
hipertensi atau penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Hipertensi emergensi adalah hipertensi berat disertai komplikasi yang


mengancam jiwa, seperti ensefalopati (kejang, stroke, defisit fokal), payah
jantung akut, edema paru, aneurisma aorta, atau gagal ginjal akut.

Pada Tabel 1 diperlihatkan klasifikasi hipertensi anak di atas usia 1 tahun dan remaja
Sedangkan nilai tekanan darah berdasarkan usia, jenis kelamin dan tinggi badan

25

diperlihatkan pada lampiran di bawahnya.

26

27

28

29

d. Bagaimana cara pemerikaan shifting dullness?


Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:

Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian, dengarkan adanya
bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping perut. Biasanya daerah
umbilicus akan terdengar timpani (tidak pekak) karena cairan mengumpul di
bagian terendah tubuh, yaitu sisi kanan dan kiri.

Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan abdomen. Bunyi
pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen sekarang menghilang. Hal ini
terjadi karena cairan berpindah ke bagian terendah tubuh yaitu sisi kiri.

Lakukan sebaliknya, pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen.


Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.

Gambar 3. Perpindahan cairan abdomen pada saat perkusi


Sumber: www.depts.washington.edu

30

Gambar 4. Cara melakukan shifting dullness


Sumber: www.biology-forums.com

Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien tegak. Akan
terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga abdomen.

Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan
meragukan.

Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.

Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi merangkak. Bila
terdapat cairan maka akan terdengar redup.

e. Bagaimana cara pemeriksaan ekstremitas pitting edema?

Inspeksi daerah edema ( simetris, apakah ada tanda tanda peradangan.

Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan
amati waktu kembalinya.
Penilaian
Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat IV : kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik

6. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sebagai berikut:


Haematologi: hb: 10g/dl, leukosit: 9000/mm3, trombosit: 220.000/mm3
Ureum:90mg/dl, kreatinin: 1,8mg/dl, ASTO +, komplemen C3 :10
Urinalisis: warna merah, proteinuria +1, leukosit 10-15/LPB, eritrosit penuh,
silinder eritrosit + (V)
31

a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang?

Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Trombosit
Ureum
Kreatinin
ASTO
Komplemen C3
Urinalisis:

Hasil pemeriksaan
10g/dl
9000/mm3
220.000

Nilai normal
11-16g/dl
4500-13500/mm
150.000-450.000

Interpretasi
Mendekati normal
Normal
Normal

90mg/dl
1,8mg/dl
+
10

sel/mm3
10-50mg/dl
0,6-1,3 mg/dl
170 Todd/ml
normal = 50-140

Meningkat
Meningkat
Abnormal
Menurun

mg/dL
a) Warna

a) warna merah
b) proteinuria +
c) leukosit 1015/LPB

jernih

b) Abnormal

b) Urin tidak

c) Leukosituria

mengandun

d) eritrosit

a) Abnormal

d) Abnormal

g protein

penuh silinder

c) Leukosit =

eritrosit +

1-5 /LPB
d) Eritrosit =
0-2 /LPB
dan silinder
eritrosit
negatig

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang?


1

Kreatinin
Penurunan laju filtrasi glomerulus yang terjadi pada GNAPS biasanya ringan
sampai sedang yang dapat berefek pada peningkatan kadar kreatinin penderita
GNAPS (45%) (Smith JM, Faizan MK, Eddy AA, 2003)

Ureum
Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan
pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja
sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan
32

aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2)
peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan,
perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia
(pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam. Uremia renal
terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan
ekskresi urea.
3

ASTO
Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari
setelah infeksi streptokokus. Kadar ASTO lebih dari 160 200 todd/ unit
dianggap sangat tinggi dan menunjukan adanya infeksi streptokokus yang baru
terjadi atau sedang terjadi atau adanya kadar antibodi yang tinggi akibat respon
imun yang berlebihan terhadap pajanan sebelumnya.

Komplemen C3
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan
dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik.
Penurunan

C3

sangat

mencolok

pada

pasien

glomerulonefritis

akut

pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140


mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplemen akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3,
ternyata berlangsung lebih lama.
5

Urinalisa

warna merah : warna merah pada urin disebabkan oleh


proteinuria +1 : Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga
mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman
akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Sindrom Nefrotik adalah Status klinis
yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap
protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif.
33

leukosit 10-15/LPB : peningkatan leukosit dalam urin menunjukkan adanya


infeksi bakteri pada urin.
eritrosit penuh, silinder eritrosit +
eritrosit penuh pada urin menunjukkan adanya perdarahan pada glomerulus.
c. Bagaimana penentuan GFR pada anak ? (Rumus swarchtz)
GFR = K x Tinggi badan
Kreatinin serum
GFR= 0.55 X 140cm
1.8 mg/dl
GFR= 42.78
GFR normal usia 10 tahun= 116.7 +/- 20.2 atau antara 96.5 136.9
K= 0.55 (untuk anak dan remaja putra 1-12 tahun)
GFR termasuk stadium 3 mengalami kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
sedang
d. Apa pemeriksaan laboratorium tambahan yang dapat dilakukan pada
kasus?
o Pemeriksaan bakteriologis kulit atau apus tenggorok
o Eritrosit urin dismorfik (>60% menunjukkan eritrosit berasal dari glomerulus)
o Proteinuria lebih dari 1g/24 jam dapat disimpulkan berasal dari glomerulus
o Gula darah
o Serum albumin
o Profil lemak
o Pemeriksaan serologi (ASTO, C3, C4. ANA, dan anti-dsDNA)
o Antibodi anti-GBM (glomerular basment membrane)

34

7. Template
a. Apa diagnosis kerja dari kasus?
Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Steptococcus
GNAPS ditandai oleh onset yang tiba-tiba dari gejala hematuria, edema,
hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal, yang didahului riwayat infeksi
streptokokus -hemolitikus grup A (faringitis atau infeksi di kulit)

b. Diagnosis banding

c. Etiologi
infeksi streptokokus -hemolitikus grup A (faringitis atau infeksi di kulit. Risiko
terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A
yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma),2
sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%.
d. Epidemiologi
35

GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6-7
tahun dengan rerata usia tertinggi pada 8.46 tahun dan rasio laki-laki : perempuan
= 1,34:1
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih
banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS
berkurang akibat sanitasi yang lebih baik dan pengobatan dini penyakit infeksi,
sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.
Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan social
ekonomi rendah, masing-masing 68,9% dan 66,9%.

e. Faktor risiko
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi
pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik
dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan
sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa melihat tempat
infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%.Rasio terjadinya GNAPS pada pria
dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia
sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.
Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara
maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian
GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus
lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.2 Di
beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi
bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui. Attack rate dari
glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu sekitar setiap 10 tahun.

f. Algoritma diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien
dengan gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak,
36

sembab dan gagal ginjal akut, yang timbul setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus
secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis
akut

pascastreptokok

pada

awal

penyakit,

yaitu

nefropati-IgA dan

glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala


hematuria

nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti

glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada


nefropati-IgA

terjadi

bersamaan

pada

saat

faringitis,

sementara

pada

glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 7-14 hari setelah


faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang ditemukan pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis

kronik

yang

menunjukkan

gejala

glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus,

tersebut

adalah

dan glomerulonefritis

proliferatif kresentik. Perbedaan dengan GNAPS sulit diketahui pada awal


penyakit.
Pada GNAPS perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan
gagal

ginjal akan cepat pulih). Pola kadar komplemen C3 serum selama

pemantauan merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan


dengan glomerulonefritis kronik yang lain.

Kadar komplemen C3 serum

kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada GNAPS sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain tetap rendah dalam waktu yang lama. Eksaserbasi
hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien GNAPS tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila

tidak terjadi perbaikan

fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap

atau

memburuk, biopsi ginjal merupakan indikasi.


g. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinis GNAPS umumnya hematuria (makroskopis pada 65%),
edema (75%), dan hipertensi(50%). Insufisiensi ginjal akut pun dapat terjadi.
37

Gejala klinis tersebut timbul dalam 5-21 hari (rerata 10 hari) setelah infeks
streptokokus nefritogenik. Setelah anak masih menderita infeksi aktif saat
manifestasi klinis GNAPS timbul, laju filtrasi glomerulus yang menurun memicu
peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus ginjal, peningkatan volume plasma, dan
supresi renin. Oliguria, insufisiensi ginjal, hipertensi dapat meyebabkan timbulnya
komplikasi seperti gagal jantung, kejang, dan ensefalopati. Glomerulonefritis
akut pasca infeksi dapat terjadi akibat bakteri atau virus patogen lain.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyebab hematuria
paling sering pada anak. Hematuria tanpa pembentukan kristal dapat ditemukan
pada penyakit sel bulan sabit atau pembawa sifatnya, latihan fisis yang berat,
dan setelah trauma ginjal. Koagulopati pun dapat memicu hematuria.
Hiperkalsiuria dapat menyebabkan isolated hematuria pada anak; 25-30% anak
dengan isolated hematuria disertai peningkatan ekskresi kalsium urin. Urolitiasis
dapat asimtomatik atau disertai gejala ISK seperti nyeri. Batu ginjal pada anak
umumnya terjadi sekunder akibat kelainan metabolik (hipekalsiuria familial),
stasis urin atau infeksi. Kelainan struktur traktus urinarius seperti kista, obstruksi,
dan tumor pun harus dipertimbangkan.
Hematuria

dapat

disebabkan

kelainan

parenkim

ginjal.

Bentuk

glomerulonefritis kronik paling sering adalah nefropati IgA (GN IgA), yang
sering timbul berupa hematuria mikroskopik atau gross hematuria rekuren setelah
infeksi saluran pernapasan akut. Perjalanan penyakit GN IgA umumnya jinak, dan
lebih sering mengenai anak lelaki usia sekolah dan dewasa muda. Pasien dengan
GN IgA dapat membentuk menjadi end-stage renal disease (ESRD) pada sekitar
30% pasien, terutama dengan manifestasi klinis proteinuria atau insufiensi ginjal.
Saat ini terapi GN IgA dengan terapi steroid jangka panjang dan antiinflamasi(minyak ikan, vitamin E) memperlihatkan hasil yang menggembirakan.
Nefritis Henoch-Schonlen, nefritis lupus, dan vaskulitis terkait GN sering tumbul
dengan gejala hematuria.
Bentuk GN dengan insufisiensi ginjal yang memburuk secara cepat
disertai dengan edema, gross hematuria, dan hipertensi adalah rapidly
progressive glomerulonephritis (RPGN). Biopsi ginjal memperlihatikan
proliferasi sel glomerulus dengan tipe kresenik. Bentuk ini paling sering terjadi
38

pada masa akhir anak dan remaja, dapat bersifat idiopatik atau berhubungan
dengan beberapa kelainan (GNMP, GNPS, GN IgA, antineutrophilic cytopasmic
antibody-associated vasculitis, dan purpura Henoch-Schonlein). Terapi yang
diberikan tergantung dari penyakit yang mendasarinya dan biasanya menggunakan
kortikosteroid dosis tinggi.
h. Patofisiologi dan pathogenesis
PATOFISIOLOGI
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal
tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan
ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan
mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na,
sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air
didukung oleh keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang
di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan
air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema
lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular
seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak
meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon
tersebut meningkat.
PATOGENESIS
39

Seperti beberapa penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk penyakit kompleks


imun. Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa GNAPS termasuk penyakit
imunologik adalah:
1. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik .
2. Kadar imunoglobulin G (IgG) menurun dalam darah.
3. Kadar komplemen C3 menurun dalam darah.
4. Adanya endapan IgG dan C3 pada glomerulus.
5. Titer antistreptolisin O (ASO) meninggi dalam darah.
Pada pemeriksaan hapusan tenggorok (throat swab) atau kulit (skin swab) tidak
selalu ditemukan GABHS. Hal ini mungkin karena penderita telah mendapat
antibiotik sebelum masuk rumah sakit. Juga lamanya periode laten menyebabkan
sukarnya ditemukan kuman streptokokus.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka organisme tersering yang berhubungan
dengan GNAPS ialah Group A -hemolytic streptococci . Penyebaran penyakit ini
dapat melalui infeksi saluran napas atas (tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi),
baik secara sporadik atau epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS
menyebabkan penyakit ini, hanya 15% mengakibatkan GNAPS.4,5 Hal tersebut
karena hanya serotipe tertentu dari GABHS yang bersifat nefritogenik, yaitu yang
dindingnya mengandung protein M atau T (terbanyak protein tipe M).
Tabel 3. Serotipe GABHS yang berhubungan dengan GNAPS 4,5
Serotipe
Tipe M

Serotipe

terbanyak
1,3,4,12,25,

terbanyak
2,49,55,57,

49

60

Penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan pada


GNAPS yaitu :2,8,9
1. Nephritis associated plasmin receptor (NAPr)
40

NAPr dapat diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan plasmin.
Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil biopsi ginjal pada
fase dini penderita GNAPS.9 Ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan proses
inflamasi yang pada gilirannya dapat merusak membran basalis glomerulus.
2. Streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB).
SPEB merupakan antigen nefritogenik yang dijumpai bersama sama dengan IgG
komplemen (C3 ) sebagai electron dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai
HUMPS.7,9
Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui :
1. Soluble Antigen-Antibody Complex
Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPr sebagai antigen dan antibodi anti
NAPr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus.9
2. Insitu Formation :
Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation), karena antigen
nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen. Teori insitu formation lebih
berarti secara klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi makin lebih
sering terjadi proteinuria masif dengan prognosis buruk.8
Imunitas Selular :
Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS, karena dijumpainya infiltrasi
sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel
imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi ICAM I dan LFA I,
yang pada gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak
membran basalis glomerulus.10,11
i. Pemeriksaan penunjang
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun
makroskopis (gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat
41

hematuri dan berkisar antara sampai 2+ (100 mg/dL).

Bila ditemukan

proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom


nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita
GNAPS.

Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan

mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas
granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik

dari lesi glomerulus)

serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin


sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.

Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan
tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu
pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar
properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
jalur

alternatif

komplomen.

penderita GNAPS kadar

1,2,5

Penurunan C3 sangat

mencolok pada

antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).

Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan


kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal
maka kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau
berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif
cepat.

Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi karena

hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL.


Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya
menghilang atau sembabnya menghilang.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba
sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai
untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat
42

oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap

beberapa

antigen

streptokokus. Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien


dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak
memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya
50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi.
Pencitraan
Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto
toraks umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus,
dengan derajat yang sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler.
Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di Indonesia 11.5%), efusi
pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%), dan efusi
perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites.
Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal.
Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah
penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada
USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas
parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada
penyakit ginjal lainnya.
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan GNAPS sulit
diketahui pada awal penyakit.
Pada GNAPS perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi,
sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih). Pola kadar komplemen C3 serum
selama pemantauan merupakan tanda (marker)

yang

penting

untuk

membedakan dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen


C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada GNAPS sedangkan
pada glomerulonefritis yang lain tetap rendah dalam waktu yang lama.

43

Eksaserbasi

hematuria

makroskopis

sering

terlihat

pada

glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain nonnefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien
GNAPS tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi
bila

tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik

yang menetap atau memburuk, biopsi ginjal merupakan indikasi.


j. Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan diagnosis
Uji kultur dan biakan urin menjadi gold standar, didukung dengan ditemukan uji
serologi respons imun terhadap antigen streptococcus. Peningkatan titer antibody
terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi setelah 10-14 hari.
k. Tatalaksana (farmakologi dan non-farmakologi)
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila
dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin <
60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia,
muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien
hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan
darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya di-observasi tanpa
diberi terapi.5,12 Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 150 mmHg dan
diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau
intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik
merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang
lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena,
dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau
natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180
mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat
bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali,
diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat
diulang setiap 6 jam bila diperlukan. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan
cairan dan natrium. Asupan cairan sebanding dengan invensible water loss (400500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah setengah atau kurang dari urin
yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid
2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan
44

penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk
eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain.Diberikan
antimikroba berupainjeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau
eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.
Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100
mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem
berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila
edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai
oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap,
terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai
penyebab dan jarang menimbulkan kematian.
l. Pencegahan dan edukasi
Menjaga oral hygiene yang baik dan bersih, serta penggunaan antibiotik dengan
benar. Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan
prognosis penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan
yang sempurna diharapkan (95%), masih ada kemungkinan kecil terjadinya
kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana
pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk
protein dan hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan
pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria menghilang
dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah kembali
normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.

m. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :

Ensefalopati hipertensi (EH).


EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6
tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi
dengan memberikan nifedipin (0,25 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral
atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah
45

belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.


Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila
tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril
(0,3 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.

Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)


Pengobatan konservatif :
a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan
kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari
b. Mengatur elektrolit :
- Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
- Bila terjadi hipokalsemia diberikan :
Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari
NaHCO
7,5% 3 ml/kgbb/hari
K
exchange
resin 1 g/kgbb/hari
Insulin 0,1 unit/kg &
0,5 1 g glukosa 0,5 g/kgbb

Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering
disangka sebagai bronkopneumoni.

Posterior leukoencephalopathy syndrome


Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan
ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama
seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih
normal.

n. Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak

46

ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease.


Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. Pada umumnya
perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2
minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama
hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 8595% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75%
GNAPS dapat berlangsung kronis,
baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa
kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 510% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik,
kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut ( Acute
kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.

o. SKDI

47

2.5 Kerangka konsep


Andri, anak laki-laki 10 tahun
Riwayat infeksi streptococcus

Adanya kompleks
Antigen-antibodi berlebihan

Terakumulasi di glomerulus membran basal

Aktivasi komplemen,
Fagositosis dan pelepasan lisosom

Kerusakan endotel dan membran basalis,


48

glomerulus rusak

RBC terfiltrasi

Hematuria

GFR menurun

RBC silinder

albumin terfiltrasi

retensi Na dan air

hipoalbuminemia

C3 turun azotemia oliguria


Kebocoran kapiler glomerulus

Aktivasi RAS

proteinuria

edema

shifting dullnes +

Hipertensi
2.6 Learning Issue
Learning Issue Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius
Anatomi Traktus urinarius

Traktus urinarius suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah (sehingga
darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh) dan menyerap zat-zat yang
49

masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam
air dan dikeluarkan dari tubuh berupa urin (air kemih).
Traktus urinarius memiliki fungsi:

1.
2.

Keseimbangan transportasi air dan zat terlarut


Mensekresi hormon yang membantu mengatur tekanan darah, erithropoietin dan

metabolisme kalsium
3. Menyimpan nutrient
4. Ekskresi zat buangan
5. Mengatur keseimbangan asam basa
6. Membentuk urin
a. Ginjal
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm
pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan
kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang
abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi
kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus
renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah,
pembuluh getah bening, saraf, dan ureter.
Ginjal (Ren)

Lapisanlapisan

pembungkus ginjal :

1. Bagian dalam : capsula renalis yang berlanjut dengan lapisan permukaan ureter.
2. Bagian tengah : capsula adiposa yang merupakan jaringan lemak untuk melindungi
ginjal dari trauma.
3. Bagian luar
: Fascia renalis (jaringan ikat) yang membungkus ginjal dan
menghubungkannya

dg

dinding

abdomen

posterior.

Jaringan

flexibel

ini

memungkinkan ginjal bergerak dengan lembut saat diafragma bergerak waktu bernafas,
mencegah penyebab infeksi dari ginjal ke bagian tubuh lainnya.
50

Anatomi internal ginjal dari dalam keluar, renal pelvis, medulla dan korteks :
1. Renal pelvis merupakan ruang penampung yang besar yang menghubungkan medula
dengan ureter. Renal pelvis Memiliki percabangan yaitu kaliks mayor dan kaliks minor.
Masing-masing ginjal memiliki sekitar 2-3 kaliks mayor dan 8-18 kaliks minor
2. Medulla renalis merupakan bagian tengah ginjal, terdiri dari 8-18 piramida. Bagian
apeks dari piramida adalah papilla . Piramida terdiri dari tubulus dan duktus kolektifus
dari nefron. Tubulus pada piramida berperan dalam reabsorpsi zat-zat yang terfiltrasi.
Urin berjalan dari medulla ke kaliks minor, kaliks mayor dan renal pelvis. Dari renal
pelvis urin ke ureter dan masuk kandung kemih. Satu ginjal memiliki kurang lebih 1
juta nefron.
3. Cortex renalis : paling luar dari ginjal terdiri dari area kortikal dan area juxtamedullari.
Mempunyai kapiler-kapiler menembus medula melalui piramid membentuk renal
kolum. Kolum terdiri dari tubulus ginjal yang mengalirkan urin ke kalliks minor.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex
renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubanglubang kecil disebut papilla renalis. (Syaifuddin, 2006).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius

b. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing


bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya
25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian
lagi terletak pada rongga pelvis.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding
posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan
51

menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam
kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan
menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:

1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)


2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk
ke dalam kandung kemih.

c. Vesika urinaria
Vesica urinaria terletak di belakang pubis di dalam cavitas pelvis. Vesica
urinaria berbentuk seperti pyramid. Apeks pyramid ini, arahnya ke depan dan dari
situ, terdapat suatu korda fibrosa, yaitu urakus yang berjalan ke atas menuju
umbilicus menjadi ligamentum umbilikale media. Basis (permukaan posterior) vesica
urinaria, berbentuk seperti segitiga. Pada pria, vesikula seminalis terletak
dipermukaan posterior luar vesica urinaria dan dipisahkan oleh
vas deferens. Pada wanita, diantara rectum dan vesica urinaria, terdapat vagina. Leher vesica
urinaria, menyatu dengan prostat pada pria, dan pada wanita, langsung melekat pada fasia
pelvis.
Trigonum Vesicae Lieutaudi terdapat di bagian basis dari vesica urinaria. Muara
kedua ureter dan permulaan uretra berada pada sudut-sudut trigonum yang berjarak antara
sekitar 2cm. Orifisium uretra internum terletak pada titik terendah vesica urinaria. Bagianbagian dari vesica urinaria terdiri dari:
1. Fundus
Yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium retrovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostat.
2. Korpus
Yaitu bagian antara verteks dan fundus, bagian yang runcing kearah muka dan
berhubungan dengan ligamentum umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari:

52

Lapisan sebelah luar (Peritonium), tunika muskalaris (lapisan otot), tunika sub mukosa,
lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)

Bagian dalam dari vesica urinaria, terdiri dari, trigonum vescicae, uvula vesicae
(merupakan tonjolan orifisium uretra interna), dan rugae veicae (yang terbentuk jika vesica
urinaria kosong). Vesica urinaria terdiri dari lapisan-lapisan otot. Lapisan otot ini terdiri dari 3
lapisan otot yangmembentuk trabekula yang disebut otot detrusor. Detrusor menebal di leher
kandung kemih membentuk sfingter vesika.

Vesica urinaria dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus


inferior yaitu: Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L12, Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N. S2,3,4 melalui N. splancnicus
& plexus hypogastricus

inferior mencapai dinding vesica urinaria. Disini

terjadisinapsis dengan serabut-serabut post ganglioner, serabut-serabut sensoris


visceral afferent: N. splancnicus menuju SSP, serabut-serabut afferen mengikuti
serabut simpatis pada plexus hypogastricusmenuju medulla spinalis L1-2. Vesica
urinaria, diperdarahi oleh arteri vesikalis superior dari arteri umbilikalis , arteri
umbilikalis berasal dari arteri iliaka interna dan arteri vesikalis inferior dari arteri
illiaca
d. Uretra

53

Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada a yang


berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Urethra laki-laki
panjangnya sekitar 17,5 cm dengan penis. Pada laki-laki,
urethra dibagi 4 bagian:
1. Urethra pars prostatica
Uretra pars prostatika, merupakan bagian terlebar.
Uretra pars prostatika ini, melintas

hampir vertical

sepanjang kelenjar prostat (sekitar 2cm atau lebih).


2. Urethra pars membranosa
panjangnya hanya1-2 cm.Uretra pars membranosa ini,
berjalan melintasi diafragma

urogenital.

Dibelakang

bagian

uretra ini, pada masing-masing sisi, terletak kelenjar


panjangnya hanya1-2 cm.Uretra pars membranosa ini, berjalan melintasi diafragma
urogenital. Dibelakang bagian uretra ini, pada masing-masing sisi, terletak kelenjar
bulbouretral.Uretra pars membranosa ini, juga dikelilingi oleh sfingter uretra eksterna.

1. Urethra pars spongiosa


Uretra pars prostatika terdapat pada sepanjang penis (15-16 cm). bagian uretra ini,
melintasi bulbus, korpus dan glans korpus spongiosum penis. Bagian uretra ini
memasuki bulbus pada permukaan atasnya dan berakhir dekat di bagian bawah apeks
glans, pada orifisium uretra eksternum.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis
pubis berjalan miringsedikit kearah atas,uretra pada
wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma
urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya
di antara klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat
volunter di bawah kendali somatis, namun tidak
seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif. Lapisan uretra pada
wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena
vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).
54

uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara
uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini
hanya sebagai saluran ekskresi.
Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna dan eksterna. Sfingter uretra interna,
terletak pada perbatasan vesika urinaria dan terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh
system simpatik, sehingga saat vesika urinaria penuh, sfingter ini akan terbuka. Sedangkan
sfingter uretra eksterna, terdiri atas otot lurik yang dipersarafi oleh saraf somatic yang dapat
diatur sesuai dengan keinginan.
FISIOLOGI
REFLEKS MIKSI 2
Miksi atau berkemih proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh 2 mekanisme : reflek
berkemih dan control volunter. Reflex miksi terpicu ketika reseptor regang didalam dinding
kandungan kemih teransang .
Kandungan kemih pada orang dewasa dapat menampung hingga 250 sampai 400 ml urin
sebelum tegangan didindingnya mulai cukup meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang.
Semakin besar tegangan melebihi ukuran ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat
aferan dari reseptor regangan membawa impuls ke medulla spinalis dan akhirnya, melalui
antarneuron, merangsang saraf parasimpatik untuk kandung kemih dan menghambat neuron motorik
ke sfringter eksternus.
Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Tidak ada
mekanisme khusus yang dibutuhkan untuk membuka sfringter internus ; perubahan bentuk kandung
kemih selama kontraksi akan secara mekanis menarik terbuka sfringter internus. Secara bersamaan ,
sfringter eksternus melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat.

Kini kedua sfringter

terbuka dan urinnya terdorong melalui uretra olah gaya yang ditimbulkan oleh konstraksi kandungan
kemih.
KONTROL VOLUNTER BERKEMIH
Jika waktu refleks miksi dimulai kurang sesuai untuk berkemih, maka yang bersangkutan
dapat dengan sengaja mencegah pengosongan kandung kemih dengan mengencangkan sfingter
eksternus dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter dari korteks serebri mengalahkan sinyal
inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat (keseimbangan relatif
PPE dan PPI) sehingga otot-otot ini tetap berkontraksidan tidak ada urin yang keluar.
55

Berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terus terisi maka sinyal
refleks dari reseptor regang meningkat seiring waktu. Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks ke neuron
motorik sfingter eksternus menjadi sedemikian kuat sehingga tidak dapat lagi diatasi oleh sinyal
eksitatorik volunter sehingga sfingter melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol
mengosongkan isinya.
Berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, meskipun kandung kemih tidak teregang,
dengan secara sengaja melemaskan sfingter eksternus dan diafragma pelvis. Turunnya dasar panggul
memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan menarik dinding abdomen dan diafragma
pernapasan.
terbuka sfingter uretra internus dan
meregangkan dinding kandung kemih.
Pengaktifan

reseptor

regang

yang

kemudian terjadi akan menyebabkan


kontraksi

kandung

kemih

melalui

refleks berkemih. Pengosongan kandung


kemih secara sengaja dapat dibantu oleh
kontraksi

dinding

diafragma

pernapasan.

tekanan

abdomen

Peningkatan

intraabdomen

ditimbulkannya

menekan

yang
kandung

dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Peningkatan tekanan intraabdomen yang ditimbulkannya
menekan kandung kemih kebawah untuk mempermudah pengosongan.

56

dan

Learning Issue Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)

Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan suatu istilah untuk menunjukkan gambaran klinis
akibat perubahan- perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus. Gambaran
klinis yang menonjol adalah kelainan dari urin (proteinuria, hematuria, silinder eritrosit),
penurunan LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Meskipun
penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi GNA paling sering didapatkan pada anak
berumur 210 tahun (Pardede S, 2005). Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
dapat terjadi secara epidemik atau sporadik. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan
2 : 1.3 (Sekarwan HN, 2001). Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis
lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus
57

haemolyticus, sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud
adalah GNA pasca streptokokus atau GNAPS.
Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan menghancurkan
sel darah merah, yaitu Streptococcus haemolyticus jika kuman dapat melakukan hemolisis
lengkap, Streptococcus haemolyticus jika melakukan hemolisis parsial, dan Streptococcus
haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis (T odd JK, 2004). Streptococcus
haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A hingga T .
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) pada umumnya didahului infeksi
saluran nafas bagian atas atau infeksi kulit oleh kuman Streptococcus haemolyticus grup A
dan kadang-kadang oleh grup C atau G. Galur yang dapat menyebabkan glomerulonefritis
akut ini disebut streptokokus nefritogenik.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal. GNA merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Patofisiologi
Patogenesis

GNAPS

belum

diketahui

dengan

pasti.

Dugaan

hubungan

antara

glomerulonefritis akut dan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,
diisolasinya kuman Streptococcus haemolyticus golongan A, dan meningkatnya titer
antistreptolisin pada serum penderita. Diduga mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah
suatu proses kompleks imun dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang
beredar dalam darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks
imun yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat melekat
pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem
komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi (Geetha D, 2005). Periode laten antara
infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang
peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun
pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan
terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti selsel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler
58

gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang
sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Hipotesis lain adalah
neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi
autoantigen. T erbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut,
mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam
ginjal.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 714 hari setelah infeksi saluran nafas
(faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi).Gambaran klinis GNAPS sangat
bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala
berat, tampak sakit parah dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan
proteinuria, hematuria dan ditemukan cast. Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria., Gejala overload
cairan berupa sembab(85%), sedangkan di Indonesia6 76.3% kasus menunjukkan gejala
sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru (14%), atau gagal
jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan pada hampir semua pasien (di
Indonesia 99.3%).Hematuria gros (di Indonesia6 53.6%) terlihat sebagai urin berwarna merah
kecoklatan seperti warna coca-cola.
Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju filtrasi
glomerulus biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar kreatinin
(45%).Takhipnea dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi pleura sering
59

ditemukan pada penderita glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar dan irama gallop
timbul bila terjadi gagal jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan
tipe proteinuria nefrotik. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5%
pasien.Hipertensi ringan sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di Indonesia 61.8%)
yang biasanya sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak
proporsional dengan hebatnya sembab. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan
darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah
mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau
akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.
Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak meningkat
tinggi dengan tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik > 120 mmHg. Sekitar 5%
pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di Indonesia 9.2%), dengan keluhan
sakit kepala hebat, perubahan mental, koma dan kejang.Patogenesis hipertensi tidak
diketahui, mungkin multifaktorial dan berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler.
Ensefalopati hipertensi meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan nyawa pasien. Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi karena
vaskulitis serebral, berupa sakit kepala dan kejang yang bukan disebabkan karena
ensefalopati hipertensi. Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang
lebih parah, mungkin suatu glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus
GNAPS. Gejala-gejala GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara spontan dalam 1-2
minggu. Kelainan urin mikroskopik termasuk proteinuria dan hematuria akan menetap lebih
lama sekitar beberapa bulan sampai 1 tahun atau bahkan lebih lama lagi.Suhu badan tidak
beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti
muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis
(gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara
sampai 2+ (100 mg/dL).Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita
menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada
penderita GNAPS.Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis
60

sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini
merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit.
Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya
menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.Penurunan C3 sangat mencolok pada
penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan
komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah
waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya
disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau
glomerulonefritis progresif cepat.Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi
karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL.
Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau
sembabnya menghilang.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji
serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien
dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Pencitraan

61

Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks
umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang
sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda
sembab paru (di Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di
Indonesia 80.2%), dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat
adanya asites.Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila
terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal
kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan
peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran
tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.
Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan
gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal
ginjal akut, yang timbul setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada
urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.
Beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA
sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas
atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada
nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitis, sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok hematuria timbul 7-14 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan
sembab jarang ditemukan pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik
yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis
lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan GNAPS sulit diketahui
pada awal penyakit.
Pada GNAPS perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal
ginjal akan cepat pulih). Pola kadar komplemen C3 serum selama pemantauan merupakan
tanda (marker) yang penting untuk membedakan dengan glomerulonefritis kronik yang lain.
Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada GNAPS
62

sedangkan pada glomerulonefritis yang lain tetap rendah dalam waktu yang lama.Eksaserbasi
hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena
streptokok

dari

strain

non-nefritogenik

lain,

terutama

pada

glomerulonefritis

membranoproliferatif. Pasien GNAPS tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan
diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi ginjal merupakan indikasi.
Tatalaksana
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Pengobatan ditujukan terhadap
penyakit yang mendasarinya dan komplikasi yang ditimbulkannya (Sekarwana HN, 2001).
Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens
kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia,
muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria (Hilmant D, 2007). Tindakan
umum pasien glomerolunefritis akut adalah istirahat di tempat tidur sampai gejala edema dan
kongesti vaskuler (dispneu, edema paru, kardiomegali, hipertensi) menghilang, kira- kira
selama 3-4 minggu. Diit yang berupa pembatasan masukan garam (0,5-1 gr/hari) dan cairan
selama edema, oligouria atau gejala vaskuler dijumpai. Protein dibatasi (0,5/KgBB/hari) bila
kadar ureum diatas 50 gr/dL. Pengobatan dengan diuretika untuk penanggulangan edema dan
hipertensi ringan disamping diit rendah garam, diberikan furosemide (1-2) mg/KgBB/hari
oral dibagi atas 2 dosis sampai edema dan tekanan darah turun (Lumbanbatu SM, 2003).
Antihipertensif diberikan pada hipertensi sedang dan berat. Hipertensi sedang (tekanan darah
sistolik > 140 150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin
oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Pada hipertensi berat diberikan
hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10
mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi
(sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara
cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Pilihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali,
diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang
setiap 6 jam bila diperlukan. Pada hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan
diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi (Noer MS, 2002). Pemakaian
antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan
antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40
mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. GNAPS dengan komplikasi berat
63

seperti kongesti vaskuler (edema paru, kardiomegali) perlu diberikan diuretika furosemide
parenteral (1-2 mg/KgBB/kali).
Pasien disarankan kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan pertama setelah awitan
nefritis. Pengukuran fisik dan lab yang meliputi tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan
protein urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan (Geetha D, 2005).
Edukasi penderita
Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis
penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna
diharapkan (95%), masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan
bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran
tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan hematuria dilakukan dengan interval
4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan
proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah
kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.
Prognosis
Pada umumnya prognosis glomerulonefritis akut pada anak adalah baik bila ditangani dengan cepat
dan tepat. Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi beberapa di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk. 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif
dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal

Learning Issue - Gagal Ginjal Akut


Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju
filtrasi glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu
sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang
berbeda-beda.
1. Umur dan jenis kelamin
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hamper semua usia dapat terkena
penyakit ini. Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA, 51,8%
adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
64

2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan bahan kimia akan dapat
mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk
kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri.
3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri
dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik.
Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah
yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang
mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan kesehatan.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu :
a. Penyebab penyakit GGAPrarenal, yaitu :
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal
lainnya) pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia
e. Emboli paru.
b. Penyebab penyakit GGArenal, yaitu :
1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya
disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari
pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi
dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari
streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal,
tonsilitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna
2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia. Tipe iskemia merupakan kelanjutan
dari GGA prarenal yang tidak teratasi. Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh
syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat menurunkan suplai darah ke
ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai menyebabkan penurunan
65

yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel
tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran
sel sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan
menempel pada banyak nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari
nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi urin
bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal, selama tubulus masih
baik.
Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu :
1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan pada luka
bakar, atau asites.
2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya syok, payah jantung yang berat, aritmi
jantung, dan tamponade.
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi
akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat yang bersifat nefrotoksik yang khas
terhadap sel epitel tubulus ginjal menyebabkan kematian pada banyak sel. Sebagai
akibatnya sel-sel epitel hancur terlepas dari membran basal dan menempel
menutupi atau menyumbat tubulus. Beberapa keadaan membran basal juga rusak,
tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh sepanjang permukaan membran
sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh sampai dua puluh hari.
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain :
1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung akibat
sembab. Khas pada daerah perbatasan kortiko medular tampak daerah yang
pucat.
2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik dan
lesi iskemik.
3. Kelainan interstisial
a. Nefritis interstisial akut Nefritis interstisial akut merupakan salah satu
penyebab GGA renal, yang merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis
interstisial akut dapat terjadi akibat infeksi yang berat dan dapat juga
disebabkan oleh obat-obatan.
b. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang
biasanya mulai di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke
dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari
kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
4. Kelainan vaskular
a. Trombosis arteri atau vena renalis
b. Vaskulitis
c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
66

2. Obstruksi ekstra renal :


a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.
f. Agent
d. Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi
akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang
dapat merusak epitel tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti :
a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin sulfonamida,
dan lain- lainnya.
b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida,
pestisida, dan kalsium natrium adetat.
c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil alkohol.
d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.
e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.
f. Environment
Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit GGA. Jika seseorang
bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi
kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau peredaran
darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat yang diperlukan
oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan.

Klasifikasi GGA
Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :
1) GGAPrarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel
apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun
berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel
tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA
prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada
nefron.
2) GGARenal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tibatiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan
tempat utama penggunaan energy pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi
67

iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis
Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
3) GGAPostrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam
saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan
mengakibatkan

kegagalan

filtrasi

glomerulus

dan

transport

tubulus

sehingga

dapat

mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.

Perjalanan Klinis GGA


Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1) Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada
ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan
produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari
100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan
keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang
seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan
kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum
urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2) Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea,
dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa
penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi,
kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi
produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit
menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
3) Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin
perlahan-lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap
menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.

Gejala-Gejala GGA
68

Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :


a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan
hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena
d.
e.
f.
g.

terjadi penimbunan cairan).


Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
Tremor tangan.
Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia

uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit
j.

rendah, yaitu 1.010 gr/ml)


Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin

meningkat pada kerusakan glomerulus.


k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala
kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa
hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
Pencegahan
1) Pencegahan Primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya GGA, antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita penderita gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada traumatrauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring fungsi ginjal
yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
69

penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang
menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus
mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai
sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita
menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh,
untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena GGA
renal.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria
lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya
kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang
memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi
harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi
dan penyebab kematian paling sering pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera
diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap
memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan,
olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap
tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati.
Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
1) Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud
memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit volume
sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran
tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap
infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan
penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka
pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus
segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialysis harus dilakukan dialysis
secepatnya.
2) Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan
70

jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan.
Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram
karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan
berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian
20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam
amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus
dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per-hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan
yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi
yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi komplikasi (diare,
muntah). Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein
yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500
ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium
c.

yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.
Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan
dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas
indikasi indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan

atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita.


d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan
dialisis terlebih dahulu.
Komplikasi GGA
1. Hiperkalemia
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi).yaitu suatu keadaan dimana konsentrasi kalium
darah lebih dari 5 mEq/l darah. Perlu diketahui konsentrasi kalium yang tinggi justru berbahaya
daripada kondisi sebaliknya ( konsentrasi kalium rendah ). Konsentrasi kalium darah yang lebih
tinggi dari 5,5 mEq/l dapat mempengaruhi system konduksi listrik jantung. Apabila hal ini terus
berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantungpun BERHENTI BERDENYUT.
2. Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya
kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH,
darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan
menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam
71

dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam
air kemih.
3. Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mg/dl darah. Yang normalnya 2,5 4,5 mg/dl
4. Hipokalemia
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
kalium dalam darah kurang dari 3,5 mEq/l darah
Prognosis
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri. Prognosis
buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab kematian tersering adalah
infeksi (30%-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal napas
10%, dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.

2.8 Sintesis
Andri, 10 tahun datang dengan gejala BAK seperti air cucian daging dan sakit kepala.
Evaluasi anak dengan hematuria dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan urinalisis
yang berguna untuk menentukan sumber perdarahan. Perdarahan saluran perkemihan atas
biasanya terjadi di nefron dan perdarahan saluran perkemihan bawah terjadi pada ureter,
vesika urinaria, dan uretra. Tanda khas dari perdarahan di nefron adalah urin berwarna coklat
seperti cola dan temuan mikroskopis adanya silinder eritrosit pada urin.
Gejala hematuria yang disertai tanda spesifik seperti oliguria, edema, dan hipertensi
merupakan sindrom nefritik akut. Penyakit-penyakit yang sering bermanifestasi adalah
GNAPS, nefropati IgA, membranoproliferatif glumerulonefritis, HSP, SLE nefritis, Wegener
Granulomatosis, poliarteritis nodosa,
sindrom Goodpasture, dan sindrom
hemolitik-uremic.
infeksi

kulit

gastrointestinal
pertimbangan

Riwayat
atau
dapat
GNAPS,

ISPA,
infeksi
menjadi
sindrom

hemolitik-uremic, atau HSP nefritik.


72

Riwayat keluarga yang memiliki penyakit ginjal dapat menjadi pertimbangan kelainan ginjal
genetik seperti sindrom Alport, membran basal glomerular yang tipis, SLE nefritis, penyakit
Berger, (nefropati IgA), penyakit ginjal polikistik atau penyakit sickle sel. Andri tidak
memiliki riwayat penyakti ginjal di keluarganya sehingga diagnosis banding penyakit ginjal
genetik dapat disingkirkan.
Riwayat perjalanan penyakitnya dua hari yang lalu BAK seperti air cucian daging
disertai sakit kepala akan tetapi frekuensi dan volume urin seperti biasa. Sehari sebelum
datang ke rumah sakit terdapat keluhan frekuensi dan volume urin berkurang. Dua minggu
sebelumnya, andri menderita demam dan sakit tenggorokan.
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan sebagai penyerta hematuria ada hipertensi,
edema atau tanda-tanda gagal jantung yang merupakan gejala khas dari glumerulonefritis
akut. Hematuria akibat glumerulonefritis memiliki tanda khas tidak terasa nyeri. Kasus sangat
mengacu kepada glomerulonefritis akut pasca infeksi sehingga pemeriksaan fisik yang
penting dilakukan adalah mengukur tekanan darah.
Hasil pemeriksaan fisik didapati pasien dalam keadaan sakit sedang, suhu 37C, nadi
100x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg, BB = 35 kg, TB = 140 cm. Tampak edema pada
mata, abdomen cembung dengan pemeriksaan shifting dullness positif. Pitting edema pada
pre tibial dan dorsum pedis +/+. Interpretasinya adalah terjadi edema di tungkai dan mata
serta berdasarkan Diagnosis, Evalution and Treatment of High Blood Pressure in Children
and Adolescents (Fourth Report) 2004, Andri sudah mengalami hipertensi stage 1,
kategorinya adalah:
-

Prehipertensi SBP/DBP diantara 90th95th


Hipertensi stage 1 SBP/DBP 95th99th + 5 mmHg
Hipertensi stage 2 SBP/DBP >99th + 5 mmHg

Edema dan hipertensi dapat terjadi jika volume cairan meningkat (hipervolemia).
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas. Akan
tetapi masih perlu bukti tambahan untuk memastikan diagnosis yang dibuat yaitu dengan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hematologi, urinalisis dan pemeriksaan serologi
perlu dilakukan. Riwayat sakit tenggorokan perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi
antibodi streptokokus yang sering menjadi kuman pathogen.

73

Hasil laboratorium didapati Hb 10 g/dl (12,516,1 g/dl) yang berarti anemia, leukosit
dan trombosit normal. Temuan khas pada pemeriksaan hematologi dapat mempersempit
diagnosis banding. Anemia dapat terjadi akibat hipervolemi yang berhubungan dengan gagal
ginjal akut, penurunan produksi eritrosit pada gagal ginjal kronik, hemolisis pada sindrom
hemolitik-uremia atau SLE, atau hemoragik pulmonal pada sindrom Goodpasture.
Kreatinin serum meningkat 1,8 mg/dl (0,310,88 mg/dl) dan urea serum meningkat
90 mg/dl (718 mg/dl) , kedua hal tersebut menandakan adanya disfungsi ginjal.
Perhitungan GFR dengan rumus Schwartz :
GFR= (k x TB (cm))/kreatinin serum (mg/dl)
GFR= (0,55 x 140)/1,8
GFR= 42,78 ml/min/1,75 m2
k untuk umur 112 th adalah 0,55. Nilai normal pada GFR untuk anak-anak adalah
97197 ml/min/1,75 m2.Pada kasus ini, Andri sudah mengalami gangguan ginjal akut
derajat 3.
Hasil urinalisis didapati urin berwarna merah, proteinuria +, leukosit 1015/lpb, eritrosit
penuh, dan terdapat silinder eritrosit. Silinder eritrosit terbentuk dengan cara:
1. Ada perdarahan di membran basalis glomerulus sehingga eritrosit dapat terfiltrasi
masuk ke kapsula Bowman. Bentuk eritrosit menjadi dismorfik.
2. Lengkung henle asenden mensekresi protein uromodulin atau protein Tamm Horsfall
yang akan berubah menjadi gel.
3. Gel tersebut akan membentuk filtrate sesuai dengan tubulus.
4. Filtrate yang terperangkap menjadi bentuk silinder. Silinder eritrosit yang ditemukan
di urin menandakan adanya perdarahan di glomerulus.
Riwayat ISPA positif pada kasus ini disertai gejala khas sindrom nefritik akut
menunjukan adanya kemungkinan glumerulonefritis pasca infeksi. Mikroorganisme yang
paling sering menyebabkan ISPA pada anak adalah Streptococcus b hemolitik. Akan tetapi
untuk mendapatkan bukti adanya infeksi streptokokus diperlukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan serologis. Pemeriksaan ASTO (antistreptolisin O) dan komplemen C3.
Hasil yang didapat adalah ASTO positif dan komplemen C3: 10. Bukti serologis ASTO dapat
mengonfirmasi riwayat infeksi streptokokus. Titer antistreptolisin O umumnya akan
meningkat setelah infeksi tenggorok tapi jarang meningkat pada infeksi kulit. Titer DNase
74

level b dapat mengonfirmasi adanya infeksi kulit sebelumnya. Bukti titer serologis lebih
sensitif dibandingkan anamnesis riwayat infeksi tenggorok. Kultur usap tenggorok jarang
dilakukan karena pada kebanyakan kasus hasilnya negatif akibat antibiotik yang sudah
dikonsumsi sebelumnya untuk infeksi tenggorok.
Diagnosis klinis glumerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus ditegakkan dengan
adanya gejala klinis sindrom nefritis akut, bukti infeksi streptokokus sebelumnya, dan
penurunan level komplemen C3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang kami menyimpulkah bahwa Andri, laki-laki berumur 10 tahun menderita
glumerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dengan komplikasi hipertensi derajat 2 dan
gagal ginjal akut derajat 3.
Terapi
Berdasarkan UKK Nefrologi IDAI than 2012, glomerulonefritis akut pasca infeksi
streptokokus dapat sembuh total 95% dengan tatalaksana yang tepat. Akan tetapi ingatkan
orang tua pasien bahwa ada kemungkinan 5% untuk terjadi rekurensi.
1. Istirahat selama 1014 hari
2. Diet rendah garam dan rendah protein. Pada kasus ini ada edema akibat retensi air dan
natrium di ginjal sehingga asupan garam harus dibatasi sebanyak 0,51 gr/hari.
Kadar urea serum sangat tinggi sehingga asupan protein harus dibatasi sebanyak 0,5
gr/kgBB/hari yang khusus pad kasus ini sebanyak 17,518 gr/hari.
3. Antibiotic amoksisilin 50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Antibiotic lini
kedua diperlukan jika pasien alergi adalah eritromisin 30 mg/kgBB dibagi 3 selama
10 hari.
4. Edema perlu dihilangkan dengan diuretic furosemid.
5. Hipertensi biasanya akan hilang jika masih ringan akan tetapi pada kasus ini sudah
ada tanda gangguan neurologis berupa sakit kepala sehingga perlu ditatalaksana.
Terapi hipertensi dengan kaptopril 0,32 mg/kgBB/hari dikombinasikan dengan
furosemid jika tidak terdapat tanda-tanda neurologis. Nifedipin juga dapat diberikan
secara sublingual dengan dosis 0,250,5 mg/kgBB/ hari yang dapat diulangi setiap
3060 menit jika diperlukan. Jika sudah terdapat tanda-tanda neurologis diberikan
klonidin 0,0020,006/ng/kgBB/hari atau diazoxide 5 mg/kgBB/hari intravena.

Pemantauan
75

Pasien setiap 46 minggu sekali dilakukan pengamatan untuk menilai perkembangan


penyembuhan selama 6 bulan pertama. Komplemen C3 akan menghilang selama 48
minggu, hematuria dan proteinuria dapat menetap selama 612 bulan. Jika hasil
laboratorium tidak mengalami perubahan selama 12 bulan lakukan biopsi renal.
Komplikasi
Komplikasi akut akibat dari hipertensi dan disfungsi renal akut. Hipertensi
ensefalopati dapat menjadi hemoragik intracranial atau hipertensi parah yang lama.
Komplikasi lain berupa gagal jantung, hiperkalemia, hierpospatemia, hipokalsemia, asidosis,
kejang dan uremia. Gagal ginjal akut dapat diterapi dengan dialysis.
Indikasi rujukan ke dokter spesialis ginjal anak
Indikasi rujukan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gejala-gejala tidak khas untuk GNAPS :
- Periode laten pendek
- Adanya penyakit ginjal dalam keluarga
- Pernah mendapat penyakit ginjal sebelumnya
- Usia di bawah 2 tahun atau di atas 12 tahun
2. Adanya kelainan-kelainan laboratorik yang tidak khas untuk GNAPS :
- Hematuria makroskopik > 3 bulan
- Hematuria mikroskopik > 12 bulan
- Proteinuria > 6 bulan
- Kadar komplemen C3 tetap rendah > 3 bulan
- Laju Filtrasi Glomerulus < 50% menetap > 4 bulan
- Kadar komplemen C4 rendah, ANCA (+), ANA (+), anti dsDNA (+) atau anti GBM (+)

76

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Andri, anak laki-laki 10 tahun menderita Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi


Steptococcus (GNAPS) dengan komplikasi Hipertensi Stage 1 dan Acute Kidney Injury
(AKI)

3.2 Saran
Sebaiknya Andri diistirahatkan bed rest, diberi diet asupan garam 0.51mg/kgbb. Diberi terapi antibiotik golongan penicilin, dan treatment untuk hipertensi
dan gagal ginjal akut yang dialaminya

77

DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut
Pasca Streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
Kliegman, R.M., et al., 2011, Nelson Textbook of Pediatrics, ed. 19th, Philadelphia: Elsevier
Saunders.
Lewy JE. Acute Poststreptococal Glomerulonephritis. Pediatr Clin North Am 1976; 23:751-9.
Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting. Clinical pediatric
nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.
Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
McKinley M, OLoughlin FD. Human anatomy. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.
818-3
McPherson, R.A., Pincus, M.R., et al., 2011, Henrys Clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methods, ed. 22nd, Philadelphia: Elsevier Saunders.
Price, Sylvia Andrson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit:
Pathophysiology Clinical Concept of Disease Processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah.
Edisi: 4. Jakarta: EGC
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi: 3. Malang: Sagung Seto
78

Rachmadi, Dedi.2012. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerelonefritis Akut. Bandung:


Pustaka UNPAD
Rauf, S., Albar, A., et al., 2012, Konsensus Glumerulonefritis Akut Pasca Infeksi
Streptokokus, Jakarta: Unit Kerja Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Yesdelita, Editor. Human physiology:
from cells to systems. 6th Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. p. 5967.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
Sukandar, Enday. 2006. Nefrologi Klinik. Edisi: 3. Bandung: FK UNPAD/RS Dr. Hasan
Sadikin
Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.Accessed
May 20th, 2016.
http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed May 20th, 2016.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHi
stopatologik.html. Accessed May 20th, 2016.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htm
l. Accessed May 20th, 2016.
http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed May 20th, 2016.
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed May 20th,
2016.
http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed May 20th, 2016.
www.biology-forums.com. Accessed May 20th, 2016.
www.depts.washington.edu. Accessed May 20th, 2016.
http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed May 20th, 2016.
http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g lomerunopr
itis+salt+dialysis. Accessed May 20th, 2016.

79

____,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2926890. Diunduh pada tanggal 24 mei 2016


pukul 20.50 WIB

80

Anda mungkin juga menyukai