Disusun oleh:
KELOMPOK A8
Andini Karlina CH
(04011381320027)
(04011181419060)
Fitria Masturah
(04011281419116)
(04011181419048)
(04011181419052)
(04011281419112)
(04011281419138)
(04011181419054)
Stellanisa Nagari
(04011281419108)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah,
kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario ABlok 18 ini dengan baik dan tepat
waktu.
Laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 18 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan
dalam penyusunan laporan ini
2. Pembimbing kami,dr. Minerva, Sp.Ayang telah membimbing kami dalam
proses tutorial
3. Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
4. Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang memudahkan
dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi
revisi tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Palembang,25 Mei 2016
Kelompok A8
Daftar Isi
Judul............................................................................................................................1
Kata Pengantar.............................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan ......................................................................................................4
Bab II Pembahasan.......................................................................................................5
2.1 Skenario B Blok 18 Tahun 2016........................................................................5
2.2 Pembahasan Skenario........................................................................................6
Klarifikasi Istilah.....................................................................................7
Identifikasi Masalah........8
Analisis Masalah.....................................................................................9
Kerangka Konsep...................................................................................50
Learning Issue .......................................................................................51
Sintesis...................................................................................................76
Bab III Penutup..............................................................................................................81
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................81
3.2 Saran.......................................................................................................................81
Daftar Pustaka..............................................................................................................82
BAB I
PENDAHULUAN
3
Tutor
: dr. Minerva
2.
Moderator
3.
Sekretaris
: Nyimas Shafira
Andini Karlina Ch
Stellanisa Nagari
4.
Waktu
4. Boleh menggunakan gadget asal dalam konteks mencari data dan informasi
5. Saling menghargai
6. Boleh terlambat dengan batas waktu maksimal 10 meni
BAB II
ISI
Andri, anak laki-laki, usia 10 tahun, siawa ibunya ke emegensi RSMH anak karena BAK
merah dan sakit kepala. Sejak 2 hari yag lalu tiba-tiba BAK anak berwarna merah seperti
air cucian daging. Frekuensi dan volume kencing dirsakan amsih sama seperti biasa.
Anak juga mengeluh sakit kepala. Makan dan minum seperti biasa. Anak belom dibawa
berobat. Sejak 1 hari yang lalu nak masih mengeluh sakit kepala. Ibu melihat kelopk
mata anakny sembab. Frekuensi kencing lebih jarang dan frekuensi kencing berkurang
sejak semalam. Anak dibawa ke puskesmas, kemudian dirujuk ke rumah sakit.
Riwayat kira-kira 2 minggu sebelumnya anak mengalami demam dan sakit tenggorokan,
anak dibawa berobat ke puskesmas, keluhan kemudian membaik.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang sama di
keluarga disangkal
Pada pemeriksaan fisik:
Anak tampak sakit sedang, suhu 37 derajat celcius, nadi 100x menit, pernafasan
28x/menit, TD 130/80mmHg. BB: 35kg. TB 140cm,. pada mata tmapak palpebral
edema, paru dan jantung dalam batas normal. Emeriksaan abdomen cembung, lemas,
hepar atau lien tidak teraba, pemeriksaan shifting dullness (+).
Urinalisis: warna merah, proteinuria +1, leukosit 10-15/LPB, eritrosit penuh, silinder
eritrosit +
Definisi
Pembengkakkan di dalam rongga interstitial
yang terjadi karena adanya akumulasi cairan
6
di kelopak mata
Pembengkakkan di dalam rongga interstitial
Shifting dullness
ASTO
Ureum
ammonia.
Suatu glikoprotein yang diperlukan untuk
Kreatinin
Silinder eritrosit
Fakta
Masalah
Concern
1.
VVV
VV
VV
VV
5.
6.
Adanya darah dalam urin akan dipengaruhi oleh organ-organ saluran kemih
atau bahasa kerennya traktus urinarius yang artinya darah dalam urine bisa
berasal dari ginjal, ureter (tabung seperti selang menghubungkan ginjal dan
kandung kemih ), kandung kemih (tempat penyimpanan urin), dan Uretra (saluran
seperti tabung mulai dari kandung kemih ke luar tubuh) Dengan manifestasi
penyakit-penyakit sebagai berikut:
1.
Infeksi saluran kemih terjadi ketika ada bakteri yang memasuki tubuh melalui
uretra (dari luar) dan mulai berkembang biak di kandung kemih. Gejala yang
sering kali timbul yaitu berupa dorongan buang air kecil terus-menerus, rasa sakit
dan panas saat kencing, (kencing sedikit sedikit dan terasa sakit = anyanganyangan) urin berbau tak sedap. Akibat peradangan yang terjadi, selain gejala di
atas, ISK juga dapat menyebabkan kencing berdarah yaitu hematuria
mikroskopis. Infeksi ginjal.
2. Infeksi Ginjal (pielonefritis) atau radang ginjal,
dapat terjadi ketika bakteri memasuki ginjal dari aliran darah atau naik dari
ureter ke ginjal. Tanda dan gejalanya seringkali mirip dengan infeksi kandung
kemih. Namun infeksi ginjal lebih mungkin menyebabkan demam dan nyeri
pinggang.
3. Batu ginjal atau batu saluran kemih.
Batu yang terdapat dalam saluran kencing akan melukai saluran kencing yang
dilewatinya apabila saluran yang dilewatinya itu sempit, sebagai akibatnya timbul
rasa sakit yang luar biasa dan menyebabkan kencing berdarah yang dapat
terdeteksi secara langsung (gross) ataupun melalui pemeriksaan urin rutin yang
menunjukkan adanya eritrosit dalam urin.
4. Kelenjar prostat.
Kelenjar prostat terletak tepat di bawah kandung kemih dan mengelilingi bagian
atas uretra. Ketika kelenjar prostat membesar maka akan menekan uretra, dan
membuat saluran uretra menyempit. Sehingga tanda dan gejala pembesaran
prostat ini (benign prostatic hyperplasia, atau BPH) meliputi kesulitan buang air
10
kecil, sebentar sebentar ingin kencing, kencingnya menetes, terasa tidak lampias
dan juga dapat menyebabkan kencing berdarah baik terlihat atau pun tidak
( mikroskopis ). Disamping itu, infeksi pada prostat (prostatitis) serta kanker atau
rumor prostat dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama.
5. Penyakit ginjal.
Perdarahan mikroskopis merupakan gejala umum glomerulonefritis atau
terjadinya peradangan pada sistem penyaringan di ginjal sehingga sel darah bisa
lolos sehingga menyebabkan kencing berdarah atau darah dalam urin.
Glomerulonefritis dapat menjadi bagian dari penyakit sistemik, seperti diabetes,
atau dapat berdiri sendiri. Glomerulonefritis ini dapat dipicu oleh infeksi virus
atau radang, penyakit pembuluh darah (vaskulitis), dan masalah kekebalan tubuh.
6.
Kelainan bawaan.
Anemia sel sabit kelainan hemoglobin sel darah merah dapat menjadi
penyebab kencing berdarah, baik terlihat maupun tidak. Cedera atau trauma ginjal
dan saluran kemih. Adanya pukulan atau cedera lain pada ginjal ketika
kecelakaan atau olahraga dapat menyebabkan darah dalam urin yang dapat Anda
lihat.
7. Kanker atau tumor
Kanker atau tumor pada kandung kemih, ginjal, atau prostat juga dapat
menyebabkan hematuria.
8. Obat-obatan.
Obat yang dapat menyebabkan kencing berdarah termasuk aspirin, penisilin,
heparin, dan siklofosfamid obat anti-kanker.
9. Olahraga berat.
Hal ini tidak cukup jelas mengapa olah raga atau latihan dapat menyebabkan
gross hematuria. Mungkin hal ini terjadi karena trauma pada kandung kemih,
dehidrasi atau kerusakan sel darah merah yang terjadi ketika latihan aerobik yang
berkelanjutan. Pelari yang paling sering terkena, meskipun hampir setiap atlet
dapat mengembangkan kencing berdarah yang terlihat setelah latihan yang intens.
11
12
Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat
deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5
yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal
13
menunjukkan bahwa aktivasi melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase
berikutnya yang diduga oleh Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler
glomerulus, membran basal atau terhadap Streptokokus yang terperangkap dalam
glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat
inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif.
Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas
mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induksi oleh mitogen
lokal.
Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi
glomerulus oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam
menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti ICAM-I
dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di glomerulus dan tubulointersisial
dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan inflamasi.12 Hipotesis lain yang
sering disebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,
mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga terbentuk autoantibodi terhadap
IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat
pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau
IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Hasil penelitian-penelitian pada binatang
dan penderita GNAPS menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis
sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut:
1. Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang kemudian
akan merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis glomerulus.
14
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat
fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak di subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali
dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek imun di subepitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya komplekskompleks ke dalam membran basalis glomerulus.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran
dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Komplekskompleks kecil cenderung menembus membran basalis kapiler, mengalami
agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara
kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus
membran basalis, tapi masuk ke dalam mesangium.
d. Apa yang menyebabkan sakit kepala pada kasus?
Ensefalopati hipertensi adalah syndrome akut yang reversibel atau sementara dan
disebabkan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melebihi
autoregulasi otak, biasanya penyakit ini pada dewasa merupakan komplikasi dari
hipertensi kronik yang tidak terkontrol, hipertensi pada anak berhubungan dengan
serangan akut yang disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal, kardiovaskuler, dan
pemberian obat-obatan.
patogenesis dari penyait ini adalah dibagi menjadi 2 teori yaitu:
1. reaksi autoregulasi yang berlebihan: dimana peningkatan tekanan darah
yang mendadak menyebabkan vasospasme , vasospasme dan iskemi ini
menyebabkan permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid meningkat yang
selanjutnya akan mengakibatkan kegagalan sawar darah otak sehingga
timbul edema.
15
2.
2. Sejak 2 hari yang lalu tiba-tiba BAK anak berwarna merah seperti air cucian
daging. Frekuensi dan volume kencing dirasakan masih sama seperti biasa.
Anak juga mengeluh sakit kepala. Makan dan minum seperti biasa. Anak belom
dibawa berobat. (VV)
a. Berapa frekuensi dan volume normal BAK pada anak?
Frekuensi
Frekuensi berkemih yang normal tergantung jumlah intake, aktivitas, bahkan
kebiasaan. Normalnya seseorang berkemih sekitar 5-7 kali per 24 jam pada anak 8-
14 tahun
Volume
Berdasarkan usia 10 tahun, volume urin 800-1400 ml/hari.
Volume urin pada anak
Volume urin normal pada anak dapat dihitung dengan rumus,
22,2 + 2 ml/Kg/hari. Pada kasus berat badan andria 35 Kg. jadi perkiraan volume
total urin andrian 10 tahun adalah 847 ml/hari.
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi (Usia Jumlah / hari)
Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 60 ml
Hari ketiga kesepuluh dari kehidupan 100 300 ml
Hari kesepuluh 2 bulan kehidupan 250 400 ml
Dua bulan 1 tahun kehidupan 400 500 ml
1 3 tahun 500 600 ml
3 5 tahun 600 700 ml
5 8 tahun 700 1000 ml
8 14 tahun 800 1400 ml
14 tahun dewasa 1500 ml
Dewasa tua 1500 ml / kurang
16
Sejak 1 hari yang lalu nak masih mengeluh sakit kepala. Ibu melihat kelopak
mata anaknya sembab. Frekuensi kencing lebih jarang dan volume kencing
berkurang sejak semalam. Anak dibawa ke puskesmas, kemudian dirujuk ke
rumah sakit. (VV)
a. Apa penyebab dan mekanisme mata sembab pada kasus?
Mata sembab disebabkan oleh terisinya rongga-rongga jaringan ikat longgar pada
bagian palpebral pada waktu pagi hari akibat gaya gravitasi. Pada pasien nefritik
sindrom, terjadi kerusakan pada membrane basal glomerulus sehingga pada saat
filtrasi albumin yang seharusnya tidak lolos masuk ke dalam tubulus hingga urin.
Karena albumin yang lebih banyak masuk ke dalam urin mengakibatkan
proteinuria. Sebaliknya pada plasma terjadi hipoalbuminemia yang menurunkan
tekanan onkotik sehingga cairan keluar dari sel dan masuk ke interstisial.
Masuknya cairan ke interstisial mengakibatkan edema. Edema akan mengisi
jaringan-jaringan longgar pada tubuh dan salah satunya ialah kelopak mata.
Penurunan faal ginjal LFG penurunan ekskresi Na+ Retensi natrium Na+
diperberat oleh pemasukan garam Natrium dari diet dilusi plasma, kenaikan
volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler sembab
Retensi Na+ pada kasus tidak disertai penurunan tekanan osmotik plasma.
Sembab di kelopak mata (edema palpebra) dapat juga disebabkan oleh
adanya akumulasi cairan di rongga periorbita. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia
ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai
17
b. Apa penyebab dan mekanisme frekuensi kencing lebih jarang dan volume
kencing berkurang sejak semalam
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal
tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%.
Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang
akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya,
termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.Akibat adanya
retensi air dan Na, menyebabkan frekuensi kencing lebih jarang dan volumenya
berkurang.
c. Apa yang menyebabkan Andri dirujuk ke rumah sakit?
Datang dengan keluhan hematuria. Pada anamnesis ada riwayat infeksi.
Penatalaksanaan di puskesmas tak ada pemeriksaan serologi dan lain-lain untuk
deteksi. Andri dirujuk ke rumah sakit dikarenakan penatalaksanaan Andri tidak
dapat diselesaikan di puskesmas. Andri membutuhkan pengobatan yang
18
Kasus
Normal
Interpretasi
Keadaan umum
Tampak
Tampak sehat
Tidak Normal
Normal
sakit
sedang
Suhu
37o C
36,5-37,2 0C
Nadi
100 x
/menit
Pernafasan
28x/menit
15-30 x/menit
Normal
Tekanan Darah
130/80
80-115/50-75
Hipertensi
mmHg
mmHg
35 kg dan
Badan
140 cm
BMI =
17,8
20
(CDC)
percentile
75
Mata
Palpebra
Edema (-)
Tidak
Edema
Normal
Dalam
Normal
batas
Normal
Abdomen
Cembung
Tidak
dan lemas
lemas
normal
Tidak
Tidak teraba
normal
teraba
Shifting dullness
(+)
(-)
Tidak
normal
Ekstremitas
Pitting
(-)
Tidak
edema
Normal
pretibial
dan
dorsum
pedis (+)
Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema
pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan
menurunnya
tekanan
onkotik
intravaskuler
oleh
adalah
sebagai
penentu
21
tekanan
onkotik.
Maka
kondisi
tekanan
stimulasi sistemik
perifer
tetapi
pada
Edema Palpebra
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan
tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol
waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik (manifestasi dari GNAPS)
dapat melalui jalur berikut:
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan
sembab.
22
plasma
rennin
dan
angiotensin
akan
menyebabkan
23
mengendap
di
membran
dasar
glomeruli
aktivasi
kaskade
(LFG)
Hipoperfusi
aktivasi
sistem
renin-angiotensin.
24
Hipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik
lebih dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi
badan pada pengukuran sebanyak 3 kali atau lebih
Anak remaja dengan nilai tekanan darah di atas 120/80 mmHg harus
dianggap suatu prehipertensi.
Seorang anak dengan nilai tekanan darah di atas persentil ke-95 pada saat
diperiksa di tempat praktik atau rumah sakit, tetapi menunjukkan nilai yang
normal saat diukur di luar praktik atau rumah sakit, disebut dengan whitecoat hypertension. Kelompok ini memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan yang mengalami hipertensi menetap untuk menderita
hipertensi atau penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pada Tabel 1 diperlihatkan klasifikasi hipertensi anak di atas usia 1 tahun dan remaja
Sedangkan nilai tekanan darah berdasarkan usia, jenis kelamin dan tinggi badan
25
26
27
28
29
Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian, dengarkan adanya
bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping perut. Biasanya daerah
umbilicus akan terdengar timpani (tidak pekak) karena cairan mengumpul di
bagian terendah tubuh, yaitu sisi kanan dan kiri.
Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan abdomen. Bunyi
pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen sekarang menghilang. Hal ini
terjadi karena cairan berpindah ke bagian terendah tubuh yaitu sisi kiri.
30
Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien tegak. Akan
terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga abdomen.
Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan
meragukan.
Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi merangkak. Bila
terdapat cairan maka akan terdengar redup.
Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan
amati waktu kembalinya.
Penilaian
Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat IV : kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Trombosit
Ureum
Kreatinin
ASTO
Komplemen C3
Urinalisis:
Hasil pemeriksaan
10g/dl
9000/mm3
220.000
Nilai normal
11-16g/dl
4500-13500/mm
150.000-450.000
Interpretasi
Mendekati normal
Normal
Normal
90mg/dl
1,8mg/dl
+
10
sel/mm3
10-50mg/dl
0,6-1,3 mg/dl
170 Todd/ml
normal = 50-140
Meningkat
Meningkat
Abnormal
Menurun
mg/dL
a) Warna
a) warna merah
b) proteinuria +
c) leukosit 1015/LPB
jernih
b) Abnormal
b) Urin tidak
c) Leukosituria
mengandun
d) eritrosit
a) Abnormal
d) Abnormal
g protein
penuh silinder
c) Leukosit =
eritrosit +
1-5 /LPB
d) Eritrosit =
0-2 /LPB
dan silinder
eritrosit
negatig
Kreatinin
Penurunan laju filtrasi glomerulus yang terjadi pada GNAPS biasanya ringan
sampai sedang yang dapat berefek pada peningkatan kadar kreatinin penderita
GNAPS (45%) (Smith JM, Faizan MK, Eddy AA, 2003)
Ureum
Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan
pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja
sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan
32
aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2)
peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan,
perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia
(pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam. Uremia renal
terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan
ekskresi urea.
3
ASTO
Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari
setelah infeksi streptokokus. Kadar ASTO lebih dari 160 200 todd/ unit
dianggap sangat tinggi dan menunjukan adanya infeksi streptokokus yang baru
terjadi atau sedang terjadi atau adanya kadar antibodi yang tinggi akibat respon
imun yang berlebihan terhadap pajanan sebelumnya.
Komplemen C3
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan
dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik.
Penurunan
C3
sangat
mencolok
pada
pasien
glomerulonefritis
akut
Urinalisa
34
7. Template
a. Apa diagnosis kerja dari kasus?
Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Steptococcus
GNAPS ditandai oleh onset yang tiba-tiba dari gejala hematuria, edema,
hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal, yang didahului riwayat infeksi
streptokokus -hemolitikus grup A (faringitis atau infeksi di kulit)
b. Diagnosis banding
c. Etiologi
infeksi streptokokus -hemolitikus grup A (faringitis atau infeksi di kulit. Risiko
terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A
yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma),2
sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%.
d. Epidemiologi
35
GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6-7
tahun dengan rerata usia tertinggi pada 8.46 tahun dan rasio laki-laki : perempuan
= 1,34:1
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih
banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS
berkurang akibat sanitasi yang lebih baik dan pengobatan dini penyakit infeksi,
sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.
Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan social
ekonomi rendah, masing-masing 68,9% dan 66,9%.
e. Faktor risiko
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi
pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik
dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan
sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa melihat tempat
infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%.Rasio terjadinya GNAPS pada pria
dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia
sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.
Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara
maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian
GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus
lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.2 Di
beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi
bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui. Attack rate dari
glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu sekitar setiap 10 tahun.
f. Algoritma diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien
dengan gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak,
36
sembab dan gagal ginjal akut, yang timbul setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus
secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis
akut
pascastreptokok
pada
awal
penyakit,
yaitu
nefropati-IgA dan
terjadi
bersamaan
pada
saat
faringitis,
sementara
pada
kronik
yang
menunjukkan
gejala
tersebut
adalah
dan glomerulonefritis
kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada GNAPS sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain tetap rendah dalam waktu yang lama. Eksaserbasi
hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien GNAPS tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila
atau
Gejala klinis tersebut timbul dalam 5-21 hari (rerata 10 hari) setelah infeks
streptokokus nefritogenik. Setelah anak masih menderita infeksi aktif saat
manifestasi klinis GNAPS timbul, laju filtrasi glomerulus yang menurun memicu
peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus ginjal, peningkatan volume plasma, dan
supresi renin. Oliguria, insufisiensi ginjal, hipertensi dapat meyebabkan timbulnya
komplikasi seperti gagal jantung, kejang, dan ensefalopati. Glomerulonefritis
akut pasca infeksi dapat terjadi akibat bakteri atau virus patogen lain.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyebab hematuria
paling sering pada anak. Hematuria tanpa pembentukan kristal dapat ditemukan
pada penyakit sel bulan sabit atau pembawa sifatnya, latihan fisis yang berat,
dan setelah trauma ginjal. Koagulopati pun dapat memicu hematuria.
Hiperkalsiuria dapat menyebabkan isolated hematuria pada anak; 25-30% anak
dengan isolated hematuria disertai peningkatan ekskresi kalsium urin. Urolitiasis
dapat asimtomatik atau disertai gejala ISK seperti nyeri. Batu ginjal pada anak
umumnya terjadi sekunder akibat kelainan metabolik (hipekalsiuria familial),
stasis urin atau infeksi. Kelainan struktur traktus urinarius seperti kista, obstruksi,
dan tumor pun harus dipertimbangkan.
Hematuria
dapat
disebabkan
kelainan
parenkim
ginjal.
Bentuk
glomerulonefritis kronik paling sering adalah nefropati IgA (GN IgA), yang
sering timbul berupa hematuria mikroskopik atau gross hematuria rekuren setelah
infeksi saluran pernapasan akut. Perjalanan penyakit GN IgA umumnya jinak, dan
lebih sering mengenai anak lelaki usia sekolah dan dewasa muda. Pasien dengan
GN IgA dapat membentuk menjadi end-stage renal disease (ESRD) pada sekitar
30% pasien, terutama dengan manifestasi klinis proteinuria atau insufiensi ginjal.
Saat ini terapi GN IgA dengan terapi steroid jangka panjang dan antiinflamasi(minyak ikan, vitamin E) memperlihatkan hasil yang menggembirakan.
Nefritis Henoch-Schonlen, nefritis lupus, dan vaskulitis terkait GN sering tumbul
dengan gejala hematuria.
Bentuk GN dengan insufisiensi ginjal yang memburuk secara cepat
disertai dengan edema, gross hematuria, dan hipertensi adalah rapidly
progressive glomerulonephritis (RPGN). Biopsi ginjal memperlihatikan
proliferasi sel glomerulus dengan tipe kresenik. Bentuk ini paling sering terjadi
38
pada masa akhir anak dan remaja, dapat bersifat idiopatik atau berhubungan
dengan beberapa kelainan (GNMP, GNPS, GN IgA, antineutrophilic cytopasmic
antibody-associated vasculitis, dan purpura Henoch-Schonlein). Terapi yang
diberikan tergantung dari penyakit yang mendasarinya dan biasanya menggunakan
kortikosteroid dosis tinggi.
h. Patofisiologi dan pathogenesis
PATOFISIOLOGI
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal
tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan
ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan
mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na,
sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air
didukung oleh keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang
di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan
air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema
lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular
seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak
meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon
tersebut meningkat.
PATOGENESIS
39
Serotipe
terbanyak
1,3,4,12,25,
terbanyak
2,49,55,57,
49
60
NAPr dapat diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan plasmin.
Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil biopsi ginjal pada
fase dini penderita GNAPS.9 Ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan proses
inflamasi yang pada gilirannya dapat merusak membran basalis glomerulus.
2. Streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB).
SPEB merupakan antigen nefritogenik yang dijumpai bersama sama dengan IgG
komplemen (C3 ) sebagai electron dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai
HUMPS.7,9
Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui :
1. Soluble Antigen-Antibody Complex
Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPr sebagai antigen dan antibodi anti
NAPr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus.9
2. Insitu Formation :
Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation), karena antigen
nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen. Teori insitu formation lebih
berarti secara klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi makin lebih
sering terjadi proteinuria masif dengan prognosis buruk.8
Imunitas Selular :
Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS, karena dijumpainya infiltrasi
sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel
imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi ICAM I dan LFA I,
yang pada gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak
membran basalis glomerulus.10,11
i. Pemeriksaan penunjang
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun
makroskopis (gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat
41
Bila ditemukan
mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas
granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik
Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan
tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu
pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar
properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
jalur
alternatif
komplomen.
1,2,5
Penurunan C3 sangat
mencolok pada
beberapa
antigen
yang
penting
untuk
43
Eksaserbasi
hematuria
makroskopis
sering
terlihat
pada
glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain nonnefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien
GNAPS tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi
bila
tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk
eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain.Diberikan
antimikroba berupainjeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau
eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.
Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100
mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem
berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila
edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai
oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap,
terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai
penyebab dan jarang menimbulkan kematian.
l. Pencegahan dan edukasi
Menjaga oral hygiene yang baik dan bersih, serta penggunaan antibiotik dengan
benar. Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan
prognosis penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan
yang sempurna diharapkan (95%), masih ada kemungkinan kecil terjadinya
kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana
pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk
protein dan hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan
pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria menghilang
dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah kembali
normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.
m. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :
Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering
disangka sebagai bronkopneumoni.
n. Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak
46
o. SKDI
47
Adanya kompleks
Antigen-antibodi berlebihan
Aktivasi komplemen,
Fagositosis dan pelepasan lisosom
glomerulus rusak
RBC terfiltrasi
Hematuria
GFR menurun
RBC silinder
albumin terfiltrasi
hipoalbuminemia
Aktivasi RAS
proteinuria
edema
shifting dullnes +
Hipertensi
2.6 Learning Issue
Learning Issue Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius
Anatomi Traktus urinarius
Traktus urinarius suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah (sehingga
darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh) dan menyerap zat-zat yang
49
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam
air dan dikeluarkan dari tubuh berupa urin (air kemih).
Traktus urinarius memiliki fungsi:
1.
2.
metabolisme kalsium
3. Menyimpan nutrient
4. Ekskresi zat buangan
5. Mengatur keseimbangan asam basa
6. Membentuk urin
a. Ginjal
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm
pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan
kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang
abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi
kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus
renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah,
pembuluh getah bening, saraf, dan ureter.
Ginjal (Ren)
Lapisanlapisan
pembungkus ginjal :
1. Bagian dalam : capsula renalis yang berlanjut dengan lapisan permukaan ureter.
2. Bagian tengah : capsula adiposa yang merupakan jaringan lemak untuk melindungi
ginjal dari trauma.
3. Bagian luar
: Fascia renalis (jaringan ikat) yang membungkus ginjal dan
menghubungkannya
dg
dinding
abdomen
posterior.
Jaringan
flexibel
ini
memungkinkan ginjal bergerak dengan lembut saat diafragma bergerak waktu bernafas,
mencegah penyebab infeksi dari ginjal ke bagian tubuh lainnya.
50
Anatomi internal ginjal dari dalam keluar, renal pelvis, medulla dan korteks :
1. Renal pelvis merupakan ruang penampung yang besar yang menghubungkan medula
dengan ureter. Renal pelvis Memiliki percabangan yaitu kaliks mayor dan kaliks minor.
Masing-masing ginjal memiliki sekitar 2-3 kaliks mayor dan 8-18 kaliks minor
2. Medulla renalis merupakan bagian tengah ginjal, terdiri dari 8-18 piramida. Bagian
apeks dari piramida adalah papilla . Piramida terdiri dari tubulus dan duktus kolektifus
dari nefron. Tubulus pada piramida berperan dalam reabsorpsi zat-zat yang terfiltrasi.
Urin berjalan dari medulla ke kaliks minor, kaliks mayor dan renal pelvis. Dari renal
pelvis urin ke ureter dan masuk kandung kemih. Satu ginjal memiliki kurang lebih 1
juta nefron.
3. Cortex renalis : paling luar dari ginjal terdiri dari area kortikal dan area juxtamedullari.
Mempunyai kapiler-kapiler menembus medula melalui piramid membentuk renal
kolum. Kolum terdiri dari tubulus ginjal yang mengalirkan urin ke kalliks minor.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex
renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubanglubang kecil disebut papilla renalis. (Syaifuddin, 2006).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius
b. Ureter
menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam
kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan
menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
c. Vesika urinaria
Vesica urinaria terletak di belakang pubis di dalam cavitas pelvis. Vesica
urinaria berbentuk seperti pyramid. Apeks pyramid ini, arahnya ke depan dan dari
situ, terdapat suatu korda fibrosa, yaitu urakus yang berjalan ke atas menuju
umbilicus menjadi ligamentum umbilikale media. Basis (permukaan posterior) vesica
urinaria, berbentuk seperti segitiga. Pada pria, vesikula seminalis terletak
dipermukaan posterior luar vesica urinaria dan dipisahkan oleh
vas deferens. Pada wanita, diantara rectum dan vesica urinaria, terdapat vagina. Leher vesica
urinaria, menyatu dengan prostat pada pria, dan pada wanita, langsung melekat pada fasia
pelvis.
Trigonum Vesicae Lieutaudi terdapat di bagian basis dari vesica urinaria. Muara
kedua ureter dan permulaan uretra berada pada sudut-sudut trigonum yang berjarak antara
sekitar 2cm. Orifisium uretra internum terletak pada titik terendah vesica urinaria. Bagianbagian dari vesica urinaria terdiri dari:
1. Fundus
Yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium retrovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostat.
2. Korpus
Yaitu bagian antara verteks dan fundus, bagian yang runcing kearah muka dan
berhubungan dengan ligamentum umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari:
52
Lapisan sebelah luar (Peritonium), tunika muskalaris (lapisan otot), tunika sub mukosa,
lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
Bagian dalam dari vesica urinaria, terdiri dari, trigonum vescicae, uvula vesicae
(merupakan tonjolan orifisium uretra interna), dan rugae veicae (yang terbentuk jika vesica
urinaria kosong). Vesica urinaria terdiri dari lapisan-lapisan otot. Lapisan otot ini terdiri dari 3
lapisan otot yangmembentuk trabekula yang disebut otot detrusor. Detrusor menebal di leher
kandung kemih membentuk sfingter vesika.
53
hampir vertical
urogenital.
Dibelakang
bagian
uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara
uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini
hanya sebagai saluran ekskresi.
Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna dan eksterna. Sfingter uretra interna,
terletak pada perbatasan vesika urinaria dan terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh
system simpatik, sehingga saat vesika urinaria penuh, sfingter ini akan terbuka. Sedangkan
sfingter uretra eksterna, terdiri atas otot lurik yang dipersarafi oleh saraf somatic yang dapat
diatur sesuai dengan keinginan.
FISIOLOGI
REFLEKS MIKSI 2
Miksi atau berkemih proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh 2 mekanisme : reflek
berkemih dan control volunter. Reflex miksi terpicu ketika reseptor regang didalam dinding
kandungan kemih teransang .
Kandungan kemih pada orang dewasa dapat menampung hingga 250 sampai 400 ml urin
sebelum tegangan didindingnya mulai cukup meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang.
Semakin besar tegangan melebihi ukuran ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat
aferan dari reseptor regangan membawa impuls ke medulla spinalis dan akhirnya, melalui
antarneuron, merangsang saraf parasimpatik untuk kandung kemih dan menghambat neuron motorik
ke sfringter eksternus.
Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Tidak ada
mekanisme khusus yang dibutuhkan untuk membuka sfringter internus ; perubahan bentuk kandung
kemih selama kontraksi akan secara mekanis menarik terbuka sfringter internus. Secara bersamaan ,
sfringter eksternus melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat.
terbuka dan urinnya terdorong melalui uretra olah gaya yang ditimbulkan oleh konstraksi kandungan
kemih.
KONTROL VOLUNTER BERKEMIH
Jika waktu refleks miksi dimulai kurang sesuai untuk berkemih, maka yang bersangkutan
dapat dengan sengaja mencegah pengosongan kandung kemih dengan mengencangkan sfingter
eksternus dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter dari korteks serebri mengalahkan sinyal
inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat (keseimbangan relatif
PPE dan PPI) sehingga otot-otot ini tetap berkontraksidan tidak ada urin yang keluar.
55
Berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terus terisi maka sinyal
refleks dari reseptor regang meningkat seiring waktu. Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks ke neuron
motorik sfingter eksternus menjadi sedemikian kuat sehingga tidak dapat lagi diatasi oleh sinyal
eksitatorik volunter sehingga sfingter melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol
mengosongkan isinya.
Berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, meskipun kandung kemih tidak teregang,
dengan secara sengaja melemaskan sfingter eksternus dan diafragma pelvis. Turunnya dasar panggul
memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan menarik dinding abdomen dan diafragma
pernapasan.
terbuka sfingter uretra internus dan
meregangkan dinding kandung kemih.
Pengaktifan
reseptor
regang
yang
kandung
kemih
melalui
dinding
diafragma
pernapasan.
tekanan
abdomen
Peningkatan
intraabdomen
ditimbulkannya
menekan
yang
kandung
dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Peningkatan tekanan intraabdomen yang ditimbulkannya
menekan kandung kemih kebawah untuk mempermudah pengosongan.
56
dan
Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan suatu istilah untuk menunjukkan gambaran klinis
akibat perubahan- perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus. Gambaran
klinis yang menonjol adalah kelainan dari urin (proteinuria, hematuria, silinder eritrosit),
penurunan LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Meskipun
penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi GNA paling sering didapatkan pada anak
berumur 210 tahun (Pardede S, 2005). Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
dapat terjadi secara epidemik atau sporadik. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan
2 : 1.3 (Sekarwan HN, 2001). Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis
lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus
57
haemolyticus, sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud
adalah GNA pasca streptokokus atau GNAPS.
Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan menghancurkan
sel darah merah, yaitu Streptococcus haemolyticus jika kuman dapat melakukan hemolisis
lengkap, Streptococcus haemolyticus jika melakukan hemolisis parsial, dan Streptococcus
haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis (T odd JK, 2004). Streptococcus
haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A hingga T .
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) pada umumnya didahului infeksi
saluran nafas bagian atas atau infeksi kulit oleh kuman Streptococcus haemolyticus grup A
dan kadang-kadang oleh grup C atau G. Galur yang dapat menyebabkan glomerulonefritis
akut ini disebut streptokokus nefritogenik.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal. GNA merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Patofisiologi
Patogenesis
GNAPS
belum
diketahui
dengan
pasti.
Dugaan
hubungan
antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,
diisolasinya kuman Streptococcus haemolyticus golongan A, dan meningkatnya titer
antistreptolisin pada serum penderita. Diduga mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah
suatu proses kompleks imun dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang
beredar dalam darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks
imun yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat melekat
pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem
komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi (Geetha D, 2005). Periode laten antara
infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang
peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun
pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan
terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti selsel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler
58
gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang
sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Hipotesis lain adalah
neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi
autoantigen. T erbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut,
mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam
ginjal.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 714 hari setelah infeksi saluran nafas
(faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi).Gambaran klinis GNAPS sangat
bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala
berat, tampak sakit parah dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan
proteinuria, hematuria dan ditemukan cast. Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria., Gejala overload
cairan berupa sembab(85%), sedangkan di Indonesia6 76.3% kasus menunjukkan gejala
sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru (14%), atau gagal
jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan pada hampir semua pasien (di
Indonesia 99.3%).Hematuria gros (di Indonesia6 53.6%) terlihat sebagai urin berwarna merah
kecoklatan seperti warna coca-cola.
Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju filtrasi
glomerulus biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar kreatinin
(45%).Takhipnea dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi pleura sering
59
ditemukan pada penderita glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar dan irama gallop
timbul bila terjadi gagal jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan
tipe proteinuria nefrotik. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5%
pasien.Hipertensi ringan sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di Indonesia 61.8%)
yang biasanya sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak
proporsional dengan hebatnya sembab. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan
darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah
mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau
akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.
Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak meningkat
tinggi dengan tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik > 120 mmHg. Sekitar 5%
pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di Indonesia 9.2%), dengan keluhan
sakit kepala hebat, perubahan mental, koma dan kejang.Patogenesis hipertensi tidak
diketahui, mungkin multifaktorial dan berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler.
Ensefalopati hipertensi meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan nyawa pasien. Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi karena
vaskulitis serebral, berupa sakit kepala dan kejang yang bukan disebabkan karena
ensefalopati hipertensi. Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang
lebih parah, mungkin suatu glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus
GNAPS. Gejala-gejala GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara spontan dalam 1-2
minggu. Kelainan urin mikroskopik termasuk proteinuria dan hematuria akan menetap lebih
lama sekitar beberapa bulan sampai 1 tahun atau bahkan lebih lama lagi.Suhu badan tidak
beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti
muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis
(gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara
sampai 2+ (100 mg/dL).Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita
menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada
penderita GNAPS.Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis
60
sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini
merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit.
Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya
menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.Penurunan C3 sangat mencolok pada
penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan
komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah
waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya
disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau
glomerulonefritis progresif cepat.Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi
karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL.
Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau
sembabnya menghilang.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji
serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien
dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Pencitraan
61
Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks
umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang
sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda
sembab paru (di Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di
Indonesia 80.2%), dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat
adanya asites.Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila
terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal
kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan
peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran
tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.
Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan
gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal
ginjal akut, yang timbul setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada
urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.
Beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA
sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas
atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada
nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitis, sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok hematuria timbul 7-14 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan
sembab jarang ditemukan pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik
yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis
lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan GNAPS sulit diketahui
pada awal penyakit.
Pada GNAPS perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal
ginjal akan cepat pulih). Pola kadar komplemen C3 serum selama pemantauan merupakan
tanda (marker) yang penting untuk membedakan dengan glomerulonefritis kronik yang lain.
Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada GNAPS
62
sedangkan pada glomerulonefritis yang lain tetap rendah dalam waktu yang lama.Eksaserbasi
hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena
streptokok
dari
strain
non-nefritogenik
lain,
terutama
pada
glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien GNAPS tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan
diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi ginjal merupakan indikasi.
Tatalaksana
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Pengobatan ditujukan terhadap
penyakit yang mendasarinya dan komplikasi yang ditimbulkannya (Sekarwana HN, 2001).
Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens
kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia,
muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria (Hilmant D, 2007). Tindakan
umum pasien glomerolunefritis akut adalah istirahat di tempat tidur sampai gejala edema dan
kongesti vaskuler (dispneu, edema paru, kardiomegali, hipertensi) menghilang, kira- kira
selama 3-4 minggu. Diit yang berupa pembatasan masukan garam (0,5-1 gr/hari) dan cairan
selama edema, oligouria atau gejala vaskuler dijumpai. Protein dibatasi (0,5/KgBB/hari) bila
kadar ureum diatas 50 gr/dL. Pengobatan dengan diuretika untuk penanggulangan edema dan
hipertensi ringan disamping diit rendah garam, diberikan furosemide (1-2) mg/KgBB/hari
oral dibagi atas 2 dosis sampai edema dan tekanan darah turun (Lumbanbatu SM, 2003).
Antihipertensif diberikan pada hipertensi sedang dan berat. Hipertensi sedang (tekanan darah
sistolik > 140 150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin
oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Pada hipertensi berat diberikan
hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10
mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi
(sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara
cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Pilihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali,
diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang
setiap 6 jam bila diperlukan. Pada hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan
diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi (Noer MS, 2002). Pemakaian
antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan
antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40
mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. GNAPS dengan komplikasi berat
63
seperti kongesti vaskuler (edema paru, kardiomegali) perlu diberikan diuretika furosemide
parenteral (1-2 mg/KgBB/kali).
Pasien disarankan kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan pertama setelah awitan
nefritis. Pengukuran fisik dan lab yang meliputi tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan
protein urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan (Geetha D, 2005).
Edukasi penderita
Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis
penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna
diharapkan (95%), masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan
bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran
tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan hematuria dilakukan dengan interval
4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan
proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah
kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.
Prognosis
Pada umumnya prognosis glomerulonefritis akut pada anak adalah baik bila ditangani dengan cepat
dan tepat. Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi beberapa di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk. 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif
dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan bahan kimia akan dapat
mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk
kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri.
3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri
dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik.
Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah
yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang
mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan kesehatan.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu :
a. Penyebab penyakit GGAPrarenal, yaitu :
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal
lainnya) pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia
e. Emboli paru.
b. Penyebab penyakit GGArenal, yaitu :
1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya
disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari
pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi
dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari
streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal,
tonsilitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna
2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia. Tipe iskemia merupakan kelanjutan
dari GGA prarenal yang tidak teratasi. Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh
syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat menurunkan suplai darah ke
ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai menyebabkan penurunan
65
yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel
tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran
sel sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan
menempel pada banyak nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari
nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi urin
bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal, selama tubulus masih
baik.
Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu :
1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan pada luka
bakar, atau asites.
2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya syok, payah jantung yang berat, aritmi
jantung, dan tamponade.
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi
akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat yang bersifat nefrotoksik yang khas
terhadap sel epitel tubulus ginjal menyebabkan kematian pada banyak sel. Sebagai
akibatnya sel-sel epitel hancur terlepas dari membran basal dan menempel
menutupi atau menyumbat tubulus. Beberapa keadaan membran basal juga rusak,
tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh sepanjang permukaan membran
sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh sampai dua puluh hari.
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain :
1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung akibat
sembab. Khas pada daerah perbatasan kortiko medular tampak daerah yang
pucat.
2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik dan
lesi iskemik.
3. Kelainan interstisial
a. Nefritis interstisial akut Nefritis interstisial akut merupakan salah satu
penyebab GGA renal, yang merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis
interstisial akut dapat terjadi akibat infeksi yang berat dan dapat juga
disebabkan oleh obat-obatan.
b. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang
biasanya mulai di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke
dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari
kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
4. Kelainan vaskular
a. Trombosis arteri atau vena renalis
b. Vaskulitis
c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
66
Klasifikasi GGA
Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :
1) GGAPrarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel
apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun
berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel
tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA
prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada
nefron.
2) GGARenal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tibatiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan
tempat utama penggunaan energy pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi
67
iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis
Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
3) GGAPostrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam
saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan
mengakibatkan
kegagalan
filtrasi
glomerulus
dan
transport
tubulus
sehingga
dapat
Gejala-Gejala GGA
68
uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit
j.
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya GGA, antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita penderita gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada traumatrauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring fungsi ginjal
yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
69
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang
menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus
mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai
sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita
menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh,
untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena GGA
renal.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria
lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya
kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang
memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi
harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi
dan penyebab kematian paling sering pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera
diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap
memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan,
olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap
tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati.
Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
1) Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud
memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit volume
sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran
tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap
infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan
penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka
pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus
segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialysis harus dilakukan dialysis
secepatnya.
2) Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan
70
jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan.
Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram
karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan
berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian
20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam
amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus
dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per-hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan
yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi
yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi komplikasi (diare,
muntah). Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein
yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500
ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium
c.
yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.
Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan
dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas
indikasi indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan
dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam
air kemih.
3. Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mg/dl darah. Yang normalnya 2,5 4,5 mg/dl
4. Hipokalemia
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
kalium dalam darah kurang dari 3,5 mEq/l darah
Prognosis
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri. Prognosis
buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab kematian tersering adalah
infeksi (30%-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal napas
10%, dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.
2.8 Sintesis
Andri, 10 tahun datang dengan gejala BAK seperti air cucian daging dan sakit kepala.
Evaluasi anak dengan hematuria dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan urinalisis
yang berguna untuk menentukan sumber perdarahan. Perdarahan saluran perkemihan atas
biasanya terjadi di nefron dan perdarahan saluran perkemihan bawah terjadi pada ureter,
vesika urinaria, dan uretra. Tanda khas dari perdarahan di nefron adalah urin berwarna coklat
seperti cola dan temuan mikroskopis adanya silinder eritrosit pada urin.
Gejala hematuria yang disertai tanda spesifik seperti oliguria, edema, dan hipertensi
merupakan sindrom nefritik akut. Penyakit-penyakit yang sering bermanifestasi adalah
GNAPS, nefropati IgA, membranoproliferatif glumerulonefritis, HSP, SLE nefritis, Wegener
Granulomatosis, poliarteritis nodosa,
sindrom Goodpasture, dan sindrom
hemolitik-uremic.
infeksi
kulit
gastrointestinal
pertimbangan
Riwayat
atau
dapat
GNAPS,
ISPA,
infeksi
menjadi
sindrom
Riwayat keluarga yang memiliki penyakit ginjal dapat menjadi pertimbangan kelainan ginjal
genetik seperti sindrom Alport, membran basal glomerular yang tipis, SLE nefritis, penyakit
Berger, (nefropati IgA), penyakit ginjal polikistik atau penyakit sickle sel. Andri tidak
memiliki riwayat penyakti ginjal di keluarganya sehingga diagnosis banding penyakit ginjal
genetik dapat disingkirkan.
Riwayat perjalanan penyakitnya dua hari yang lalu BAK seperti air cucian daging
disertai sakit kepala akan tetapi frekuensi dan volume urin seperti biasa. Sehari sebelum
datang ke rumah sakit terdapat keluhan frekuensi dan volume urin berkurang. Dua minggu
sebelumnya, andri menderita demam dan sakit tenggorokan.
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan sebagai penyerta hematuria ada hipertensi,
edema atau tanda-tanda gagal jantung yang merupakan gejala khas dari glumerulonefritis
akut. Hematuria akibat glumerulonefritis memiliki tanda khas tidak terasa nyeri. Kasus sangat
mengacu kepada glomerulonefritis akut pasca infeksi sehingga pemeriksaan fisik yang
penting dilakukan adalah mengukur tekanan darah.
Hasil pemeriksaan fisik didapati pasien dalam keadaan sakit sedang, suhu 37C, nadi
100x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg, BB = 35 kg, TB = 140 cm. Tampak edema pada
mata, abdomen cembung dengan pemeriksaan shifting dullness positif. Pitting edema pada
pre tibial dan dorsum pedis +/+. Interpretasinya adalah terjadi edema di tungkai dan mata
serta berdasarkan Diagnosis, Evalution and Treatment of High Blood Pressure in Children
and Adolescents (Fourth Report) 2004, Andri sudah mengalami hipertensi stage 1,
kategorinya adalah:
-
Edema dan hipertensi dapat terjadi jika volume cairan meningkat (hipervolemia).
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas. Akan
tetapi masih perlu bukti tambahan untuk memastikan diagnosis yang dibuat yaitu dengan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hematologi, urinalisis dan pemeriksaan serologi
perlu dilakukan. Riwayat sakit tenggorokan perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi
antibodi streptokokus yang sering menjadi kuman pathogen.
73
Hasil laboratorium didapati Hb 10 g/dl (12,516,1 g/dl) yang berarti anemia, leukosit
dan trombosit normal. Temuan khas pada pemeriksaan hematologi dapat mempersempit
diagnosis banding. Anemia dapat terjadi akibat hipervolemi yang berhubungan dengan gagal
ginjal akut, penurunan produksi eritrosit pada gagal ginjal kronik, hemolisis pada sindrom
hemolitik-uremia atau SLE, atau hemoragik pulmonal pada sindrom Goodpasture.
Kreatinin serum meningkat 1,8 mg/dl (0,310,88 mg/dl) dan urea serum meningkat
90 mg/dl (718 mg/dl) , kedua hal tersebut menandakan adanya disfungsi ginjal.
Perhitungan GFR dengan rumus Schwartz :
GFR= (k x TB (cm))/kreatinin serum (mg/dl)
GFR= (0,55 x 140)/1,8
GFR= 42,78 ml/min/1,75 m2
k untuk umur 112 th adalah 0,55. Nilai normal pada GFR untuk anak-anak adalah
97197 ml/min/1,75 m2.Pada kasus ini, Andri sudah mengalami gangguan ginjal akut
derajat 3.
Hasil urinalisis didapati urin berwarna merah, proteinuria +, leukosit 1015/lpb, eritrosit
penuh, dan terdapat silinder eritrosit. Silinder eritrosit terbentuk dengan cara:
1. Ada perdarahan di membran basalis glomerulus sehingga eritrosit dapat terfiltrasi
masuk ke kapsula Bowman. Bentuk eritrosit menjadi dismorfik.
2. Lengkung henle asenden mensekresi protein uromodulin atau protein Tamm Horsfall
yang akan berubah menjadi gel.
3. Gel tersebut akan membentuk filtrate sesuai dengan tubulus.
4. Filtrate yang terperangkap menjadi bentuk silinder. Silinder eritrosit yang ditemukan
di urin menandakan adanya perdarahan di glomerulus.
Riwayat ISPA positif pada kasus ini disertai gejala khas sindrom nefritik akut
menunjukan adanya kemungkinan glumerulonefritis pasca infeksi. Mikroorganisme yang
paling sering menyebabkan ISPA pada anak adalah Streptococcus b hemolitik. Akan tetapi
untuk mendapatkan bukti adanya infeksi streptokokus diperlukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan serologis. Pemeriksaan ASTO (antistreptolisin O) dan komplemen C3.
Hasil yang didapat adalah ASTO positif dan komplemen C3: 10. Bukti serologis ASTO dapat
mengonfirmasi riwayat infeksi streptokokus. Titer antistreptolisin O umumnya akan
meningkat setelah infeksi tenggorok tapi jarang meningkat pada infeksi kulit. Titer DNase
74
level b dapat mengonfirmasi adanya infeksi kulit sebelumnya. Bukti titer serologis lebih
sensitif dibandingkan anamnesis riwayat infeksi tenggorok. Kultur usap tenggorok jarang
dilakukan karena pada kebanyakan kasus hasilnya negatif akibat antibiotik yang sudah
dikonsumsi sebelumnya untuk infeksi tenggorok.
Diagnosis klinis glumerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus ditegakkan dengan
adanya gejala klinis sindrom nefritis akut, bukti infeksi streptokokus sebelumnya, dan
penurunan level komplemen C3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang kami menyimpulkah bahwa Andri, laki-laki berumur 10 tahun menderita
glumerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dengan komplikasi hipertensi derajat 2 dan
gagal ginjal akut derajat 3.
Terapi
Berdasarkan UKK Nefrologi IDAI than 2012, glomerulonefritis akut pasca infeksi
streptokokus dapat sembuh total 95% dengan tatalaksana yang tepat. Akan tetapi ingatkan
orang tua pasien bahwa ada kemungkinan 5% untuk terjadi rekurensi.
1. Istirahat selama 1014 hari
2. Diet rendah garam dan rendah protein. Pada kasus ini ada edema akibat retensi air dan
natrium di ginjal sehingga asupan garam harus dibatasi sebanyak 0,51 gr/hari.
Kadar urea serum sangat tinggi sehingga asupan protein harus dibatasi sebanyak 0,5
gr/kgBB/hari yang khusus pad kasus ini sebanyak 17,518 gr/hari.
3. Antibiotic amoksisilin 50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Antibiotic lini
kedua diperlukan jika pasien alergi adalah eritromisin 30 mg/kgBB dibagi 3 selama
10 hari.
4. Edema perlu dihilangkan dengan diuretic furosemid.
5. Hipertensi biasanya akan hilang jika masih ringan akan tetapi pada kasus ini sudah
ada tanda gangguan neurologis berupa sakit kepala sehingga perlu ditatalaksana.
Terapi hipertensi dengan kaptopril 0,32 mg/kgBB/hari dikombinasikan dengan
furosemid jika tidak terdapat tanda-tanda neurologis. Nifedipin juga dapat diberikan
secara sublingual dengan dosis 0,250,5 mg/kgBB/ hari yang dapat diulangi setiap
3060 menit jika diperlukan. Jika sudah terdapat tanda-tanda neurologis diberikan
klonidin 0,0020,006/ng/kgBB/hari atau diazoxide 5 mg/kgBB/hari intravena.
Pemantauan
75
76
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Sebaiknya Andri diistirahatkan bed rest, diberi diet asupan garam 0.51mg/kgbb. Diberi terapi antibiotik golongan penicilin, dan treatment untuk hipertensi
dan gagal ginjal akut yang dialaminya
77
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut
Pasca Streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
Kliegman, R.M., et al., 2011, Nelson Textbook of Pediatrics, ed. 19th, Philadelphia: Elsevier
Saunders.
Lewy JE. Acute Poststreptococal Glomerulonephritis. Pediatr Clin North Am 1976; 23:751-9.
Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting. Clinical pediatric
nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.
Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
McKinley M, OLoughlin FD. Human anatomy. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.
818-3
McPherson, R.A., Pincus, M.R., et al., 2011, Henrys Clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methods, ed. 22nd, Philadelphia: Elsevier Saunders.
Price, Sylvia Andrson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit:
Pathophysiology Clinical Concept of Disease Processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah.
Edisi: 4. Jakarta: EGC
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi: 3. Malang: Sagung Seto
78
79
80