Anda di halaman 1dari 21

Visum et Repertum

Definisi Visum Et Repertum


Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
forensik atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam
bentuk tulisan yang dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana.
 Menurut dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F, pengertian Visum et Repertum (VR)
secara hukum adalah (Idries, 1997):
1. “Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh
dokter, dan di dalam perkara pidana”
2. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji
(jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya
3. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang
dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula
kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
 Dalam kamus hukum tahun 1972 (oleh Prof. Subekti, SH dan Tjirosudibio), V.e.R
adalah suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu
pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk
menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan
oleh hakim dalam suatu perkara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat didefinisikan visum et
repertum sebagai laporan tertulis untuk yustisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah
tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada
benda yang diperiksa. (Visum=dilihat, Repertum=ditemukan). Istilah Visum et
Repertum ini dapat ditemukan dalam lembaran Negara tahun 1937 Nomor : 350 Pasal
I yang terjemahannya :
“Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau

1
Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2,
mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana selama Visa et Reperta
tersebut berisi keterangan mengenai hal-hal yang diamati oleh dokter itu pada
benda-benda yang diperiksa”. (Anonim, 2006)
Dengan berlakunya KUHAP maka Lembaran Negara tahun 1937 Nomor 350 ini
seharusnya dicabut. Namun karena isi Lembaran Negara tersebut tidak bertentangan
dengan KUHAP sedang istilah Visum et Repertum tidak ditemukan dalam KUHAP,
maka Menteri Kehakiman dalam peraturan Nomor: M.04.UM.01.06 tahun 1983 pasal
10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik disebut Visum et
Repertum. Oleh karena itu keterangan ahli/keterangan hasil pemeriksaan Ilmu
Kedokteran Forensik seperti dimaksud KUHAP tidak lain adalah Visum et Repertum.

Dasar Hukum Dari Visum Et Repertum


Visum et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya barang bukti yang
diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya adalah
menjadi alat bukti yang sah. Baik di dalam kitab hukum acara pidana yang lama,
yaitu RIB maupun kitab hukum acara pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang
memuat perkataan Visum et Repetum. Hanya di dalam lembaran negara tahun 1973
no 350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa visum et repertum adalah suatu
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang
dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-
perkara pidana.
Didalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban
dokter untuk membantu peradilan, yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat
orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli
yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP: pasal 187 butir c).
Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah menurut
KUHAP pasal 184 ayat 1 yaitu:

2
1. Keterangan saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
Maka visum et repertum dapat dikatakan sebagai keterangan ahli maupun sebagai
surat. Hal ini tercantum dalam
Pasal 186
“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di sidang pengadilan”.
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. (Idries, 1997).
Di dalam penjelasan pasal 186 diterangkan bahwa keterangan ahli ini dapat
juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum
yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di
waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang,
diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan hakim.
Pasal 187
Visum et Repertum dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana

3
yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian lain.

Tujuan Visum Et Repertum


Tugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah
membantu para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap
suatu perkara pidana yang behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan
nyawa manusia, sehingga bekerjanya harus obyektif dengan mengumpulkan
kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk
kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan
dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguh-sungguhnya dan
seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu
pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.
Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang
dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus
mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua
kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang
tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses
pembuktian suatu proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum
et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
tertuang dalam bagian pemberitaan sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda
bukti.

4
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang
terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh atau jiwa manusia. (Bagian
Kedokteran Forensik FKUI, 1997)

Macam-macam Visum et Repertum


1. Visum et repertum korban hidup
a. Visum et Repertum
Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang
menjalankn jabatan/ mata pencaharian.
b. Visum et Repertum sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:
- Korban perlu dirawat/ diobservasi
- Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata
pencaharian
Visum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untuk
menahan terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum et
repertumnya tidak memuat kualifikasi luka.
c. Visum et Repertum lanjutan
Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata:
- Korban sembuh
- Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain
- Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau
melarikan diri
- Korban meninggal dunia

5
Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban
selesai dirawat.
2. Visum et repertum mayat
3. Visum et repertum pemeriksaan TKP
4. Visum et repertum penggalian mayat
5. Visum et repertum mengenai umur
6. Visum et repertum psikiatrik
7. Visum et repertum mengenai bukti lain
(Hoediyanto, 2007; Mabes Polri, 1985)

Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah:


1. Penyidik
Landasan hukum:
Pasal 6 KUHAP
(1) Penyidik adalah:
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Pasal 7 KUHAP
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.

6
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
Penyidik   adalah   polri   dengan   pangkat   serendah­rendahnya   AIPDA   (ajudan

inspektur   dua),   namun   di   daerah   terpencil   mungkin   saja   seorang   polisi

berpangkat BRIPDA dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di

daerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi.
2. Penyidik pembantu
Landasan hukum:
Pasal 1 KUHAP
(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan
yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 10 KUHAP
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan
syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
Pasal 11 KUHAP
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat
(1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan
wewenang dari penyidik.
Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).

7
3. HakimPidana
Landasan hukum:
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli
dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Hakim   pidana   biasanya   tidak   langsung   meminta   visum   et   repertum   pada

dokter,   akan   tetapi   hakim   dapat   memerintahkan   kepada   jaksa   untuk

melengkapi   berita   acara   pemeriksaan   (BAP)   dengan   vsum   et   repertum,

kemudian jaksa melipahkan pemberitaan hakim kepada penyidik. 
4. Hakim Perdata
Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam
HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan
perdata tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et
repertum kepada dokter.

5. Hakim Agama
Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam
undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang
menyangkut agama Islam.
(Hoediyanto, 2007; http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap; Mabes
Polri, 1985)

Yang Berhak Menbuat Visum et Repertum adalah:

8
Pasal 120 KUHAP
(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.

Pasal 133 KUHAP


(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 1 KUHAP
(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang
berhak membuat visum et repertum adalah:
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya
(Hoediyanto, 2007)

Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum


Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et
repertum untuk korban hidup adalah:
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak
dibenarkan meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.
a. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.
b. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum
tersebut ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat
dialamatkan kepada pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki
pemohon.

9
c. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis
kelamin, umur, kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.
d. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan
kesusilaan, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.
e. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.
f. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban
sembuh, pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau
meninggal.
g. Kolom untuk keterangan lain.
h. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan
tanda tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.
i. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda
tangan, tanggal dan jam di sudut kiri bawah.
2. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus
diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dokter.
3. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang
peristiwa yang telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri
No.Inst/E/20/IX/75).
Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
(Hoediyanto, 2007; Atmodirono, 1980; Ranoemihardja, 1991)

10
Visum et Repertum Korban Hidup

Bentuk dan susunan visum et repertum korban hidup


Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para tokoh
kedokteran kehakiman FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya, yaitu: Prof. H. Muller,
Prof. Mas Soetejo, dan Prof. Soetomo Tjokronegoro, ketiganya telah almarhum.
Bentuk visum et repertum yang telah diatur oleh pemerintah adalah visum et
repertum psikiatrik, yang tidak banyak berbeda dengan bentuk visum et repertum
diatas (Hoediyanto, 2005).

BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM


1. PRO JUSTISIA
Kata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum
tidak perlu bermaterai.
2. PENDAHULUAN
Bagian ini memuat antara lain:
a. Identitas pemohon visum et repertum
b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum
c. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)
d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan
e. Identitas korban
f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.
g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada
dokter dan waktu saat korban diterima di rumah sakit
3. PEMBERITAAN
Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:
a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis
kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnya

11
b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.
Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga
orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah
kedokteran/asing di belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf,
misalnya 4 cm ditulis “empat sentimeter”. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka,
misalnya luka bacok, luka tembak, luka harus dilukiskan dengan kata (to describe,
beschrijven).
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa yang
diamati, terutama apa yang dilihat dan ditemukan pada korban/benda oleh dokter.
4. KESIMPULAN
Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai
hasil pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang
melakukan pengmatan dengan kelima panca indera (penglihatan, pendengaran,
perasa, penciuman dan perabaan).
5. PENUTUP
Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan”. Diakhiri dengan tanda tangan, nama
lengkap/NIP dokter.
Yang dimaksud dengan sumpah adalah:
- Untuk dokter pemerintah: sumpah pegawai negeri
- Untuk dokter swasta: sumpah lafal dokter yang diucapkan pada waktu dilantik
jadi dokter
- Untuk ahli lain: sumpah pegawai negeri atau disumpah khusus
Di samping hal-hal tersebut di atas perlulah diketahui pula:
- Dalam pemberitaan tidak boleh ditulis apa yang diketahui dokter dari orang lain.
- Kesimpulan bersifat subjektif, dan jika dalam keraguan harus berpegang pada
asas “in dubio pro rea”.

12
- Visum et repertum dibuat sejujur-jujurnya, bila sengaja menyimpang dapat
dituntut karena memberi keterangan palsu berdasarkan pasal 242 KUHP.
(Hoediyanto, 2005)

Macam-macam Visum et Repertum Korban Hidup


Selama ini orang mengenal istilah visum et repertum pada bedah mayat,
padahal pasien korban perlukaan dan keracunan pun berhak mendapatkan prosedur
ini kalau memang laporan medisnya dijadikan bahan pemeriksaan secara hukum.
Yang menjadi pusat pelayanan pertama pada korban, umumnya untuk korban hidup
adalah ruang Instalasi Gawat Darurat (IRD). Dari seluruh kasus yang ditangani IRD
Rumah Sakit, sekitar 50-70% merupakan kasus perlukaan dan keracunan dan kasus –
kasus itu berupa forensik klinik. Saat datang berobat atau beberapa hari sesudah
kejadian, pasien dilengkapi dengan surat permintaan visum et repertum dari penyidik
untuk rumah sakit.
Macam-macam visum et repertum korban hidup meliputi :
1. Visum et repertum luka
Diberikan bila korban setelah diperiksa/diobati, tidak terhalang menjalankan
pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006).
Dengan demikian dapat dikatakan visum et repertum luka diberikan bila korban tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna
Haroen, 1980).
Dalam visum et repertum ini pada kesimpulannya digolongkan pada luka
kualifikasi C (sesuai dengan penganiayaan ringan). Tetapi dalam visum et repertum,
dokter sama sekali tidak boleh menulis kata “penganiayaan” dalam kesimpulannya,
karena istilah penganiayaan adalah istilah hukum (Atmodirono, Haroen dan
Atmodirono, Anna Haroen, 1980).
2. Visum et Repertum Sementara
Diberikan apabila setelah diperiksa ternyata korban perlu perawatan lebih
lanjut baik di rumah sakit ataupun di rumah, dan atau korban terhalang menjalankan

13
pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Jadi,
bila seseorang masih dipandang perlu oleh dokter untuk mendapatkan pengawasan,
maka dibuatlah visum et repertum sementara.
Visum et repertum sementara dapat digunakan sebagai bukti untuk menahan
terdakwa (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980). Jadi dengan
menggunakan visum et repertum sementara, seseorang yang telah melakukan
penganiayaan sehingga menyebabkan luka yang membuat korban terhalang untuk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian dapat ditahan.
Pada kesimpulan visum et repertum sementara tidak mencantumkan
kualifikasi luka, karena masih dalam pengobatan atau perawatan belum selesai
(Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).
3. Visum et Repertum Lanjutan
Diberikan apabila setelah korban dirawat/diobservasi ternyata korban sembuh,
meninggal, pindah rumah sakit, atau pindah dokter. Dalam visum ini dimuat
kualifikasi luka setelah korban dirawat. Bila ternyata korban meninggal maka dibuat
visum et repertum jenazah.
3.1.3 Tata Cara Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup
Petunjuk pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup adalah sebagai
berikut:
A. Petunjuk Umum
1. Karena untuk kepentingan penegakan hukum, maka Visum et Repertum dibuat
degan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak hukum.
2. Isi harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut,
yaitu untuk membuat terang perkara pidana, dan harus mampu menjawab masalah
yang dihadapi penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana.
3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang
diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji
ketika menerima jabatan.
B. Petunjuk membuat diskripsi luka

14
Diskripsi luka harus seobjektif mungkin, meliputi :
1. Jumlah luka
2. lokasi luka, meliputi :
a. lokasi berdasarkan regio anatominya.
b. Lokasi berdasarkan garis garis koordinat atau bagian-bagian tubuh tertentu.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi :
a. Ukuran sebelum dirapatkan
b. Ukuran setelah dirapatkan
5. Sifat-sifat luka, yaitu :
a. Garis batas luka
- Bentuk (teratur atau tidak teratur)
- Tepi (rata atau tidak)
- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya
runcing atau tidak)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi :
- Tepi luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja)
- Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak
- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa saja
di atasnya.
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
- Jelaga (ada atau tidak)
- Bekuan darah (ada atau tidak)
- Lain-lain (ada atau tidak)
C. Petunjuk pembuatan kesimpulan

15
Kesimpulan harus memuat :
1. Jenis luka /kelainan yang ditemukan
2. Jenis benda penyebabnya
3. Bagaimana cara benda itu menimbulkan luka/kelainan
4. Apa akibatnya dan derajat lukanya.
Cara menyatakan derajat luka pada kesimpulan :
1. Luka derajat I ( luka yang tidak menimbulkan penyakit, atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian)
Contoh: Pada laki-laki yang berumur tujuh belas tahun ini didapatkan luka-luka
lecet dan memar akibat benda tumpul. Luka-luka tersebut tidak berakibat penyakit
atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan.
2. Luka derajat II ( luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu)
Contoh: Pada laki-laki berumur sekitar dua puluh satu tahun ini didapatkan
adanya luka memar dan luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul. Luka-luka
tersebut mengakibatkan penyakit atau halangan melakukan jabatan atau pekerjaan
selama dua minggu.
3. Luka derajat III (luka berat, atau yanmg mengancam jiwa)
Contoh: Pada perempuan yang berumur sekitar dua puluh lima tahun ini
didapatkan luka-luka lecet, memar serta robeknya jaringan limpa. Luka-luka
tersebut selain mendatangkan bahaya maut juga tidak dapat diharapkan akan
sembuh dengan sempurna. (Idries,2002)

Pokok-pokok isi kesimpulan Visum Et Repertum yang berhubungan dengan


kualifikasi luka adalah sebagai berikut:
1. Kasus tindak pidana dengan korban hidup (V et R)

16
Pokok-pokok isi kesimpulan Contoh bunyi kesimpulan pada VR
1. Jenis luka/kelainan yang Telah diperiksa seorang wanita, umur 25 tahun.
ditemukan Ditemukan sebuah luka oleh senjata tajam yang
2. Bagaimana cara benda itu dibacokkan ke kepalanya sehingga
menimbulkan luka / kelainan mengakibatkan kerusakan pada otak. Sebab
3. Apa akibatnya atau derajat kematian karena rusaknya otak tersebut
lukanya

2. Cara menyatakan derajat luka pada bagian kesimpulan


a. Luka ringan
Definisi Luka Ringan Contoh cara menulis kesimpulan
Luka yang tidak menimbulkan 1. Pada dahi orang tersebut ditemukan memar akibat
penyakit atau halangan dalam persentuhan dengan benda tumpul yang tidak
menjalankan pekerjaan menimbulkan penyakit atau halangan
jabatan atau pekerjaan menjalankan pekerjaan mata pencahariannya
pencahariannya sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, petani,
pedagang, dll
2. Pada orang tersebut ditemukan luka lecet di
pergelangan tangan sebelah kiri akibat
persentuhan dengan benda tumpul. Luka tersebut
tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatannya sebagain
mahasiswa (belajar) atau ibu rumah tangga

b. Luka sedang
Definisi luka sedang Contoh cara menulis kesimpulan
Luka yang dapat 1. Pada orang tersebut ditemukan luka tusuk di bahu kiri
menimbulkan penyakit akibat persentuhan dengan benda tajam. Akibatnya
atau halangan dalam korban menderita penyakit tetanus selama satu bulan

17
menjalankan pekerjaan 2. Ditemukan luka robek pada pelipis sebelah kanan. Luka
jabatan/pekerjaan tersebut diakibatkan oleh persentuhan dengan benda
pencaharian untuk tumpul. Akibatnya korban tidak dapat menjalankan
sementara waktu. pekerjaan mata pencahariannya sebagai sopir selama
(Sementara waktu harus tujuh hari
dinyatakan berapa 3. Pada perut orang tersebut ditemukan luka iris akibat
hari/berapa bulan persentuhan dengan benda tajam sehingga
menyebabkan yang bersangkutan mendapatkan
halangan menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai
pelajar selama lima hari
4. Ditemukan luka etsa (luka bakar) akibat persentuhan
dengan zat kimia asam keras akibatnya korban tidak
dapat menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai ibu
rumah tangga selama delapan hari
5. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang sebelah
kanan akibat persentuhan dengan benda tumpul. Patah
tulang tersebut sekarang belum sembuh dan sudah 1,5
bulan lamanya menyebabkan korban tidak dapat
menjalankan pekarjaan mata pencahariannya sebagai
polisi. Diharapkan patah tulang tersebut akan sembuh
sempurna dalam waktu setengah bulan lagi dan selama
waktu tersebut korban juga tidak akan dapat
menjalankan pekerjaannya
c. Luka Berat
Definisi Luka Berat Contoh cara menulis kesimpulan
a.Penyakit atau luka 1. Pada orang tersebut ditemukan luka robek pada kornea
yang tak dapat (selaput bening mata) kiri akibat persentuhan dengan
diharapkan sembuh benda tumpul. Luka tersebut tidak dapat diharapkan
dengan sempurna sembuh dengan sempurna (fungsinya tidak dapat pulih

18
kembali)
b. Luka yang 2. Pada perut sebelah kiri orang tersebut ditemukan luka
datang / mendatangkan tusuk menembus limpa dan mengakibatkan perdarahan
bahaya maut sebanyak (500 cc) di rongga perut. Keadaan tersebut
dapat mendatangkan bahaya maut
c.Rintangan tetap 3. Pada tangan kiri orang tersebut ditemukan luka-luka
menjalankan pekerjaan serta remuknya tulang-tulang sehingga menyebabkan
jabatan atau pekerjaan kekakuan pada kelima jari tangannya. Akibatnya
mata pencaharian korban mendapat rintangan tetap (selamanya) dalam
menjalankan pekerjaan mata pencahariannya sebagai
pemain biola
d. Kehilangan salah 4. Pada orang tersebut ditemukan luka memar pada
satu panca indra kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul
menyebabkan ia menderita gegar otak dan tidak
berfungsinya syaraf pendengaran
e.Cacat besar atau 5. Pada orang tersebut ditemukan luka-luka pada
kudung wajahnya serta hilangnya daun telinga sebelah kiri
karena persentuhan dengan benda tumpul. Akibatnya
yang bersangkutan menderita cacat besar
f. Menyebabkan 6. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang punggung
kelumpuhan (vertebra) akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Akibatnya ia mengalami kelumpuhan pada kedua
kakinya
g. Mengakibatkan 7. Pada orang tersebut ditemukan 5 buah memar pada
gangguan daya pikir 4 kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul.
minggu lamanya atau Akibatnya ia mengalami gangguan daya pikir selama
lebih 38 hari
h. Mengakibatkan 8. Pada orang tersebut ditemukan memar pada perutnya

19
keguguran atau akibat persentuhan dengan benda tumpul sehingga bayi
matinya janin dalam yang dikandungnya meninggal dunia
kandungan

20
DAFTAR PUSTAKA

Atmodirono, Haroen. 1980. Visum et Repertum dan Pelaksanaannya. Surabaya:


Airlangga University Press.

Hoediyanto, dr. Sp. F (K). 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian IKF dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unair.

Idries A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.

Ranoemihardja, R.Atang, S.H. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic


Science). Bandung: Penerbit Tarsito.

Sugandhi, R. SH. 1980. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional.

1984. Kumpulan Makalah Ilmu Kedokteran Forensik. Markas Besar Kepolisian


Negara Republik Indonesia.

http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap

21

Anda mungkin juga menyukai