Dokter Pembimbing :
Disusun oleh :
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio global yaitu 1:3000 kelahiran (IDAI,
2015) 4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
3
2.3 Etiologi
1. Hipotiroid primer
a. Disgenesis tiroid
b. Dishormogenesis tiroid
c. Resisten terhadap TSH
2. Hipotiroid sentral (Hipotiroid sekunder)
a. Defisiensi TSH
b. Defisiensi hormon Thyrotropin-releasing
c. Resistensi hormon Thyrotropin-releasing
d. Hipotiroid karena masalah yang berhubungan dengan glandula
pituitari
3. Hipotiroid Peripheral
a. Resisten terhadap hormon tiroid
b. Transpor hormon tiroid yang abnormal
4. Sindroma Hipotiroid
a. Sindrom pendred (hipotiroid-tuli-goiter)
b. Sindrom Bamforth-Lazarus (hipotiroid-pembelahan langit mulut-
rambut runcing)
c. Displasia ektodermal (hipohidrotik-hipotiroid-diskinesia silier)
d. Hipotiroid (dysmorphism-polidaktili postaksial-defisit intelektual)
e. Sindrom Kocher-Deber-Semilange (pseudohipertrofi otot-
hipotiroid)
f. Benign Chorea-hipotiroidism
g. Choreoathetosis (hipotiroid-distres napas neonatus)
h. Obesitas-colitis (Hipertiroid-hipertrofi cardia-perkembangan
terhambat)
4
5. Hipotiroid Transien kongenital
a. Intak Maternal dari obat anti tiroid
b. Antibodi yang membloking lewatnya reseptor TSH pada
transplasenta
c. Defisiensi iodine pada maternal dan neonatal
Defisiensi hormon tiroid pada saat lahir paling sering terjadi karena masalah
pada perkembangan glandula tiroid (dysgenesis) atau kekacauan pada biosintesis
hormon tiroid (dyshormonogenesis). Kelainan-kelainan ini termasuk dalam
hipotiroid primer. Hipotiroid sekunder atau hipotiroid sentral pada saat lahir terjadi
pada defisiensi TSH (tyroid stimulating hormone). Hipotiroid dikatagorikan
berbeda sesuai dari hasil defek transport atau metabolisme hormon tiroid. 6
5
kongenital transien juga dapat disebabkan supresi TSH karena transfer hormon
tiroid yang berlebihan dari ibu yang menderita grave’s disease. 8
2.4 Patofisiologi
Kelenjar tiroid atau kelenjar gondok adalah kelenjar yang berbentuk seperti
kupu-kupu terletak pada bagian depan leher. Kelenjar gondok mengeluarkan
hormon antara lain hormon tiroksin yang berperan penting pada proses tumbuh
kembang anak. Iodium merupakan unsur utama yang diperlukan untuk membuat
hormon tiroid. Iodium adalah zat gizi mikro yang diperoleh tubuh kita dari makanan
termasuk garam beiodium. Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan oleh suatu hormon
lain yaitu TSH yang dibuat di kelenjar yang terletak di otak. TSH mutlak
diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon tiroid berfungsi untuk
mengatur metabolisme tubuh, kerja jantung, perkembangan susunan syaraf pusat
(otak) dan produksi panas tubuh. Dengan demikian hormon ini sangat penting
peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.3
1. Embriogenesis dari dasar kavitas oral primitif. Kelenjar tiroid akan turun ke
posisi definitifnya di anterior leher bawah di kartilago tiroid pada trimester
pertama. Kelenjar tiroid yang tidak sampai pada posisi normalnya disebut
sebagai ektopik, tetapi kelenjar ini masih mampu berfungsi dan biasanya
menjadi insufisiensi pada masa anak awal atau pertengahan (lokasi di
sublingual atau lingual). Pada usia minggu ke-7 kelenjar tiroid sudah terdiri
dari dua lobus.
2. Aksis hipotalamus-pituitari-tiroid mulai berfungsi pada trimester kedua.
TRH mulai terdapat di dalam neuron pada usia 4 minggu, sedangkan TSH
mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi
dalam sirkulasi pada usia 11-12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
6
meningkat pada usia 12 minggu sampai atem. Pada usia 4 minggu, janin
mulai mensitesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8
minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8-10 minggu janin dapat
melakukan ambilan (trapping) yodium, pada usia 12 minggu dapat
memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai kadar dewasa pada usia 36 minggu. Pada usia 12 minggu, kadar
T3 juga terus meningkat namun tetap dibawah kadar dewasa. Produksi TRH
oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi pada waktu yang
bersamaan.
3. Metabolisme perifer hormon tiroid matang pada trimester ketiga.9
Perkembangan normal janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu.
Penelitian menunjukan bahwa kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin.7 `Plasenta berperan dalam
transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan janin.
Pembentukan hormon tiroid janin dibantu oleh Tyroid Releasing Hormon
(TRH) dan Iodium bersamasama dengan TSH dapat bebas melewati
plasenta. Selain itu, elemen yang merugikan janin seperti TSH resptor
antibodi dan obat anti tiroid yang dimakan ibu juga dapat melewati plasenta.
Sementara itu, TSH yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan
hormon tiroid tidak bisa melewati plasenta. Sehingga, keadaan hormon
tiroid dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh
terhadap kondisi hormon tiroid janin (Kemenkes RI, 2014) 4
7
Hipotiroid dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut 9
Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma
Jalur 2
8
Akibatnya kadar TSH meningkat dan menyebabkan kelenjar tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun dalam stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar hormon tiroid tetap normal. Bila kompensasi
ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,
peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis,
pascatiroidektomi, pasca terapi yodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang mengakibatkan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid dengan hormon TSH
tinggi, dengan atau tanpa struma tergantung pada penyebabnya.
Jalur 4a
Jalur 4b
9
distensi abdomen, letargis, asupan makan sulit, hipertelorisme, ikterik yang
berlangsung lebih dari 3 hari setelah lahir, edema, hernia umbilikus, kulit mottled,
konstipasi, makaroglosia, kulit kering, dan suara tangis yang serak. Hormon tiroid
penting untuk maturasi dan diferensiasi berbagai jaringan seperti tulang (usia tulang
biasanya terlambat saat lahir karena hipotiroidisme intrauterin) dan otak (sebagian
besar maturasi otak yang tergantung hormon tiroid terjadi pada usia 2 sampai 3
tahun setelah lahir) 9
10
2.6 Diagnosa
Protokol skrining tiroid pada neonatus 2
Skrining tiroid pada neonatus dilakukan sebelum keluar dari rumah
sakit, antara hari ke ke-2 dan ke-5 usia bayi. Spesimen yang diambil
sebelum 48 jam mungkin akan mengarah kepada positif palsu. Skrining
pada neonatus yang sakit parah atau yang setelah transfusi darah dapat
mengarah pada hasil negatif palsu.
Pada bayi yang kritis atau lahir kurang bulan, atau yang melahirkan
dirumah, sampel darah harus dikembalikan sebelum usia 7 hari. Sampel
darah kapiler disimpan pada temperatur ruangan dan dikirim ke
laboratorium.
11
Pemeriksaan penunjang pada hipotiroid kongenital
12
2.7 Tatalaksana 4,5
1. Jenis obat
2. Dosis
3. Cara Pemberian
13
- Levotiroksin bisa diberikan pagi atau malam hari sebelum atau bersama
dengan makan asalkan diberikan dengan cara dan waktu yang sama setiap
harinya.
- Hasil laboratorium yang meragukan (TSH yang tinggi tetapi FT4 normal)
harus dirujuk ke PPK III atau dokter spesialis konsultan endokrinologi anak
untuk dievaluasi dan ditangani lebih lanjut.
a) Jika kadar TSH serum (vena) > 20 mU/L, terapi harus dimulai meskipun
FT4 normal.
b) Jika kadar TSH serum (vena) ≥ 6 - 20 mU/L sesudah usia 21 hari bayi
sehat, dengan kadar FT4 normal, direkomendasikan untuk melakukan: a).
investigasi lebih lanjut dengan antara lain pemeriksaan pencitraan untuk
mencari diagnosis pasti atau b). dilakukan diskusi dengan keluarga untuk
memberikan suplementasi levotiroksin segera dan dievaluasi ulang
dikemudian hari saat tanpa mendapatkan pengobatan (usia 3 tahun) atau c)
terapi ditunda dan diulang laboratorium 2 minggu kemudian. Apabila tetap
meragukan terpi akan segera diberikan.
14
Dosis harus selalu disesuaikan dengan keadaan klinis dan biokimiawi serum
tiroksin dan TSH menurut umur (age reference range). Pemberian Pil Tiroksin
dengan cara digerus/ dihancurkan dan bisa dicampur dengan ASI atau air putih.
Pemberian obat jangan bersamaan dengan senyawa di bawah ini karena akan
mengganggu penyerapan obat :
Hipoaktif
15
Edema (berat badan naik)
Obstipasi
Kulit kering teraba dingin, tidak berkeringat
Gelisah
Kulit panas, lembab, banyak keringat
Berat badan menurun
Sering buang air besar
Pemantauan
FT4 dan TSH harus diulangi 4 minggu setelah perubahan dosis tiroksin
16
- FT4 18-30 pmol/L (1,4-2,3 pg/dl) kadar FT4 ini dipertahankan pada
nilai di atas 1,7 pg/dl (75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini
merupakan kadar optimal.
- Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di bawah 5 mU/L
3. Pemantauan Lainnya
Selain itu pemantauan TSH dan T4/FT4, dilakukan pemantauan :
- Pertumbuhan/antropometri, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
- Perkembangan, sesuai dengan petunjuk SDIDTK Fungsi mental dan
kognitif, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
- Tes pendengaran, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
- Umur tulang (tiap tahun)
Tindak lanjut jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil positif)
dan berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid (tiroksin). Tindak lanjut jangka
panjang diawali sejak pemberian obat dan berlangsung seumur hidup pada kelainan
yang permanen. Harus diupayakan agar hasil uji saving dicantumkan di dalam
rekam medis bayi.
Pencegahan 4
17
2.8 Kesimpulan
Hipertiroid kongenital adalah kelainan endokrin kongenital
terbanyak pada anak. Di RSCM dan RSHS menunjukkan bahwa kejadian
hipotiroid kongenital tahun 2000-2014 dari 213.669 bayi baru lahir yang di
skrining hipotiroid kongenital, didapatkan hasil positif sejumlah 85 bayi
atau 1:2513 ini menunjukkan bahwa angka tersebut lebih tinggi dari rasio
global yaitu 1:3000.
Hipotiroid kongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid pada
bayi baru lahir. Ada dua hormon yang diproduksi dan dilepaskan
oleh kelenjar tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3).
18
tiroid (dysgenesis) atau kekacauan pada biosintesis hormon tiroid
(dyshormonogenesis).
2.9 Sepsis10
Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1
tahun dibandingkan dengan usia >1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per
1000 anak). Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies
(SPROUT) pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara,
memperoleh data penurunan prevalensi global sepsis berat (Case Fatality
Rate) dari 10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia rerata penderita
sepsis berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem
respirasi (40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka
kematian selama perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat
perbedaan mortalitas antara PICU di negara berkembang dan negara maju.
19
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.
Bakteri merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula
berasal dari jamur, virus, atau parasit. Faktor risiko terjadinya sepsis antara
lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien
keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor.
20
Pemilihan jenis antibiotika empirik sesuai dengan dugaan etiologi
infeksi, diagnosis kerja, usia, dan predisposisi penyakit. Apabila penyebab
sepsis belum jelas, antibiotik diberikan dalam 1 jam pertama sejak diduga
sepsis, dengan sebelumnya dilakukan pemeriksaan kultur darah. Upaya
awal terapi sepsis adalah dengan menggunakan antibiotika tunggal
21
berspektrum luas. Setelah bakteri penyebab diketahui, terapi antibiotika
definitif diberikan sesuai pola kepekaan kuman.
22
BAB III
LAPORAN KASUS
MR No. : 11-15-28-17
Nama : An. A.R.
Tanggal lahir : 01-06-2018
Usia : 1 Bulan 18 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : KP Bantar Kopo RT 09 RW 03 Bantarjati
Klapanunggal
Tanggal datang : 19-7-2018
3.2 Anamnesis
Pasien datang dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Cibinong dengan keluhan
kejang. Ibu pasien mengatakan kejang dialami sejak kurang lebih 2 jam SMRS, ibu
pasien mengaku kejang tersebut berlangsung selama lebih dari 15 menit dan hanya
1 kali saat periode deman. Bayi tersebut demam kurang lebih 4 hari SMRS
dirasakan terus menerus, menggigil tidak namun demam tidak diukur kemudian
bayi tersebut kejang. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Ibu pasien mengaku bayi
tersebut sulit untuk menyusu sejak lahir sehingga berat badan bayi tidak pernah
23
naik namun turun dari berat badan lahir 2700 gram menjadi 2220 gram saat masuk
rumah sakit. Ibu pasien juga mengaku bahwa bayinya terlihat sesak.
Pasien sempat dirawat di RSUD Cibinong kurang lebih 13 hari yang lalu
karena badan bayi kuning di seluruh tubuh, badan bayi kecil dan tidak mau menyusu
namun ibu pasien meminta untuk pulang paksa setelah di rawat selama 3 hari di RS
untuk mengurus BPJS.
Keluarga dan orang lain di sekitar pasien tidak ada yang mengalami keluhan
tersebut. Riwayat penyakit keluarga disangkal.
Riwayat kelahiran:
24
Riwayat imunisasi
BCG
DPT
POLIO
Campak
Hepatitis B
MMR
TIPA
Riwayat makanan
25
Kepala : Normochepali
Mata : Hipertelorisme +/+, Sklera ikterik -/-, konjungtiva
anemis +/+
Telinga : Lapang+/+, Serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret -
/-
Mulut :
-Bibir : Mukosa tampak kering (-)
-Tonsil : T1-T1,
-Perkusi : Sonor/sonor
Jantung:
-Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
26
Abdomen
-Inspeksi : Perut tampak datar
-Perkusi : Timpani
27
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.5 Resume
Anamnesis:
28
Pemeriksaan Fisik:
3.8 Penatalaksanaan
Cairan/
o Loading NaCl 22cc dalam 60 menit
o Dextrose 10% (150xBB) – 240 – 62,5
o Gir 5 30cc/24jam
o Aminosteril 62,5cc/24jam
o Edukasi konsumsi minuman 3x30cc (PO)
Mm/
29
o Ranitidine 2x15mg (iv)
o Ondancetron 3x0,8mg (iv)
o Phenobarbital 2 x 5 mg pulv (PO)
3.10 Prognosis
Ad Vitam : Dubia
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia
30
3.11 Follow up Pasien
20 Juli 2018
S O A P
Demam (-) KU : TSB - Kejang Demam IFVD:
Sesak (-) Kes : CM Kompleks - Dextrose 10%
Sulit minum (+) Nadi : 91 - Dismorfik 1/5 NS + 10
Suhu : 36,5 - Sepsis mEq KCL + 10
RR : 22 ca gluconas
Mata : CA +/+ 200ml/14 jam
GDS : 34 / 174 - Aminosteril
Hb : 6,1 60ml/10jam
Leu : 8120 - NaCl 0,9%
Trom : 43000 20ml/jam
Ht : 16,5 - Paracetamol
Morfologi darah drip k/p
tepi : Anemia - Meropenem
hemolitik dengan 2x50mg (iv)
def. Fe + infeksi - Omeprazole
bakteri 1x2mg (iv)
DD/sepsis - Phenobarbital 2
x 5 mg pulv
(PO)
- Nebulizer
Ventolin 1/3 +
Pulmicort 1/3 +
NS 10% 2 kali /
24 jam k/p
31
21 Juli 2018
S O A P
Pucat KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Menangis kuat Kes : CM Kompleks
Demam (-) Nadi : 95 - Dismorfik
Suhu : 36,6
RR : 21
Mata : CA +/+
22 Juli 2018
S O A P
Kejang (-) KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Kes : CM Kompleks
Nadi : 98 - Dismorfik
Suhu : 37,2
RR : 30
Mata : CA +/+
Hb: 10,2
Leu: 8350
Trom: 27000
Ht: 27,9
32
23 Juli 2018
S O A P
Kejang (-) KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Pucat (+) Kes : CM Kompleks
Nadi : 102 - Dismorfik
Suhu : 36,4
RR : 31
Mata : CA +/+
24 Juli 2018
S O A P
Demam (+) KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Kompleks
Kes : CM
- Dismorfik
Nadi : 108 - BP
- Sepsis
Suhu : 37,9
RR : 34
Mata : CA +/+
33
25 Juli 2018
S O A P
Demam (-) KU : TSB - Sepsis - Terapi Lanjut
- Dismorfik
Sesak (-) Kes : CM
- BP
Muntah (-) Nadi : 102 - Susp.
Hipotiroid
Suhu : 36,9
Kongenital
RR : 30
Mata : CA +/+
GDS : 25 / 67
26 Juli 2018
S O A P
BAK (+) KU : TSB - Sepsis Terapi Lanjut
- Dismorfik
BAB (-) Kes : CM
- BP
Nadi : 110 - Susp.
Hipotiroid
Suhu : 37,0
Kongenital
RR : 25
Mata : CA +/+
GDS : 69 / 89
TSHs : 14839
FT4 : 7,06
34
27 Juli 2018
S O A P
BAK dan BAB KU : TSB - Dismorfik - Terapi Lanjut
- Sepsis
normal Kes : CM -L Thyroxine
- Hipotoroid
Nadi : 143 Konginetal pulv 1 x 30mcg
Suhu : 37 (PO)
RR : 34
Mata : CA +/+
GDS: 79
Hb: 8,2
Leu: 4240
Trom: 33000
Ht: 22,6
LED: 32
Ur: 19
Cr: 0,4
Na: 127; K: 4,0;
Cl: 112
28 Juli 2018
S O A P
Minum via NGT KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Batuk (-) Kes : CM
- Hipotoroid
BAK dan BAB Nadi : 124 Konginetal
normal Suhu : 37,2
RR : 37
Mata : CA +/+
35
29 Juli 2018
S O A P
Demam (-) KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Kejang (-) Kes : CM
- Hipotoroid
Muntah (-) Nadi : 120 Konginetal
BAK dan BAB Suhu : 37,2
normal RR : 31
Mata : CA +/+
Ro. Paru: Suspek
aspirasi
mekonium
30 Juli 2018
S O A P
BAK dan BAB KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
normal Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 124 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 37,1
RR : 32
Mata : CA +/+
36
31 Juli 2018
S O A P
Kejang (-) KU : TSB - Dismorfik - Terapi Lanjut
- Sepsis
Demam (+) Kes : CM - Phenobarbital
Perbaikan
Nadi : 136 - Hipotoroid (STOP)
Konginetal
Suhu : 37,8
RR : 36
Mata : CA +/+
1 Agustus 2018
S O A P
Demam naik KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun dan Kes : CM
Perbaikan
Muntah 2x Nadi : 146 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 38,4
RR : 50
Mata : CA +/+
GDS: 56 / 70
Hb: 7,0
Leu: 58000
Trom: 251000
Ht: 19,4
37
2 Agustus 2018
S O A P
Demam (-) KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Muntah (-) Kes : CM
Perbaikan
Kejang (-) Nadi : 132 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 37,4
RR : 38
Mata : CA +/+
3 Agustus 2018
S O A P
Demam naik KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 148 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 38,1
RR : 44
Mata : CA +/+
38
4 Agustus 2018
S O A P
Lemas (+) GDS: 64 / 73 - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Hb: 6,0
Perbaikan
Leu: 3740 - Hipotoroid
Konginetal
Trom: 153000
Ht: 15,1
Na: 136; K: 5,0;
Cl:112
5 Agustus 2018
S O A P
Lemas (+) KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 132 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 36,6
RR : 32
Mata : CA +/+
GDS: 82
6 Agustus 2018
S O A P
Demam naik KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 136 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 36,9
RR : 38
Mata : CA -/-
39
7 Agustus 2018
S O A P
Demam naik KU : TSS - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 140 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 36,7
RR : 40
Mata : CA -/-
GDS: 59
Hb: 10,6
Leu: 4230
Trom: 82000
Ht: 28,9
8 Agustus 2018
S O A P
Demam (-) KU : TSS - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Kejang (-) Kes : CM
Perbaikan
Minum baik Nadi : 135 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 37
RR : 38
Mata : CA -/-
GDS: 70
40
15 Agustus 2018
S O A P
Kontrol KU : TSR - Dismorfik - L Thyroxine
Kes : CM - Hipotiroid pulv 1 x 30mcg
Nadi : 142 Konginetal - Paracetamol
Suhu : 36,9 drop 3 x 0,3ml
RR : 38 k/p
Mata : CA -/-
GDS : 82
41
BAB IV
ANALISA KASUS
An. AR, Perempuan, usia 1 bulan 18 hari , BB : 2220 gram datang dengan
keluhan kejang sejak 2 jam SMRS dengan durasi lebih dari 15 menit yang diawali
dengan demam. Urin +, BAB tidak ada keluhan. Keluhan lain yaitu sesak dan tidak
mau menyusu. 2 minggu yang lalu pasien sempat dirawat karena badan kuning
namun orang tua pasien pulang paksa karena ingin mengurus BPJS setelah 3 hari
di rawat di RS. Riwayat lahir normal, cukup bulan, dengan BBL : 2700 gram.
42
perlu dilakukan pemantauan kembali hasil laboratorium TSHs dan T4 minggu ke 2
dan ke 4 setelah pengobatan dengan L thyroxine diberikan.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.
Hal. 205-21.
10. Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak bekerjasama
dengan Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak. Hadinegoro SR, dkk;
penyunting. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2016.
11.
45