Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS DAN REFERAT

HIPOTIROID KONGENITAL DAN SEPSIS

Dokter Pembimbing :

dr. Ava L. Kawilarang, Sp.A

Disusun oleh :

Dave Abraham Kambey


1361050189

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 23 JULI – 29 SEPTEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3

2.1 Definisi Hipotiroid Konginetal ........................................................................... 3

2.2 Epidemiologi Hipotiroid Konginetal .................................................................. 3

2.3 Etiologi Hipotiroid Konginetal ........................................................................... 4

2.4 Patofisiologi Hipotiroid Konginetal .................................................................... 6

2.5 Manifestasi Klinis Hipotiroid Konginetal ........................................................... 9

2.6 Diagnosa Hipotiroid Konginetal ......................................................................... 11

2.7 Tatalaksana Hipotiroid Konginetal ..................................................................... 13

2.8 Kesimpulan Hipotiroid Konginetal .................................................................... 18

2.9 Sepsis .................................................................................................................. 19

BAB III : LAPORAN KASUS ............................................................................................ 23

3.1 Identitas Pasien ................................................................................................... 23

3.2 Anamnesis ........................................................................................................... 23

3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 24

3.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 28

3.5 Resume ............................................................................................................... 28

3.6 Diagnosis Kerja .................................................................................................. 29

3.7 Diagnosis Banding .............................................................................................. 29

3.8 Penatalaksanaan .................................................................................................. 29

3.9 Pemeriksaan Anjuran ......................................................................................... 30

3.10 Prognosis ......................................................................................................... 30

3.11 Follow up pasien .............................................................................................. 31

BAB IV : ANALISA KASUS ............................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 44

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Tiga tahun pertama kehidupan merupakan periode kritis tumbuh kembang


anak. Pencegahan terjadinya gangguan perkembangan dilakukan dengan
memaksimalkan perkembangan anak pada periode ini melalui deteksi gangguan
tumbuh kembang anak maupun stimulasi dini. Masalah tumbuh kembang anak yang
sering dijumpai diperlukan perhatian khusus, masalah tersebut adalah kurang energi
protein (KEP), obesitas, kretin atau hipotiroid kongenital, disabilitas intelektual,
palsi serebral, gangguan bicara, dan lain sebagainya.1

Hipertiroid kongenital adalah kelainan endokrin kongenital terbanyak pada


anak dan juga salah satu penyebab tersering retardasi mental yang dapat dicegah.
Setelah diagnosis dibuat dan terapi dimulai dalam beberapa minggu setelah lahir,
perkembangan neurologi selanjutnya seringkali normal.2

Dampak hipotiroid kongenital pada anak yang sangat menyedihkan adalah


keterbelakangan mental yang irreversible. Dampak terhadap keluarga, beban
ekonomi karena anak hipotiroid kongenital harus mendapat pendidikan,
pengasuhan dan pengawasan khusus. Secara psikososial keluarga akan lebih rentan
terhadap lingkungan sosial karena rendah diri dan menjadi stigma dalam keluarga
dan masyarakat, Selain itu produktifitas keluarga menurun karena harus mengasuh
anak dengan hipotiroid kongenital.3

Lebih dari 1,7 juta orang di Indonesia berpotensi mengalami gangguan


tiroid. Sayangnya, tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang gangguan
tiroid ini masih sangat rendah. Data yang dikumpulkan oleh Unit Koordinasi Kerja
Endokrinoligi Anak Kemenkes RI dari tahun 2000-2013, Indonesia mempunyai
kasus positif gangguan tiroid pada bayi yang baru lahir sebanyak 1:2.736. Jumlah

1
ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio global yaitu 1:3000 kelahiran (IDAI,
2015) 4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipotiroid kongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi


baru lahir. Ada dua hormon yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Pembentukannya memerlukan
mikronutrien iodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh,
metabolisme, pertumbuhan tulang , kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan dan
perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini sangat penting peranannya pada
bayi dan anak yang sedang tumbuh 5

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, dipengaruhi


oleh faktor etnis dan ras. Diseluruh dunia angka kejadian hipotiroid kongenital
1:3000 dengan kejadian sangat tinggi didaerah kurang iodium 1:300000. Prevalensi
hipotiroid di Indonesia belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data di unit
endokrinologi dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2010 ditemukan 595
kasus hipotiroid kongenital. Di RSCM pada tahun 1992-2004 terdapat 93 kasus
dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah 57:36 (61%:39%). Di
RSCM dan RSHS menunjukkan bahwa kejadian hipotiroid kongenital tahun 2000-
2014 dari 213.669 bayi baru lahir yang di skrining hipotiroid kongenital, didapatkan
hasil positif sejumlah 85 bayi atau 1:2513 ini menunjukkan bahwa angka tersebut
lebih tinggi dari rasio global yaitu 1:3000. Lebih dari 70% penderita hipotiroid
kongenital didiagnosis setelah umur 1 tahun, hanya 2,3% yang didiagnosis kurang
dari 3 bulan. Berdasarkan Riset Kesehatan (Riskesdas) 2007 didapatkan kadar
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) sebagai salah satu penunjang diagnostik
hipotiroid sebesar 2,7% pada laki-laki dan 2,2% perempuan (Kemenkes RI, 2015)4

3
2.3 Etiologi

Klasifikasi dan etiologi dari hipotiroid kongenital.2

1. Hipotiroid primer
a. Disgenesis tiroid
b. Dishormogenesis tiroid
c. Resisten terhadap TSH
2. Hipotiroid sentral (Hipotiroid sekunder)
a. Defisiensi TSH
b. Defisiensi hormon Thyrotropin-releasing
c. Resistensi hormon Thyrotropin-releasing
d. Hipotiroid karena masalah yang berhubungan dengan glandula
pituitari
3. Hipotiroid Peripheral
a. Resisten terhadap hormon tiroid
b. Transpor hormon tiroid yang abnormal
4. Sindroma Hipotiroid
a. Sindrom pendred (hipotiroid-tuli-goiter)
b. Sindrom Bamforth-Lazarus (hipotiroid-pembelahan langit mulut-
rambut runcing)
c. Displasia ektodermal (hipohidrotik-hipotiroid-diskinesia silier)
d. Hipotiroid (dysmorphism-polidaktili postaksial-defisit intelektual)
e. Sindrom Kocher-Deber-Semilange (pseudohipertrofi otot-
hipotiroid)
f. Benign Chorea-hipotiroidism
g. Choreoathetosis (hipotiroid-distres napas neonatus)
h. Obesitas-colitis (Hipertiroid-hipertrofi cardia-perkembangan
terhambat)

4
5. Hipotiroid Transien kongenital
a. Intak Maternal dari obat anti tiroid
b. Antibodi yang membloking lewatnya reseptor TSH pada
transplasenta
c. Defisiensi iodine pada maternal dan neonatal

Defisiensi hormon tiroid pada saat lahir paling sering terjadi karena masalah
pada perkembangan glandula tiroid (dysgenesis) atau kekacauan pada biosintesis
hormon tiroid (dyshormonogenesis). Kelainan-kelainan ini termasuk dalam
hipotiroid primer. Hipotiroid sekunder atau hipotiroid sentral pada saat lahir terjadi
pada defisiensi TSH (tyroid stimulating hormone). Hipotiroid dikatagorikan
berbeda sesuai dari hasil defek transport atau metabolisme hormon tiroid. 6

Dysgenesis dari glandula tiroid (ektopia, hipoplasia, atau aplasia)


ditemukan menjadi kasus paling sering pada hipotiroid kongenital pada skrining
tiroid neonatal di Eropa dan Amerika Utara. Penyebab dari disgenetik glandula
tiroid tidak diketahui dengan pasti. Ini diperkirakan akibat defek embriologi pada
perkembangan dan migrasi dari glandula itu sendiri.7

15 % dari hipotiroid kongenital disebabkan oleh dishormogenesis dimana


ada kesalahan pada sintesis atau ekskresi tiroksin. Dishormogenesis tiroid biasanya
diturunkan pada pola resesif autosomal dengan didasari oleh defek yang terjadi
pada jalur biosintesis hormon tiroid 8

Hipotiroid kongenital sekunder atau sentral umumnya dikarenakan defek dari


produksi TSH. Ini adalah bagian dari kelainan yang juga sebabkan hipopituari
kongenital.6

Hipotiroid kongenital transien dapat disebabkan oleh faktor maternal


maupun neonatal. Faktor maternal termasuk defisiensi atau kelebihan iodine, anti-
tiroid antibodi pada jalur lintasan transplasenta, dan fetus yang terpapar oleh
pengobatan anti-tiroid. Faktor neonatus termasuk defesiensi dan kelebihan iodine,
dan hemangioma hepatika (yang mana meningkatkan aktifasi iodotironin
deiodinase tipe 3, konversi T4 dan T3 ke metabolisme inaktif). Hipotiroid

5
kongenital transien juga dapat disebabkan supresi TSH karena transfer hormon
tiroid yang berlebihan dari ibu yang menderita grave’s disease. 8

2.4 Patofisiologi

Kelenjar tiroid atau kelenjar gondok adalah kelenjar yang berbentuk seperti
kupu-kupu terletak pada bagian depan leher. Kelenjar gondok mengeluarkan
hormon antara lain hormon tiroksin yang berperan penting pada proses tumbuh
kembang anak. Iodium merupakan unsur utama yang diperlukan untuk membuat
hormon tiroid. Iodium adalah zat gizi mikro yang diperoleh tubuh kita dari makanan
termasuk garam beiodium. Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan oleh suatu hormon
lain yaitu TSH yang dibuat di kelenjar yang terletak di otak. TSH mutlak
diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon tiroid berfungsi untuk
mengatur metabolisme tubuh, kerja jantung, perkembangan susunan syaraf pusat
(otak) dan produksi panas tubuh. Dengan demikian hormon ini sangat penting
peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.3

Thyrotropin-releasing hormone (TRH) akan menstimulasi pelepasan


thyroid- stimulating hormone (TSH) oleh pituitari. TSH yang dihasilkan oleh
pituitari ini akan menstimulasi sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid, fungsi tiroid berkembang dalam tiga tahapan:

1. Embriogenesis dari dasar kavitas oral primitif. Kelenjar tiroid akan turun ke
posisi definitifnya di anterior leher bawah di kartilago tiroid pada trimester
pertama. Kelenjar tiroid yang tidak sampai pada posisi normalnya disebut
sebagai ektopik, tetapi kelenjar ini masih mampu berfungsi dan biasanya
menjadi insufisiensi pada masa anak awal atau pertengahan (lokasi di
sublingual atau lingual). Pada usia minggu ke-7 kelenjar tiroid sudah terdiri
dari dua lobus.
2. Aksis hipotalamus-pituitari-tiroid mulai berfungsi pada trimester kedua.
TRH mulai terdapat di dalam neuron pada usia 4 minggu, sedangkan TSH
mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi
dalam sirkulasi pada usia 11-12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai

6
meningkat pada usia 12 minggu sampai atem. Pada usia 4 minggu, janin
mulai mensitesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8
minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8-10 minggu janin dapat
melakukan ambilan (trapping) yodium, pada usia 12 minggu dapat
memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai kadar dewasa pada usia 36 minggu. Pada usia 12 minggu, kadar
T3 juga terus meningkat namun tetap dibawah kadar dewasa. Produksi TRH
oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi pada waktu yang
bersamaan.
3. Metabolisme perifer hormon tiroid matang pada trimester ketiga.9
Perkembangan normal janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu.
Penelitian menunjukan bahwa kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin.7 `Plasenta berperan dalam
transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan janin.
Pembentukan hormon tiroid janin dibantu oleh Tyroid Releasing Hormon
(TRH) dan Iodium bersamasama dengan TSH dapat bebas melewati
plasenta. Selain itu, elemen yang merugikan janin seperti TSH resptor
antibodi dan obat anti tiroid yang dimakan ibu juga dapat melewati plasenta.
Sementara itu, TSH yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan
hormon tiroid tidak bisa melewati plasenta. Sehingga, keadaan hormon
tiroid dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh
terhadap kondisi hormon tiroid janin (Kemenkes RI, 2014) 4

7
Hipotiroid dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut 9

Jalur 1

Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma

Jalur 2

Defisiensi yodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid


menurun sehingga hipofisis mensekresi TSH lebih banyak untuk memacu kelenjar
tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan kebutuhan.

8
Akibatnya kadar TSH meningkat dan menyebabkan kelenjar tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun dalam stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar hormon tiroid tetap normal. Bila kompensasi
ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,
peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.

Jalur 3

Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis,
pascatiroidektomi, pasca terapi yodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang mengakibatkan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid dengan hormon TSH
tinggi, dengan atau tanpa struma tergantung pada penyebabnya.

Jalur 4a

Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan


hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH sangat
rendah atau tidak terukur.

Jalur 4b

Semual kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TRH menurun


akan menimbulkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma.

2.5 Manifestasi Klinis

Hipotiroidisme kongenital pada periode neonatus biasanya tidak jelas tetapi


kemudian menjadi semakin jelas dalam beberapa bulan atau beberapa minggu
setelah lahir. Pada saat itu, sudah cukup terlambat untuk memastikan tidak ada
gangguan perkembangan kognitif pada bayi. Manifestasi klinis yang ditemukan
setelah lahir meliputi usia gestasi lebih dari 42 minggu, berat lahir lebih dari 4kg,
hipotermia, akrosianosis, distress pernapasan, ubun-ubun posterior yang lebar,

9
distensi abdomen, letargis, asupan makan sulit, hipertelorisme, ikterik yang
berlangsung lebih dari 3 hari setelah lahir, edema, hernia umbilikus, kulit mottled,
konstipasi, makaroglosia, kulit kering, dan suara tangis yang serak. Hormon tiroid
penting untuk maturasi dan diferensiasi berbagai jaringan seperti tulang (usia tulang
biasanya terlambat saat lahir karena hipotiroidisme intrauterin) dan otak (sebagian
besar maturasi otak yang tergantung hormon tiroid terjadi pada usia 2 sampai 3
tahun setelah lahir) 9

Tanpa pengobatan gejala hipotiroid kongenital lambat laun mulai


tampak: bayi kurang aktif, malas menetek, tangan dan kaki kurang bergerak, lidah
makin besar sehingga minum sering tersedak, perut bunci sering dengan pusat
bodong (gambar 1) kulit kering dan burik, bayi mudah kedinginan, Tanpa
pengobatan gejala akan semakin tampak dengan bertambahnya usia; hambatan
tumbuh kembang makin nyata

1. Tubuh pendek (cebol)


2. Muka hipotiroid yang khas ( muka sembab, bibir tebal, hidung pesek)
3. Mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah)/ idiot
4. Kesulitan bicara dan tidak bisa diajar bicara 3

Gambar 1. Bayi umur 15 bulan dengan Hipotiroid Kongenital

10
2.6 Diagnosa
Protokol skrining tiroid pada neonatus 2
Skrining tiroid pada neonatus dilakukan sebelum keluar dari rumah
sakit, antara hari ke ke-2 dan ke-5 usia bayi. Spesimen yang diambil
sebelum 48 jam mungkin akan mengarah kepada positif palsu. Skrining
pada neonatus yang sakit parah atau yang setelah transfusi darah dapat
mengarah pada hasil negatif palsu.
Pada bayi yang kritis atau lahir kurang bulan, atau yang melahirkan
dirumah, sampel darah harus dikembalikan sebelum usia 7 hari. Sampel
darah kapiler disimpan pada temperatur ruangan dan dikirim ke
laboratorium.

Sebelumnya untuk skrining hipotiroid kongenital pada neonatus,


kebanyakan program mengerjakan tes T4 awal, diikuti tes TSH apabila hasil
tes T4 turun sampai di batas bawah. Dengan akuransi yang meningkat pada
pemeriksaan TSH dengan volume darah yang sedikit, banyak program yang
mengubah tes awal menjadi pemeriksaan TSH untuk pemeriksaan
hipotiroid kongenital. Setiap program menentukan sendiri apakah
menjadikan tes T4 ataukah tes TSH yang digunakan pada awal skrining.
Kedua metode tersebut dapat dilakukan pada neonatus dengan hipotiroid
kongenital tetapi setiap metode mempunyai keuntungan dan kerugiannya
sendiri.

Pada T4 awal kemudian diikuti oleh follow up TSH akan mendeteksi


sebagian kasus hipotiroid sekunder atau sentral dan neonatus dengan
“peningkatan TSH yang tertunda”. Selain itu TSH awal juga dapat
mendeteksi hipotiroid ringan atau pembentukan subklinikal dari hipotiroid.
Umumnya apabila nilai skrining T4 dibawah presentil 10 dari cut off
dan/atau TSH lebih besar dari 30mU/Liter (15mU/Liter darah keseluruhan),
bayi harus dipanggil kembali untuk pemeriksaan serum.

11
Pemeriksaan penunjang pada hipotiroid kongenital

1. T4 bebas (free T4)


2. TSH
3. T4 Total
4. T3RU (T3 Uptake)
5. TBG (bila dicurigai defisiensi TBG) 7

Interpretasi hasil lab 7

a. T4 bebas ↓ dan TSH ↑ : konfirmasi diagnosa hipotiroid primer


T4 bebas ↓ dan TSH ↓ : mengarahkan pada diagnosa hipotiroid sekunder
b. Pada hipotiroid kompensata awalnya kadar T4 normal/rendah dan TSH
meninggi, selanjutnya kadar T4 normal dan kadar TSH meninggi.
c. Pada hipotiroid transien kadar T4 mula-mula rendah dan TSH tinggi dan
pada pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.
d. Pada defisiensi TBG, mula-mula kadar T4 rendah dan TSH normal,
selanjutnya T4 rendah, T3RU meningkat, dan TSH normal. Untuk
konfirmasi diagnosa dapat diperiksa kadar T4 bebas atau kadar TBG yang
memberikan hasil kadar T4 bebas normal dan kadar TBG rendah
e. Seperti yang telah diterangkan diatas, interpretasi hasil skrining maupun
pemeriksaan lain agak sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang
mengalami penyakit nontiroid. Pada bayi tersebut sering dijumpai kadar T4
dan T3 rendah sedangkan TSH normal. Pada bayi prematur kadar T3 dan
T4 akan mencapai kadar sesuai bayi aterm setelah berusia 12 bulan, atau
bila penyakit nontiroidnya teratasi maka fungsi tiroidnya akan kembali
normal. Karena keadaan ini merupakan adaptasi fisiologis pada bayi
prematur maupun bayi aterm yang mendapat stres tertentu maka keadaan
ini tidak dapat dikatakan sebagai hipotiroid.

12
2.7 Tatalaksana 4,5

1. Jenis obat

- L-T4 (levotiroksin) merupakan satu-satunya obat untuk HK.

- Levotiroksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.

- Terapi terbaik dimulai sebelum bayi berusia 2 minggu.

2. Dosis

- Dosis awal levotiroksin adalah 10-15μg/kgBB/hari

- Dosis selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan TSH dan FT4


berkala dengan dosis perkiraan sesuai umur seperti dalam tabel berikut.

USIA Na L-T4 (microgram/kgBB)


0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
6-12 tahun 4-5
>12 tahun 2-3

3. Cara Pemberian

- Pemberian levotiroksin secara oral

- Tablet bisa dihancurkan dan dicampurkan dengan air minum

- Orang tua harus dijelaskan cara pemberian levotiroksin dan pentingnya


ketaatan minum obat.

13
- Levotiroksin bisa diberikan pagi atau malam hari sebelum atau bersama
dengan makan asalkan diberikan dengan cara dan waktu yang sama setiap
harinya.

- Pemberian levotiroksin tidak boleh bersamaan dengan pemberian susu


kedelai, zat besi, dan kalsium.

4. Pengambilan keputusan terapi

- Hasil skrining menggunakan kertas saring yang positif (TSH ≥ 20 mU/L)


harus dikonfirmasi dengan darah serum sebelum dimulai terapi.

- Pengobatan harus segera dimulai jika FT4 serum rendah.

- Hasil laboratorium yang meragukan (TSH yang tinggi tetapi FT4 normal)
harus dirujuk ke PPK III atau dokter spesialis konsultan endokrinologi anak
untuk dievaluasi dan ditangani lebih lanjut.

5. Penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis konsultan endokrin anak

- Penanganan kasus oleh dokter konsultan endokrin anak tergantung dari


kondisi klinis, laboratoris dan pemantauan selanjutnya:

a) Jika kadar TSH serum (vena) > 20 mU/L, terapi harus dimulai meskipun
FT4 normal.

b) Jika kadar TSH serum (vena) ≥ 6 - 20 mU/L sesudah usia 21 hari bayi
sehat, dengan kadar FT4 normal, direkomendasikan untuk melakukan: a).
investigasi lebih lanjut dengan antara lain pemeriksaan pencitraan untuk
mencari diagnosis pasti atau b). dilakukan diskusi dengan keluarga untuk
memberikan suplementasi levotiroksin segera dan dievaluasi ulang
dikemudian hari saat tanpa mendapatkan pengobatan (usia 3 tahun) atau c)
terapi ditunda dan diulang laboratorium 2 minggu kemudian. Apabila tetap
meragukan terpi akan segera diberikan.

14
Dosis harus selalu disesuaikan dengan keadaan klinis dan biokimiawi serum
tiroksin dan TSH menurut umur (age reference range). Pemberian Pil Tiroksin
dengan cara digerus/ dihancurkan dan bisa dicampur dengan ASI atau air putih.
Pemberian obat jangan bersamaan dengan senyawa di bawah ini karena akan
mengganggu penyerapan obat :

 Produk kacang kedele Zat besi konsentrat


 Kalsium Aluminium hydroxide
 Cholestyramine dan resin lain
 Suplemen tinggi serat
 Sucralfate

Terapi dengan pil tiroksin (L-thyroxine) harus secepatnya diberikan begitu


diagnosis ditegakkan. IDAI menganjurkan pemberian dosis permulaan 10-15
pg/kg. Pada bayi cukup bulan diberikan rata-rata 37,5 - 50 pg per had. Besarnya
dosis hormon tergantung berat ringannya kelainan. Bayi dengan hipotiroid
kongenital berat, yaitu dengan kadar T4 kurang dari 5 pg, sebaiknya diberikan 50
pg. Pemberian 50 pg Iebih cepat menormalisir kadar T4 dan TSH. Hasil pengobatan
sangat dipengaruhi oleh usia pasien saat terapi dimulai dan jumlah dosis. Pada
hipotiroid kongenital berat, perlu pemberian dosis yang lebih tinggi.

Pengobatan optimal bisa tercapai antara lain dengan kerjasama


orangtua/keluarga. Oleh karena itu penting diberikan pendidikan mengenai
penyebab hipotiroid kongenital dari bayi mereka, pentingnya diagnosis dan terapi
dini guna mencegah hambatan tumbuh kembang bayi, cara pemberian obat tiroksin,
pentingnya mematuhi pengobatan, pentingnya pemeriksaan secara teratur sesuai
jadwal yang dianjurkan dokter, tidak boleh menghentikan pengobatan kecuali atas
perintah dokter.

Tanda/gejala kekurangan dan kelebihan dosis tiroksin, yaitu:

Tanda/ gejala hipotiroid (Dosis kurang)

 Hipoaktif

15
 Edema (berat badan naik)
 Obstipasi
 Kulit kering teraba dingin, tidak berkeringat

Tanda/gejala hipertiroid (kelebihan dosis)

 Gelisah
 Kulit panas, lembab, banyak keringat
 Berat badan menurun
 Sering buang air besar

Pemantauan

Tujuan umum pengobatan hipertiroid kongenital adalah menjamin agar anak


tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun mentalnya, sedekat mungkin dengan
potensi genetiknya. Yaitu dengan mengembalikan FT4 dan TSH dalam rentang
normal dan mempertahankan status klinis dan biokimiawii dalam keadaan eutiroid.
Keadaan ini bisa dicapai dengan pemantauan fungsi tiroid secara teratur.

1. Jadwal Pemantauan TSH dan T4/FT4


Dalam rangka penyesuaian dosis, perlu dilakukan pemeriksaan ulang kadar
TSF dan T4/FT4 dengan jadwal sebagai berikut :
- Setelah 2 minggu dan 4 minggu sejak pengobatan Tiroksin
- Pada 6 bulan pertama, tiap 1 atau 2 bulan
- Umur 6 bulan - 3 tahun, tiap 3 atau 4 bulan
- Umur 3 tahun - 18 tahun, pemeriksaan dilakukan tiap 6 sampai 12
bulan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan Iebih sering bila kepatuhan
meragukan, atau ada perubahan dosis.

FT4 dan TSH harus diulangi 4 minggu setelah perubahan dosis tiroksin

2. Target Nilai TSH, T4 dan FT4


Target nilai TSH, T4 dan FT4 selama pengobatan tahun pertama:
- Nilai T4 serum,130-206 nmol/L( 10-16 pg/dI )

16
- FT4 18-30 pmol/L (1,4-2,3 pg/dl) kadar FT4 ini dipertahankan pada
nilai di atas 1,7 pg/dl (75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini
merupakan kadar optimal.
- Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di bawah 5 mU/L
3. Pemantauan Lainnya
Selain itu pemantauan TSH dan T4/FT4, dilakukan pemantauan :
- Pertumbuhan/antropometri, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
- Perkembangan, sesuai dengan petunjuk SDIDTK Fungsi mental dan
kognitif, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
- Tes pendengaran, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
- Umur tulang (tiap tahun)

Apabila diagnosis etiologik belum ditegakkan, maka pada umur 3 tahun


dilakukan evaluasi ulang untuk menentukan apakah pengobatan harus seumur
hidup (pada kelainan disgenesis tiroid) atau dihentikan (kelainan tiroid karena
antibodi antitiroid). Jika perlu evaluasi ulang : konsul dokter spesialis anak
konsultan endokrin.

Tindak lanjut jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil positif)
dan berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid (tiroksin). Tindak lanjut jangka
panjang diawali sejak pemberian obat dan berlangsung seumur hidup pada kelainan
yang permanen. Harus diupayakan agar hasil uji saving dicantumkan di dalam
rekam medis bayi.

Pencegahan 4

Pencegahan Suplemen diet iodida dapat mencegah gondok endemik dan


kretinisme, tetapi tidak hipotiroidisme kongenital sporadis. Iodisasi garam adalah
metode biasa, namun minyak goreng, tepung, dan air minum juga telah diiodinasi
untuk tujuan ini. Suntikan intramuskular long-acting minyak beryodium (lipiodol)
telah digunakan di beberapa daerah, dan lipiodol juga bisa efektif.

17
2.8 Kesimpulan
Hipertiroid kongenital adalah kelainan endokrin kongenital
terbanyak pada anak. Di RSCM dan RSHS menunjukkan bahwa kejadian
hipotiroid kongenital tahun 2000-2014 dari 213.669 bayi baru lahir yang di
skrining hipotiroid kongenital, didapatkan hasil positif sejumlah 85 bayi
atau 1:2513 ini menunjukkan bahwa angka tersebut lebih tinggi dari rasio
global yaitu 1:3000.
Hipotiroid kongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid pada
bayi baru lahir. Ada dua hormon yang diproduksi dan dilepaskan
oleh kelenjar tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3).

Iodium merupakan unsur utama yang diperlukan untuk membuat


hormon tiroid. Iodium adalah zat gizi mikro yang diperoleh tubuh kita dari
makanan termasuk garam beiodium. Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan
oleh suatu hormon lain yaitu TSH yang dibuat di kelenjar yang terletak di
otak. TSH mutlak diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon
tiroid berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh, kerja jantung,
perkembangan susunan syaraf pusat (otak) dan produksi panas tubuh.

Manifestasi klinis yang ditemukan setelah lahir meliputi usia gestasi


lebih dari 42 minggu, berat lahir lebih dari 4kg, hipotermia, akrosianosis,
distress pernapasan, ubun-ubun posterior yang lebar, distensi abdomen,
letargis, asupan makan sulit, ikterik yang berlaangsung lebih dari 3 hari
setelah lahir, edema, hernia umbilikus, kulit mottled, konstipasi,
makaroglosia, kulit kering, dan suara tangis yang serak. Semakin
bertambahnya usia, hambatan tumbuh kembang juga semakin nyata. Yaitu
tubuh pendek (cebol), muka hipotiroid yang khas ( muka sembab, bibir
tebal, hidung pesek), Mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah)/ idiot,
kesulitan bicara dan tidak bisa diajar bicara.

Hipotiroid kongenital disebabkan oleh beragam faktor. Pada saat


lahir paling sering terjadi karena masalah pada perkembangan glandula

18
tiroid (dysgenesis) atau kekacauan pada biosintesis hormon tiroid
(dyshormonogenesis).

Penegakan diagnosa dapat dilakukan skrining tiropid. Skrining


tiroid pada neonatus dilakukan sebelum keluar dari rumah sakit, antara hari
ke ke-2 dan ke-5 usia bayi. Dengan memeriksakan kadar T4 dan TSH.

Apabila hasil skrining posotif, bayi bisa segera diberikan terapi


berupa hormon tiroksin. Dosis hormon tiroksin disesuaikan dengan umur
bayi dan juga berat badan bayi.

Setelah diberikan terapi, Tetap dilakukan pemantauan untuk melihat


kadar T4 dan TSH. Selain itu dilakukan juga pemantauan terhadap
antopometri, perkembangan, fungsi mental dan kognitif, dan juga tes
pendengaran. Semakin cepat diberikan terapi setelah diagnosa ditegakan
semakin baik.

2.9 Sepsis10

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-


threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun
terhadap infeksi.

Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1
tahun dibandingkan dengan usia >1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per
1000 anak). Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies
(SPROUT) pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara,
memperoleh data penurunan prevalensi global sepsis berat (Case Fatality
Rate) dari 10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia rerata penderita
sepsis berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem
respirasi (40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka
kematian selama perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat
perbedaan mortalitas antara PICU di negara berkembang dan negara maju.

19
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.
Bakteri merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula
berasal dari jamur, virus, atau parasit. Faktor risiko terjadinya sepsis antara
lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien
keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor.

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1) Infeksi,


meliputi (a) faktor predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi yang
sedang berlangsung, (c) respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal
organ.

Alur Penegakan Diagnosis Sepsis

20
Pemilihan jenis antibiotika empirik sesuai dengan dugaan etiologi
infeksi, diagnosis kerja, usia, dan predisposisi penyakit. Apabila penyebab
sepsis belum jelas, antibiotik diberikan dalam 1 jam pertama sejak diduga
sepsis, dengan sebelumnya dilakukan pemeriksaan kultur darah. Upaya
awal terapi sepsis adalah dengan menggunakan antibiotika tunggal

21
berspektrum luas. Setelah bakteri penyebab diketahui, terapi antibiotika
definitif diberikan sesuai pola kepekaan kuman.

22
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

 MR No. : 11-15-28-17
 Nama : An. A.R.
 Tanggal lahir : 01-06-2018
 Usia : 1 Bulan 18 hari
 Jenis kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pendidikan :-
 Alamat : KP Bantar Kopo RT 09 RW 03 Bantarjati
Klapanunggal
 Tanggal datang : 19-7-2018

3.2 Anamnesis

-Keluhan utama : Kejang, Problem Feeding

-Keluhan tambahan : Demam, berat badan tidak naik dan sesak

 Riwayat perjalanan penyakit:

Pasien datang dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Cibinong dengan keluhan
kejang. Ibu pasien mengatakan kejang dialami sejak kurang lebih 2 jam SMRS, ibu
pasien mengaku kejang tersebut berlangsung selama lebih dari 15 menit dan hanya
1 kali saat periode deman. Bayi tersebut demam kurang lebih 4 hari SMRS
dirasakan terus menerus, menggigil tidak namun demam tidak diukur kemudian
bayi tersebut kejang. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Ibu pasien mengaku bayi
tersebut sulit untuk menyusu sejak lahir sehingga berat badan bayi tidak pernah

23
naik namun turun dari berat badan lahir 2700 gram menjadi 2220 gram saat masuk
rumah sakit. Ibu pasien juga mengaku bahwa bayinya terlihat sesak.

 Riwayat penyakit dahulu:

Pasien sempat dirawat di RSUD Cibinong kurang lebih 13 hari yang lalu
karena badan bayi kuning di seluruh tubuh, badan bayi kecil dan tidak mau menyusu
namun ibu pasien meminta untuk pulang paksa setelah di rawat selama 3 hari di RS
untuk mengurus BPJS.

 Riwayat penyakit keluarga:

Keluarga dan orang lain di sekitar pasien tidak ada yang mengalami keluhan
tersebut. Riwayat penyakit keluarga disangkal.

 Riwayat kelahiran:

 Cara lahir : Normal


 Tempat lahir : RS
 Ditolong oleh : Dokter
 Masa gestasi : Cukup bulan
 Berat lahir : 2700 gram
 Panjang lahir : 47 cm
 Lahir Spontan, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-).

 Riwayat tumbuh kembang : Bayi belum dapat meneggakkan kepala

24
 Riwayat imunisasi

Vaksin Dasar (Umur) Ulangan (Umur)

BCG

DPT

POLIO

Campak

Hepatitis B

MMR

TIPA

Kesan : Belum pernah dilakukan imunisasi

 Riwayat makanan

 0-6 bulan : Tidak mau menyusu


 6-9 bulan : -
Kesan: Pemberian makanan kurang secara kualitas dan kuantitas

3.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : Tampak sakit berat


 Kesadaran : E4M6V5
 Tekanan darah :-
 Frekuensi nadi : 122 x/menit
 Respiratory Rate : 40 x/menit
 Suhu : 36,0 °C
 Berat Badan : 2.220 g

25
 Kepala : Normochepali
 Mata : Hipertelorisme +/+, Sklera ikterik -/-, konjungtiva
anemis +/+
 Telinga : Lapang+/+, Serumen -/-, sekret -/-
 Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret -
/-
 Mulut :
-Bibir : Mukosa tampak kering (-)

-Gigi Geligi : Gusi tidak berdarah

-Lidah : Makroglossi (+)

-Tonsil : T1-T1,

-Faring : Faring hiperemis (-)

 Leher : Tidak ada pembesaran KGB


 Thorax:
-Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+/+)

-Palpasi : Vokal fremitus simetris

-Perkusi : Sonor/sonor

-Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar bronkovesikuler, Rhonki -/-,


Wheezing -/-

 Jantung:
-Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

-Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS IV linea midclavicularis


sinistra

-Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur -, gallop –

26
 Abdomen
-Inspeksi : Perut tampak datar

-Auskultasi : BU (+) 4x/menit

-Perkusi : Timpani

-Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor baik, hepar dan


lien tidak teraba membesar.

 Anggota gerak Kiri Kanan


- Atas : aktif aktif

Spastis (-) Spastis (-)

crt < 2” crt < 2”

-Bawah : aktif aktif

Spastis (-) Spastis (-)

crt < 2” crt < 2”

 Kulit : Turgor 2-5 detik


 Genitalia externa : Perempuan
 Anus : Tidak ada kelainan

27
3.4 Pemeriksaan Penunjang

Lab 20-07-2018 Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hemoglobin 7,0 12,0 – 17,3 g/dl
Leukosit 12890 5000 – 10000 /uL
Trombosit 107000 150000 – 450000 /uL
Hematokrit 20,6 36 – 42 %
IT Ratio 0,004 Sepsis Bakteria : 0,13 –
0,75
Natrium 130 135 – 155 mmol/L
Kalium 4,1 3,6 – 5,5 mmol/L
Clorida 115 95 – 108 mmol/L
GDS 34/ 78/ 147 70 – 200 mg/dl
Ureum 183 20 – 40 mg/dl
Kreatinin 0,7 0,5 – 1,5 mg/dl
CRP Negatif < 6 <6
AGD
pH 7,52 7,350 – 7,450
PCO2 23 35 – 48 mmHg
PO2 202 83 – 108 mmHg
BE -2 -2 – 3 mmol/L
HCO3 19 18 – 23 mmol/L
SO2 100 95 – 98 %

3.5 Resume

 Anamnesis:

o An. AR, Perempuan, usia 1 bulan 18 hari , BB : 2220 gram datang


dengan keluhan kejang sejak 2 jam SMRS dengan durasi lebih dari
15 menit yang diawali dengan demam. Urin +, BAB tidak ada
keluhan. Keluhan lain yaitu sesak dan tidak mau menyusu. 2 minggu
yang lalu pasien sempat dirawat karena badan kuning namun orang
tua pasien pulang paksa karena ingin mengurus BPJS setelah 3 hari
di rawat di RS. Riwayat lahir normal, cukup bulan, dengan BBL :
2700 gram.

28
 Pemeriksaan Fisik:

o Keadaan umum bayi tampak sakit berat, Kesadaran : E4M6V5


composmentis, frekuensi nadi 122 x/menit, frekuensi pernafasan 40
x/menit, suhu 36,0 °C, berat badan 2.220 g, mata hipertelorisme +/+,
lidah makroglossi, thorax tampak retraksi sela iga, turgor 2 – 5 Detik
(melambat).
 Pemeriksaan Penunjang:

o Hemoglobin 7,0 g/dl; Leukosit 12890/uL; Trombosit 107000/uL;


Hematokrit 20,6%; Natrium 130mmol/L; Kalium 4,1mmol/L;
Clorida 115mmol/L; GDS 34mg/dl; Ureum 183mg/dl; Kreatinin
0,7mg/dl.

3.6 Diagnosis Kerja

 Kejang Demam Kompleks


 Dismorfik

3.7 Diagnosis Banding


 Hipotiroid kongenital
 Sepsis

3.8 Penatalaksanaan

 Cairan/
o Loading NaCl 22cc dalam 60 menit
o Dextrose 10% (150xBB) – 240 – 62,5
o Gir 5 30cc/24jam
o Aminosteril 62,5cc/24jam
o Edukasi konsumsi minuman 3x30cc (PO)
 Mm/

29
o Ranitidine 2x15mg (iv)
o Ondancetron 3x0,8mg (iv)
o Phenobarbital 2 x 5 mg pulv (PO)

3.9 Pemeriksaan Anjuran

3.10 Prognosis

 Ad Vitam : Dubia
 Ad Fungsionam : Dubia ad malam
 Ad Sanationam : Dubia

30
3.11 Follow up Pasien

20 Juli 2018

S O A P
Demam (-) KU : TSB - Kejang Demam IFVD:
Sesak (-) Kes : CM Kompleks - Dextrose 10%
Sulit minum (+) Nadi : 91 - Dismorfik 1/5 NS + 10
Suhu : 36,5 - Sepsis mEq KCL + 10
RR : 22 ca gluconas
Mata : CA +/+ 200ml/14 jam
GDS : 34 / 174 - Aminosteril
Hb : 6,1 60ml/10jam
Leu : 8120 - NaCl 0,9%
Trom : 43000 20ml/jam
Ht : 16,5 - Paracetamol
Morfologi darah drip k/p
tepi : Anemia - Meropenem
hemolitik dengan 2x50mg (iv)
def. Fe + infeksi - Omeprazole
bakteri 1x2mg (iv)
DD/sepsis - Phenobarbital 2
x 5 mg pulv
(PO)
- Nebulizer
Ventolin 1/3 +
Pulmicort 1/3 +
NS 10% 2 kali /
24 jam k/p

31
21 Juli 2018

S O A P
Pucat KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Menangis kuat Kes : CM Kompleks
Demam (-) Nadi : 95 - Dismorfik
Suhu : 36,6
RR : 21
Mata : CA +/+

22 Juli 2018

S O A P
Kejang (-) KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Kes : CM Kompleks
Nadi : 98 - Dismorfik
Suhu : 37,2
RR : 30
Mata : CA +/+
Hb: 10,2
Leu: 8350
Trom: 27000
Ht: 27,9

32
23 Juli 2018

S O A P
Kejang (-) KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Pucat (+) Kes : CM Kompleks
Nadi : 102 - Dismorfik
Suhu : 36,4
RR : 31
Mata : CA +/+

24 Juli 2018

S O A P
Demam (+) KU : TSB - Kejang Demam Terapi Lanjut
Kompleks
Kes : CM
- Dismorfik
Nadi : 108 - BP
- Sepsis
Suhu : 37,9
RR : 34
Mata : CA +/+

33
25 Juli 2018

S O A P
Demam (-) KU : TSB - Sepsis - Terapi Lanjut
- Dismorfik
Sesak (-) Kes : CM
- BP
Muntah (-) Nadi : 102 - Susp.
Hipotiroid
Suhu : 36,9
Kongenital
RR : 30
Mata : CA +/+
GDS : 25 / 67

26 Juli 2018

S O A P
BAK (+) KU : TSB - Sepsis Terapi Lanjut
- Dismorfik
BAB (-) Kes : CM
- BP
Nadi : 110 - Susp.
Hipotiroid
Suhu : 37,0
Kongenital
RR : 25
Mata : CA +/+
GDS : 69 / 89
TSHs : 14839
FT4 : 7,06

34
27 Juli 2018

S O A P
BAK dan BAB KU : TSB - Dismorfik - Terapi Lanjut
- Sepsis
normal Kes : CM -L Thyroxine
- Hipotoroid
Nadi : 143 Konginetal pulv 1 x 30mcg
Suhu : 37 (PO)
RR : 34
Mata : CA +/+
GDS: 79
Hb: 8,2
Leu: 4240
Trom: 33000
Ht: 22,6
LED: 32
Ur: 19
Cr: 0,4
Na: 127; K: 4,0;
Cl: 112

28 Juli 2018

S O A P
Minum via NGT KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Batuk (-) Kes : CM
- Hipotoroid
BAK dan BAB Nadi : 124 Konginetal
normal Suhu : 37,2
RR : 37
Mata : CA +/+

35
29 Juli 2018

S O A P
Demam (-) KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Kejang (-) Kes : CM
- Hipotoroid
Muntah (-) Nadi : 120 Konginetal
BAK dan BAB Suhu : 37,2
normal RR : 31
Mata : CA +/+
Ro. Paru: Suspek
aspirasi
mekonium

30 Juli 2018

S O A P
BAK dan BAB KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
normal Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 124 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 37,1
RR : 32
Mata : CA +/+

36
31 Juli 2018

S O A P
Kejang (-) KU : TSB - Dismorfik - Terapi Lanjut
- Sepsis
Demam (+) Kes : CM - Phenobarbital
Perbaikan
Nadi : 136 - Hipotoroid (STOP)
Konginetal
Suhu : 37,8
RR : 36
Mata : CA +/+

1 Agustus 2018

S O A P
Demam naik KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun dan Kes : CM
Perbaikan
Muntah 2x Nadi : 146 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 38,4
RR : 50
Mata : CA +/+
GDS: 56 / 70
Hb: 7,0
Leu: 58000
Trom: 251000
Ht: 19,4

37
2 Agustus 2018

S O A P
Demam (-) KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Muntah (-) Kes : CM
Perbaikan
Kejang (-) Nadi : 132 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 37,4
RR : 38
Mata : CA +/+

3 Agustus 2018

S O A P
Demam naik KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 148 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 38,1
RR : 44
Mata : CA +/+

38
4 Agustus 2018

S O A P
Lemas (+) GDS: 64 / 73 - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Hb: 6,0
Perbaikan
Leu: 3740 - Hipotoroid
Konginetal
Trom: 153000
Ht: 15,1
Na: 136; K: 5,0;
Cl:112

5 Agustus 2018

S O A P
Lemas (+) KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 132 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 36,6
RR : 32
Mata : CA +/+
GDS: 82

6 Agustus 2018

S O A P
Demam naik KU : TSB - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 136 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 36,9
RR : 38
Mata : CA -/-

39
7 Agustus 2018

S O A P
Demam naik KU : TSS - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
turun Kes : CM
Perbaikan
Nadi : 140 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 36,7
RR : 40
Mata : CA -/-
GDS: 59
Hb: 10,6
Leu: 4230
Trom: 82000
Ht: 28,9

8 Agustus 2018

S O A P
Demam (-) KU : TSS - Dismorfik Terapi Lanjut
- Sepsis
Kejang (-) Kes : CM
Perbaikan
Minum baik Nadi : 135 - Hipotoroid
Konginetal
Suhu : 37
RR : 38
Mata : CA -/-
GDS: 70

40
15 Agustus 2018

S O A P
Kontrol KU : TSR - Dismorfik - L Thyroxine
Kes : CM - Hipotiroid pulv 1 x 30mcg
Nadi : 142 Konginetal - Paracetamol
Suhu : 36,9 drop 3 x 0,3ml
RR : 38 k/p
Mata : CA -/-
GDS : 82

41
BAB IV

ANALISA KASUS

An. AR, Perempuan, usia 1 bulan 18 hari , BB : 2220 gram datang dengan
keluhan kejang sejak 2 jam SMRS dengan durasi lebih dari 15 menit yang diawali
dengan demam. Urin +, BAB tidak ada keluhan. Keluhan lain yaitu sesak dan tidak
mau menyusu. 2 minggu yang lalu pasien sempat dirawat karena badan kuning
namun orang tua pasien pulang paksa karena ingin mengurus BPJS setelah 3 hari
di rawat di RS. Riwayat lahir normal, cukup bulan, dengan BBL : 2700 gram.

Keadaan umum bayi tampak sakit berat, Kesadaran : E4M6V5


composmentis, frekuensi nadi 122 x/menit, frekuensi pernafasan 40 x/menit, suhu
36,0 °C, berat badan 2.220 g, mata hipertelorisme +/+, lidah makroglossi, thorax
tampak retraksi sela iga, turgor 2 – 5 Detik (melambat). Hemoglobin 7,0 g/dl;
Leukosit 12890/uL; Trombosit 107000/uL; Hematokrit 20,6%; Natrium
130mmol/L; Kalium 4,1mmol/L; Clorida 115mmol/L; GDS 34mg/dl; Ureum
183mg/dl; Kreatinin 0,7mg/dl.

Diagnosa kerja awal dengan KDK dan Dismorfik dengan DD Hipotiroid


Konginetal dan Sepsis. Pada perawatan hari pertama hasil morfologi darah
menunjukkan adanya anemia hemolitik dan defisiensi Fe yang dikarenakan oleh
infeksi bakteri dd sepsis. Pada perawatan hari 8 hasil pemeriksaan laboratorium
TSHs dan T4 terjadi peningkatan TSHs dan penurunan T4 kesan hipotiroid primer.

Diagnosis pasien dengan hipotiroid sudah sesuai dengan tinjauan pustaka


berdasarkan manifestasi klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang pasien,
namun diagnosis sepsis belum sesuai dengan konsensus sepsis IDAI pada tahun
2016, yaitu diagnosa sepsis baru dapat ditegakkan apabila skore PELOD (Pediatric
Logistic Organ Dysfunction) lebih dari sama dengan 7.

Tatalaksana pasien untuk hipotiroid konginetal sudah sesuai dengan


tinjauan pustaka untuk dosis berdasarkan berat badan maupun usia namun masih

42
perlu dilakukan pemantauan kembali hasil laboratorium TSHs dan T4 minggu ke 2
dan ke 4 setelah pengobatan dengan L thyroxine diberikan.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Wirawan Adi, Sunartini, Suryawan Bikin, Soetjiningsih. Tumbuh Kembang


Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis
Awal Tinggi. Sari Pediatri. Vol. 15 No. 2. Agustus 2013.
2. Agrawal Pankaj, Rajeev Philip, Saran Sanjay, et al. Congenital
Hypothyroidsm. Indian J Endocrinology Metabolic. India: National Center of
Biotechnology Information. 2015 March-April.
Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4319261/
diakses pada 21.32 WIB, 10 Agustus 2018.
3. Rustana Diet. Pentingnya Skrining Hipotiroid Pada Bayi. Jakarta: UKK
Endokrinologi IDAI. 26 April 2015.
Diunduh dari HTTP://WWW.IDAI.OR.ID/ARTIKEL/SEPUTAR-
KESEHATAN-ANAK/PENTINGNYA-SKRINING-HIPOTIROID-PADA-
BAYI Diakses pada 22.23 WIB, 10 Agustus 2018.
4. Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Hipotiroid Kongenital. Yati NP, dkk;
penyunting. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2017.
5. Marcdante Karen J, Kliegman Robert M, Jenson Hal B, Behrman Richard E.
Kelainan Tiroid, NELSON Ilmu Kesehatan Anak, Singapore: SAUNDERS
ELSIVIER, 2014. h- 710-712
6. Rastagi Maynika V, La Franci Stephen. Congenital Hypothyroidism. Orphanet
J Rare Dis. National Center of Biotechnology Information. 2010 June 10.
Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2903524/
22.48 WIB, 10 Agustus 2018
7. Najjar Samir S, Abobakr Abdullah M. The Thyroid. Textbook of Clinical
Pediatrics. Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS. 2001
8. Lana Laura C, Cheetam Tim. Kongenital Hypotiroidism- What’s New?.
Symposium: Endocrinology. Pediatric and child health. Elsevier. 2015
9. Susanto R, Julia M. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Batubara JR, Tridjaja
B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. UKK

44
Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.
Hal. 205-21.
10. Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak bekerjasama
dengan Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak. Hadinegoro SR, dkk;
penyunting. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2016.
11.

45

Anda mungkin juga menyukai