Anda di halaman 1dari 48

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi Pasien


Nama : An. BI
Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gelam Mariana Kec. Mariana Kab. Banyuasin
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
No. Med Rek : 0000913165
MRS : 02 Mei 2017

1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan
mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal
infeksi

b. Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh gusi berdarah ketika gosok gigi


dan nyeri gigi ketika gigi goyang.

c. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang dengan diagnosis Acute Limfoblastic Leukemia (ALL) sejak
tanggal 02 Mei 2017 yang diindikasikan untuk dilakukan kemoterapi,
sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan mulut untuk melihat
ada tidaknya fokal infeksi. Pasien merasakan gusi berdarah ketika gosok
gigi dan nyeri gigi ketika gigi goyang Pasien selama ini tidak pernah
memeriksaan gigi ke dokter gigi.

a. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


1
Penyakit atau Kelainan Sistemik Ad Disangkal
a
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsi

b. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


- Penderita tidak pernah melakukan tambal gigi.
- Penderita tidak pernah mencabut gigi susu di dokter gigi.
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat gusi berdarah (+)
- Riwayat bintik perdarahan pada bibir atas dan bawah (-)

c. Riwayat Kebiasaan Buruk


- Kebiasaan meggosok gigi: tidak teratur dan kadang sama sekali
tidak gosok gigi.
- Riwayat perawatan/kontrol gigi tidak pernah.
- Riwayat kebiasaan memakan permen.

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Umum Pasien
1. Rujukan : dari bagian Anak RSMH
2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis
3. Berat Badan : 22 kg
4. Tinggi Badan : 114 cm
5. BMI : 17% underweight

Vital Sign
a) Tekanan Darah : 90/60 mmHg
b) Nadi : 90x/menit
c) RR : 22x/menit

2
d) T : 36,5C
e) Pupil mata : miosis, 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+

b. Pemeriksaan Ekstra Oral


- Wajah : simetris kanan = kiri
- Bibir : dalam batas normal
- KGB : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
- TMJ : tidak ada kelainan

c. Pemeriksaan Intra Oral


- Debris : ada, di semua regio
- Plak : ada, di semua regio
- Kalkulus : ada, di semua regio
- Perdarahan Papilla Interdental : tidak ada
- Gingiva : pembesaran
- Mukosa : tidak ada kelainan
- Palatum : tidak ada kelainan
- Lidah : tidak ada kelainan
- Dasar Mulut : tidak ada kelainan
- Hubungan Rahang : ortognatia
- Kelainan Gigi Geligi : lihat status lokalis

d. Status Lokalis

Gigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Diagnosis/ ICD Terapi


Pro
54 Radix Td Td - - Gangren Radix
extraksi
Pro
85 Radix Td Td - - Gangren Radix
extraksi
Td: Tidak dilakukan

1.4 Lampiran

3
4
e. Odontogram

f. Temuan Masalah
a. Gangren radix 54 dan 85
b. Hiperplasia Gingivitis

5
c. Debris, stain, plak, calculus ++

g. Perencanaan Terapi
a. Gangren radix 54 dan 85 Pro Extraksi
b. Pro scalling
c. Dental Health Education

h. Lampiran Hasil Laboratorium


Tabel 1. Hasil Laboratorium (28/4/2017)
Pemeriksaan Hasil Rujukan normal Kesan
Hematologi
Hemoglobin 9,5 g/dL 11,3-14,1 g/dL Menurun
Eritrosit 3,28 /mm3 4,40-4,48 x106/mm3 Menurun
Leukosit 7,8 /mm3 4,5-13,5/mm3x 103/mm3 Normal
Hematokrit 29 % 37-41% Menurun
Trombosit 72.000/mm3 150.000-450.000/mm3 Menurun
Hitung jenis Basofil = 0 % Basofil = 0-1%
Leukosit
Eosinofil = 2 % Eosinofil = 2-4%
Neutrofil Neutrofil
Batang = 5% Batang = 3-5%
Segmen = 40 % Segmen = 40-70%
Limfosit = 66 % Limfosit = 30-45%
Monosit = 28 % Monosit = 2-10%
LED 71 mm/jam 1-15 mm/jam Meningkat
SGOT 14 U/L 0-38 U/L Normal
SGPT 7 U/L 0-41 U/L Normal
Albumin 4,4 g/dL 3,8-5,4 g/dL Normal
Ureum 21 mg/dL 16,6-48,5 mg/dL Normal
Kreatinin 0,52 0,40-0,60 mg/dL Normal

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Gigi


2.1.1 Bagian Gigi
Gigi mempunyai beberapa bagian, yaitu:
a. Bagian akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi atau dilindungi oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

7
Gambar 1. Bagian Gigi

2.1.2 Bentuk Gigi Permanen


Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di
tiap rahang terdapat:
a. Empat gigi depan (gigi insisivus). Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang
lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih
besar daripada gigi yang bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat
dan menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar.
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil. Mahkotanya bulat hampir seperti
bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di
sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, bebrapa
mempunyai dua akar.
d. Enam gigi molar. Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam
mulut digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai
mahkota persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga,
empat, atau lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan
gigi molar di rahang bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2. Bentuk Gigi Permanen

8
Gambar 3. Gigi Primer dan Permanen

2.1.3 Permukaan-Permukaan Gigi


Nama-nama yang dipakai untuk menunjukkan permukaan gigi adalah:
1 Permukaan oklusal: permukaan pengunyahan gigi molar dan gigi
pre-molar.
2 Permukaan mesial: permukaan paling dekat garis tengah tubuh.
3 Permukaan lingual: permukaan paling dekat lidah di rahang bawah,
dirahang atas disebut permukaan palatal.
4 Permukaan distal: permukaan paling jauh dari garis tengah.
5 Permukaan bukal: permukaan paling dekat bibir dan pipi.
6 Tepi insisal: gigi-gigi insisivus dan gigi-gigi kaninus mempunyai tepi
potongsebagai pengganti permukaan oklusal.

9
7 Permukaan proksimal: permukaan-permukaan yang berdekatan
letaknya,misalnya: permukaan mesial gigi tertentu dapat menyentuh
permukaan distalgigi sampingnya. Kedua permukaan itu disebut
permukaan proksimal.

Gambar 4. Permukaan-Permukaan Gigi

2.1.4 Jaringan Gigi


Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu:
1. Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan
satu-satunyakomponen dalam tubuh manusia yang tidak mempunyai
kekuatan reparatif karena itu regenerasi enamel tidak mungkin
terjadi.Struktur enamel gigi merupakan susunan kimia kompleks, sebagian
besar terdiri dari 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan fluor), air 1%
dan bahan organik 2%, yang terletak dalam suatu pola kristalin. Karena
susunan enamel yang demikian maka ion-ion dalam cairan rongga mulut
dapat masuk ke enamel bagian dalam dan hal ini memungkinkan terjadinya
transport ion-ion melalui permukaan dalam enamel ke permukaan luar
sehingga akan terjadi perubahan enamel.

10
2. Dentin
Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi
dengan proporsiprotein yang lebih tinggi (terutama collagen). Dentin adalah
suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma
odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan
hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase limfatik
jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin peka terhadap berbagai macam
rangsangan, misal: panas dan dingin serta kerusakan fisik
termasukkerusakan yang disebabkan oleh bor gigi.
3. Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya
dengantulang.
4. Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang
berisikan urat-uratsyaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai
dentin. Urat-urat syaraf ini mengirimkan rangsangan, seperti panas dan
dingin dari gigi ke otak, di mana hal ini dialami sebagai rasa
sakit.Rangsangan yang membangkitkan reaksi pertahanan adalah
rangsangan dari bakteri (pada karies), rangsangan mekanis (pada trauma,
fraktur gigi, preparasi kavitas, dan keausan gigi), serta bisa juga disebabkan
oleh rangsangan khemis misalnya asam dari makanan, bahan kedokteran
gigi yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada saat
preparasi kavitas/pengeboran gigi.

2.1.5 Persarafan Gigi


Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus kranial ke-
V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah
orofasial, selain saraf trigeminal meliputi saraf kranial lainnya, seperti saraf
kranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.

11
Nervus Maksila
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus
ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris
superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris
superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior
posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi
anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar
serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.

Nervus Mandibula
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah
akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah
merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih
besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap
akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada
mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya didistribusikan ke area
kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus,
distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis,
karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area
mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan
perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula
melalui foramen kecil pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini
berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligamentum periodontal.

12
Cabang-cabang n. Trigeminus yang mensarafi bagian-bagiangingiva adalah :
1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus,kaninus dan
premolar rahang atas.
2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal gigi molar
rahang atas.
3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua gigi rahang
atas kecuali insisivus.
4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal insisivus
rahang atas.
5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah.
6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan kaninus rahang
bawah.
7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang bawah.

13
Gambar 5. Inervasi Gigi

Cabang Maxillaris Mempersarafi :


PALATUM
Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi, Terdiri dari :
Palatum durum (langit keras)
Palatum mole (langit lunak)

PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
Foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior
Foramen palatina major di bagian posterior dan
Foramen palatina minor ke arah posterior
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gigi anterior rahang atasBagian belakang palatum: N. Palatinus
Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gigi premolar dan
molar rahang atas.

14
PALATUM MOLE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi
seluruh palatina mole.

Gambar 6. Cabang Nervus Maksilaris

Persarafan Dentis Dan Gingiva Rahang Atas


a. Permukaan labia dan buccal : N. alveolaris superior posterior, medius dan
anterior
Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi
anterior.
Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi
premolar dan molar I bagian mesial.
Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi
molar I bagian distal, molar II dan molar III.
b. Permukaan palatal : N. palatinus major dan nasopalatinus
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen
incisivum), mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas.

15
Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen
palatina mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar
rahang atas.

CABANG MANDIBULARIS
Persarafan Dentis; Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior,
mempersarafi gigi anterior dan posterior gigi rahang bawah

PERSARAFAN GINGIVA
a. Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen
Mentale

b. Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior
dan posterior rahang bawah

Gambar 7. Nervus Mandibularis

16
2.2 Karies
2.2.1 Definisi Karies
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalahsuatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral
email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya
yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul
destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan
perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam
dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh
tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang
disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan
gigi, dan waktu.

2.2.2 Tanda Karies


Tanda-tanda karies gigi merupakan suatu keretakan pada email atau kavitas
pada gigi, dentin di dalam kavitas lebih lunak dari pada dentin di sekelilingnya,
dan merupakan suatu daerah pada email yang mempunyai warna yang berbeda
dengan email sekelilingnya. Karies yang berkembang cepat biasanya berwarna
agak terang, sedangkan karies yang berkembang lambat biasanya berwarna agak
gelap. Akan tetapi pit (lekukan pada email gigi) dan fisura (bentuk lekukan email
gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang berwarna tua, bukan karena
karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan

2.2.3 Klasifikasi Karies Gigi


2.2.3.1 Berdasarkan ICDAS
Kriteria lesi karies D1-D6 berdasarkan International Caries Detection and
Assessment System (ICDAS)s International Caries Classification and
Management System (ICCMS), yaitu:

17
a. D1: merupakan suatu lesi dini yang terlihat adanya lesi putih (white spot)
pada permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.
b. D2: merupakan suatu lesi yang terlihat adanya lesi putih (white spot) pada
permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan basah.
c. D3: lesi minimal pada permukaan email gigi (karies email).
d. D4: lesi email lebih dalam dengan tampaknya bayangan gelap dentin atau lesi
sudah menyerang bagian dentino enamel junction (DEJ)/karies dentin
terbatas.
e. D5: lesi telah menyerang dentin/karies dentin luas.
f. D6: lesi sudah menyerang pulpa/karies pulpa.

Gambar 8. Klasifikasi Lesi Karies menurut ICDAS

18
Gambar 9. Lesi Karies D1-D6

Gambar 10. Klasifikasi Karies D1-D6

2.2.3.2 Berdasarkan Stadium Karies


1. Karies Superfisialis
Karies yang baru mengenai email, belum mengenai dentin.

19
Gambar 11. Karies Superfisial
2. Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Gambar 12. Karies Media

3. Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.

20
Gambar 13. Karies Profunda

2.2.4 Etiologi Karies


Etiologi karies terdiri atas multifaktorial. Ada empat faktor utama yang
memegang peranan dalam proses terjadinya karies, yaitu faktor host, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet, dan waktu sebagai empat lingkaran yang
tumpang tindih.Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus
saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang
kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu yang lama.

2.2.4.1 Faktor Host (Tuan Rumah)


Ada beberapa hal yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel (email), faktor
kimia dan kristalografis, saliva. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies
adalah pit dan fisure pada permukaan oklusal dan premolar. Permukaan gigi yang
kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamelmengandung mineral maka kristal enamel
semakin padat dan enamel akan semakin resisten.

21
Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini
dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada
mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila
dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi
gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam
kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8
tahun.
Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak
sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH.

2.2.4.2 Faktor Agen (Mikroorganisme)


Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi mikroorganisme dalam plak
berbeda-beda, pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis
yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans,Streptococcus sanguis,
Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus, serta beberapa strain lainnya, selain
itu dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa beberapa spesies Actinomyces.
Plak bakteri ini dapat setebal beratus-ratus bakteri sehingga tampak sebagai
lapisan putih. Secara histometris plak terdiri dari 70% sel-sel bakteri dan 30%
materi interseluler yang pada pokoknya berasal dari bakteri.

2.2.4.3 Pengaruh Substrat atau Diet


Faktor subtrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyababkan timbulnya karies. Dibutuhkan

22
waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi
untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email.
Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri
dan sintesa polisakarida ekstra sel. Orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada orang
dengan diet banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali
tidak memliki karies gigi. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan ekstraseluler
matriks (dekstran) yang dihasilkan karbohidrat dari pemecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Glukosa ini dengan bantuan Streptococcus mutans
membentuk dekstran yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada
enamel gigi. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik
(makanan yang dapat memicu timbulnya kerusakan/karies gigi atau makanan yang
kaya akan gula). Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka
sukrosa merupakan penyebab karies yang utama.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak
dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email.
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH
normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasiemail.

2.2.4.4 Faktor Waktu


Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Adanya kemampuan saliva
untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies,
menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas perusakan dan perbaikan
yang silih berganti.
Adanya saliva di dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan
atau tahun. Lamanya waktu yangdibutuhkan karies untuk berkembang menjadi

23
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48bulan. Dengan demikian
sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.

2.2.4.5 Kebiasaan Makan


Pada zaman modern ini, banyak kita jumpai jenis-jenis makanan yang
bersifat manis, lunak dan mudah melekat misalnya permen, coklat, bolu, biscuit
dan lain-lain. Di mana biasanya makanan ini sangat disukai oleh anak-anak.
Makanan ini karena sifatnya yang lunak maka tidak perlu pengunyahan sehingga
gampang melekat pada gigi dan bila tidak segera dibersihkan maka akan terjadi
proses kimia bersama dengan bakteri dan air ludah yang dapat merusak email gigi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pada dasarnya adalah:
a. Faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar manusia) seperti lingkungan
alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya serta lingkungan ekonomi.
b. Faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia), seperti: asosiasi
emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit serta
penilaian yang lebih terhadap mutu makanan juga merupakan faktor
intrinsik.
Penelitian Nizel (1981) pada anak umur 6 tahun di Inggris yang dikutip oleh
Kosasih (2007) menguraikan bahwa makanan yang berbentuk lunak dan lengket
dapat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit karies gigi. Beliau juga
menguraikan tentang adanya hubungan antara zat gizi seperti vitamin dan mineral,
protein hewani dan nabati, serta karbohidrat yang terkandung dalam makanan
sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penyakit karies gigi. Hal ini yang
perlu mendapat perhatian tidak hanya nutrisi saja, tetapi cara mengonsumsi jenis
makanan dan waktu pemberian, karena semua ini akan mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut.
Sukrosa adalah salah satu jenis karbohidrat yang terkandung dalam
makanan lainnya yang merupakan substrat untuk pertumbuhan bakteri yang pada
akhirnya akan meningkatkan proses terjadinya karies gigi.
Selain faktor langsung (etiologi), juga terdapat faktor-faktor tidak langsung
yang disebutsebagai faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisis dan

24
faktor penghambat terjadinya karies yaitu umur, jenis kelamin, sosial ekonomi,
penggunaan fluor, jumlah bakteri, dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan mulut khususnya
karies tidak terlepas dari kebiasaan merokok/penggunaan tembakau, konsumsi
alkohol, kebersihan rongga mulut yang tidak baikdan diet makanan.

2.2.5 Proses Terbentuknya Karies


Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada
waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH
mulut menjadi kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut
menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah
dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Lesi email awal di dapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah sehingga
tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah untuk
menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam
berpenetrasi dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan
demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya
remineralisasi di permukaan yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion
Ca2+ dan HPO 42+, dan juga saliva.
Yang termasuk karakteristik klinis lesi email awal adalah kehilangan
translusensi normal dari email yang memberikan penampakan putih kapur,
terlebih lagi pada saat dehidrasi, selain itu juga terdapat lapisan permukaan yang
rentan rusak pada saat probing, khusunya pada pit dan fissura. Termasuk pula
didalamnya, adanya peningkatan porusitas, khususnya pada subpermukaan
sehingga terdapat peningkatan potensial terjadinya noda dan adanya penurunan
densitas pada bagian sub permukaan, yang dapat di deteksi dengan radiograf atau
dengan transluminasi. Ukuran lesi sub permukaan dapat berkembang sehingga
dentin dibawahnya terlibat dan terdemineralisasi lalu kemudian lesi
interproksimal dapat terdeteksi oleh radiograf. Walau begitu, selagi permukaan
gigi menyatu, lesi masih dapat dikatakan reversible.

25
Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha
mengembalikan densitas email, tetapi pada realitanya hanya terdapat sebagian
perbaikan pada densitas permukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian
pada lesi awal menjadikan email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi
asam daripada email normal dan secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih bauk bagi
pasien untuk tetap menjada oral hygiene daripada langsung memperbaiki gigi dan
mengabaikan usaha remineralisasi. Jika ketidakseimbangan remineralisasi atau
demineralisasi berlanjut, maka permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya
pelarutan apatit atau fraktur kristal yang lemah, sehingga menghasilkan kavitas.
Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi semakin
sulit dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa
akan menghasilkan respon segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar.
Akan terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungan tubuli dentin
sehingga menghasilkan lapisan translusen.
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf
dan dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat
preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa
yang membuktikan pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan yang sama dalam proses penyembuhan. Sekali demineralisasi
berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi permanen didalam kavitas,
mereka akan menerobos ke dalam dentin yang lebih dalam dengan sendirinya.
Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi bakteri juga akan
memproduksi asam untuk melarutkan hidroksapatit pada dentin yang lebih dalam.
Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur akan
berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk
bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna
akan lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.
Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi
abses. Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar
periapikal sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan inter-

26
radikular, terutama terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah
menyebar ke jaringan lunak didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival
berupa eksudat, yang akan pecah dan meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis
yang terjadi pada gigi susu pada saat pembentukan aktif dari mahkota gigi
permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau hipokalsifikasi email. Hal ini sering
dijumpai pada gigi premolar.

Kesimpulan Tahapan Proses Karies


1. Small Pit
Mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
2. Bluish White Area
Dentin lebih lunak email sehingga mikroorganisme akan menyerang dentino
enamel junction yang akan menimbulkan warna keputihan pada email.
3. Open Cavity
Jika penyerangan mikroorganisme terus berlanjut, maka akan terlihat kavitas
besar warna coklat muda.
4. Pulpitis
Pulpa mulai diserang sehingga menimbulakan infeksi.
5. Apical abscess
Pulpa sudah mati dan pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.

Gambar 14. Tahapan Karies Gigi hingga menjadi Periodontitis

27
2.2.6 Pencegahan
2.2.6.1 Pencegahan Primer
Hal ini ditandai dengan:
a. Upaya meningkatkan kesehatan (health promotion)
Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan
plak yang efektif atau cara menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung
fluor dan menggunakan benang gigi (dental floss).
b. Memberikan perlindungan khusus (spesific protection)
Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari serangan
penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme.
Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya perlindungan khusus untuk
mencegah karies.

2.2.6.2 Pencegahan Sekunder


Yaitu untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang
atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat. Sebagai contoh melakukan penambalan pada gigi dengan lesi karies yang
kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas.
a. Diagnosa Dini
Penegakan diagnosis lesi karies secara dini makin menjadi hal yang sangat
penting sejak disadari bahwa karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja
melainkan proses destruksi dan reparasi yang silih berganti. Penegakan diagnosis
karies gigi memerlukan pencahayaan yang baik dan obyek (gigi) yang kering dan
bersih. Jika terdapat banyak kalkulus atau plak, maka semuanya harus dibersihkan
terlebih dahulu sebelum mencoba menegakkan diagnosis dengan tepat. Setelah
gigi sudah kering maka tiap kuadran gigi diisolasi dengan gulungan kapas agar
pembasahan olehsaliva dapat dicegah. Gigi harus betul-betul kering dan
pengeringannya biasanya dengan udara yang disemprotkan perlahan-lahan.
Untuk menentukan tanda awal karies diperlukan penglihatan tajam.
Biasanya pemeriksaan tanda awal karies diperlukan sonde yang tajam sampai
terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini jangan dilakukan pada lesi karies yang

28
masih baru mulai karena sonde tajam akan merusak lesi karies yang masih baru
mulai dan sonde akan membawa bakteri ke dalam karies sehingga penyebaran
karies akan semakin cepat.
b. Tindakan
- Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut
hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan
melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak
dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri
penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi
ulang. Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau
di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk
gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak
amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih
mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih
mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi
belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan
dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk
melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang
cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan
untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.

29
- Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan
sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah
rusak tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, di mana
biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang
mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien
tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.

2.2.6.3 Pencegahan Tersier


Adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit
yang dilakukanuntuk mencegah kehilangan fungsi, yang meliputi:
a. Pembatasan Cacat (Disability Limitation), merupakan tindakan pengobatan
yang parah, misalnya pulp capping, pengobatan urat syaraf (perawatan saluran
akar), pencabutan gigi dan sebagainya.
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau pengembalian
fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan
(protesa).

2.3 Mekanisme Fokal Infeksi


Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung
melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen),
transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan
penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau
teraspirasinya materi infektif.

2.3.1 Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)


Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya
merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke
dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal

30
dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala
atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap
infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis
internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan.
Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat
menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi
tertentu.

2.3.2 Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)


Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis
pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi
anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Sumber Infeksi pada KGB
Sumber infeksi KGB regional
Gingiva bawah Submaksila
Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal
profunda
Jaringan submukosa bibir atas Submaksila
dan bawah
Gingiva dan palatum atas Servikal profunda
Pipi bagian anterior Parotis
Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

31
Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi
penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau
leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya
.
2.3.3 Perluasan langsung infeksi dalam jaringan
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
a. Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering
pada rahang bawah. DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara
sinus maksila dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan
mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.
b. Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan
lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini
membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses
infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di
rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila
pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau
peritonsilar.
c. Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya
yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf,
serta karena adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat
longgar, sehingga infeksi dapat menurun.Di bawah ini adalah beberapa
fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi dari Burman:
a) Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
b) Regio submandibula
c) Ruang (space) sublingual
d) Ruang submaksila

32
e) Ruang parafaringeal

2.3.4 Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan


Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi
produk septik dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia.
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas
atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan
diabetes mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang
jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Juga telah ditunjukkan
bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal
danflap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain
dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic
load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit
TB tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi
melalui limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer.
Tertelannya material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus,
seperti konstipasi dan ulserasi.
Penyakit Periodontal; Penyakit yang disebabkan oleh Fokal Infeksi
Secara nyata penyakit periodontal merupakan predisposisi dari penyakit
kardiovaskuler, dengan terdapatnya jumlah besar dari spesies bakteri gram (-),
peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan fibrinogen perifer dan jumlah sel
darah putih.
Terdapat beberapa mekanisme dimana penyakit periodontal dapat memicu
terjadinya penyakit kardiovaskular baik efek secara langsung atau tidak langsung
dari bakteri oral. Pertama, bakteri oral seperti Streptococcussanguis dan
Porphyromonas gingivalis menginduksi agregasi platelet, yang akan menjadi
pembentukan thrombus. Hal tersebut di mungkinkan, karena terdapat antibodi
reaktif organisme periodontal di otot jantung dan memicu aktivasi komplemen
serta sel T yang sensitif.

33
Faktor kedua pada proses ini selain factor agregasi yang menunjukan respon
dari host yaitu peningkatan mediator pro inflamasi seperti PGE 2, TNF- , dan IL-1
. Mediator yang terkait berbeda antarindividual dalam hal sel T repertoire dan
kapasitas sekresi sel monosit.pada orang tersebut lebih banyak mensekresi
mediator inflamsi lebih banyak dari orang normal.
Mekanisme ketiga yaitu hubungan antara bakeri, produk inflamasi
periodontitis dan penyakit kardiovaskular, Lipopolisakarida (LPS) yang berasal
dari organisme masuk kedalam serum yang mengakibatkan bakteriemia dengan
efek secara langsung pada sel endotel yang mengakibatkan atherosclerosis. LPS
juga dapat mengurangi pemasukan sel2 inflamasi ke pembuluh darah, dan
memicu proliferasi otot polos vascular, degenerasi lipid vascular, koagulasi
intravaskular, dan gangguan fungsi platelet.
Akhirnya, infeksi oral tidak hanya dapat mengakibatkan kehilangan gigi,
tetapi dapat juga mengakibatkan pennyakit kardiovaskular yang didukung oleh
factor resiko lainnya seperti genetic dan lingkungan.

2.4 Manifestasi Oral pada Pasien Acute Lymphocytic Leukemia (Greenberg,


2003)
Banyak terdapat tanda dan gejala oral, maka dokter gigi mungkin menjadi
klinisi pertama yang menemukan tanda-tanda penyakit ini.Tanda kepala dan leher
dihasilkan dari infiltrasi leukemia atau kegagalan sumsum. Hal tersebut termasuk
limfadenopati servikal, perdarahan oral, infiltrasi gingival, infeksi oral, dan ulser
oral.
Lesi pada mukosa oral merupakan tanda awal dari penyakit sistemik yang
belum terdiagnosa. Ini berarti mukosa oral mempunyai fungsi yang penting
dalam mendeteksi penyakit sistemik karena mukosa oral juga berpetan sebagai
barometer dan adanya penyakit sistcmik, misalnya kelainan darah leukemia.
Mukosa oral mempunyai sifat khusus dibandingkan jaringan tubuh lainnya, ini
disebabkan karena: (1) mukosa oral mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga
mudah terpengaruh oleh keadaan organ yang jauh letaknya, (2) mukosa oral

34
sering mcngalami epitelisasi dalam waktu yang singkat, (3) mukosa oral mudah
mcngalami trauma.
Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi
oral.Manifestasi oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut
pada tahap awal perkembangan penyakit. Prevalensi dan distribusi dari
komplikasi inisial leukemia di rongga mulut pada pasien AML sama dengan
pasien ALL.
Manifestasi oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien.Keluhan
oral ini mendorong pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi.Hou dkk dan
Dean dkk" melaporkan bahwa penemuan lesi oral sebagai gambaran klinis
leukemia akut oleh dokter gigi sangat berguna sebagai indikator untuk mendeteksi
dini leukemia.Menurut Yanif dan Marom, tanda dan gejala oral leukemia sering
bervariasi. Meskipun demikian, terdapat tanda dan gejala oral yang paling sering
ditemukan, diantaranya:
1. Perdarahan oral
Menurut Bressman dkk, tanda oral leukemia yang paling sering terjadi
pada masa posdiagnostik adalah perdarahan oral dan pteki. Perdarahan oral
merupakan manifestasi oral leukemia yang paling sering menimbulkan keluhan
bagi pasien. Perdarahan oral lebih sering ditcmukan pada pasien leukemia akut
dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya terjadi pada
bibir, lidah dan gingiva.
Perdarahan oral sering dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya,
namun manifestasi oral ini dapat merefleksikan kemungkinan timbulnya
perdarahan di tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran pencernaan yang
berakibat fatal, yang mana perdarahan merupakan faktor utama penyebab
kematian pasien leukemia selain infeksi.
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum dari
penyakit dan hasil kemoterapinya adalah kepucatan pada mukosa, petechiae, dan
ecchymoses, dan perdarahan gingiva. Perdarahan hebat pada gingival dapat
ditangani dengan terapi lokal, mengurangi kebutuhan transfusi platelet. Resiko
dari transfusi platelet termasuk hepatitis, infeksi HIV, reaksi transfusi, dan formasi

35
dari antibodi antiplatelet, yang mana mengurangi kegunaan dari transfusi platelet
selama episode hemoragik berikutnya. Hemoragik oral dapat diakibatkan oleh
DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia.
Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangat menekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan
leukopenia. Trombositopenia yang sering ditemukan pada pasien yang
menjalankan kemoterapi timbul akibat pengaruh obat-obatan yang menghambat
produksi megakariosit.
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcngan
melihat perubahan pada mukosa oral yang mengalami pteki dan ekimosis.
Perdarahan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dan 75.000/mm2.
Banyaknya perdarahan tergantung pada keparahan trombositopenia dan
keberadaan iritan lokal. Karakteristik perdarahan oral pada pasien leukemia
berupa darah yang berwama merah tua, konsistensinya kental, intermiten dan titik
perdarahan multipel. Kadang terjadi perdarahan yang terus-menerus disebabkan
oleh gangguan pada proses pembekuan darah.
Terapi topikal untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada
pengangkatan dari iritan local yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan
absorbable gelatin atau colagen sponge, thrombin topical. Dapat juga
menggunakan obat kumur antifibrinolitik seperti asam tranexaminic atau asam -
aminocaproic. Jika terapi localini tidak berhasil dalam menangani perdarahan
gingiva dan hemoragik, transfuse platelet sangat diperlukan.

2. Infeksi oral
Infeksi ditandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengan
keparahan neutropenia, aplasia sumsum tulang. Kegagalan migrasi leukosit dan
kemampuan leukosit yang berkurang untuk melawan infeksi. Selain itu, infeksi
juga ditimbulkan akibat pengobatan kemoterapi leukemia akut pada orang
dewasa. Kemoterapi menyebabkan turunnya imunitas tubuh, sehingga infeksi
mudah terjadi.

36
Kemoterapi menimbulkan komplikasi oral. Komplikasi oral yang paling
sering terjadi adalah infeksi, perdarahan dan mukositis. Perdarahan dan mukositis
oral memudahkan terjadinya infeksi oral dan bakteremia yang dapat berakibat
fatal.
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada
pasien leukemik neutropenik. Kandidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum
terjadi, tapi infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma, aspergillus, atau
phycomycetes dapat pula diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga
positif, spesimen biopsi, aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh
karena kultur tunggal tidak dapat diandalkan utuk organism ini. Diagnosis untuk
infeksi dental, terutama infeksi periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien
neutropik leukemik karena tidak adanya inflamasi normal.
Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting
karena telah terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat
mengancam jiwa, yaitu bakteri Gram positif dan basil Gram negatif. Merupakan
kewajiban seorang dokter gigi untuk melakukan examinasi dan mengeliminasi
segala yang dapat berpotensi menjadi penyebab infeksi akut atau sebelum
dilakukan kemoterapi, walaupun mungkin transfusi platelet dengan kombinasi
antibiotik secara intravena diperlukan sebelum dilakukan perawatan pada gigi.

3. Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat
kemoterapi pada sel mukosa oral. Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer
sekunder karena kemoterapi muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal dilakukan.
Ulsernya besar, iregular dan bau busuk serta dikelilingi oleh mukosa yang pucat
yang disebabkan karena anemia dan kurangnya respon inflamatori. Ulser oral
yang paling sering pada pasien leukemia yang melakukan kemoterapi adalah
infeksi HSV rekuren. Infeksi ini melibatkan mukosa intraoral dan bibir.
Lesinya dimulai dengan cluster klasik dari vesikel HSV rekuren dan
menyebar dengan cepat, menyebabkan ulser yang luas yang biasanya dikelilingi

37
mukosa yang pucat akibat anemia. Lesi memiliki respon yang baik pada acyclovir
parenteral yang didistribusikan melalui intravena ataupun melalui mulut.
Manajemen perawatan dari ulser oral pada pasien leukemia harus mencegah
penyebaran dari infeksi lokal, meminimalisir bakteri, mengusahakan
penyembuhan dan mengurangi rasa sakit. Ulser yang ada pada pasien leukemia
yang dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada
infeksi oral, misalnya gram negatif Enteric bacilli.
Terapi antibakteri topikal dapat dicoba dengan solusi providine-iodine,
ointment bacitracin-neomycin atau bilasan chlorhexidine. Kaolin dan pectin dapat
digunakan dengan obat kumur diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit.

4. Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada
pasien leukemia akut maupun kronik. Limfadenopati servikal disebabkan oleh
infiltrasi sel-sel leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada
satu sisi. Kelenjar yang membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi
pada leukemia akut, sedangkan pada leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas
tegas, keras dan tidak nyeri pada saat dipalpasi.

5. Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akut
khususnya AML daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva
disebabkan karena infiltrasi sel-sel leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat
hiperplasia reaktif. Faktor yang mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva
adalah adanya respon yang berlebihan terhadap iritan lokal yang disebabkan
berkurangnya kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi gingiva karena
bentuknya yang tidak matang. Iritan lokal tersebut merupakan stimulus inflamasi
yang dapat berasal dari akumulasi plak dan bekuan darah yang sering ditemukan
pada pasien dengan kecenderungan perdarahan oral yang menyebabkan
kebersihan rongga mulut menjadi buruk.

38
Hiperplasia gingiva juga terjadi pada pasien leukemia yang kebersihan
rongga mulutnya baik. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kondisi lokal yang
merugikan bukanlah faktor utama yang mendorong infiltrasi sel-sel leukemik ke
jaringan lunak.
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi leukemia.
Dilaporkan, terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia promyelositik akut
(M3) yang awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada masa
perkembangan penyakitnya. Namun setelah menjalankan kemoterapi dengan
penggunaan obat asam transretinoik, mengalami hiperpalsia gingival.
Gambaran klinis hiperplasia gingiva akibat leukemia dapat terlihat berupa
pembengkakan yang difus pada papila interdental, margin gingiva dan gingiva
cekat. Pada papila interdental terlihat seperti masa yang menyerupai tumor. Pada
pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai menutupi korona gigi.
Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak memiliki
stippling sehingga permukaannya menjadi licin dan berkilat. Konsistensinya tidak
terlalu lunak tetapi mudah terjadi perdarahan spontan akibat iritasi yang ringan,
kadang disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada
daerah interdental.
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit
yang belum matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah
matang. Jaringan epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi
sel-sel leukemik, lamina propria dipenuhi oleh sel-sel leukemik yang meluas dari
lapisan sel basal epitel ke dalam gingiva. Pembuluh darah setempat tertekan oleh
infiltrat yang menyebabkan jaringan gingiva mengalami edema dan degenerasi.
Pada hiperplasia gingiva yang disertai inflamasi nekrosis akut, permukaan gingiva
dilapisi oleh jaringan fibrin pseudomembran, sel-sel epitel yang nekrosis,
polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri.

6. Variasi lain dari manifestasi oral leukemia


Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah
kebersihan rongga mulut yang buruk akibat xerostomia. Xerostomia dapat timbul

39
akibat kemoterapi, radioterapi atau efek psikologi pasien yang mengalami
kecemasan saat menjalankan kemoterapi. Selain itu, dapatjuga dijumpai sakit
tenggorokan laringofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue,
sialorhoe, halitosis, benigna migratory glossitis, median romboid glossitis,
pemfigus, nyeri gusi, dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama
setelah ekstraksi gigi.
Manifestasi oral neurologis dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik
ke nervus V dan VII.Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada
pasien leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai
untuk pengobatan leukemia akut, khususnya ALL.Manifestasi neurologi oral yang
dapat terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan,
kesukaran memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia
akut (akibat peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau
infiltrasi sel-sel ganas yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar
saraf tepi)

2.4.1 Hubungan Manifestasi Gangguan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan


Acute Lymphocytic Leukemia (Zimmermann et al, 2012)
Leukemia merupakan penyakit malignan pada darah, dimana terjadi
proliferasi tidak terkontrol dari sel-sel darah imatur yang berasal dari mutasi stem
sel hematopoetik. Sel-sel imatur ini berkompetisi dengan sel-sel normal untuk
ruang di sumsum tulang menyebabkan gagal dan kematian sumsum tulang. Secara
umum, klasifikasi leukemia terbagi atas 4, yaitu (1) acute lymphocytic, (2) acute
myeloid, (3) chronic lymphocytic, (4) chronic myeloid. Klasifikasi tersebut
didasarkan secara histologi dan kesamaan antara sel-sel leukemia dan sel-sel
normal (myeloid vs lymphoid) dan perjalanan klinis penyakit (akut vs kronik).
Bentuk akut leukemia merupakan hasil dari akumulasi sel-sel imatur dan
fungsinya berkurang pada sumsum tulang belakang yang terjadi progresif, dengan
cepat fatal pada pasien-pasien yang tidak diterapi. Leukemia kronik ditandai
dengan permulaan yang lambat dengan proliferasi sel-sel lebih matur dan
berdiferensiasi yang tidak terkontrol.

40
Setiap pasien leukemia yang menjalani terapi antineoplasma seperti
kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi dan transplantasi sumsum tulang
sebaiknya juga dilakukan tatalaksana pada giginya karena banyak manifestasi oral
yang terjadi pada pasien-pasien, dapat berasal dari leukemia dan/atau pengobatan.
Dalam melaksanakan prosedur gigi pada tahap pengobatan kemoterapi yang
berbeda (sebelum, selama, atau setelah) harus mengikuti protokol tertentu dalam
hubungannya terhadap indeks hematologi pasien, dengan tujuan untuk
mempertahankan kesehatan dan berkontribusi dalam keberhasilan terapi
antineoplasma.
Komplikasi oral dapat mempengaruhi protokol kemoterapi, bisa saja
mempermudah dalam mengurangi dosis yang diberikan, perubahan protokol
pengobatan, atau bahkan tidak melanjutkan terapi antineoplasma, secara
Kemungkinan untuk melakukan prosedur gigi tertentu pada pasien-pasien
leukemia tergantung pada keadaan keseluruhan kesehatan pasien, stadium
penyakit, dan/atau terapi antineoplasma.
Pasien leukemia diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu risiko tinggi,
moderate, dan rendah untuk terapi gigi, tergantung tipe leukemia (akut atau
kronik) dan kemoterapi. Pasien risiko tinggi yaitu pasien dengan leukemia aktif,
yang mempunyai jumlah sel-sel neoplasma yang banyak pada sumsum tulang dan
darah perifer sehingga trombositopenia dan neutropenia. Pasien dengan terapi
antineoplasma yang mengalami supresi sumsum tulang akibat terapi juga
merupakan kelompok risiko tinggi. Pasien risiko moderate merupakan pasien
yang berhasil menyelesaikan fase pertama pengobatan (induksi) dan sedang
menjalani fase maintenance, sehingga tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan
pada sumsum tulang atau darah perifer; akan tetapi terjadi mielosupresi karena
kemoterapi. Pasien dengan kategori risiko rendah, berhasil menyelesaikan terapi
dan tidak ada tanda-tanda keganasan atau mielosupresi.
Kesehatan gigi dan mulut harus dipertahankan sebagai bagian dari
perlindungan kesehatan dasar dari pasien selama terapi antineoplasma sehingga
akan menurunkan risiko infeksi sitemik dari fokal infeksi oral. Peran dokter gigi
diperlukan pada tiga tahap, yaitu:

41
1. Evaluasi terapi pre-antineoplasma dan persiapan pasien untuk terapi
antineoplasma.
Evaluasi terapi pre-antineoplasma dan persiapan pasien untuk terapi
antineoplasma. Pemeriksaan gigi, jika memungkinkan, seharusnya terjadi
secepat mungkin setelah diagnosis dan sebelum awal kemoterapi sehingga
memungkinkan untuk menghilangkan sumber infeksi dari gigi, karena
neutropenia yang terjadi selama kemoterapi predisposisi pasien pada
penyebaran infeksi. Objektivitas dari evaluasi pengobatan gigi pre-
antineoplasma, yaitu:
- Identifikasi dan eliminasi sumber-sumber infeksi yang ada atau
potensial, dengan atau tanpa promosi komplikasi atau menunda terapi
kanker;
- edukasi pasien tentang pentingnya mempertahankan kesehatan gigi
untuk mengurangi masalah dan ketidaknyamanan gigi sebelum, selama,
setelah pengobatan kanker;
- mengingatkan efek yang mungkin dari terapi antineoplasma pada
kavitas oral, seperti mukositis;
- identifikasi masalah spesifik dari diagnosis leukemia, seperti infiltrat
leukemia pada jaringan oral.
Pencegahan trauma dan infeksi oral merupakan fokus pengobatan gigi
pada pasien-pasien leukemia dan perlindungan kesehatan gigi (menggosok
gigi, menggunakan fluoride, dan diet nonkariogenik). Menggosok gigi
menurunkan risiko peningkatan infeksi akibat interupsi higienitas rutin oral
dan menurunkan kejadian perdarahan dan menurunkan risiko infeksi lokal
dan sistemik.
2. Guidelines dan perlindungan kesehtatan gigi selama pengobatan
Pasien-pasien yang menjalani kemoterapi akan menjadi imunosupresi
dan oleh karena itu akan menjadi rentan terhadap infeksi sistemik dan
tergolong pada pasien-pasien risiko tinggi karena kemungkinan untuk
mengembangkan infeksi dan perluasan dan keparahan dari infeksi. Objektif
perlindungan gigi selama kemoterapi, yaitu:
- Mempertahankan optimalisasi kesehatan gigi;
- terapi efek-efek samping dari terapi antineoplasma;
- menyuluhkan kepentingan kesehatan gigi dalam mengurangi
masalah/ketidaknyamanan yang berasal dari kemoterapi.

42
Komplikasi oral dari kemoterapi, yaitu mukositis, perdarahan,
meningkatnya risiko karies, infeksi (bakteri, virus, atau jamur), abses
gingiva, rekuren stomatitis herpes, kandidiasis, disfungsi kelenjar saliva,
xerostomia, disgeunia, dan nyeri.
3. Perlindungan post-pengobatan.
Pada fase pengobatan post-antineoplasma, pasien-pasien dianggap
telah sembuh leukemia dan tidak mempunyai manifestasi oral karena
penyakit atau kemoterapi, dengan pengecualian pada pasien-pasien dengan
sekuele radioterapi atau anak-anak yang menerima kemoterapi pada tahap
pembentukan gigi, akan ditandai dengan daerah hipoplasia pada enamel gigi
(gangguan mineralisasi) dan perubahan pada perkembangan akar gigi.

2.5 Gangren Radix


2.5.1 Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi
yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri.

2.5.2 Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang
tidak sempurna.

2.5.3 Patogenesis
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang
mengubah karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam
yang mengakibatkan demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat
dilakukan oleh air liur, namun jika terjadi ketidakseimbangan antara
demineralisasi dan remineralisasi, maka akan terbentuk karies (lubang) pada gigi.
Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada tahap ini, jika
tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi
pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa,

43
meninggalkan jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa
akar gigi.
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda
keras saat terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang
patah menyisakan akar gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi
yang telah mati.
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi
yang bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang
kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat muncul
keluar gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh,
atau dapat berkembang menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap sisa akar gigi
juga berpotensi untuk mencetuskan infeksi pada akar gigi dan jaringan penyangga
gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan sampai hebat, terjadi
pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar membuka mulut
(trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah makan. Pembengkakan
yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit, menyebabkan selulitis atau
flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras bagaikan kayu, lidah terangkat ke
atas dan rasa sakit yang menghebat. Perluasan infeksi ini sangat berbahaya,
bahkan penanganan yang terlambat dapat merenggut jiwa, seperti pada angina
Ludwig.
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat
mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah.
Teori ini dikenal dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan
pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang
berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit,
mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi

44
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan yang sempurna. Gangguan pengunyahan menjadi alasan
masyararakat untuk membuat gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang banyak
yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu
infeksi lebih berat.

2.5.4 Tatalaksana
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat
mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah.
Teori ini dikenal dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan
pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang
berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit,
mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan yang sempurna. Gangguan pengunyahan menjadi alasan
masyararakat untuk membuat gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang banyak
yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu
infeksi lebih berat.

45
BAB III
ANALISIS MASALAH

An. BI, 8 tahun, laki-laki, dirawat di bagian Anak RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang dengan diagnosis Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) sejak
tanggal 2 Mei 2017 yang diindikasikan untuk dilakukan kemoterapi, sehingga
dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan mulut untuk melihat ada tidaknya
fokal infeksi. Pasien mengeluh gusi berdarah ketika gosok gigi dan nyeri gigi
ketika gigi goyang. Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke dokter
gigi.
Riwayat tambal gigi (-) menandakan pasien tidak pernah melakukan
perawatan gigi. Riwayat trauma (-) menandakan bukan etiologi dari gangren
radix. Riwayat gusi berdarah (+) merupakan manifestasi dari keadaan
trombositopenia yang disebabkan oleh proses penyakit leukemia.
Dari riwayat kebiasaan, adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk
berupa menggosok gigi tidak teratur dan kadang sama sekali tidak pernah, pasien
juga tidak pernah melakukan perawatan/kontrol dan adanya kebiasaan memakan
permen. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
karies.
Saat dikonsulkan ke bagian Gigi dan Mulut, keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 90 x/m, pernafasan 22 x/m, suhu 36.50 C dan tekanan darah
90/60 mmHg. Keadaan gizi pasien adalah kurang, hal ini menyebabkan
pertahanan sistem imunitas pasien berkurang sehingga komplikasi kesehatan oral
pada pasien mudah terjadi.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan kalkulus di semua regio dan
hiperplasia gingiva ada akibat infiltrasi sel-sel leukemik dan hubungan rahang
ortognatia. Pembesaran gingiva ini ditandai dengan penampilan yang mengkilap,
bersifat edema dan Boggy. Kalkulus disebabkan oleh plak yang mengeras hal ini

46
mengindikasikan kurangnya perlindungan kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene)
pasien. Hal ini menjadi faktor resiko terjadinya infeksi dan memungkinkan bakteri
melewati jaringan dan masuk ke pembuluh darah yang dapat menimbulkan
terjadinya bakteremia.
Pada status lokalis, ditemukan adanya gangren radix pada 54 dan 85
artinya terdapat sisa akar pada gigi 54 dan 85 yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri. Kemungkinan terjadinya gangren radix pada pasien
ini adalah akibat dari karies yang tidak ditatalaksana lanjut.
Pasien leukemia akut terjadi gangguan produksi maupun maturasi neutrofil
sehingga secara kuantitatif maupun fungsional yang terganggu, serta terapi
intervensi pada pasien leukemia seperti kortikosteroid, kemoterapi, transplantasi
stem sel dan radiasi dapat menyebabkan menurunnya jumlah maupun fungsi
neutrofil sehingga terjadi defisiensi pertahanan tubuh dan
mengakibatkantingginya risiko terkena infeksi bakterial gram negatif dan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi sistemik.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro ekstraksi
gangren radix dan pro scalling pada kalkulus. Selain itu juga dilakukan perawatan
dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien mengenai
oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut. Edukasi juga
dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan seperti menghindari makanan
yang keras, terlalu panas dan yang mengandung banyak gula seperti yang
dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak, pasien juga
diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur serta pentingnya memberitahu
kepada pasien mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

47
Greenberg MS, Glick M. 2003. Burkets oral medicine diagnosis and treatment ed
10th. Ontorio : BC Decker Inc.
Little, J. W., Falace, D. A., Miller, C. S., Rhodus, N. L. Dental management of the
medically compromised patient ed 7th. Canada: Mosby Elsevier; 2008 p.
396-432.
Lauritano D, Petruzzi M, Fumagalli T, Giacomello M, Caccianiga G. 2012. Oral
manifestations in children with acute lymphoblastic leukemia. Milano:
European Journal of Inflammation
Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection.
Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
Mathur VP, Dhillon JK, Kaira G. 2012. Oral health in children with leukemia.
New Delhi: Indian Journal of Palliative Care.
Nita, J. Macam, Jumlah, Waktu Tumbuh, dan Tanggal Gigi. 2013. Disadur dari
http://jnynita.com/2013/03/19/macam-jumlah-waktu-tumbuh-dan-tanggal-
gigi/ (02 Januari 2016).
Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari :
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juni
2009).
Regezi, Sciubba, Jordan. 2003. Oral Pathology and Clinical Pathology
Correlations ed 4th. USA: Elsevier Science.
Song M, Donnell JA, Bekhuis T, Spallek H. 2013. Are dentists interested in the
oral systemic disease connection? A qualitative study of an online
community of 450 practitioners. Pittsburgh : BMC Oral Health
Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
Zimmermann C,InsMeurer M, Grando LJ,Gonzaga Del Moral JA, Silva Rath
IB,Tavares SS. Dental treatments in patients with leukemia. Journal of
Oncology Hindawi Publishing Corporation, 2015.

48

Anda mungkin juga menyukai