Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

Anak dengan Thalassemia dan status gizi baik

PEMBIMBING :
dr. Slamet Widi, Sp.A
dr. Zuhriah Hidayati, Sp.A, Msi Med
dr. Hartono Sp.A
dr. Lilia Dewiyanti Sp.A, Msi Med
Disusun oleh :
Stephanie Wirjomartani ( 406138166 )
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA 2015
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN :

Nama
: An. A
Umur
: 4 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Alamat
: Kebon Agung
Orang Tua
Nama Ayah
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Nama ibu
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
No. CM
Masuk RS
Bangsal
II.

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. A
25 tahun
Karyawan Swasta
SMA
Ny. M
23 tahun
Ibu Rumah Tangga
SMA
330085
8 Juli 2015
Nakula

DATA DASAR :
A. ANAMNESIS

Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 9 Juli 2015 pukul 11.00 WIB


Keluhan Utama
: Pucat
Keluhan Tambahan
: Lemas, nafsu makan menurun,
mimisan

Riwayat Penyakit Sekarang

Satu bulan sebelum pasien ke Poliklinik Anak RSUD Kota

Semarang, pasien tampak pucat, dan mudah lelah apabila


melakukan aktivitas sehari-hari. Kemudian kedua orang tua pasien
memeriksakan

pasien

ke

RSUP

dr.Kariadi,

dan

didiagnosis

menderita thalassemia. Setelah terdiagnosis hingga saat ini, pasien


belum melakukan kontrol kembali.
Satu hari sebelum pasien ke Poliklinik Anak RSUD Kota
Semarang, pasien pucat dan mengalami mimisan keluar darah,
warna merah segar, jumlah kurang lebih 2/3 gelas aqua. Pasien
mimisan saat bermain di depan rumah. Mimisan berhenti setelah
pasien dibawa ke puskesmas terdekat dan dipasang tampon. Dari

puskesmas, pasien dirujuk untuk pergi berobat mengenai kondisinya


ke Poliklinik Anak di RSUD Kota Semarang.
Orang tua pasien juga mengeluhkan pasien sering terlihat
pucat sejak lama. Keluhan pucat paling terlihat di daerah muka,
telapak tangan, dan telapak

kaki. Keluhan ini memburuk setelah

pasien mimisan.
Pasien sudah sering merasa lemas dan tidak nafsu makan
sejak 1 tahun terakhir, tetapi keluhan memburuk sejak 1 tahun yang
lalu, dan makin diperparah mimisan yang baru dialami satu kali.
Riwayat mudah patah tulang bukan akibat benturan atau trauma
lainnya dan tanpa diketahui sebab yang jelas disangkal . Riwayat
adanya perubahan tingkah laku yang aneh disangkal. Riwayat
cacingan seperti terasa gatal didaerah sekitar dubur disangkal.
Riwayat mempunyai kebiasaan main ditanah atau pasir di luar
rumah tanpa menggunakan alas kaki disangkal.
Setelah Masuk Rumah Sakit:
Setelah masuk rumah sakit, pasien didiagnosa mengalami
anemia (Hb : 6,4), dan mendapatkan tranfusi Washed Erythrocytes
dua kali, masing masing 100cc (8/7/2015) dan 100cc (9/7/2015).

Hari pertama perawatan, pasien masih mengeluhkan lemas


(+), pada

hari

ini

pasien mendapatkan

transfusi

yang

pertama, Hr: 98x/menit, TD: 100/60 mmHg, RR: 24x/menit, N:


i/t c, Mata: konjungtiva anemis (+/+), kulit: pucat, akral dingin
(-/-).

Hari kedua perawatan, pasien masih mengeluhkan lemas,


namun lebih baik daripada hari pertama, pada hari ini pasien
mendapatkan transfusi yang kedua, Hr: 88x/menit, TD: 100/60
mmHg, RR: 24x/menit, N: i/t c, Mata: konjungtiva anemis (+/
+), kulit: pucat (-), akral dingin (-/-)

Hari ketiga perawatan, pasien merasa lebih segar, Hr:


92x/menit, TD: 100/60 mmHg, RR: 20x/menit, N: i/t c, Mata:
konjungtiva anemis (-/-), kulit: pucat (-), akral dingin (-/-). Pada
hari ini pasien diperbolehkan pulang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa

: Riwayat mimisan sebelumnya

disangkal
Keluhan lemas dan mudah lelah
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat mondok di RS :
Satu tahun sebelumnya, pasien pernah menderita sakit tifoid,
dan dirawat di rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan darah, pasien
menderita anemia (Hb : 5,0 g/dL) dan menerima transfusi darah.
Riwayat alergi

: disangkal

Pohon Keluarga

Riwayat

Penyakit

Keluarga

Di keluarga tidak ada yang mengalami gejala yang serupa


Nenek pasien memiliki diabetes mellitus
Riwayat pernikahan anggota keluarga yang masih berhubungan
darah disangkal.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

Anak laki-laki pertama dari ibu G1P1A0, hamil 39 minggu, lahir


secara spontan ditolong oleh bidan, anak lahir dan langsung
menangis. APGAR score anak ibu lupa.Berat badan lahir 2500
gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala, dan lingkar kepala

ibu lupa.
Kesan : N. Aterm, lahir spontan

Riwayat Pemeliharaan Prenatal

Ibu secara rutin memeriksakan kandungan ke bidan terdekat.


Pemeriksaan dilakukan secara rutin setiap bulan. Ketika usia
kandungan sudah 8 bulan, ibu memeriksakan kandungannya ke

bidan dengan frekuensi 3 x/bulan sampai lahir.


Selama ibu hamil, ibu mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2 kali
di bidan melalui suntikan. Ibu tidak mengalami sakit apapun saat
kehamilan, namun dirasakan nafsu makan sang ibu menurun
ketika mengandung. Ibu tidak mengkonsumsi jamu, obat-obatan
macam apapun ketika mengandung.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan post natal dilakukan di bidan terdekat


Kesan : Riwayat pemeliharaan postnatal baik

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak

Pertumbuhan
Berat badan lahir : 2500 g, Panjang badan lahir : 49 cm
Berat badan sekarang : 13 kg, panjang badan sekarang : 98 cm

Perkembangan
Senyum
: Ibu lupa
Miring
: Ibu Lupa
Tengkurap : Ibu Lupa
Duduk
: 7 bulan
Gigi Keluar : 8 bulan
Kesan : pertumbuhan anak

Merangkak
: Ibu Lupa
Berdiri
: 11 bulan
Berjalan
: 13 bulan
Berlari
: 15 bulan
Bicara
: ibu lupa
terhambat, namun perkembangan

anak baik

Riwayat Makan dan Minum Anak

Ibu mengaku memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan


diteruskan hingga usia 2 tahun

Mulai usia 6 bulan, anak diberikan bubur dan nasi tim saring
Mulai usia 1 tahun diberikan buah-buahan lunak ( pisang )
Mulai usia 2 tahun, anak diberikan makanan padat seperti nasi
goreng, ikan, daging, ayam, dan sebagainya. Anak kurang suka
makan sayur
Jenis makanan

Frekuensi dan jumlah

Nasi
Sayur
Daging / Ayam
Telur
Ikan ( lele )
Tempe / tahu
Susu
Buah ( pisang, jeruk )

2 3 x sehari @ - 1 piring
1 x sehari @ 1 mangkuk kecil
2 x seminggu, 1 potong
2 x seminggu, 1 butir
3 4 x seminggu, 1 potong
1 x sehari @ 2 potong
1 x sehari @ 1 gelas
tidak teratur

Kesan : kualitas dan kuantitias makanan cukup baik

Riwayat Imunisasi

BCG 1 x, diberikan ketika usia 2 bulan


Hepatitis B 4 x, umur 7 hari, usia 1 bulan, 6 bulan
Polio 4 x, umur 7 hari, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
DPT 3 x, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Campak 1 x, usia 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu tidak mengikuti program KB

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah bekerja sebagai cleaning service dengan penghasilan Rp.
500.000,- per bulan
Ibu bekerja sebagai pegawai packing sarang burung walet dengan
penghasilan Rp. 600.000,Penghasilan keluarga digunakan untuk menanggun 1 anak dan ibu
dari ayah.
Biaya pengobatan ditanggun Jamkesmas
Kesan : Sosial ekonomi kurang

Data Keluarga
Ayah

Ibu
6

Perkawinan ke
Usia
Pendidikan terakhir
Agama
Keadaan Kesehatan

1
43
SMA
Islam
Sehat

1
40
SMA
Islam
Sehat

Data Perumahan
Kepemilikan rumah : Ikut mertua
Keadaan rumah : Dinding rumah tembok, 3 kamar tidur, 1 kamar
mandi, 1 dapur, limbah dibuang ke septic tank dan selokan yang
ada
Keadaan lingkungan : Perumahan yang disertai taman

B. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 9 Juli 2015 di ruang Nakula jam 11.00


Anak laki-laki usia 4 tahun, BB = 13 kg, TB = 98 cm
Kesan Umum : Compos Mentis, tampak sakit ringan, tampak kurus,
tampak lemas
Tanda Vital : HR = 80 x/mnt ; RR = 20 x/mnt ; T = 37.1C ( Aksilla,
Sub febris ) ; N = Isi dan Tegangan cukup
Status Internus
Kepala
: Mesocephal
Wajah
: Facies Cooley (-)
Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-),
Cowong

(-/-),

refleks

pupil

langsung

dan

tidak

langsung (+/+), pupil isokhor 3mm, Refleks kornea


Hidung
Telinga
Mulut

(+) normal, Refleks Bulu Mata (+) Normal


: Bentuk normal, sekret (-/-)
: discharge (-/-)
: B. Kering (-), b. Sianosis (-), trismus (), tampak

pucat
Lidah
Tenggorok

: Bentuk dan ukuran normal, ulkus (-)


: ukuran tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus -,
uvula

Leher

terletak

di

tengah,

mukosa

faring

tidak

hiperemis
: Simetris, pembesaran kelenjar getah bening (+),

kaku kuduk ()
Thoraks :
Paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding kanan dan kiri simetris

Palpasi : Stem fremitus sama kuat pada kedua


lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi

: Suara pernafasan vesikuler pada

kedua lapang paru

Ronkhi (-/-) Whezing (-/-)

Jantung :
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS ke 5
Perkusi : batas atas ICS 3 linea parasternal
sinistra, batas kanan ICS ke 5 parasternal
dekstra, batas kiri ICS 5 lateral mid
clavicularis sinistra
Auskultasi
: Bunyi Jantung 1 dan 2 reguler,
murmur (-), gallop ()
Abdomen :
Inspeksi
: tampak datar
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan -, hepar tidak teraba,
lien teraba schuffner 3
Genitalia
Anorektal
Ekstremitas

: Laki-laki dalam batas normal


: dalam batas normal
: Superior a.dingin -/-, a.sianosis -/-, edema -/Inferior a.dingin -/-, a.sianosis -/-, edema -/-

Pemeriksaan neurologis
R. fisiologis
: dalam batas normal
R. patologis
: (-)
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal : (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
Hematolo

7/7

8/7

9/7

10/7

Satuan

Normal

gi
Hemoglo

5,8

6,4

8,2

10,7

g/dL

12,0-

bin
Hematok

19,3

rit
Leukosit
9,4
Trombosit 173

21,2

27,9

33,0

16,0
37-47

14,1
141

14,1
129

14,2
225

/uL
10^3/u

4,8-10,8
150-400

L
Catatan : Pemeriksaan tanggal 7/7/2015 dilakukan di Puskesmas
Kesan :
8/7/2015 : Anemia, Leukositosis, Trombositopenia
9/7/2015 : Anemia, Leukositosis, Trombositopenia
10/7/2015 : Leukositosis
2 . Pemeriksaan Hb Elektroforesis (terlampir)
3 . Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi
Sel Darah Merah
Anisositosis
: sedang berat
Poikilositosis
: sedang berat
Sel Mikro Hipokromik (+)
Eliptosit (+), Fragmentosit (+), Sel Pensil (+), Burr cell
(+)
Trombosit
Kesan normal
Trombosit Besar (+)
Leukosit
Jumlah meningkat
Granula toksis (+)
Vakuolisasi (+)

D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antopometri
Anak laki-laki usia 4 tahun, berat badan 13 kg, tinggi badan 98 cm
Pemeriksaan status gizi
WAZ : BB median = 13 16.7 = -1.9 (BB NORMAL)
SD low
1.90
HAZ : TB median = 98 102.9 = -1.16 (TB NORMAL)
SD up
4.20
WHZ : BB median = 15.2 16.9 = -1.13 (NORMAL)
SD low
1.5
Kesan : Status gizi anak baik
KPSP 48 bulan

1. Dapatkah anak mengayuh sepeda roda tiga sejauh sedikitnya 3


meter?
2. Setelah makan, apakah anak mencuci dan mengeringkan
tangannya

dengan

baik

sehingga

anda

tidak

perlu

mengulanginya?
3. Suruh anak berdiri satu kaki tanpa berpegangan. Jika perlu
tunjukkan

caranya

melakukannya

dan
kali.

berikan

anak

Dapatkah

anda
ia

kesempatan

mepertahankan

keseimbangan dalam waktu 3 detik atau lebih?


4. Letakkan selembar kertas seukuran buku ini di lantai. Apakah
anak dapat melompati panjang kertas ini dengan mengangkat
kedua kakinya secara bersamaan tanpa didahului lari?
5. Jangan membantu anak dan jangan menyebut lingkaran. Suruh
anak menggambar seperti contoh di kertas kosong yang
tersedia. Dapatkah anak menggambar lingkaran?
6. Dapatkah anak meletakkan 8 buah kubus satu persatu diatas
yang lain tanpa menjatuhkan kubus tersebut?
Kubus yang digunakan ukuran 2.5-5cm
7. Apakah anak dapat bermain petak umpet, ular naga atau
permainan lain dimana ia ikut bermain dan mengikuti aturan
bermain?
8. Dapatkah anak mengenakan celana panjang, kemeja, baju atau
kaos kaki tanpa dibantu? (Tidak termasuk memasang kancing,
gesper atau ikat pinggang)
9. Dapatkah anak menyebutkan nama lengkapnya tanpa dibantu?
Jawab TIDAK jika ia hanya menyebutkan sebagian namanya
atau ucapannya sulit dimengerti.
Jawaban TIDAK ada pada nomor : 6
Kesan : perkembangan anak meragukan (poin 8)

III.

DIAGNOSA BANDING :
Anemia
Hipokromik mikrositer
i. Thalasemia
ii. Anemia akibat penyakit kronik
iii. Anemia defisiensi besi

10

iv. Anemia sideroblastik

IV.

DIAGNOSA SEMENTARA
Anemia hipokrom mikrositer ec Thalassemia

V.

TERAPI :
Transfusi Washed Erytrochyte 350cc

VI. PROGNOSIS :
Ad vitam
Ad sanationam
Ad functionam

: dubia
: ad malam
: dubia

VII. USULAN : VIII. NASIHAT :

Menganjurkan untuk kontrol rutin tiap bulan dan mengingat

jadwal transfusi.
Mengurangi konsumsi bahan makanan yang menjadi sumber
besi seperti hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh,

udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.


Meningkatkan konsumsi makanan yang dapat menurunkan

absorbsi besi misalnya teh.


Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih
rendah dari pada susu formula.

TINJAUAN PUSTAKA THALASSEMIA

1. DEFINISI (1)
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik
herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang
mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi,
delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah
penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin
atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100
mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip
thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah
geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam
eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk

11

thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal


(4 atau 4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur
normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan
hemotologi mirip thalassemia.
2. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari
thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu
penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan
etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.(2)
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu
di dunia. Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan
kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania,
Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 4080%.
Thalassemia memiliki distribusi sama dengan thalassemia
Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika,
tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor Tengah, India dan Asia
Tenggara. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak
dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya
interaksi HbE dan thalassemia menyebabkan thalassemia HbE sangat
tinggi di wilayah ini.
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya
100.000 anak lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia
sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang
mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar
200.000 orang.
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien
thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen
Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot,
46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80
pasien baru, datang tiap tahunnya. (4)
12

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia.(2)

Mortalitas dan Morbiditas(2)


Thalassemia- mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua
janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat
anemia berat. Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya
neonatus dengan thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat
transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis
yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi
khelasi, sama dengan penderita thalassemia- mayor. Terdapat juga
laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi
intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan
Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis
yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-, mortalitas dan
morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan.
Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi.
Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab
tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau
komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya
termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk
thalassemia yang berat.
Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang
tidak diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik
tetap berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ
akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi
13

darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau
infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.
Ras

(2)

Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup,


ada beberapa tipe thalassemia yang sering ditemukan pada grup tertentu
dibanding dengan yang lain. thalassemia biasa ditemukan di Eropa
Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. thalassemia biasa ditemukan di
Asia Tenggara; meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi
spesifik pada thalassemia sudah dapat discrenning dan didiagnostik
kelainannya. thalassemia trait di Afrika is biasanya bukan dari cis-delesi
dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia Tenggara, dimana terjadi
komplit absence dari gene pada salah satu chromosome. Pada kedua
orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bias saja mengalami hydrps
fetalis. Karena alasan ini, hydops fetalis tidak beresiko tinggi oada rang
Afrika tetapi beresiko tinggi pada Asia Tenggara.
Sex

(2)

Baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang


sama
Usia

(2)

Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia


saat timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia,
kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan
hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya
pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

14

Gambar 2. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus


Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas
sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu,
produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat
menutupi gejala untuk sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada
berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot
yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis negatif untuk
Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak
menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun.
Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai
thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien
mengalami mutasi yang lebih ringan, yaitu gabungan heterozygote for B+
dan B -0 thalssemia, atau gabungan dengan heterozygote yang lain.
3.

FISIOLOGI HEMATOPOESIS
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah
berasal dari satu sel induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey
(1938) yang membuat hipotesa dengan konsep hirarki dari sel pluripoten
dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu sel
induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage
atau pluripoten menjadi eritroid, mieloid serta megakariosit. Dari
penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa sel stem ada pada
hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa
pergantian sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit,

15

trombosit dan eritrosit.(3)


Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya
berkembang dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai
kemampuan berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri
dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di bawah pengaruh
faktor pertumbuhan hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan
perangsang untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang
disebut "Colony Stimulating Factor" (CSF) yang merupakan glikoprotein.
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat
kompleks dan factor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta
banyak tempat untuk memproduksi factor-faktor tersebut, termasuk organ
hematopoitik. (3)
Dikenal sejumlah sitokin yang mempunyai peranan dalam
meningkatkan aktifitas hematopoitik (Tabel 1.1 Faktor pertumbuhan
hematopoiesis serta karakterisitiknya)
Faktor

Sel Stimulasi

Sumber

Lokasi

Produksi

Kromoso
m

CS1 (M-CSF)

Monosit

Sel endotel,

5q33-1

monosit,
fibroblast
GM-CSF

Granulosit,

Sel T, sel

megakariosit

endotel,

eritrosit,sel stem,

fibroblast

5q23-31

blas leukemik
G-CSF

Granulosit, makrofag, Sel endotel,


sel endotelial,

17q11-22

plasenta,
16

fibroblas, blas

monosit

leukemia
IL-3

Granulosit, sel

Sel T

5q23-31

eritroid progenitor,
multipoten, blas
leukemia
IL-4

Sel B, T

Sel T

5q31

IL-5

Sel B, CFU-Eo

Sel T

5q31

IL-6

Sel B, CFU-GEMM,

Fibroblas,

7p15

CFU GM, BFU-E,

leukosit, sel

makrofag, sel sel

epitel

saraf, hepatosit
IL-7

Sel B

Leukosit

8q-12-13

IL-8

Sel T, neutrofil

Leukosit

IL-9

BFU-E, CFU-GEMM

Limfosit

5q31

IL=11

Sel B, T,

Makrofag

7q11-22

CFU-

GEMM,
Makrofag
Eritropoietin

CFU-E, BFU-E

Ginjal, hepar

7q11-22

c-kit figand

Progenitor primitif

NI

NI

"stem cell
factor"
GM-CSF = granulocyte macrophage colony stimulating factor, G-CSF=
granulocyte colony stimulating factor, IL=interleukin, BFU-E=burst
forming unit erithrocyte, CFU -E= colony forming unit erythrocyte, CFUGEMM= colony forming unit granulocyte, erythrocyte, macrophage
monocyte, CFU-GM= colony forming unit netrophil-macrophage(3)

Pembentukan dan asal darah

(3)

17

Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal


kehidupan embrio dan berlangsung secara paralel / bersamaan sampai
masa dewasa mempunyai hubungan dengan lokasi anatomi yang
menyokong hematopoisis tersebut.

Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3


periode:
1. Hematopoisis yolk sac (mesoblastik atau primitif )
2. Hematopoisis hati (definitif )
3. Hematopoisis medular

Gambar 3. Hematopoiesis prenatal dan postnatal (dikutip dari Hasan


R,1985)
Hematopoisis Yolk Sac (mesoblastik atau primitif)
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu selelah
fertilisasi. Mula-mula terbentuk dalam blood island yang merupakan
pelopor dari sistem vaskuler dan hematopoisis. Selanjutnya eritrosit dan
megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada masa gestasi 16
hari.
Sel induk primitif hematopoisis berasal dari mesoderm mempunyai
respons terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6
dan faktor sel stem. Sel induk hematopoisis mulai berkelompok dalam

18

hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu
blood island mengalami regresi. (3)
Hematopoisis hati (Definitif)
Hematopoisis

hati

berasal

dari

sel

stem

pluripoten

yang

berpindah dari yolk sac. Perubahan empat hematopoisis dari yolk sac ke
hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan
regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan
komponen merangsang adhesi dari matrik ekstraseluler dan ekspresi
pada reseptor.
Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoisis sudah terbentuk
dalam

hati.

eritropoisis,

Hematopoisis
walaupun

dalam

masih

hati

ditemukan

yang

terutama

sirkulasi

adalah

granulosit

dan

trombosit. Hematopoisis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5


bulan

kemudian

mengalami

regresi

perlahan-lahan.

Pada

masa

pertengahan kehamilan, tampak pelopor hematopoetik terdapat di limpa,


thymus, kelenjar limfe dan ginjal.

(3)

Gambar 4. Perkembangan embrional dan fetal serta ontogeni


hematopoesis
( dikutip dari Hasan, 1985)
Hematopoisis medular
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis
dan dimulai sejak masa gestasi ulan. Ruang medular terbentuk dalam
tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi.

19

Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum


tulang diisi jaringan hematopoitik yang aktif dan sumsum tulang penuh
berisi sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan
sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar tidak
berfungsi membuat sel darah lagi. (3)
Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk
sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati,
limpa, kelenjar getah bening dan dinding sus, dikenal sebagai sistem
retikuloendotelial.
Pada bayi dan anak, hematopoisis yang aktif terutama pada
sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini
berbeda dengan dewasa normal di mana hematopoisis terbatas pada
vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum), pelvis,
skapula, skull (tulang tengkorak kepala) dan jarang yang berlokasi pada
humerus dan femur.
Selama masa intra uterin, hematopoisis terdapat pada tulang
(skeletal) dan ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama
pada skeletal. Secara umum hematopoisis ekstra medular terutama
pada

organ

gangguan

perut,

produksi

eritroblastosis

terjadi
satu

fetalis,

akibat
atau

anemia

penyakit

lebih

yang

tipe

pernisiosa,

sel

menyebabkan
darah,

talasemia,

seperti

nickel

cell

anemia, sferositosis herediter dan variasi leukemia.


Perpindahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan
populasi sel sampai ini belum dapat diketahui mekanismenya. (3)

20

Gambar 5. Pembentukan sel darah


Hemoglobin(4)
Merupakan

kompleks

protein

yang

terdiri

dari

heme

yang

mengandung besi dan globin dengan interaksi dianatar heme dan globin
menyebabkan hemoglobin (Hb) merupakan perangkat yang ireversibel
untuk mengangkut oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang
dimulai dari yolk sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan
variasi sintesis hemoglobin. Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa
sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara lain:
Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Hemoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2

Hemoglobin embrional(4)
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas priomitif dalam
yolk sac membentuk rantai globin-epsilon () dan zeta (Z) yang akan
membentuk hemoglobin primitive Gower-1 (Z22). Selanjutnya mulai
sintesis rantai mengganti rantai zeta; rantai mengganti rantai di yolk
sac, yang akan membentuk Hb-Portland (Z22) dan Gower-2 (22)
Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8
minggu adalah Hb-Gower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan
merupakan

hemoglobin

yang

disintesis

di

yolk

sac,

tetapi

akan

menghilang pada masa gestasi 3 bulan.


Hemoglobin fetal(4)
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan
sintesis hemoglobin fetal dan awal sintesis rantai . Setelah masa gestasi
8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah janin berusai 6 bulan
merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang
bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F
menuurun secara cepat setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan
21

hanya sedikit ditemukan.


Hemoglobin dewasa(4)
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (22) karena telah
terjadi perubahan sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin
meningkat pada ,masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA, pada waktu
lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah memperlihatkan
gambaran hemoglobin dewasa.
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat
lahir dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal
antara HbA dan HbA2 adalah 30:1.Perubahan hemoglobin janin ke dewasa
merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem
pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol
oleh factor humoral.

Gambar 6.
Sintesis rantai globin primitive dan definitive selama periode embrional,
fetal dan pascanatal dalam hubungannya dengan perubahan tempat
eritropoisis.
4. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin
porfirin dalam ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein
pendukung. Satu molekul hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-

22

masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu molekul
heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang
rantai dan sepasang rantai non alpha (,,). Kombinasi rantai
polipeptida tersebut akan menentukan jenis hemoglobin. Hb A (22)
merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (22) kurang dari 2% dan Hb
A2 (22) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir
100% Hb adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis globin makin menurun

digantikan oleh globin .

Gambar

7. Struktur hemoglobin

Rantai polipeptida tersusun atas 141 asam amino, sedangkan


rantai non tersusun atas 146 asam amino. Sintesis rantai disandi oleh
gen 1 dan gen 2 di kromosom 16, sedangkan gen yang mensintesis
rantai , rantai dan rantai terletak di kromosom 11. Pada orang normal
sintesis rantai sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi
bila sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.

23

Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin


memiliki kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi
dalam molekul heme secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen.
Hemoglobin memiliki struktur kuartener empat rantai polipeptida, masingmasing dengan satu tempat pegikatan oksigen. Sehingga satu molekul
hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Hemoglobin yang
merupakan suatu protein, disintesis berdasarkan informasi genetik.
Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda dalam urutan asam
aminonya. Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah dalam
kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin. (2)
Lokus

Genotip

/
/
Polipetida yang terbentuk

Hb yang terbentuk

22

22

22

Untuk pembentukan dan sebenarnya terdapat 2 lokus gen untuk


masing-masing, sedangkan dan hanya memilki satu lokus gen. Lokus
gen untuk terletak pada kromosom 16 sedangkan lainnya (,,)
terletak pada kromosom 11.
Sintesis rantai bersama dengan sintesi rantai menonjol selama
masa kehidupan janin. Rantai akan terus disintesis sampai usia dewasa
sedangkan rantai mulai menurun pada trisemester akhir dan dengan
cepat menurun setelah kelahiran.
24

Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik


hemoglobin yang ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis
satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi ketidak seimbangan jumlah
rantai globin yang terbentuk.
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat
disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau
16 yang ditempati lokus gen globin. Sebagian besar kelainan hemoglobin
dan jenis thalassemia merupakan hasil kelaianan mutasi pada gamet yang
terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian
urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetic akan
diteruskan pada penurunan genetic berikutnya. Mutasi ini dapat
memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan
mutasi dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada
proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetic.
Bila terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil
akhir peristiwa tadi akan terjjadi apa yang disebut duplikasi,delesi,
translokasi dan iversi. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog
menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada
kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada
sintesis sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai
non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai akan menyebabkan
kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. (2)
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya
biosintesis dari unit globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot,

25

sintesis globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada


thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A
total menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga
pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia berat. Sebagai
respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun
sintesis rantai ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.

(7)

Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami


perubahan. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini
mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah
merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi.
Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys),
menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi
dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel
darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah
yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan
mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah
disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik,
mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh
limpa, hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik
dari penyakit ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang
lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen
carrying capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah
matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga
sumsum-sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor
yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena
adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu
26

ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah
baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi
bagian kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat
besar pada umur-umur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan,
mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang
membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar
pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan
perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap
infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia
muda tanpa adanya terapi transfusi.

(8)

Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat


diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga
penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan
kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis),
absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal
ini tidak terjadi pada penderita thalassemia- berat karena diduga faktor
plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun
penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon
lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan
makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju
fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah
hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah
ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi
darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-
intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang
mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki
jumlah besi yang sama.
27

Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat


dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload,
seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas
ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material
untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada
organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).

(2)

5. KLASIFIKASI
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang
heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin.
Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat
dua tipe utama thalassemia yaitu thalassemia dan thalassemia.
Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia
intermediate.
Abnormalitas genetic

Sindroma klinik

Thalassemia
Penghapusan 4 gen- hydrops
fetalis
Penghapusan 3 gen- penyakit Hb
H
Penghapusan 2 gen ( trait

Kematian in utero
Anemia hemolitik
Sediaan darah mikrositik
hipokrom tetapi biasanya tanpa
anemia

thalasemia )
Penghapusan 1 gen ( trait
thalasemia + )
Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor

Anemia berat perlu transfusi


darah

28

Heterzigot- trait thalassemia

Sediaan darah mikrositik


hipokrom tetapi biasanya dengan
atau tanpa anemia

Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan

Anemia hipokrom mikrositik,

oleh sejenis lesi genetik

hepato- splenomegali, kelebihan


beban besi.

Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau kodominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan
heterozigot gejalanya lebih berat dari talasemia atau .(2)

Thalassemia-(7)
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian
besar Asia. Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu,
dua, tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 1. Thalassemia-
Genotip
/
-/
--/

Jumlah gen

Presentasi

4
3

Klinis
Normal
Silent carrier

Trait thal-

atau
/-
--/-

Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir
> 6 bulan
N
0-3 % Hb

N
N

Barts
2-10% Hb

Barts
1

Penyakit Hb

15-30% Hb

Hb H
29

--/--

H
Hydrops

Bart
>75% Hb

fetalis
Bart
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4
a. Silent carrier thalassemia-
- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik
Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen
-

yang terletak pada kromosom 16.


Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16
menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita
sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit

(sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.


Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih
canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada
anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis.
Pemeriksaan darah lengkap pada

salah satu orangtua

yang

menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab


yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis
thalasemia. (7)
b. Trait thalassemia-
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen
pada satu kromosom 16 atau satu gen pada masing-masing
kromosom.
-

Kelainan

ini

sering

ditemukan

di

Asia

Tenggara,

subbenua India, dan Timur Tengah.


Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts ( 4)
dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb
Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas
normal.

(7)

30

Gambar 7. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

(6)

c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin ,
merepresentasikan thalassemia- intermedia, dengan anemia
sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah
merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai
dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah
yang diinklusi oleh rantai tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan
terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran
golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies. (7)

Gambar 8. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit


Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies
d. Thalassemia- mayor

31

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi


semua gen globin-, disertai dengan tidak ada sintesis rantai

sama sekali.
Karena Hb F, Hb A, dan Hb A 2 semuanya mengandung rantai ,
maka

tidak

satupun

dari

Hb

ini

terbentuk.

Hb

Barts

( 4)

mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena 4 memiliki


afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia
berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional
normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi sebagai pengangkut
-

oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi
yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini
sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema
anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus
agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. (7)

Thalassemia- (8)
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-; antara lain :
a. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor)
-

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan


elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah

Hb A2, Hb F, atau keduanya.


Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah
sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak
tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari
90% individu dengan trait thalassemia- mempunyai peningkatan
Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga
mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok
kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan
kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia
tipe . (8)

32

Gambar 9. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Gambar 10. Sapuan darah tepi tampak sel target


b. Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
- Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan
pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat
dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi,
-

80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.


Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi
jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum
tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin
terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.

33

Gambar 11. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies


Cooley)
-

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua,
limpa

mungkin

sedemikian

besarnya

sehingga

menimbulkan

ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 12. Splenomegali pada thalassemia


-

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas


terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.
Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin
terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.

34

Kelainan

morfologi

eritrosit

pada

penderita

thalassemia-

homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping


hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit
yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah
splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi
kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun
secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar
serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya
kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

(8)

6. GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA) (9)


Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang
membedakan adalah tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik)
sampai parahnya gejala.. Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia
seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula
disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan
perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley,
conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan
atau hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan
jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk
menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk
memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed
Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram
(ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan
elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi
35

pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular
abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya
fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi
prematur dari atrial dan ventrikular.
7. DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi
Fe, hal ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan
gambaran eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat
dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe didapatkan : (10)
-

Pucat tanpa organomegali

SI rendah

IBC meningkat

Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang

Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

Gambar 13. Apusan darah tepi defisiensi besi


Anemia sideroblastik dimana didaptkan pula gambaran apusan
darah tepi mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang
membedakan dengan thalassemia adalah kadar besi dalam darah tinggi,
kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat
sedangkan pada thalassemia kadar besi dan TIBC normal.
Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana
enzim ini bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi.

36

Merupakan salah satu anemia hemolitik juga. Dapat dibedakan dengan


thalassemia dengan gambaran apusan darah tepi dimana pada defisiensi
G6PD nomositik-normokrom dan pemeriksaan enzim G6PD.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia
lainnya, yang memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada
pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dapat diketahui jenis thalassemia
atau thalassemia . Pada thalassemia dengan HbH ditemukan
jaundice dan splenomegali.

(9)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalassemia ialah:
1. Darah

(2)

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai


menderita thalasemia adalah :
-

Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,


peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila
terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
-

Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.


-

Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.


Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,
poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

37

Gambar 13. Sapuan darah tepi pada


thalassemia
-

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan


anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan
menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.

Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan
hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT
akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari
kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor
pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb

(2)

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis


hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita
thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung
jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2.
Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

38

3. Pemeriksaan sumsum tulang

(2)

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang


sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8.
pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

Gambar 14. Sapuan sumsum


tulang
May-Giemsa stain, x1000

4. Pemeriksaan rontgen

(5)

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila


tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat,
mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi
darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi
rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi
gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran

39

yang khas, disebut dengan hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri
potongan pendek pada anak besar.

Gambar 15. Gmabar rontgen kepala Hair


on

end dan tulang panjang yang terjadi


penipisan korteks.

5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan


jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat
anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin
untuk memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent.

(9)

KOMPLIKASI
-

Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit


dan trombosit.

Anak dengan thalassemia mayor dengan transfuse yang tidak


adekuat

dapat

menyebabkan

pertumbuhan

kurang

dan

mudah

terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan mudah


fraktur.
-

Hemosdierosis akibat pemberian transfuse, sehingga kadar serum besi


yang berlebihan.

40

Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan


komplikasi sekunder dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan
penyebab tersering hepatitis pada anak dengan thalassemia.

Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa


chelating agent.

Thrombosis dan septikemia pada splenektomi

Wanita dengan fetus - thalassemia meningkatkan komplikasi pada


kehamilan karena toksikemia dan peradarahan post partum.

(10)

9. TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun
perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi
sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi
besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua
penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki
anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan
regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang
masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak
mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal
tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah

(4)

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada

level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.


Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka
dibutuhkan

suatu

studi

lengkap

untuk

keperluan

pretransfusi.

Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi


-

hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.


Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg
PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya
41

merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb


-

yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum
transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah

(4)

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan


transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita
thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding
anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.

Beberapa tahun lalu,

25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat


ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang.
Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada
remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme
opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita
dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi
dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya,
sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) (4)
-

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi


dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa

pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.


Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan
kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute
pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu
untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi
dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau

subkutan).
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama
8-12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) (4)

42

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk


thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH
berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi
khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi
penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan
pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun
transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan,
individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk
memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis
jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui.
Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya
transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.
d. Terapi Bedah(4)
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang
digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui
mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan).
Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi.
Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan
melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk
besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut.
Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi
hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan
dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah,
menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan
lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat
Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah
sampai 30%.

43

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak


prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur
ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih.
Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap
keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin
setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari
600.000 / L pasca splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang(4)
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali
dilakukan tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satusatunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal
dan sulit.
f. Diet talasemia

(11)

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai


berikut :
o Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
o Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
o Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan
zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu
mengurangi penyerapan zat besi di usus.
10.
1.

SKRINNING
Ada 2 pendekatan untuk menghinadari thalassemia:
Karena karier thalassemia bias diketahui dengan mudah, skrinning

populasi dan koseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot


menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan
heterozigot.
2.
Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya
bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari
diagnosis

prenatal

dan

terminasi

kehamilan

pada

fetus

dengan

thalassemia berat.

44

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan


skrinning premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai
skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap
wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2
(meningkat pada thalassemia-). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke
pusat yang bisa menganalisis rantai .
11.

(4)

PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari

thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita


thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga
berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi
yang terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakn lahir mati atau
lahir hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia
dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun,
biasanya meninggal karena penimbunan besi. (9)

45

KESIMPULAN
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang
diturunkan. Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania,
Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe
utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu
yaitu Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik)
ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan
hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa
gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih
berat dari thalassemia dan . Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda
anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang
bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering
pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan
perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley,
conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan
atau hepar. Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi
pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.
Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu
sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai
thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap
penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat biasanya
tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun
kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

46

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan
Hemoglobin: Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume
2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 17081712.
2. Yaish Hassan

M.

Thalassemia.

April

30,

2010.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah:
Eritropoisis. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-6, 16-23.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal:
Talasemia. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human Services. Thalassemias. Available at:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.ht
ml.

7. Bleibel, SA. Thalassemia

Alpha. August 26, 2009.

Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview

8. Takeshita, K. Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview

9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30,


2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
10.
Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and
Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/
McGraw Hill Publishing Division ; 2007. Hal 841-845.
11.
Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias.
Forfar and Arneils Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone.
2010. Hal 1621-1632.

47

48

Anda mungkin juga menyukai