Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS

H E M O F I L IA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Program Pendidikan Dokter Tahap Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh:
Charlina Amelia br Barus
42160073

Pembimbing:
dr. Dedy Afandi Cahyo Nugroho, M.Sc, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017
BAB I

PEMAPARAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. AGE
2. No. RM : 14-39-xx
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Tanggal Lahir : Klaten, 10 September 2003
5. Usia : 14 tahun 3 bulan
6. Alamat : Sambirejo,Bentangan, Wonosari, Klaten
7. Datang ke RS : 05 Januari 2018
Identitas Pengantar Pasien

1. Nama : Ibu FHA


2. Usia : 43 tahun
3. Alamat : Sambirejo,Bentangan, Wonosari, Klaten
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Hub dengan pasien : Ibu kandung pasien

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada hari Jumat, 5 Januari 2018 di Poliklinik Anak RSPAU dr.
S. Hardjolukito.
1. Keluhan Utama
Kontrol rutin riwayat Hemofilia B

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Siku tangan kanan bengkak sejak tadi malam, nyeri (+)

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Hemofilia B (+) tahun 2006  sejak umur 1 tahun sering mengalami bengkak dan
memar pada tubuh, pernah jatuh darah sulit berhenti.
- Kejang demam (-)
- Asma (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Keluhan serupa disangkal
- Riwayat Hemofilia disangkal
- Kejang (-)
- Keganasan (-)
- DM (-)

- Genogram :
Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Tinggal serumah

5. Riwayat Alergi
Tidak ada

6. Riwayat Penggunaan Obat


Terapi rutin dengan Oktanen

7. Riwayat Imunisasi
- Hepatitis B : 3 kali (usia 0,1,6 bulan)
- BCG : 1 kali (usia 2 bulan)
- DPT : 4 kali (usia 2, 4, 6, 18 bulan , 5 tahun)
- Polio : 4 kali (usia 2, 4, 6, 18 bulan, 5 tahun)
- Campak : 2 kali (usia 9 bulan, 6 tahun)
- MR : 1 kali (usia 6 tahun)
Kesan: Imunisasi wajib dasar dan tambahan telah diberikan sesuai dengan usia sesuai
rekomendasi imunisasi tahun 2003.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4 M5 V6
- Vital sign
Suhu : 36,3oC
Nadi : 90 x/menit
Nafas : 23 x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg

2. Status Gizi
- Berat badan : 52 kg
- Tinggi badan : 155 cm
BB (kg) 52
- IMT = = = 21,6
TB (m) 1,552
2
Kesan : status gizi dalam batas normal
3. Status Lokalis
Kepala
- Kepala : Normocephali
- Mata : Hematoma (-), SI (-/-), CA (-/-), pupil isokor, refleks cahaya
(+/+), mata cekung (-)
- Hidung : Nafas cuping hidung (-), dicharge hidung (-)
- Mulut : Sianosis (-), mukosa oral basah
- Telinga : Edema (-), discharge telinga (-), kelainan anatomi (-)

Leher
Pembengkakan KGB (-), nyeri tekan (-), nyeri telan (-)

Thoraks Cor
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis di SIC 5 linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Kesan kontur jantung normal
- Auskultasi : BJ S1 S2 reguler cepat, bising (-)

Thoraks Pulmo
- Inspeksi : Gerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
- Palpasi : Tidak teraba benjolan, nyeri tekan (-), ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada, distensi (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) dbn
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Abdomen teraba supel, nyeri tekan (-), turgor dan elastisitas
kulit baik
- Hepar : Tidak teraba, tidak ada pembesaran
- Lien : Tidak teraba, tidak ada pembesaran

Ektremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kekuatan 5/5 5/5

Edema +/- -/-

Rabaan Hangat/hangat hangat/hangat

Capillary refill < 2 detik < 2 detik

IV. PLANNING
- Pantau keadaan umum
- Pemberian terapi rutin Oktanen

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan PK di RSUP Sardjito (07 April 2006)
o Retraksi bekuan  kurang baik
o Volume serum  37,5 %
o Faktor IX  1,7 % kontrol 86,4 %
o Faktor VIII  108,8 % kontrol 85,5 %

VI. DIAGNOSIS KERJA


Hemofilia B

VII. TATALAKSANA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X. Hemofilia umumnya menyerang laki –
laki di sisi ibu. Namun, gen F VII dan F IX rentan terhadap mutasi baru, dan sebanyak
1/3 dari semua kasus adalah hasil dari mutasi spontan dimana tidak ada riwayat
keluarga sebelumnya (World Federation of Hemophilia,2012).
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga
terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Sudoyo,2007).

B. Klasifikasi
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor
pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi
perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada
hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat; sedangkan
hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat
seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku, dll).
Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat
karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur abnormal.
2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .
F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan
F X. Defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsik sehingga menyebabkan
berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi.
Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia
tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan.
Tabel 1. Hubungan Derajat Perdarahan terhadap Tingkat Faktor Pembekuan
Derajat Tingkat Faktor Pembekuan Episode Perdarahan
Berat < 1 IU/dl (< 0.01 IU/ml) Perdarahan spontan ke sendi atau otot, terutama
atau < 1 % dari normal karena tidak adanya penolakan hemostatik yang
dapat diidentifikasi
Sedang 1-5 IU/dl (0.01-0.05 Pendarahan spontan sesekali ; perdarahan
IU/ml) atau 1-5% dari berkepanjangan dengan trauma ringan atau
normal pembedahan
Ringan 5-40 IU/dl (0.05-0.40 Perdarahan parah dengan trauma atau
IU/ml) atau 5-<40% dari pembedahan mayor. Perdarahan spontan jarang
normal terjadi.

C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh faktor gen atau keturunan, hemofilia A dan B
kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif
terkait kromsom X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari laki-laki yang
menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak
laki-laki dari perempuan yang kerier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita
penyakit hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot dengan hemofilia (ayah
hemofilia, ibu karier) tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi, kira-kira 30% pasien
tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan.
Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X dan bersifat resesif, maka
penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada
laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kromosom
X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh).
Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang
diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangan faktor VIII atau XI, terjadi
hambatan pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal
bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah
terbentuk pada daerah jejas vaskular. Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia
yaitu riwayat keluarga dari duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk
bawaaan resesif terkait kromosom X. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada
1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B (defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.
D. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B).
Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII
dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan
untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan
fibrin pada tempat cedera vaskular.
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh
darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit,
agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah,
pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan
pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh
darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand
(vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine
diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang
berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan
mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah
dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak
ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan
perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9.
Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki
atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus
mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga
penderita hemofilia pada kasus demikian.

Gambar 1.
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi.
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi,
otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses
persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada
usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung,
saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan
lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna
yang masif dapat mengancam jiwa.
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut
sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan
lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi
peluru karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada
saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu
menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya
pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata.
Pendarahan intrakranial bisa terjadi secara spontan atau trauma yang
menyebabkan kematian. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang
membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan.
Kulit mudah memar, perdarahan memanjang akibat luka, hematuria spontan,
epiktasis, hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkan nyeri,
pembengkakan, dan keterbatasan gerak), perdarahan jaringan lunak, dan kelainan
degenerative pada persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan.
Tabel 2. Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis perdarahan.
Berat Sedang Ringan
Aktivitas F VIII/F IX <0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)
U/ml (%)
Frek Hemofilia A (%) 70 15 15
Frek Hemofilia B (%) 50 30 20
Usia awitan ≤ 1 tahun 1-2 Tahun >2 tahun
Gejala neonates Sering PCB Sering PCB Tak pernah PCB
Kejadian ICB Jarang ICB Jarang sekali ICB
Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup kuat
Perdarahan SSP Resiko tinggi Resiko sedang Jarang
Perdaran post-op Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi besar
Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
(trauma, cabut gigi)
PCB : post circumsional bleeding
ICB : intracranial hemorrhage

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT
memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas
satu atau lebih faktor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan
yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif
terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnosa.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX
Tabel 3. Perbedaan Hasil Pemeriksaan laboratorium Hemofilia A dan B
Hemofilia A Hemofilia B
 Pemeriksaan gambaran darah tepi  Pemeriksaan gambaran darah tepi
normal. normal.
 Masa perdarahan normal  Masa perdarahan normal
 Masa pembekuan memanjang  Masa pembekuan memanjang
 Aktivitas faktor VIII rendah  Aktivitas faktor VIII normal
 Aktivitas faktor IX normal  Aktivitas faktor IX rendah
 PT dan TGT memanjang  PT dan TGT memanjang
 SPT < 40 detik  SPT < 40 detik

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut
yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan
terapi rekreasi serta edukasi.

2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, konsentrat
maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor pembekuan
tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan.
Jumlah yang diberikan bergantung pada faktor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan
sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan faktor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas
harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia.
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan
sendi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah perdarahan
intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya
Faktor VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan
gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia:
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis
DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
World Federation of Hemophilia. 2012. Guidelines For The Management Of Hemophilia 2nd
Edition. Diunduh dari https://www1.wfh.org/publication/files/pdf-1472.pdf [diakses
05 Januari 2018]

Anda mungkin juga menyukai