AUTOEROTIC ASPHYXIA
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Program Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Disusun Oleh:
Ahmad Farid H
406137021
Giovanni Budianto
406147030
406138158
406148111
Ruth Mercylia
406138164
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
bimbinganNya sehingga referat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas di bagian Ilmu Forensik di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
periode 13 April 16 Mei 2015. Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang
diperoleh sebelumnya dan selama menjalani kepaniteraan, penulis menyusun referat berjudul
Autoerotic Asphyxia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya atas kerjasama dan
bantuan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan makalah ini. Ucapan terimakasih penulis
hanturkan kepada :
1. dr. Ratna Relawati, Sp.F, M.Si, MED selaku Kepala SMF dan pembimbing referat di Rumah
Sakit Bhayangkara Semarang.
2. dr. Istiqomah, Sp.KF selaku pembimbing referat di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang.
3. Seluruh staf pengajar di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Forensik di Rumah Sakit
Bhayangkara Semarang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak, supaya tutorial klinik ini dapat menjadi lebih baik dan dapat
berguna bagi semua yang membacanya.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan
dalam makalah ini.
Semarang, Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2
3
16
17
19
23
23
3.1 Kesimpulan
23
3.2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asfiksia autoerotik merupakan salah satu fenomena yang sering dijelaskan dalam
literatur medis, terutama dalam bidang kedokteran forensik. Perilaku ini merupakan salah
satu gangguan mental non psikotik, dimana pelaku melakukan tindakan aneh yang tidak
biasa, yang diperlukan untuk memenuhi kepuasan seksual yang dilakukan terus-menerus dan
berulang kali tanpa sadar. DSM-IV memiliki kriteria untuk mendiagnosa kondisi di praktisi
yang masih hidup sama seperti memeriksa masokisme seksual: Perilaku yang dihasilkan dari
fantasi intens dan berulang atau dorongan seksual selama setidaknya enam bulan harus
menyebabkan stres klinis yang signifikan dan / atau penurunan nilai (sosial, pekerjaan,
lainnya)1
Asfiksia autoerotik dapat ditemukan pada semua ras di seluruh dunia dan di setiap
jenjang status sosial ekonomi. Hampir semua kasus yang dilaporkan dari kejadian tersebut
adalah laki-laki dan biasanya korban meninggal sebagian besar berusia di bawah empat puluh
tahun.Akan tetapi biasanya korban adalah remaja atau dewasa muda dengan kelompok usia
yang paling sering adalah usia 12 sampai 25 tahun. Laki-laki paling sering ditemukan,
terutama laki-laki kulit putih, sedangkan wanita lebih jarang. Di Amerika Serikat saja
didapatkan 250 sampai 500 kasus kematian autoerotik setiap tahunnya. Estimasi rasio
perbandingan pria-wanita adalah sekitar 25-50 : 1. Adapun kurangnya korban wanita
disebabkan karena wanita kurang aktif pada masalah seksual. Kebanyakan korban adalah
kaum homoseksual, seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus lajang.2
Menurut hasil survey YPKN, terdapat 4000-5000 kaum homoseksual di Jakarta.
Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta penduduk JawaTimur
adalah kaum homoseksual. Secara Nasional, sekitar 1% dari total penduduk Indonesia adalah
kaum homoseksual. Di Indonesia sendiri banyak berdiri organisasi-organisasi yang menaungi
kaum homoseksual. Manifestasi perilaku homoseksual modern cenderung merupakan gaya
hidup urban. Hal-hal tersebut diatas yang menyebabkan komunitas kaum homoseksual di
Indonesia
semakin
meningkat.
Meningkatkan
jumlah
kaum
homoseksual,
dapat
sebagai akibat dari penggantungan, penjeratan, penggunaan alat yang membahayakan, atau
penyebab asfiksia lainnya. Penggantungan adalah metode yang paling umum diamati pada
kasus yang fatal. Indikasi kematian pada Asfiksia autoerotika ini harus didapatkan bagaimana
individu mengontrol tingkat hipoksia dan melarikan diri dari situasi itu dan harus ada bukti
aktivitas seksual. Seringkali tubuh dapat ditemukan baik telanjang, sebagian telanjang, atau
dengan penis yang diproyeksikan terbuka, mungkin dengan tangan menyentuh alat kelamin
seakan beku dalam tindakan masturbasi. Ejakulasi mungkin terjadi meskipun yang terakhir
dapat terjadi dalam jenis lain dari kematian. Dan kematian autoerotik biasanya disebabkan
oleh gagalnya penyelamatan diri sendiri pada saat korban melakukan perangsangan seksual
yang tidak lazim.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan asfiksia autoerotik ?
b. Bagaimana cara mengidentifikasi korban kematian karena asfiksia autoerotik ?
1.3 Tujuan
a. Mengetauhi tentang asfiksia autoerotik
b.
1.4
Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang asfiksia autoerotik serta bagaimana cara
mengidentifikasi korban kematian karena asfiksia autoerotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan
karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan
kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.2
Autoerotisme adalah perilaku menstimulasi diri sendiri secara seksual. Istilah ini
pertama kali dipopulerkan oleh seksologis asal Inggris Havelock Ellis, yang mendefinisikan
autoerotisme sebagai Suatu fenomena munculnya rangsangan seksual secara spontan yang
dipicu oleh tidak adanya rangsangan dari luar baik secara langsung maupun tidak langsung
dari orang lain . Praktek autoerotik yang paling sering adalah masturbasi, dan kedua istilah
ini ( autoerotisme dan masturbasi ) sering dianggap sinonim, meski masturbasi dapat
dilakukan berpasangan.
Kematian autoerotik didefenisikan sebagai suatu kematian yang tidak disengaja
(Accidental) yang dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai
kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal
maupun non-letal, dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation,
elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan
kepuasan seksual pada korban. Beberapa respon fisiologis terhadap penurunan oksigen ke
tubuh dan otak dapat menyebabkan daya tarik aktivitas seksual yang berbahaya.Ketika arteri
karotis yang dikompresi, seperti dalam pencekikan atau menggantung, dapat menyebabkan
kekurangan oksigen ke otak atau hipoksia dan terjadi peningkatan karbon dioksida sehingga
menimbulkan perasaan pusing, kepala ringan, dan halusinasi pikiran, yang semuanya akan
meningkatkan sensasi masturbasi. Dan kematian autoerotik biasanya disebabkan oleh
gagalnya penyelamatan diri sendiri pada saat korban melakukan perangsangan seksual yang
tidak lazim ini. Pada hampir semua kasus, paling sering dialami oleh usia dewasa
pertengahan.
Korban biasanya menggunakan peralatan yang dapat menstimulasi rasa sakit, dengan
benda-benda pornografi dan adanya bukti trans fetihisme seperti menggunakan pakaian
6
jenjang status sosial ekonomi. Akan tetapi biasanya korban adalah remaja atau dewasa muda
dengan kelompok usia yang paling sering adalah usia 12 sampai 25 tahun dengan 71%
korban kurang dari 30 tahun. Korban yang paling sering ditemukan adalah laki-laki kulit
putih, sedangkan pada wanita kasusnya sangat sedikit. Asfiksia autoerotika menempati 31%
kematian akibat gantung dalam 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukan bahwa insiden dari
kematian akibat asfiksia autoerotika meningkat.3
Di US dilaporkan 500-1000 kasus dalam 1 tahun terakhir mengalami kematian akibat
asfiksia autoerotika. Di Amerika Serikat saja didapatkan 250 sampai 500 kasus kematian
autoerotik setiap tahunnya. Estimasi rasio perbandingan pria-wanita adalah sekitar 25-50 :
1. Adapun kurangnya korban wanita disebabkan karena wanita kurang aktif pada masalah
seksual.Kebanyakan korban adalah seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus
lajang.
Kebanyakan korban adalah kaum homoseksual, seorang heteroseksual, penyendiri,
biasanya berstatus lajang. Menurut hasil survey YPKN, terdapat 4000-5000 kaum
homoseksual di Jakarta sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta
penduduk JawaTimur adalah kaum homoseksual. Secara Nasional, sekitar 1% dari total
penduduk Indonesia adalah kaum homoseksual.
Hazelwood dan Dietz mempelajari 157 kasus asfiksia autoerotic yang diantaranya 132
(84.1% asfiksia tipikal) ; 18 (11.5% asfiksia atipikal) ; 5 (3.2%) asfiksia yang dulakukan
dengan partner. Blachard dan Huckers mengemukakan 117 pria mengalami kematian akibat
asfiksia autoerotika di Kanada dengan kisaran umur 10 56 tahun dengan rata-rata 26 tahun.
2.3 Etiopatogenesa4
Asfiksia sangat berhubungan erat dengan keadaan hipoksia. Beberapa mekanisme
yang dapat menyebabkan hipoksia adalah :
a. obstruksi leher,
b. kekurangan oksigen,
7
2.4
Fase dispnea
Fase konvulsi
Fase apnea
Fase akhir
8
Pada fase dispnea terjadi penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan
CO2 dalam plasma yang akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata. Hal ini
menyebabkan frekuensi pernapasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat, dan
tampak tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Fase konvulsi mula-mula berupa
kejang klonik lalu menjadi tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik akibat otak
kekurangan O2.
Fase pertama dan kedua berlangsung antara 3-4 menit. Setelah itu akan terjadi depresi
pusat pernapasan yang menyebabkan lemahnya pernapasan dan akhirnya berhenti. Di fase ini
juga terjadi kesadaran menurun dan relaksasi sfingter, di mana terjadi pengeluaran cairan
sperma, urin, dan tinja yang biasa ditemukan pada aktivitas autoerotik asfiksia.
Fase akhir akan terjadi paralisis pusat pernapasan setelah kontraksi otomatis otot
pernapasan kecil pada leher.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Patel Ankur P dkk. 6, didapatkan beberapa
penemuan hasil eksternal uji post-mortem dari kasus penggantungan yang sering dijumpai
pada aktivitas autoerotik asfiksia, yaitu:
-
Bekas jeratan
Kongesti pada muka
Air liur yang menetes
Bercak perdarahan sekitar jejas jerat
Adanya pengeluaran cairan sperma
Adanya pengeluaran feses/urin
Berdasarkan penelitian Patel Ankur P dkk. 6, 100% kasus asfiksia ditemukan tandatanda kardinal sebagai berikut:
-
Sianosis
Petekiae hemoragik/bintik perdarahan
Kongesti visceral dan darah yang gelap
diartikan sebagai penyimpangan seksual yang ditandai oleh adanya suatu fantasi seksual yang
sering dan berulang, perilaku atau aktivitas seksual yang melibatkan :
penting lainnya. Parafilia dapat dibagi menjadi parafilia letal dan non-letal. Parafilia non-letal
dapat dijabarkan menjadi 8 tipe kelainan
1. Eksihibisme : perilaku berulang-ulang salah satu alat kelamin kepada seseorang yang
tidak dikenal atau bisa juga memperlihatkan alat kelamin di tempat umum atau dilihat
oleh orang yang tidak dikenal
2. Fetishisme : menggunakan suatu objek atau suatu benda untuk menimbulkan
rangsangan seksual. Partialisme mengacu pada fetishisme yang menggunakan salah
satu bagian dari tubuhnya (selain alat kelamin) untuk menimbulkan rangsangan
seksual.
3. Frotteurisme : perilaku berulang-ulang dengan menyentuh atau menggosokan pada
orang yang tidak menyetujui tindakan tersebut
4. Pedophilia : kelainan psikologi dimana orang dewasa mendapatkan kepuasan seksual
dengan melakukannya pada anak-anak atau dapat juga dikategorikan sebagai
kekerasan seksual pada anak
5. Masochisme : perilaku dimana ada keingingan untuk disakiti, dipukul atau apapun
yang dapat membuatnya menderita untuk mencapai kepuasan seksual
6. Sadisme : perilaku dimana timbul keinginan untuk menyakiti ataupun menimbulkan
rasa sakit pada orang lain untuk menimbulkan kepuasan seksual
7. Transvestite fetishisme : kebiasaan menggunakan pakaian dari lawan jenisnya
8. Voyeurisme : perilaku dimana suka melihat atau mengintip seseorang yang sedang
telanjang atau mengintip suatu aktivitas seksual
Parafilia letal merupakan penyebab paling sering pada kematian autoerotik, dan
dibagi menjadi :
Jenis parafilia
Sexual asphyxiophilia
10
Sexual anesthesiophilia
Ketamine
Ether
Chloroform dan zat-zat halusinogen
Bahan-bahan
yang
disemprotkan
seperti
Sexual electrophilia
Sexual masochisme
Dari semua cara kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering ditemukan
adalah asfiksia sebagai akibat dari penggantungan (hanging).
Pada umumnya mirip dengan korban bunuh diri dengan cara penggantungan, namun
ada beberapa hal yang dapat membedakannya, yaitu:
No
1.
Karakteristik
Lokasi
Penjelasan
Daerah terpencil, atau terisolasi, yang
dimaksudkan untuk menjaga privasi.
Kamar yang terkunci dari dalam.
2.
Posisi Tubuh
Tubuh
korban
biasanya
berdiri.
Benda-benda yang beresiko Peralatan
tinggi
atau
berpotensi
letal
benda-benda
yang
digunakan
dalam
aktivitas
autoerotik
meningkatkan
kepuasan
untuk
baik
fisik
menghentikan
beresiko
5.
Pengikatan
tinggi
yang
benda-benda
digunakan
( misalnya pisau ).
Menggunakan benda atau alat tertentu
yang
dapat
menimbulkan
fantasi
Perilaku Masokistik
dilepaskan sendiri.
Memberikan rasa sakit pada area
seksual atau area lainnya di tubuh,
indicator
sebelumnya
adanya
perilaku
serupa
menunjukkan
suatu
12
7.
perilaku autoerotik.
Korban dapat berpakaian fetihistik,
Pakaian
yaitu
mengenakan
kewanitaan.
barang-barang
Korban
dapat
pula
Lapisan pelindung
kerusakan
yang
diakibatkan
oleh
pakaian,
dan
atau
Paraphernalia seksual
alur luka.
Benda yang ditemukan pada korban
atau
di
sekitar
korban
yang
Aktifitas masturbasi
kejadian
indikator
bukanlah
suatu
suatu
kematian
autoerotik.Aktifitas
masturbasi
Bukti
berulang
12.
aktifitas
diketahui
telah
membuat
merupakan
indikasi
autoerotik.
suatu
Apabila
13
Jejas gantungnya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar. Bila alat penggantung mempunyai permukaan yang
luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan
pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna
merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat.
Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan
dapat menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi; maka korban tampak
b.
c.
d.
e.
f.
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama,yaitu:
14
15
16
b. Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di
bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali
c. Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali
tersebut terikat kuat
d. Macam simpul pada jerat di leher
Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.
Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala.
Bila dapat biasanya bunuh diri.
e. Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali tidak menuju korban mengarah
pada dibunuh terlebih dulu
f. Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh diri
g. Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban biasanya mengarah kepada
pembunuhan
h. Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada kasus pembunuhan
i. Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada tempat yang sulit
dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut
tidak ditemukan
j. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan
adalah kasus pembunuhan
k. Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.
2.8
17
d. Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang
tergantung atau tidak.
e. Macam simpul pada jerat di leher
Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala.
Bila dapat biasanya bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.
f. Jarak ujung jari kaki dengan lantai. Pada kasus bunuh diri, posisi korban yang
tergantung lebih mendekati lantai, berbeda dengan pembunuhan dimana jarak
antara kaki dan lantai cukup lebar.
g. Tidak adanya tanda-tanda perlawanan.
Pembunuhan
Bunuh diri
Alat penjerat:
Simpul
Jumlah lilitan
Arah
Jarak titik tumpu
Simpul hidup
Satu atau lebih
Serong ke atas
Jauh
simpul
Korban:
Jejas jerat
Luka perlawanan
Luka-luka lain
Berjalan mendatar
Meninggi ke arah simpul
Ada
Tidak ada
Ada, sering di daerah Biasanya tidak ada,
leher
Jauh
percobaan lain
Dekat, dapat tidak
tergantung (menyentuh
tanah)
TKP:
Lokasi
Kondisi
Pakaian
Alat
Bervariasi
Tidak teratur
Tak teratur, robek
Dari si pembunuh
Tersembunyi
Teratur
Rapi dan baik
Berasal dari yang ada di
Surat
Tidak ada
TKP
Ada
peninggalan
Ruangan
luar
Tabel 3. Identifikasi korban pembunuhan atau bunuh diri
2.9
seksual. Di sini lah dapat dilihat fungsinya dari satu perundangan yang ditetapkan. Pada buku
18
kedua KUHP Bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa. Berikut merupakan pasal-pasal
yang terkandung dalam bab XIX KUHP.
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
Pasal 340
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri. Pada kasus penggantungan, dokter
forensik dipanggil untuk membuat pemeriksaan lengkap sesuai dengan Pasal 133 KUHAP
yang menyatakan dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana,
Salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada korban mati akibat penggantungan
adalah otopsi. Hal ini dapat membantu dokter forensik untuk mengetahui mekanisme
kematian sehingga dapat membantu penyidik mengetahui cara kematian korban. Sesuai
dengan Pasal KUHP 222 yang menyatakan barang siapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.6
Pada persidangan kasuspidana, dokter forensic akan dipanggil sebagai saksi ahli.
Sesuai dengan Pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahlilainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2.10
Contoh kasus10
Seorang pria berusia 35 tahun ditemukan tewas di kamar tidurnya, tergantung dari
langit-langit dengan sabuk karate dan diselimuti oleh handuk biru melingkari lehernya.
Terdapat cermin di depannya dan sedikit ke samping terdapat komputer (Gambar 1). Pria ini
sepenuhnya tanpa busana (telanjang) dan sudah dalam tahap awal pembusukan. Ketika
penyidik mengaktifkan komputer tersebut, ditemukan pada layar slideshow gambar-gambar
porno. Di belakangnya ditemukan tabung parfum logam terbungkus oleh kaus kaki yang
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Ditemukan jejak feses pada kantong plastik.
Baju-bajunya terletak rapi ditempatnya, rumah itu bersih dan tidak ada jejak
pelanggaran. Otopsi dilakukan pada hari berikutnya dan menemukan berikut: disekitar leher
tampak tanda pengikat agak miring mengarah ke superior dari depan ke belakang. Tanda
yang lebih jelas terlihat di posterior, dengan panjang maksimum sekitar 2,1 cm dan lebar
maksimum sekitar 0,4 cm.
Tanda pengikat berwarna pucat merah (jejas tali), seperti perkamen dan tidak
berhubungan dengan perdarahan otot serviks, memar atau perdarahan di bawah kulit, tulang
hyoid atau fraktur tulang rawan laring. Perdarahan petekie terdapat di konjungtiva mata
kanan, epicranium dan di permukaan paru-paru. Kedua paru-paru terjadi kongesti. Pada hati
terjadi sklerosis insipien ringan, dan pada rongganya berisi cairan, darah kehitaman. Sfingter
anal melebar, mendatar, dengan fisura anal dengan berbagai tingkat dan inkontinensia.
20
Subjek tampak memiliki kehidupan yang normal, tanpa fetishisms yang diketahui atau
kecenderungan homoseksual. Penyebab kematiannya dalam hal ini adalah insufisiensi
pernapasan akut karena asfiksia mekanik dengan menggantung.
Gambar. 4. Investigasi kejadian kriminal: A. Pandangan umum dari TKP; B. Detil belt yang terhubung ke langit-langit; C. Slideshow gambar erotis terlihat pada monitor
PC; D. Detil parfum botol terbungkus kantong plastik; E. Detil - bantalan pelindung;
F - Detil - kaki menyentuh lantai.
21
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kematian autoerotik didefinisikan sebagai suatu kematian yang tidak disengaja
(Accidental) yang dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai
kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal
maupun non-letal, dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation,
elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan
kepuasan seksual pada korban.
Kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering adalah akibat strangulasi,
sehingga pada pemeriksaan post mortem didapatkan tanda-tanda mati lemas dan tanda-tanda
strangulasi.
3.2
Saran
Dari uraian di atas, jika mendapatkan kasus korban gantung diri, di harapkan dokter
dapat gambaran post mertem pada asfiksia autoerotik dan dapat membedakan korban gantung
karena pembunuhan, bunuh diri, atau karena kegiatan autoerotik (asfiksia autoerotik ).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
UNDIP. 2007
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S et al. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997
3. Idries M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta. Binarupa Aksara. 2002.
Memchoubi. Autoerotic Hanging Brought As a Case Of Suicidal Hanging. 2004
4. Knight B. Fatal masochism-accid ent or suicide? Med Sci Law 1979; 19: 118-20
5. Atanasijevic T, Jovanovic AA, Nikolic S, Popovic V, Jaovic-Gaic M. Psychiatria
Danubina Vol 21 No 2: Accidental death due to complete autoerotic asphyxia
associated with transvestic fetishism and anal self-stimulation - case report. Institute
of Forensic Medicine, School of Medicine. 2009;249.
6. Patel-Ankur P, Bhoot-Rajesh R, Patel-Dhaval J, Patel KA. International journal of
medical toxicology and forensic medicine. Study of violent asphyxial death. India.
2013;54-6
7. Payne-James J, et all. Simpsons forensic medicine 13 th edition. London:Hodder &
Stoughton, 2011.
8. Saukko P, Knight B. Knights forensic pathology. 3 rd edition. New York:Oxford
University press, 2004.
9. Rao NG. Textbook of Forensic medicine & toxicology. 2 nd edition. St. Louis:Jaypee
brothers medical publishers, 2010.
10. Capatina C, hostius S, Dragoteanu C, Curca GC. Autoerotic asphyxial hanging-case
presentation. Rom J Leg Med. 2009;194-5
11. Resnik HL. Erotised Repetitive Hangings: A Form Of Self-Destructive Behavior.
Am J Psychother 1972; 26: 4-21.
23