Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini berbagai angka kejahatan cenderung meningkat. Salah satunya


adalah angka kejahatan asusila atau seksual yang berujung pada maraknya
penyerangan seksual. Era keterbukaan dan derasnya arus informasi menjadi salah
satu faktor pendorong terjadinya kejahatan seksual tersebut.1 Penyerangan seksual
didefinisikan sebagai kontak fisik secara seksual yang tidak diinginkan.
Penyerangan seksual jauh lebih luas daripada pemerkosaan, yang secara
tradisional berarti pemaksaan penetrasi vagina yang dilakukan oleh penyerang
laki-laki.2

Estimasi global yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO)


tahun 2016 menunjukkan bahwa 1 dari 3 wanita pernah mengalami kekerasan
fisik atau seksual oleh pasangan atau bukan pasangannya.3 Menurut data Komnas
Perempuan, ditemukan ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang
dilaporkan sepanjang tahun 2016 dan 34% dari kasus tersebut adalah kasus
kekerasan seksual.4 Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional
(SPHPN) 2016 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan
bahwa satu dari tiga perempuan di Indonesia berusia 15-64 tahun atau 28 juta
orang pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual oleh pasangan
dan selain pasangannya. Dalam satu tahun terakhir, 8,2 perempuan atau 9,2%
mengalami kekerasan fisik dan seksual.5

Menurut Bechtel dan Holstege, sebagian besar penyerangan seksual dikaitkan


dengan penyalahgunaan alkohol, hal ini dapat diterima karena ada tingkat korelasi
yang tinggi antara intoksikasi alkohol dan risiko diserang secara seksual. Dalam
beberapa tahun terakhir, selain alkohol juga dilaporkan penggunaan obat-obatan
lain untuk membuat korban pemerkosaan tidak sadar.2 penggunaan alkohol dan
atau obat-obatan tersebut lebih lanjut disebut Drug-facilitated sexual assault
(DFSA).

1
Definisi Drug-facilitated sexual assault (DFSA) menurut UK Advisory
Council on the Misuse of Drugs adalah semua bentuk penetrasi seksual yang tidak
diinginkan dengan melibatkan penggunaan zat untuk tujuan penyerangan seksual
yang serius, serta aktivitas seksual dengan korban yang sangat mabuk karena
tindakan korban sendiri.6 Literatur dari Amerika Serikat, Kanada, Australia,
Prancis dan United Kingdom menunjukkan selama 10 tahun terakhir terjadi
peningkatan penggunaaan obat-obatan dan alkohol pada penyerangan seksual.
Berdasarkan hasil British Crime Survey pada tahun 2001, 5% korban
pemerkosaan telah dibius, sementara 15% lainnya dilaporkan tidak sadar karena
dibawah pengaruh alkohol.7

Data pasti kasus DFSA di Indonesia belum ada, akan tetapi beberapa tahun
belakangan banyak media massa yang melaporkan kasus pemerkosaan dengan
menggunakan obat-obatan dan alkohol. Pasal 89 KUHP menyebutkan, membuat
orang pingsan atau tak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Sehingga, setiap kejadian dimana pelaku pemerkosaan, melakukan tindakan
asusila dengan cara sebelumnya membuat korban tidak sadar atau tidak berdaya
dengan menggunakan obat-obatan dan atau alkohol, termasuk dalam kategori
tindakan pemerkosaan. Pasal 285 KUHP menyebutkan bahwa barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengan dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai


Drug-facilitated sexual assault (DFSA) dan mengaitkannya dengan ilmu
kedokteran forensik.

1.2. Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai alkohol dan obat yang sering digunakan pada
kasus penyerangan seksual mulai dari mekanisme kerja obat, gejala, pemeriksaan
dan tatalaksana.

2
1.3. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan
pengetahuan mengenai Drug-facilitated sexual assault (DFSA) serta memenuhi
tugas kepaniteraan klinik senior Bagian Kedokteran forensik RSUP Dr. M. Djamil
Padang.

1.4. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan referat ini adalah tinjauan


kepustakaan dari berbagai literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etanol

Etanol atau alkohol adalah obat yang paling sering digunakan pada kasus
penyerangan seksual (75% kasus) karena sangat mudah untuk didapatkan.

2.1.1 Farmakokinetik
Alkohol masuk ke dalam tubuh terutama oleh ingesti minuman beralkohol yang
merupakan campuran antara alkohol, air, dan substansi lain (congeners) yang
diproduksi pada proses fermentasi. Congeners tersebut menyebabkan rasa dan bau
yang bervariasi dan dapat bertahan di jaringan beberapa jam setelah alkohol
dimetabolisme.8
Alkohol dapat diabsorbsi di sistem pencernaan bagian manapun. Duodenum dan
jejunum mempunyai kapasitas maksimal untuk absorpsi, diikuti oleh mukosa
gaster. Makanan berlemak dan sus akan memperlambat proses absorpsi. Lambung
yang penuh akan memperlambat absorpsi karena makanan bercampur dengan
alkohol dan menurun aksesnya terhadap mukosa lambung dimana terjadi
penyerapan ke dalam darah. Faktor lain yang memengaruhi kecepatan absorpsi
adalah konsentrasi alkohol. Bila konsentrasi alkohol optimal dan masuk ke dalam
lambung kosong, konsentrasi alkohol darah akan tercapai dalam 30-90 menit.8
Alkohol yang diabsorpsi akan dibawa dari saluran pencernaan ke hepar melalu
vena porta. Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi alkohol pada darah vena
porta melebihi konsentrasi darah di organ lain selama fase aktif absorpsi.
Kemudian, kadar alkohol di vena porta akan menurun setelah dimetabolisme di
hepar dan bercampur dengan darah dari a. hepatica. Selanjutnya, darah akan
dibawa oleh vena cava inferior menuju jantung dan masuk ke sirkulasi.8
Ketika equilibrium tercapai, distribusi alkohol pada berbagai jaringan dan cairan
tubuh adalah sebagai berikut : darah (1.00), plasma or serum (1.121.20), otak
(0.85), Cairan spinal (1.101.27), urine (ureteral) (1.3), udara alveolar (1/2100)
and hepar (0.85). Lebih dari 90% alkohol yang diabsorbsi, dieliminasi dari tubuh

4
melalui proses oksidasi yang dipengaruhi oleh hepar. Sebanyak 10% alkohol
dapat dieliminasi melalui ginjal, paru-paru, kelenjar keringat, dan usus besar.8
2.1.2 Tahap-Tahap Intoksikasi Alkohol
Tiga tahap intoksikasi alkohol menurut sudut pandang medikolegal, adalah
sebagai berikut.8
1. Tahap Eksitasi (Konsentrasi Alkohol darah 50150 mg%)
Adanya perasaan bahagia, senang, dan kegembiraan. Tingkah laku,
bicara, dan emosi tidak dapat dikontrol karena penurunan inhibisi normal.
Wajah memerah, adanya injeksi konjungtiva, pupil berdilatasi dan terjadi
penurunan refleks cahaya. Dapat terjadi alcohol gaze nystagmus, yaitu adanya
gerakan bola mata tiba-tiba yang searah dengan pandangan dan tidak
tergantung oleh posisi kepala. Konsentrasi buruk dan adanya gangguan
penilaian.
2. Tahap Inkoordinasi (Konsetrasi alkohol darah 150300 mg%)
Terjadi inkoordinasi pikiran, bicara, dan tingkah laku. Inkoordinasi
pikiran menyebabkan gangguan kesadaran, cara bicara menjadi tidak jelas.
Inkoordinasi otot menyebabkan terjadinya staggering gait. Pupil dilatasi,
refleks cahaya menurun, pandangan kabur, mulut kering, dan nafas bau
alkohol. Dapat terjadi mual dan muntah. Secara medikolegal, tahap ini
merupakan tahap yang penting, karena kecelakaan lalu lintas dapat terjadi jika
seseorang dalam tahap ini mengemudi.
3. Tahap Narkosis (Konsentrasi alkohol darah > 300 mg%)
Tahap ini disebut juga sebagai tahap koma. Penderita dapat masuk ke
fase tidur yang dalam dan hanya merespon rangsangan kuat. Sering
ditemukan gejala mulut kering. Nadi cepat, suhu subfebril, dan pupil
mengecil. Tetapi, jika diberikan rangsangan, pupil penderita akan dilatasi dan
kembali ke ukurannya semula dalam waktu lambat (Macewan sign). Paralisis
medula yang progresif tampak dari gejala seperti pernapasan yang terganggu,
kulin sianotik dan berkeringat, pupil berdilatasi, hilangnya refleks, da
lain-lain. Kematian terjadi akibat paralisis pusat pernapasan.
Penyembuhan terjadi setelah tidur beberapa jam dengan gejala sisa seperti
sakit kepala, mual, pusing, dan lain-lain (gejala hangover) yang diakibatkan oleh

5
hipoglikemia atau edema otak. Saturday night paralysis terjadi pada tahap ini.
Koma berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan otak hipoksik yang
irreversibel.
2.1.3 Dosis Fatal
Hal ini bergantung kepada usia dan kebiasaan individu serta kuatnya kadar
alkohol yang diingesti. Konsentrasi alkohol darah 400500 mg% atau lebih dapat
menyebabkan kematian.8
Periode fatal biasanya terjadi dalam 12-24 jam. Faktor-faktor yang
memengaruhi waktu konsentrasi maksimal dan kuantitas alkohol di darah antara
lain : (i) berat badan, (ii) kadar dan konsentrasi alkohol yang diingesti, (iii) apakah
alkohol diminum dalam 1 tegukan atau berinterval, (iv) ada atau tidaknya
makanan, (v) adiksi alkohol sebelumnya, dan (vi) lama istirahat atau jumlah
latihan setelah konsumsi alkohol.8
2.1.4 Diagnosis
Ditemukan gejala seperti bau mulut, dilatasi pupil, penurunan refleks cahaya
pupil, inkoordinasi, perkataan yang tidak jelas, serta adanya riwayat penggunaan
alkohol penting dalam dokumentasi intoksikasi alkohol. Kadar alkohol dalam
darah berhubungan langsung dengan gejala yang terjadi.8
2.1.5 Tatalaksana
Prioritas utama adalah memastikan tanda-tanda vital stabil tanpa bukti depresi
napas, aritmia jantung, dan lain-lain. Keadaan yang mengancam jiwa memerlukan
tatalaksana gawat darurat dan perawatan di rumah sakit. Pertahankan patensi jalan
napas, berikan thiamine 100 mg intravena, lakukan terapi cairan.8
2.1.6 Laboratorium
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar
alkohol darah, kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urine dapat dipakai sebagai
pilihan kedua. Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam
darah atau urine adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway). Jika tampak
warna kuning kenari menunjukkan hasil yang negatif, kuning kehijauan
menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg%, sedangkan warna hijau sekitar 300
mg%.8

6
2.2 Benzodiazepin

Benzodiazepin merupakan salah satu golongan obat psikotropika yang


penting dan banyak digunakan dalam praktek medis. Mereka banyak digunakan
sebagai tranquillizer, hipnotik, dan sedasi.8 Namun, potensi penyalahgunaan
benzodiazepin menimbulkan masalah pada kelas agen terapeutik ini.
Flunitrazepam adalah satu dari lebih 30 obat benzodiazepin yang dipasarkan di
seluruh dunia. Diperkenalkan sebagai hipnosis di Eropa, Amerika Selatan dan
Asia pada pertengahan 1970an, flunitrazepam memperoleh popularitas medis
karena potensinya sepuluh kali lipat dari diazepam rata-rata (Stovner et al., 1973)
dan dengan cepat menjadi "obat terlarang pilihan". Obat ini menginduksi anestesi
untuk mengurangi kecemasan korban, dan dalam dosis tertentu menghasilkan
amnesia. Dalam arti kata, korban dalam keadaan sadar dan patuh terhadap
perintah, namun setelah itu pasien lupa dengan kejadian yang telah berlangsung.
Flunitrazepam tidak pernah disetujui di pasar obat Amerika Serikat sebagai
golongan obat benzodiazepin.9

2.2.1 Mekanisme kerja

Setiap benzodiazepin memiliki batas kemampuan tertentu yang berbeda


dalam mengikat reseptor GABA dan menghasilkan tingkat depresi SSP tertentu.
Sehingga secara klinis dapat sebagai efek penenang, anxiolytic dan amnesia.
Benzodiazepin dengan potensi tinggi, seperti flunitrazepam, dapat digunakan
sebagai hipnosis, untuk menginduksi anestesi dan memiliki efek amnesia
anterograde yang lebih jelas. Tindakan inilah yang dicari dalam penggunaan
potensi flunitrazepam sebagai obat untuk DFSA. Amnesia anterograde mengacu
pada kurangnya penghafalan kejadian yang terjadi oleh individu sejak masa
pemberian obat (parenteral) atau setelah penyerapan obat secara memadai (oral)
dan tidak ada perubahan dalam peristiwa yang sebelumnya diingat (yaitu tidak
ada amnesia retrograde). Flunitrazepam dosis terapeutik kecil yang diberikan
secara intravena atau oral dapat dengan jelas menghasilkan memori yang
terganggu: namun efek ini berumur pendek dan tampaknya menurun dengan cepat
dalam 30 menit setelah pemberian obat (Mattila dan Larni, 1980). Dosis
terapautik yang relatif singkat mungkin menjadi alasan untuk sejumlah kecil

7
pemerkosaan yang difasilitasi obat yang terkait dengan flunitrazepam.
Peningkatan fungsi reseptor GABA telah terbukti mengganggu terbentuknya
kenangan dalam formasi hippocampus.9

Pemancar aminoacid excitatory glutamat dan aspartat terlibat dalam


perubahan plastik pada neuron struktur serebral yang dikenal sebagai longterm
potentiations (LTPs. Flunitrazepam menekan induksi LTP dan efek ini dicegah
dengan pemberian antagonis antagonis antagonis benzodiazepin (Seabrook et al.,
1997). 9

2.2.2 Gejala

Golongan benzodiazepin dapat menyebabk depresi SSP. Individu di bawah


pengaruh benzodiazepin mungkin terlihat seperti orang-orang di bawah pengaruh
alkohol. Psikofisik menunjukkan gangguan perhatian terbagi dan koordinasi serta
keseimbangan yang buruk. Indikator telah terjadi depresan SSP adalah mata
nistagmus horizontal, bahkan vertikal pada dosis tinggi. Tapi ukuran pupilnya
normal. Kelopak mata mungkin berkabut, dan mata berair. Individu mungkin
tampak lamban, mengantuk,pusing, ataksia dengan ucapan yang tidak jelas dan
otot flaksid dan dapat jatuh ke koma.8,9

Kondisi lain dapat menyebabkan gejala yang sama: kelelahan ekstrim, cedera
kepala, hipotensi, depresi berat, hipoglikemia diabetes adalah beberapa situasi
klinis yang umum dengan presentasi serupa yang harus dikesampingkan perlu
dipertimbangkan.9

2.2.3 Pemeriksaan

Pada kasus DFSA dengan obat benzodiazepin dapat dilakukan analisis


senyawa toksikologi forensik. Pemeriksaan ini memerlukan pengumpulan
spesimen yang terawetkan dengan baik. Meskipun benzodiazepin umumnya stabil
dalam darah dan urin selama beberapa minggu, dianjurkan untuk menyimpan
darah pada tabung yang mengandung pengawet (misalnya tabung abu-abu yang
mengandung sodium fluorida dan kalium oksalat) dan disimpan dalam lemari
pendingin sampai analisis dilakun.Dalam kasus di mana lebih dari 48 jam telah

8
berlalu, analisis rambut juga dapat dipertimbangkan; Namun rambut tidak boleh
dikumpulkan setidaknya tujuh hari pasca insiden, untuk memungkinkan rambut
yang dimasukkan obat tumbuh dari kulit kepala.

Penting untuk diingat bahwa semua kasus DFSA berpotensi berakhir di


pengadilan. Semua spesimen harus ditangani dengan dokumentasi dan rantai
asuhan yang sesuai, yang mungkin mencakup hal-hal seperti tanggal dan waktu
pengumpulan, donor, kolektor, setiap orang yang menangani analisis sebelumnya.

Analisis benzodiazepin dapat dilakukan dengan menggunakan banyak teknik


analisis yang berbeda yaitu immunoassay analisis (IA), dengan atau tanpa
konfirmasi olehkromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau kromatografi gas
dengan deteksi selektif massa (GC-MS).

2.2.4 Tatalaksana

Tatalaksana suportif pada kasus intoksikasi perlu dipertimbangkan dan


pemberian antagonis benzodiazepin pada kasus trtentu sperti flumazenil kadang
diperlukan dengan. Dosis Flumazenil sbesar 0,5mg diberikan secara intravena
dalam 30 detik.

2.3 Gamma-hidroksibutirat (GHB)

Gamma-hidroksibutirat (GHB) merupakan obat penyalahgunaan "baru"


namun telah digunakan secara klinis sebagai agen anestesi dan hipnosis sejak
tahun 1960. Gamma-hidroksibutirat adalah senyawa endogen alami yang
ditemukan paling banyak jaringan mamalia, termasuk otak, disintesis dari
penghambatan neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA).
Gamma-hidroksibutirat juga tampak berfungsi sebagai neurotransmiter atau
neuromodulator.11
Selama dekade terakhir, GHB dan produk terkait (yakni gamma-butirolaktona
(GBL), 1,4-butanadiol (1,4-BD) telah digunakan berulang kali untuk melakukan
drug facilitated sexual assault (DFSA). Dari semua obat yang digunakan untuk
melakukan kejahatan, bahan kimia ini mungkin yang paling sulit untuk dianalisis
dan interpretasi karena kecepatan hilang dari tubuh.

9
2.3.1 Kimia Gamma-hidroksibutirat dan produk terkait

Gamma hidroksibutirat (GHB) adalah molekul sederhana yang terdiri dari


hanya empat karbon, delapan hidrogen, dan tiga atom oksigen. Ini memiliki
struktur rantai lurus dengan gugus hidroksil pada satu ujung dan gugus asam
karboksilat di sisi lain. Sebagai bahan kimia, GHB biasanya dalam bentuk garam
natrium dengan berat molekul 126,1. Bentuk garam murni adalah bubuk putih
atau putih yang mudah larut dalam air.
Gamma-butirolaktona (GBL) adalah pelarut industri yang dapat dibeli dari
distributor kimia atau ditemukan di penghilang cat. Gamma-butirolaktona
mengandung empat karbon, enam hidrogen, dan dua atom oksigen. Perbedaan
antara GHB dan GBL adalah hilangnya satu molekul air (H2O) yang
memungkinkan GBL membentuk cincin tertutup, berat molekul 86,1.
Gamma-butirolaktona murni adalah cairan tak berwarna dengan bau karamel
ringan, dengan densitas 1,12 dan titik didih 204 C. Hal ini menyebabkan GBL
mudah menguap , bercampur dengan air dan mudah larut dalam metanol, etanol,
aseton, dan eter. GBL memiliki sejumlah sinonim namun yang paling umum
adalah dihydro-2 (3H) -furanon.

Gambar 2.1 Struktur kimia9

10
1,4-butanadiol (1,4-BD) memiliki struktur kimia yang terdiri dari empat
karbon, sepuluh hidrogen, dan dua atom oksigen membentuk struktur rantai lurus
dengan gugus hidroksil pada masing-masing ujungnya. Dengan berat molekul
90,1, densitas 1,02, dan titik didih 228 C. 1,4-butanadiol berupa cairan kental
tidak berwarna yang larut dalam air, dimetil sulfoksida, aseton, dan etanol.
2.3.2 Penyalahgunaan GHB, GBL, 1,4-BD
Struktur kimia GBL dan 1,4-BD cepat dikonversi menjadi GHB setelah
dikonsumsi, sehingga individu yang mengkonsumsi zat kimia ini akan mengalami
efek farmakologis yang mirip dengan konsumsi GHB (Irwin, 1996; Poldrugo dan
Snead, 1984; Rambourg- Schepens et al., 1997; Roth and Giarman, 1966).

Penyalahgunaan GHB cenderung terjadi pada dua kelompok. Kelompok


pertama mencakup binaragawan yang percaya GHB menjadi alternatif steroid
untuk membentuk massa otot. Keyakinan ini didasarkan pada laporan tahun 1977
yang menunjukkan bahwa GHB menyebabkan meningkatkan pelepasan hormon
pertumbuhan manusia yang (Takahara et al., 1977). Gamma hidroksibutirat
digunakan sebagai bantuan diet.

Gambar 2.2 GHB, GBL, 1,4-BD9


Kelompok yang menggunakan GHB lainnya adalah mereka yang
menggunakannya untuk mendapatkan efek depresan sistem saraf pusat (SSP).

11
Mengarahkan pada efek euforia, mengurangi hambatan, dan sedasi, seperti
depresan SSP lainnya (misalnya etanol, benzodiazepin, barbiturat, dll.), Efeknya
sangat bergantung pada jumlah bahan kimia yang dikonsumsi. Jadi GHB yang
dikonsumsi individu mungkin mengalami berbagai efek mulai dari terjaga, euforia
sampai tidur dalam atau koma.
GHB, GBL, dan 1,4-BD hampir selalu disalahgunakan secara oral. Serbuk
berwarna putih atau berwarna coklat pada kapsul gelatin, lebih sering bahan kimia
ini diencerkan dengan air dimana mereka bisa menyamar sebagai spring water,
minuman olahraga, atau obat kumur. Penjual dan penyalahguna GHB telah
menyamarkannya di wadah lain seperti semprotan rambut atau botol tetes mata.
2.3.3 Sintesis Gamma hidroksibutirat (GHB)

Bagi pelaku dan penjual GHB mudah untuk dibuat dari bahan yang cukup
umum. Internet terdapat banyak GHB dan memungkinkan pengguna untuk
memesan bahan-bahan ini secara on-line, hampir semuanya dimulai dengan dua
bahan kimia utama: GBL dan sodium hydroxide. Cukup mencampur kedua bahan
kimia ini bersama-sama akan membentuk GHB. Biasanya, hasilnya adalah larutan
GHB yang cukup terkonsentrasi (50-80%) yang diencerkan menjadi sekitar 20%
untuk digunakan dan terkadang akan GHB dikeringkan menjadi bubuk, bentuk
garam untuk diolah menjadi kapsul gelatin.
2.3.4 Gamma hidroksibutirat (GHB) Endogen

Salah satu aspek menarik dari penggunaan GHB, GBL, atau 1,4-BD pada
drug facilitated sexual assault (DFSA) adalah bahwa setiap orang memiliki
sejumlah GHB alami di tubuh. Dikenal sebagai GHB endogen. Sebagian
dimetabolisme gamma-aminobutyric acid (GABA) di otak dan produknya
dimetabolsisme di luar otak. Dalam SSP, GABA diubah menjadi serum
semialdehid (SSA) melalui GABA aminotransferase. Sebagian besar SSA yang
terbentuk dioksidasi menjadi asam suksinat (SA) melalui dehidrogenase dimana ia
memasuki siklus Krebs dan diubah menjadi air dan karbon dioksida. Namun,
sejumlah kecil SSA dikurangi menjadi GHB melalui reduktase. GHB biasanya
dioksidasi kembali ke SSA melalui GHC ketoacid transhydrogenase dimana juga
dapat dikonversi ke SA dan memasuki siklus Krebs, namun sejumlah kecil GHB

12
dapat mengalami oksidasi menjadi 3,4 - dihydroxybutyric acid dan 3-keto-
Asam 4-hidroksibutirat (Tunnicliff, 1997). Penelitian telah mengemukakan bahwa
metabolit GHB teroksidasi ini hanya dapat terjadi pada tingkat yang terukur
ketika jalur transhidrogenase terhambat (Jakobs et al., 1981).

Penting untuk diketahui bahwa ada bukti yang menunjukkan adanya prekursor
GHB endogen selain GABA. Sebagai contoh, GHB terdapat pada ekstranural
(yakni jantung, paru-paru, hati, otot rangka, ginjal, dan rambut) yang tidak
memiliki atau tidak sedikit jumlah GABA (Nelson et al, 1981; Roth, 1970;
Zachmann et. al., 1966; Ferrara et al., 1995a). Penelitian lain menunjukkan bahwa
1,4 - BD, produk endogen dari asam lemak, mungkin merupakan sumber GHB di
jaringan perifer (Barker et al., 1985).

Gambar 2.3 Metabolisme GHB9


2.3.5 Farmakokinetik
Gamma hidroksibutirat tidak berwarna dan tidak berbau dalam minuman,
rasanya asin. Onset tindakan cepat dengan efek puncak 20 sampai 45 menit
setelah konsumsi. Gamma hidroksibutirat cepat diserap dan dihilangkan dari
tubuh. Waktu kadar puncak dalam plasma adalah tmax = 20-45 menit; setengah
hari terminal, t1 / 2z = 27 5 menit, setelah dosis 25 mg / kg).
1,4 butanadiol (1,4-BD) dan gammabutyrolactone (GBL) adalah prekursor
GHB yang dimetabolisme menjadi GHB. GBL memiliki lebih banyak penyerapan
cepat dibanding GHB yang berakibat lebih tinggi konsentrasi serum, dan durasi
yang lebih lama tindakan DFSA karena kelarutan pada lipid yang lebih besar.

13
GBL Bisa dengan mudah dan legal didapat sebagai pembersih pelarut. 1,4-BD
secara kompetitif dimetabolisme oleh alkohol dehidrogenase menjadi GHB.10
2.3.6 Farmakodinamik
Ffek GHB tidak terbatas pada SSP namun melibatkan hampir semua sistem
organ, efek utamanya adalah depresi SSP dan merupakan hasil dari gangguan
beberapa sistem neurotransmitter. Gamma hidroksibutirat mempengaruhi sistem
dopaminergik serebral Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan konsentrasi
dopamin di terminal saraf akibat inhibisi pada sel-sel saraf pelepas dopamin oleh
GHB. Gamma hidroksibutirat juga dapat merangsang tirosin hidroksilase, enzim
mengkatalisis pada langkah pertama dalam sintesis dopamin. Penelitian lain
menunjukkan bahwa,GHB awalnya menghambat pelepasan dopamin namun dapat
menstimulasi pelepasan dopamin. Dosis GHB rendah menghambat dan dosis yang
lebih tinggi merangsang pelepasan dopamin. GHB juga memiliki afinitas untuk
dua lokasi reseptor di SSP, reseptor spesifik GHB dan reseptor GABAB. Temuan
eksperimental menunjukkan bahwa beberapa perubahan induksi GHB dalam
aktivitas dopaminergik dimediasi oleh reseptor GHB. Sistem kolinergik dan
serotoninergik juga tampaknya terpengaruh oleh GHB. GHB memediasi siklus
tidur, regulasi suhu, metabolisme glukosa serebral dan aliran darah, memori, dan
kontrol emosional pada SSP.
Perubahan perilaku dan efek neurologis diamati pada subyek yang telah
menelan GHB. Dosis GHB rendah (0,5-1,5 g) menyebabkan induksi keadaan
relaksasi dan ketenangan yang sensualitas, euforia ringan. Dosis yang lebih tinggi,
seperti yang mungkin terlibat dalam kasus DFSA (1,5 g atau lebih), dapat
menyebabkan manifestasi klinis yang lebih jelas dan efek samping mulai dari
relaksasi dan euforia, kebingungan, pusing dan mengantuk, mual dan muntah,
agitasi, nistagmus, hilangnya penglihatan tepi , halusinasi, amnesia shortterm dan
mengantuk, hingga goncangan atau kejang yang tak terkendali, bradikardia,
depresi pernafasan, apnea, dan koma. Konsentrasi darah melebihi 260 g / mL
dikaitkan dengan tidur dalam, tingkat 156-260 g / mL dengan tidur sedang,
52-156 g / mL dengan tidur ringan, dan kurang dari 52 g / mL dengan terjaga.

14
2.3.7 Efek Tambahan dengan obat lain

Menurut sejumlah besar kasus keracunan GHB yang dilaporkan, DFSA,


penyalahgunaan atau pemberian multisubstansi yang dikombinasikan dengan
GHB adalah temuan yang sangat umum. Etanol adalah obat yang paling sering
dikombinasi dengan GHB dan kemungkinan ditemukan dalam banyak kasus
DFSA. Depresan SSP selain etanol yang dapat dicampur dengan GHB meliputi
benzodiazepin, opiat, barbiturat. Drug facilitated sexual assault sering GHB
dikombinasikan dengan benzodiazepin short-acting seperti triazolam,
flunitrazepam, dan lorazepam. GHB hampir tidak berasa dalam bentuknya yang
murni, namun memiliki rasa "asin" atau "sabun" jika tidak murni. Selanjutnya,
mudah ditambahkan dalam jumlah yang relatif besar untuk minuman beralkohol
atau dicampur dengan obat lain.. Karena etanol dan banyak obat bertindak sebagai
depresan SSP, mereka mungkin secara sinergis meningkatkan efek neurologis
yang dihasilkan oleh GHB, sehingga menghasilkan reaksi merugikan dan
gambaran klinis yang lebih parah.

2.3.8 GHB dan Drug facilitated sexual assault (DFSA)

Efek depresan SSP yang kuat dari GHB telah menyebabkan penggunaannya
dalam sejumlah kasus DFSA. Dari semua obat yang digunakan untuk melakukan
kejahatan ini, GHB dan produk terkait mungkin salah satu yang paling disukai
oleh pemerkosa, walaupun statistik mungkin tidak pernah membuktikannya.
Endogen GHB di dalam tubuh, hal itu mempersulit interpretasi perannya dalam
kasus dugaan kasus DFSA. Setelah konsumsi terjadi eliminasi GHB yang cepat
dari tubuh menghasilkan hanya tingkat rendah yang tersisa di tubuh. Tingkat ini
seringkali tidak dapat dibedakan dengan mudah dari tingkat alami atau endogen.
Seperti disebutkan di tempat lain, setelah konsumsi, GHB hanya bisa terdeteksi 8
jam dalam darah dan 12 jam dalam urin.
Faktor lain yang membuat GHB, GBL, dan 1,4-BD menarik bagi pemerkosa
adalah mereka sudah tersedia. Selain fakta bahwa GHB mudah dibuat sendiri,
obat-obatan ini mudah dibeli dari Internet, di jalanan, di berbagai fasilitas
kebugaran, dan di klub dansa.

15
Efek sedatif yang kuat dari GHB dan produk terkaitnya tidak seperti banyak
obat lain yang digunakan untuk melakukan DFSA. Obat-obatan ini dapat
menyebabkan pengguna dari keadaan yang benar-benar waspada hingga tidak
sadar dalam hitungan 10 sampai 15 menit. Selain itu, GHB dapat menyebabkan
amnesia saat pengguna berada di bawah pengaruhnya. Tidur dengan bantuan
GHB hanya berlangsung 3-4 jam, setelah pengguna terbangun merasa tidak segar
seperti. Orang lain yang melihat seorang individu di bawah pengaruh GHB
cenderung menganggap individu tersebut telah mengkonsumsi terlalu banyak
alkohol. Ini adalah karakteristik lain yang menarik dari obat-obatan ini, karena
para saksi dapat mengklaim bahwa korbannya mabuk.
Faktor lain yang mendukung pemerkosa yang menggunakan GHB adalah
kenyataan bahwa banyak laboratorium forensik dan klinis masih belum memiliki
tes yang dirancang untuk mendeteksi keberadaannya dalam spesimen darah atau
urin. Dengan demikian obat ini mungkin sering tidak terdeteksi tidak peduli
seberapa cepat spesimen dikumpulkan.
2.3.9 Skrining DFSA

Cairan tubuh yang paling banyak dikumpulkan untuk bukti toksikologi


forensik dalam dugaan kasus DFSA adalah urin. Darah jarang dikumpulkan
kecuali pada kasus pasca-mortem. Ada sejumlah kesulitan teknis dalam
melakukan analisis forensik untuk membuktikan adanya obat dalam kejadian
pemerkosaan. Karena amnesia terkait dengan obat-obatan terlarang, korban sering
hadir untuk jam evaluasi medis atau berhari-hari setelah kejadian sebenarnya,
sehingga mengakibatkan pengumpulan spesimen tertunda. Selain itu, tingkat
deteksi dalam urin bervariasi tergantung pada jenis analisis yang dilakukan
sehingga sejumlah kecil obat mungkin dilewatkan oleh analisis rutin. Kadar GHB
endogen secara alami terdapat dalam darah dan urin. GHB hanya bisa terdeteksi 8
jam dalam darah dan 12 jam dalam urin. Nilai cut-off yang biasa digunakan
pada sampel ante mortem - 4 mg /l untuk plasma dan 10 mg / l untuk urin.11

16
2.4 Halusinogen

Halusinogen merupakan salah satu kelas dari agen heterogen seperti sumber
daya alam seperti tanaman (cannabis, ibogaine, harmala, alkaloid, peyotl,
kawakawa, khat), jamur (psilocybine dari Psilocybe atau Stopharia) atau sintetik
(derivat amfetamin, phenycyclidine, LSD).9

2.4.1 Ganja

Cannabis sativa merupakan tanaman utama yang mempunyai banyak varietas


(C. Indica, C. Sinesis, dll) yang kemungkinan dapat dibedakan satu sama lain
berdasarkan adaptasi terhadap iklim dan model kultivasi. Tanaman ini memiliki
resin yang kaya akan delta-9-tetrahydrocanobil (THC), suatu substrat psikoaktif,
sebagai bahan aktif utama. 9

2.4.1.1 Mekanisme Kerja

Terdapat dua reseptor untuk ganja yaitu CB1 dan CB2. CB1 memiliki reseptor
terbanyak di sistem saraf pusat (SSP) walaupun terdapat pula beberapa reseptor di
uterus, gonad, jantung, dan limpa. Reseptor SSP tersebut terdistribusi pada
striatum (yang bekerja pada inisiasi gerakan), serebellum (yang bertanggungjawab
terhadap tuning ongoing motor function), dan hipokampus (yang bertanggung
jawab terhadap penyimpanan memori jangka pendek dan memori segera).
Sedangkan CB2 memiliki reseptor di sel sel darah terutama pada limfosit B dan
T, monosit dan sel natural killer. Hal ini membuat ganja dicurigai memiliki efek
imunosupresan. 9

Bila ganja dikonsumsi secara inhalasi, maka bioavaibilitas THC akan


mencapai 18%, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan bioavaibilitas THC
dengan cara dikonsumsi oral. Setelah ganja masuk lewat inhalasi, maka akan
terjadi absorbsi yang sangat cepat hingga konsentrasi mencapai Cmax dengan Tmax
hanya 7 8 menit. Bila dibandingkan dengan melalui oral, Cmax tersebut baru
akan tercapai dalam 2 3 jam. 9

THC merupakan suatu lipid, sehingga absorbsi akan semakin tinggi bila
diikuti dengan makanan berlemak. Selain itu, hal tersebut juga akan berdampak

17
pada cepatnya distribusi terhadap otak dan redistribusi terhadap jaringan adiposa.
Hal tersebut berkorelasi dengan durasi aktif ganja yang panjang dan lamanya
ekskresi. 9

2.4.1.2 Gejala

Gejala akut yang dapat timbul berupa gangguan proses berpikir, salah
persepsi mengenai waktu, gangguan terhadap panca indera, amnesia, dan
perubahan mood yang bervariasi mulai dari euforia hingga agresifitas serta dapat
diikuti dengan halusinasi dan delirium. Gejala ini bergantung terhadap banyaknya
dosis, ketahanan pemakai dan penggunaan bersamaan dengan obat obatan
konkomitan seperti alkohol dan psikoaktif. 9

Pemakaian dalam jangka lama dapat menimbulkan penurunan memori segera


dan memori jangka pendek, ansietas dan panic attack. Dapat pula terbentuk
amotivational syndrome yang berupa hilangnya minat pemakai terhadap kegiatan
sosial sehari-hari. 9

2.4.2 LSD
2.4.2.1 Mekanisme Kerja

LSD lebih banyak dikonsumsi secara oral dengan rentang dosis 100 300 g
dan sangat cepat diabsorbsi pada traktus gastrointestinal serta mengalami
metabolisme yang tinggi di hati.9,12 Efek dapat muncul dalam 5 10 menit
sednagkan psikosis muncul dalam 15-20 menit. Gejala puncak baru muncul
setelah 30 90 menit dan bertahan hingga 4-6 jam. Lamanya durasi efek yang
muncul berkisar antara 8-12 jam sedangkan efek mati rasa dapat terasa hingga
berhari hari.12 LSD akan berikatan dengan reseptor serotonin 5HT1c dan dapat
menimbulkan gejala seperti ansietas, gangguan selera makan dan mood. Efek
tersebut akan berlangsung paling lama 12 jam dan diikuti rasa lelah pada pemakai
dalam satu hingga dua hari. Kurang dari 1% dosis LSD ditemukan tidak berubah
di urin, dan 1,2% ditemukan dalam bentuk demethylated dan beberapa
hydroximetabolites diekskresi dalam bentuk glucoroconjugates. 9

18
2.4.2.2 Gejala

Kebanyakan gejala berupa aktivasi dari sistem simpatomimetik sperti


midriasis, takikardi, kerigat, tremor, hipertermia serta hipertensi. Efek LSD akan
diawali dengan halusinasi yang diikuti mood swings, kemudian perubahan cepat
dari ekstasi ke ansietas, dari euforia ke apatis, dan dari halusinasi yang indah ke
tampilan visual yang menyeramkan. 9

2.4.3 Amfetamin

Amfetamin merupakan akronim dari alpha-methyl phenethylamine. Beberapa


derivat dari amfetamin adalah MDMA, MDEA, MDA, MBDB, BDB, MMDA,
PMA, TMA, DOM, DOB, dan DOET. 9

2.4.3.1 Mekanisme Kerja

MDMA, atau yang lebih sering dikenal dengan ekstasi, biasanya dikonsumsi
secara oral dengan rentang dosis 50 250 mg dan memiliki absorbsi yang baik
(dalam 20 60 menit). Cmax 100 ng/mL dapat muncul dalam 2 jam dengan dosis
50 mg pada pria dewasa. MDMA dapat ditemukan di urin dalam konsentrasi
tinggi dan dapat tetap ditemukan hingga 3 hari kemudian. CYP2D6 merupakan
enzim utama untuk memetabolisme MDMA. Enzim tersebut ternyata memiliki
keterkaitan terhadap genetik pada ras Kaukasia sebanyak 10% yang menunjukkan
metabolisme yang jelek terhadap MDMA. 9

MDMA memiliki afinitas yang kuat terhadap reseptor 5HT2 (serotonin), M1


(asetilkolin), 1 (norepinefrin), dan H1 (histamin). MDMA juga menghalangi
pengambilan kembali serotonin yang berdampak pada transportasi dopamin. Hal
yang harus diingat bahwa efek akut dari obat ini, dalam keadaan kronis,
merupakan penurunan transmisi serotonin yang disebabkan oleh feedback negatif
dari tingginya konsentrasi sinaps serotonin. Afinitas obat ini terhadap reseptor M1
dan 1 merupakan suatu dasar terjadinya gangguan anatomis terutama pada
sistem kardiovaskular. 9

19
2.4.3.2 Gejala

MDMA menimbulkan beberapa gejala sentral seperti empati, perubahan


mood, euforia, dan disinhibisi (yang biasanya disalahgunakan dalam kasus
pelecehan seksual). Tetapi, terdapat pula beberapa gejala yang tidak
menyenangkan seperti tremor, diaforesis, paresestesi, dan takikardi. Pada dosis
tinggi atau overdosis dapat terjadi gejala gejala krisis hipertensi yaitu
hipertermia, aritmia, dan konvulsi yang mengancam jiwa. Pada kasus mati yang
berhubungan dengan penggunaan MDMA, dapat ditemukan koagulasi
intravaskular dan rhabdomyolisis (hancurnya otot yang disebabkan penyumbatan
subsekuen pada glomerulus ginjal oleh mioglobin dan acute renal injury). Selain
itu dapat pula ditemukan edema paru dan tanda disfungsi hati. 9

2.4.4 Pemeriksaan yang dilakukan

Beberapa senyawa halusinogen relatif stabil d dalam darah, serum plasma dan
urin, kecuali pada LSD yang sensitif terhadap cahaya dan peningkatan suhu. Oleh
sebab itu, dalam mengambil spesimen sebaiknya darah dan serum plasma
disimpan di dalam tabung yang mengandung pengawet (natrium florida dan
kalium oksalat) dan disimpan di lemari pendingin hingga waktu analisis dimulai.
Pengambilan urin sangat penting pada senyawa PCP dan LSD karena
konsentrasinya yang sangat rendah di dalam darah dan serum plasma. Spesimen
urin biasanya mengandung konsentrasi obat yang lebih tinggi untuk periode yang
lama dibandingkan pada darah atau serum plasma. Oleh sebab itu, waktu
pengambilan spesimen sangatlah penting dalam kasus DFSA. Setidaknya
spesimen paling lama harus diambil 4 hari setelah kejadian. 9

2.4.5 Tatalaksana

Pada penggunaan LSD dapat menimbulkan gangguan panik akut maupun


gejala psikosis. Gejala gangguan panik akut yang muncul dapat seperti halusinasi
atau ilusi yang menyeramkan, ansietas, dan perasaan yang tidak terkontrol. Pasien
dapat juga kehilangan indera visual sehingga semakin merasa mereka akan
semakin menggila. Pada pasien tersebut maka perlu dilakukan penenangan
untuk menangani ansietasnya. Penenangan tersebut dapat dilakukan di ruangan

20
yang tenang dan dokter perlu melakukan pendekatan tanpa perlu mendikte pasien.
Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan cara talked down dengan
menanyakan orietnasi berulang kali (siapa dan dimana pasien berada sekarang)
dan jelaskan bahwa mereka sedang mengalami gejala yang disebabkan oleh obat.
Jika agitasi masih tak teratas dapat diberikan diazepam 5 mg IV setiap 1-2 jam
dengan dosis ditingkatkan sampai terdapat respon. Jika tidak berhasil, dapat
diberikan haloperidol 5-10 mg IM atau 10-20 mg PO.12

Meskipun tersedia fasilitas rawat inap, sangat jarang sekali dibutuhkan untuk
gangguan panik akut. Jika gejala tersebut dapat teratasi maka pasien dapat
dipulangkan. Rawat inap diperlukan pada pasien yang daya tiliknya tidak kembali.
Pasien yang didetoksifikasi amfetamin dapat mengalami depresi berat dengan
keinginan bunuh diri yang tinggi sehingga perlu dirawat inap. Psikosis yang
disebabkan oleh ganja dapat hilang sendiri bila dihentikan penggunaan ganja atau
dapat diberikan haloperidol 10 mg empat kali sehari selama 1 minggu. 12

2.5 Opioid
Opioid adalah golongan zat yang mengandung zat alkaloidal alami, semi
sintetis dan sintetis yang berasal dari opium atau zat yang memiliki aktivitas mirip
morfin. Opioid alami biasanya disebut sebagai opiat dan termasuk zat yang
diperoleh dengan ekstraksi dari opium poppy, Papaver somniferum. Poppy opium
adalah tanaman tahunan yang tumbuh pada banyak iklim, tapi lebih menyukai
daerah yang hangat dan beriklim sedang tanpa es. Opium diperoleh dari eksudat
susu yang dilepaskan dari sayatan benih mentah. 9
Opium adalah zat kompleks, mengandung banyak senyawa termasuk morfin,
kodein, thebaine, papaverine, dan noscapine. Opiat adalah narkotika alami, seperti
heroin, morfin, dan kodein. Morfin digunakan sebagai blok dasar untuk banyak
opioid semi-sintetik. Opioid semi-sintetis yang berasal dari morfin meliputi heroin,
kodein, dan hydromorphone. Opioid yang dapat disintesis dari kodein termasuk
dihydrocodeine dan hydrocodone.9 Obat-obat tersebut memiliki analgesik yang
ampuh dan sifat penenang tetapi sifat farmakokinetiknya berbeda. Obat-obat
tersebut tersedia dalam bentuk bubuk atau tablet yang rasanya sedikit pahit.

21
Bentuk apapun bisa disembunyikan dalam minuman, rokok, atau dihirup. Obat ini
dapat dengan mudah digunakan untuk melumpuhkan korban kekerasan seksual.
Efek farmakologi dari opioid adalah hubungan interaksinya dengan reseptor
pada sistem saraf pusat. Beberapa reseptor "opioid" telah diidentifikasi pada
manusia, yaitu mu (), kappa (), delta (), dan sigma () reseptor. 9

Gambar 2.4 Reseptor Opioid


Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai efek kerja opioid terhadap
tubuh manusia. Hasil studi diantaranya mendapatkan gangguan kognitif terjadi
setelah pemberian opioid, gangguan fungsi memori setelah pemberian dosis rendah
fentanyl intravena, dan gangguan pemahaman setelah mendapatkan morfin
inravena.9
Saat mempertimbangkan kelas obat yang mungkin terkait dengan kasus drug
facilitated sexual assault (DFSA), seseorang harus mempertimbangkan efek yang
diinginkan untuk hal tersebut. Efek tersebut meliputi sedasi, relaksasi otot, anti
kecemasan, dan amnesia. Opioid mampu menghasilkan obat penenang dan
relaksasi otot. Selain itu, ada sejumlah penelitian menunjukkan bahwa opioid
mengganggu fungsi kognitif, termasuk memori pada beberapa orang.9 Awal gejala
klinis bervariasi dengan obat dan metode pemberian. Onset efek untuk konsumsi
oral opioid bervariasi, tapi sebagian besar berada dalam 30 sampai 60 menit;
inhalasi atau suntikan lebih cepat (dalam 5 menit). Durasi efek klinis bergantung
pada opioid spesifik. Opioid menghasilkan keadaan mengantuk yang
menyenangkan dan sensasi nyeri berkurang, yang keduanya bisa menurunkan
resistensi dari korban DFSA yang dituju, pertimbangan yang paling penting

22
mungkin bukan efek opioid saja, tapi interaksi mereka dengan obat lain, terutama
etanol dimana penggunaan kombinasi antara opioid dengan etanol dapat
menyebabkan toksisitas yang tinggi.9
Di rumah sakit pengaturan imunoassay komersial dirancang untuk
mendeteksi opiat alami (morfin dan kodein). Protokol analisis GC - MS spesifik
tersedia untuk mengkonfirmasi senyawa opioid alami, sintetis, dan semisyntetik
dari spesimen urin. Immunoassays dan protokol GC-MS tersedia untuk
mendeteksi metadon dan propoxyphene Dokumentasi gejala klinis terkait opioid
yang dicurigai membantu laboratorium negara dalam mendeteksi dan
mengkonfirmasikan beragam senyawa opioid yang potutused untuk melumpuhkan
korban penyerangan seksual.

Gambar 2.5 Metabolisme Opioid


Metabolisme 23 piate yang terdeteksi oleh immunoassay dan GC-MS
Sebagian kecil kodein diubah menjadi metabolit aktif oleh CYP 2 D 6 menjadi
norcodeine (w 10%), morfin (w 10%), dan hidrokodon (! 2%). Heroin
dimetabolisme dengan cepat menjadi 6 asetil morfin dan kemudian dihidrolisis
menjadi morfin, keduanya merupakan metabolit aktif. Morfin dikonjugasikan ke
metabolit morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan morfin
metabolit-6-glukuronida potensial.

23
Gambar 2.6 Jenis Jenis Opioid

24
2.6 Over the Counter Drugs dan Obat Lainnya

Obat yang digunakan dalam kejahatan seksual biasanya obat-obatan yang


menyebabkan sedasi dan amnesia, tidak berasa dan tidak berbau, mudah larut
dalam alkohol atau minuman dan cepat di absorpsi setelah di minum. Walaupun
golongan benzodiazepin kerja lambat sering di gunakan,, faktanya jenis obat
obatab lainya dapat digunakan pada korban kejahatan sosial. Namun, hampir
semua obat yang bahkan memiliki efek sedatif yang kecil juga mungkin dapat
digunakan oleh pelaku.13

2.6.1 Deteksi Obat sebelum di minum

Banyak dari formulasi obat akan larut atau setidaknya tercampur dalam
minuman atau beberapa tipe makanan. Apakah bahwa residu dari obat yang
tidak terlarut akan kelihatan tergantung pada tipe dari minuman tersebut ( jernih
atau tidak). Kondisi fisik dan sosial disekitarnya ) cahaya, suara, dan gangguan
dan apakah korbanya telah terintoksikasi dengan alkohol sebelumnya. Apakah
korbanya mampu merasakan obat-obatan yang dimasukan tergantung dari
berbagai faktor. Beberapa obat memiliki derajat kepahittan. Namun rasa pahit
tersebut dapat atau tidak dirasakan oleh korban juga tergantung pada seberapa
kuat rasa makanan itu sendiri dan seberapa familiar korban dengan makan tersebut.
Obat yang dimasukan kedalam soda dan vodka mungkin lebih mudah di kenali
daripada obat sejenis yang dimasukan kedalam beer yang pahit atau gin dan
tonic.13

2.6.2 Onset Kerja Obat

Adanya sejumlah makanan yang dimakan akan memperlambat absorpsi dan


sering akan menurunkan konsentrasi puncak obat dalam darah. Cepat atau
tidaknya korban merasakan efek dari obat tersebut tergantung pada seberapa cepat
makan tersebut dikonsumsi, seberapa besar dosisnya dan sebrapa banyak makanan
yang juga dikonsumsi. Onset kerja obat sangat bervariasi dan bahkan subjektif.13

25
2.6.3 Deteksi dan Pengukuran

a. Jenis spesimen

Jenis spesimen yag lebih dipilih dalam deteksi obat pada kejatan sksual
yang difasilitasi oleh obat biasanya adalah urin, tetapi tidak selalu. Alasannya
adalah banyak obat dan hasil metabolitnya dapat dideteksi di dalam urin
daripada darah atau serum. Kecuali pada barbiturat atau obat sedatif lainnya,
biasanya antihistamin, antidepresant dan antipsikotik memiliki karakteristik
dasar obat yang di metabolisme secara cepat, sehingga kadar di urin
cenderung lebih tinggi daripada di dalam darah.13

b. Tes Skrining

Kecuali barbiturat dan antidepresan trisiklik. Metode skrening otomatis yang


sensitif seperti immunoassay secara umum tidak tersedia. 13

c. Immunoassay

Beberapa penyalahgunaan obat, termasuk barbiturat, dapat dideteksi pada


beberapa immunoassay. Keuntungan dari uji immunoassay adalah sensitif,
automatis dan biaya yang lebih murah. Kekurangan dari immunoassay adalah
tidak dapat diandalkan sebagai uji forensik tunggal dan mungkin tidak terdeteksi
pada beberapa kelas obat tertentu. Oleh karena itu, uji immunoassay dapat
mengindikasikan ada atau tidaknya obat, tetapi tidak dapat mengidentifikasi
secara spesifik. Kebanyakan dari immunoassay, walaupun tidak semuanya adalah
matrix sensitif, artinya beberapa tidak dapat digunakan pada darah atau darah
yang telah hemolisis karena hasilnya kurang dapat di andalkan. Pada tujuan
forensik, semua hasil immunoassay yang didugai positif harus dikonfirmasi
dengan teknik pemeriksaan non immunoassay lainya seperti GC/MS. 13

d. Thin Layer Chromatography (TLC)

TLC telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai tes skrining obat di dalam
urin. Keuntunganya karena biaya yang tidak terlalu mahal, dapat dideteksi pada
banyak jenis obat dan potensial dalam memberikan informasi tentang jenis obat

26
daripada immunoasasay. Kerugian dari TLC adalah tidak otomatis, sangat
membutuhkan keahlian untuk menginterpretasikannya. Namun tidak dapat
digunakan pada darah atau serum tanpa persiapan sample yang baik. 13

e. Gas Kromatografi

Gas kromatografi telah lama di gunakan sebagai teknik analisis skrining obat
dan toksin lainnya dalam cairan biologis. Setelah persiapan sampel telah selesai,
analisis gas kromatografi dapat dilakukan secara ototmatis, sensitif dan sangat
spesifik jika dikombinasikan dengan mass spectrometry. kerugian dari analisis ini
adalah setiap sampel membutuhkan waktu 10 20 menit untuk di analisis, namun
biayanya cukup mahal. Serta membutuhkan keterampilan dan operator yang
telah terlatih. 13

f. Teknik lainnya

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi obat pada darah dan
urin, seperti High Performance liquid chromatography (HPLC), dapat
dikombinasikan dengan mass spectometry dan capillary electrophoresis (CE).
HPLC dan CE biasa digunakan dengan detektor ultraviolet (UV) atau
photodiode array (PDA), yang dapat mengukur absorpsi panjang cahaya UV
pada zat yang berbeda. 13

2.6.4 Diphenhydramin dan antihistamin lainnya

Antihistamin digunakan dalam pengobatan berbagai reaksi alergi, dan


beberapa kasus mual. Walaupun obat ini banyak di jual bebas, beberapa obat
(seperti hydroxyzine) hanya didapat jika menggunaka resep. Dipenhydramine dan
doxylamine dikenal sebagai obat sleep-aids. Dipenhidramine dan obat
antihistamin lainnya tersedia dalam bentuk tablet, kapsul dan cair, obat ini
biasanya juga sering di kombinasikan dengan obat laiinnya seperti
dekstrometorfan, kafein dan dekongestan dan obat analgesik seperti asam salisilat,
acetaminophen, ibuprofen yang biasanya digunakan sebagai obat flu dan batuk. 13

Dipenhidramin juga tersedia dalam komponen dimenhydrinate.


Dimenhydrinate adalah garam 8-chlorotheophyline dari dipenhydramine. Oleh

27
karena itu, ketika dipenhydramine diminum, akan langsung terpisah menjadi
beberapa komponen bagian, walaupun hanya dipenhydramine yang biasanya
terdeteksi dan diukur. Kebingungan dapat terjadi karena terdapat kesalahpahaman
bahwa dipenhydramine dan dimenhydrinate bukan zat yang berhubungan. Padahal
intinya mereka adalah sama. 13

2.6.4.1 Farmakodinamik

Efek antihistamin antara lain adalah vasodilatasi perifer (dilatasi dari


pembuluh darah kecil) yang menyebabkan flushing atau kemerahan pada kulit,
gatal (efek resptor H1) dan konstriksi pada jalan napas serta meningkatkan sekresi
dari cairan lambung. Efek farmakologi utama dari dypenhydramine dan anti
histamin lainnya adalah menghambat resptor H1, sehingga menghambat kerja
histamin pada pembuluh darah kecil. Anti histamin juga mempunyai efek sedaso,
karena menghambat kerja resptor H1 pada sistem saraf pusat. 13

Sebagai obat yang menyebabkan sedasi, antihistamin bisa memiliki efek


aefek depresan jika dikombinasikan dengan alkohol dan obat sedatif lainnya atau
obat narkotik yang di gunakan korban. Antihistamin memiliki efek sedatif yang
lebih besr jika dikombinasikan dengan alcohol. 13

Efek samping dari antihistamin antara lain sedasi, ganggun motorik, pusing,
telinga berdenging, lemah, penglihatan kabur, euforia, berdebar-debar dan
insomnia. jika dosis berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang berlebihan,
bahakan dpat timbul penurunan kedadaran, gangguan irama jantung, bahkan
kematian. 13

2.6.4.2 Farmakokinetik

Dipenhydramine dan antihistamin lainnya langsung diabsorpsi setalah


penggunaan secara oral, baik itu tablet, kapsul ataupun cair.konsentrasi puncak
dipenhydramine dilaporkan terjadi setelah 1,5 3 jam. Waktu paruh dari
antihistamin juga bervariasi, biasanya sekitar 9 jam (rentang 3 14 jam).
Rata-rata 20 - 24 jam untuk hydroxyzine dan chlorpheniramine. 13

28
2.6.4.3 Analisis

Teknik skrining otomatis (seperti immunoassay) secara umum tidak tersedia


untuk antihistamin. Tetapi, antihistamin yang sering memiliki efek sedasi bisa
dapat terdeteksi pada urin dengan berbagai teknik, termasuk TLC dan GC. Batas
kadar beberapa antihistamin yang d apat dideteksi dengan TLC sekitar 0,5 1,0
mg/L pada urin. Teapi TLC kurang sensitif untuk mendeteksi antihistamin pada
darah dan serum. Penelitian melaporkan bahwa tiga jam setelah diminum rata
rata konsentrasi plasma sebesar 0,083 mg/L , dan menurun kurang dari ),01
setelah 24 ham. Karena alasan ini GC lebih dipilih dibandingkan denga TLC, jika
memungkinkan dapat dikombinasi dengan mass spectrometry. Kebanyakan dari
antihistamin sangat cepat di metabolisme meskipun obat tetap bertahan didalam
darah setelah beberapa jam setelah digunakan. 13

2.6.5 Amitriptyline dan antidepresan lainnya

Semua obat antidepresan hanya akan didapat jika menggunakan resep dokter.
Penyalahgunaan antidepresan sangat potensial dalam kejahatan seksual, karena
antidepresant memiliki efek sedasi dan kemampuannya untuk menyebabkan
amnesia. Amitriptiline dan antidepresan lainnya memiliki postensi yang besar
untuk disalahgunakan karena kerja antikolinergiknya. Berbanding terbalik dengan
SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitor), yang jarang digunakan karena
memiliki efek antikolinergik yang kecil bahkan tidak ada. 13

2.6.5.1 Farmakodinamika

Kerja farmakologi dari amitriptilne dan golongan trisiklik lannya belum


sepenuhnya dimengerti. Efek antidepresan bisanya memakn waktu beberapa hari
hingga minggu. Waktu paruh amitriptine juga cukup panjang sekitar 24 jam
(rentang 8 -15 jam). oleh karena itu sangat memungkinkan untuk mendeteksi obat
dan metabolitnya pada darah setelah beberapa jam diminum, dan mungkin
beberapa hari, terutama di urin. Perlu diketahui bahwa uji laboratori pada darah
atau plasma mungkin akan lebih rendah pada penyalahgunaan untuk kejahatan
seksual daripada terapi kronik untuk antidepresan. 50 mg dosis tunggal dilaporkan

29
memiliki konsentrasi puncak dalam serum sekitar 0.016 0,035 mg /L setelah 2
4 jam. urin merupakan spesimen yang lebih baik.

Terdapat dua jalur metabolik utama papda golongan trisiklik. Jalur yang
pertama adalah demethylation, merupakan bentuk metabolik yang paling banyak
memiliki efek farmakologi. Jalur yang kedua adalah hydroxylation dan
subsequent conjugation pada metabolisme glukoronat. Metabolit ini paling sering
diitemukan pada urin. 13

2.6.6 Clorpromazine dan antipsikotik lainnya

Seperti antidepresan, semua pengobatan antipsikotik hanya di dapat jika


menggunakan resep dokter. Secara farmakologi, chlorporomazine digunakan
sebagai major tranquilizer karena efek terapeutik pertamanya adalah membuat
tenang dan sedasi pada pasien psikotik. 13

2.6.6.1 Farmakodinamik

Chlorpromazine dan obat antipsikotik lainyya memiliki kerja sebagai


antidepresam pada sistem saraf pusat. Secara klinik digunakan untuk mengontrol
beberapa tipe dari kebiasaan abnormalm termasuk psikosis dan skizofrenia.
Mekanisme kerja utamanya berhubungan dengan inhibisi neurotransmitter,
dopamine. Ketika digunakan pada gangguan psikiatrik, dosisnya bermacam
macam anatara satu pasien dengan pasien lainnya. 13

2.6.6.2 Farmakokinetik

Farmakokinetik dari clorpromazine dan phenotiazine sangat kompleks. Obat


ini sangat cepat dimetabolisme. Waktu paruh dari chlorpromazine bervariasi
berkisar sekitar 18 30 jam (rentang 7 jam sampai 5 hari). dosis chlorpromazine
yang kecil sudah cukup untuk menyebabkan sedasi pada seseorang yang
sebelumnya tidak pernah memakai obat tersebut. 25 mg obat akan mencapai kadar
puncak sekitar 0,001 mg/L. Bahkan 150mg mungkin hanya akan menghasiljan
puncak plasma sekitar 0,0018 mg/L (0,010 0,026 mg/L). 13

30
2.6.6.3 Analisis

Uji immunoassay untuk phenothiazine dan obat antipsikotik lainnya tidak ada
yang tersedia. Deteksi obat ini sangat bergantung pada metode kromatografi
seperti GC. Clorpromazine dapat dideteksi pada plasma dan dara, namun dosis
rendah antipsikotik dangat sulit di deteksi. Konsentrasi pada darah dan beberapa
antipsikotik sangat rendah karena dosisnya yang kecil dan sangat cepat di
metabolisme, beberapa obat juga tidak terdeteksi pada uji skrining rutin karena
dosisnya yang kecil (seperti pimozide dan risperidone). Jika obat utama
ditemukan, terutama pada beberapa jam, uji laboratori sebaiknya dilakukan untuk
mencari hasil hydroxylated dam metabolik lainnya. 13

2.6.7 Barbiturat dan Obat Sedatif Golongan Non Benzodiazepin Lainnya

2.6.7.1 Availabilitas

Barbiturat digunakan sebagai obat transquilizers, sedatif, hipnotik dan untuk


mengobati berbagai jenis gangguan psikatri sebelum dikenalnya phenothiazine.
Barbiturat tersedia dalam bentuk oral dan injeksi, termasuk phenobarbitalm
pentibarbital: thiopental dan thiamylal yang hanya tersedia dalam bentuk injeksi.13

Barbiturat memiliki efek menekan sistem saraf pusat yang luas, mulai dari
sedasi yang ringan sampai anastesi umum. Barbiturat dikategorikan dalam
beberapa kategori, yaitu ultrashort acting, short acting, medium acting dan long
acting. 2

Golongan sedatif non barbiturat termasuk chloral hydrate, meprobamate,


carisoprodol, zolpidem dan zopiclone. Carisoprodol bekerja secara umum sebagai
muscle relaksan, yang memiliki efek sedatif dan cepat di metabolisme.13

Cloral hydrate merupakan senyawa kristalin transparan yang sangat mudah


larut dalam minuman. Pertama kali di sintesis pada tahun 1832 sebagai obat yang
dapat membuat tidur. Cloral hydrate memiliki onset yang sangat cepat (30 menit)
dan memiliki efek samping yang minimal. Pada dosis rendah (< 20 mg/kg) gejala
yang mungkin terjadi antara lain: relaksasi, pusing, ucapan samar, bingung,
disorientasi, euforia, iritabilitas dan hipersensitif. Pada dosis tinggi (>50 mg/kg)

31
cloral hydrate dapat menyebabkan hipotensi, hipotermia, hipoventilasi,
tacydisaritmia, mual, muntah, diare, sakit kepala dan amnesia.2

2.6.7.2 Farmakodinamik

Golongan barbiturat yang masih dipakai dalam praktik klinis sampai saat
sekarang ini adalah phenobarbital, sebagai antikonvulsan dalam mengobati pasien
epilepsi. Dan sangat sering digunkan dalam tatalaksana gawat darurat pada acute
seizure activity. Pentobarbital dapat mengurangi tekanan intrakranial akibat acute
brain injury. Secara farmakologi, barbiturat secara umum merupakan depresan
pada sistem saraf pusat, efek utamanya adalah sedasi dan tidur. Barbiturat
menghambat eksitator dan menghambat transmisi sinaps. Barbiturat
meningkatkan efektifitas transmisi GABA secara langsung dengan mengaktivasi
kanal chloride dan menekan transmisi sinaps.2Barbiturat memiliki indeks
terapeutik yang sempit. Intoksikasi ynag berat dapat menurunkan kesadaram,
depresi pernapasan, hipotensi, muntah, aspirasi, gagal ginjal, gangguan irama
jantung dan kematian. 13

2.6.7.3 Farmakokinetik

Golongan barbiturat kerja cepat sampai sedang (secobarbital, pentobarbital)


sangat cepat diabsorbsi, dengan onset kerja mulai dari 10 15 menit dan waktu
paruhnya sekitar 15 40 hari. barbiturat kerja sedang memiliki onset aksi sedikit
lebih lama yaitu 30 60 menit dan memiliki waktu paruh yang sama yaitu 15 40
hari. barbiturat kerja lama memiliki onset aksi sekitar 60 menit dan waktu paruh
berkisar 80 120 jam ( 3 5 hari). 13

Konsentrasi puncak dalam plasma dari zolpidem sekitar 60-270 ng/ml pada
dosis 10 mg dengan waktu paruh sekitar 2,5 jam ( rentang 1,4-3,8 jam). obat
utama sangat cepat hilng dari darah, namun metabolit zolpidem dieksresikan
diurin sampai 4 hari. zopiclone memiliki waktu paruh yang sedikit lebih lama (4
-6 jam) dibandingkan dengan zolpidem. Dosis tunggal zopiclone 7,5 dan 15 mg
memiliki konsentrasi puncak plasma sebesar 76 dan 131 ng/ml. 13

32
Chloral hydrat sangat cepat diabsorsi setelah digunakan secara oral, dengan
onset kerja 10 15 menit, waktu paruh chloral hydrate hanya beberapa menit,
tetapi metabolit aktifnya, trichloroethanol memiliki waktu paruh sekitar 8 jam
(rentang 4 12 jam). konsentrasi trichloroethanol sekitar 8,0 mg/l (rentang 2 12)
setelah 1 jam digunakan secara oral dengan dosis 1000 mg.

2.6.7.4 Analisis

Beberapa immunoassay tersedia pada plasma dan urin dalam menguji


barbiturat. Biasanya dikonfirmasi dengan gas komatrografi dan mass spectometry.
Barbiturat dideteksi dalam darah atau serum beberapa jam setelah diminum.
Deteksi pada urin terganung kepada eksresi dan perubahan obat. Deteksi
metabolit barbiturat hydroxylated pada urin mungkin akan muncul setelah
ebebrapa jam, bahkan hari. 13

Carisoprodol dan metoprobamate dimetabolisme secara cepat dengan


hydrixylation dan subsequent konjugasi. Kurang dari 1% dosis carisoprodol yang
dieksresikan pada urin yang tidak berubah pada periode 24 ja, dan hanya 5% pada
meprobamate. Meskipunn dimetabolisme secara cepat, kedua zat ini dpaat
dideteksi didalam urin dengan TLC dan pada darah dan plasma dengan gas
kromatografi, metabolit meprobamate mungkin sedikit lebih stabil dan dapat
dideteksi dalam beberapa jam pada darah bahkan hari pada urin. 13

Zolpidem dapat di analisis dalam darah dengan GC/NPD dan GC/MS.


Deteksi zolpidem sanagt sulit karena sangat cepat dimetabolisme , dan biasanya
tidak terdeteksi pada metode skrining obat yang biasa digunakan. Zopiclone
juga sulit untuk dideteksi karena konsentrasinya yang rendahm dan tidak stabil
pada kondisi asam, dan biasanya tertutupi oleh kolesterol. Urin merupakan
spesimen pilihan karena konsentrasinya yang sedikit lebih tinggi daripada darah.13

Chloral hydrate sangat cepat dipecah menjadi trichloroethanol, oleh karena


itu metode analisis fokus pada hasil metabolit ini. Namun, trichloroethanol tidak
dapat dideteksi pada skrining obat yang biasa digunakan., dan membutuhkan uji
khusus. Uji akan mendeteksi halogenated hydrocarbons termasuk chloroform
pada ksus chloral hydrate, mungkin mendeteksi metabolit akhir asam

33
trichloroacetic. Trichloroethanol dapat dideteksi pda plasma dan urin
menggunakan gas kromatografi/Flame ionization detection. asam trichloroacetic
dapat dideteksi kurang dari 1 mL plasma jika menggunakan HPLC-MS/MS dan
capillary gas kromatografi dengan electron capture detection. Batas deteksi untuk
chloral hydrate adalah 5 ng/mL untik metabolitnya jika menggunakan gas
kromatografi/ electron capture detection.2

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyerangan seksual didefinisikan sebagai kontak fisik secara seksual yang


tidak diinginkan.Penyerangan seksual jauh lebih luas daripada pemerkosaan, yang
secara tradisional berarti pemaksaan penetrasi vagina yang dilakukan oleh
penyerang laki-laki. Menurut data Komnas Perempuan, ditemukan ada 259.150
kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sepanjang tahun 2016 dan
34% dari kasus tersebut adalah kasus kekerasan seksual. Berdasarkan Survei
Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016 yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa satu dari tiga perempuan di
Indonesia berusia 15-64 tahun atau 28 juta orang pernah mengalami kekerasan
fisik atau kekerasan seksual oleh pasangan dan selain pasangannya. Dalam satu
tahun terakhir, 8,2 perempuan atau 9,2% mengalami kekerasan fisik dan seksual.

Dalam beberapa tahun terakhir, selain alkohol juga dilaporkan penggunaan


obat-obatan lain untuk membuat korban pemerkosaan tidak sadar. Penggunaan
alkohol dan atau obat-obatan tersebut lebih lanjut disebut Drug-facilitated sexual
assault (DFSA). Definisi Drug-facilitated sexual assault (DFSA) menurut UK
Advisory Council on the Misuse of Drugs adalah semua bentuk penetrasi seksual
yang tidak diinginkan dengan melibatkan penggunaan zatuntuk tujuan
penyerangan seksual yang serius, serta aktivitas seksual dengan korban yang
sangat mabuk karena tindakan korban sendiri. Pasal 285 KUHP menyebutkan
bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dengan dia, dihukum, karena
memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Beberapa obat yang terkait dengan DFSA diantaranya: Etanol, Benzodiazepin,


Gamma-hidroksibutirat (GHB), Ganja, Amfetamin, Opioid, Diphenhydramin dan
antihistamin lainnya, Clorpromazine dan antipsikotik lainnya, Barbiturat dan Obat
Sedatif Golongan Non Benzodiazepin Lainnya.

35
Alkohol dapat menyebabkan berbagai hal pada tubuh seperti bau mulut,
dilatasi pupil, penurunan refleks cahaya pupil, inkoordinasi, dan perkataan yang
tidak jelas. Konsentrasi alkohol darah 400500 mg% atau lebih dapat
menyebabkan kematian. Periode fatal biasanya terjadi dalam 12-24 jam.
Faktor-faktor yang memengaruhi waktu konsentrasi maksimal dan kuantitas
alkohol di darah antara lain: berat badan, kadar dan konsentrasi alkohol yang
diingesti, apakah alkohol diminum dalam 1 tegukan atau berinterval, ada atau
tidaknya makanan, adiksi alkohol sebelumnya, dan lama istirahat atau jumlah
latihan setelah konsumsi alkohol. Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar
alkohol dalam darah atau urine adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway).
Jika tampak warna kuning kenari menunjukkan hasil yang negatif, kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg%, sedangkan warna hijau
sekitar 300 mg%.

Golongan benzodiazepin dapat menyebabk depresi SSP.Individu di bawah


pengaruh benzodiazepin mungkin terlihat seperti orang-orang di bawah pengaruh
alkohol.Psikofisik menunjukkan gangguan perhatian terbagi dan koordinasi serta
keseimbangan yang buruk.Indikator telah terjadi depresan SSP adalah mata
nistagmus horizontal, bahkan vertikal pada dosis tinggi.Tapi ukuran pupilnya
normal.Kelopak mata mungkin berkabut, dan mata berair. Individu mungkin
tampak lamban, mengantuk,pusing,ataksia dengan ucapan yang tidak jelas dan
otot flaksid dan dapat jatuh ke koma.

Analisis benzodiazepin dapat dilakukan dengan menggunakan banyak teknik


analisis yang berbeda yaitu immunoassay analisis (IA), dengan atau tanpa
konfirmasi olehkromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau kromatografi gas
dengan deteksi selektif massa (GC-MS).

Gamma-hidroksibutirat (GHB) adalah pelarut industri yang dapat dibeli dari


distributor kimia atau ditemukan di penghilang cat. Penyalahgunaan GHB
cenderung terjadi pada dua kelompok. Kelompok pertama mencakup binaragawan
yang percaya GHB menjadi alternatif steroid untuk membentuk massa otot.
Keyakinan ini didasarkan pada laporan tahun 1977 yang menunjukkan bahwa

36
GHB menyebabkan meningkatkan pelepasan hormon pertumbuhan manusia yang
digunakan sebagai bantuan diet.
Dosis GHB rendah (0,5-1,5 g) menyebabkan induksi keadaan relaksasi dan
ketenangan yang sensualitas, euforia ringan. Dosis yang lebih tinggi, seperti yang
mungkin terlibat dalam kasus DFSA (1,5 g atau lebih), dapat menyebabkan
manifestasi klinis yang lebih jelas dan efek samping mulai dari relaksasi dan
euforia, kebingungan, pusing dan mengantuk, mual dan muntah, agitasi,
nistagmus, hilangnya penglihatan tepi , halusinasi, amnesia shortterm dan
mengantuk, hingga goncangan atau kejang yang tak terkendali, bradikardia,
depresi pernafasan, apnea, dan koma. Konsentrasi darah melebihi 260 g / mL
dikaitkan dengan tidur dalam, tingkat 156-260 g / mL dengan tidur sedang,
52-156 g / mL dengan tidur ringan, dan kurang dari 52 g / mL dengan terjaga.
Laboratorium forensik dan klinis masih belum memiliki tes yang dirancang untuk
mendeteksi keberadaannya dalam spesimen darah atau urin. Dengan demikian
obat ini mungkin sering tidak terdeteksi tidak peduli seberapa cepat spesimen
dikumpulkan.
Amfetamin menimbulkan beberapa gejala sentral seperti empati, perubahan
mood, euforia, dan disinhibisi (yang biasanya disalahgunakan dalam kasus
pelecehan seksual). Tetapi, terdapat pula beberapa gejala yang tidak
menyenangkan seperti tremor, diaforesis, paresestesi, dan takikardi. Pasien yang
didetoksifikasi amfetamin dapat mengalami depresi berat dengan keinginan bunuh
diri yang tinggi sehingga perlu dirawat inap.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai efek kerja opioid terhadap
tubuh manusia.Hasil studi diantaranya mendapatkan gangguan kognitif terjadi
setelah pemberian opioid, gangguan fungsi memori setelah pemberian dosis rendah
fentanyl intravena, dan gangguan pemahaman setelah mendapatkan morfin
inravena. Saat mempertimbangkan kelas obat yang mungkin terkait dengan kasus
drug facilitated sexual assault (DFSA), seseorang harus mempertimbangkan efek
yang diinginkan untuk hal tersebut. Efek tersebut meliputi sedasi, relaksasi otot,
anti kecemasan, dan amnesia. Di rumah sakit pengaturan imunoassay komersial
dirancang untuk mendeteksiopiat alami (morfin dan kodein).Protokol analisis GC
- MS spesifik tersedia untuk mengkonfirmasi senyawa opioid alami, sintetis, dan

37
semisyntetik dari spesimen urin.Immunoassays dan protokol GC-MS tersedia
untuk mendeteksi metadondan propoxyphene.

Penyalahgunaan antidepresan sangat potensial dalam kejahatan seksual,


karena antidepresant memiliki efek sedasi dan kemampuannya untuk
menyebabkan amnesia. Amitriptiline dan antidep resan lainnya memiliki
postensi yang besar untuk disalahgunakan karena kerja antikolinergiknya.
Berbanding terbalik dengan SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitor), yang
jarang digunakan karena memiliki efek antikolinergik yang kecil bahkan tidak ada

Obat yang digunakan dalam kejahatan seksual biasanya obat-obatan yang


menyebabkan sedasi dan amnesia, tidak berasa dan tidak berbau, mudah larut
dalam alkohol atau minuman dan cepat di absorpsi setelah di minum. Walaupun
golongan benzodiazepin kerja lambat sering di gunakan,, faktanya jenis obat
obatab lainya dapat digunakan pada korban kejahatan sosial. Namun, hampir
semua obat yang bahkan memiliki efek sedatif yang kecil juga mungkin dapat
digunakan oleh pelaku.

38
Daftar Pustaka
1. Setiogung, Yudianto. Laporan Kasus Persetubuhan di Bawah Umur.
http://fk.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/50-Thathit-Bimo-Tangguh-Se
tiogung.pdf Diakses tanggal 17 September 2017. 2017.
2. Bechtel LK, Holstege CP. Criminal Poisoning: Drug Facilitated Sexual
Assault. Emergency Medicine Clinics of North America. 2007: 499-525.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17482030. Diakses tanggal 17
September 2017. 2007.
3. WHO.Violance Against Woman.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs239/en/. Diakses tanggal 17
September 2017. 2016.
4. Komnas Perempuan. Siaran Pers Komnas Perempuan Catatan Tahunan
(CATAHU) 2017 Labirin Kekerasan Terhadap Perempuan: dari Gang Rape
hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Bertindak Tepat.
https://www.komnasperempuan.go.id/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan
-tahunan-catahu-2017-labirin-kekerasan-terhadap-perempuan-dari-gang-rape-
hingga-femicide-alarm-bagi-negara-untuk-bertindak-tepat-jakarta-7-maret-20
17/ diakses tanggal 18 September 2017. 2017.
5. Badan Pusat Statistik. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan di
Indonesia, Hasil SPHPN 2016. https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1375
diakses tanggal 18 September 2017. 2017.
6. Button, Davies, Holt. Drug-facilitated sexual assault (DFSA) - The
Observations of a UK Based Laboratory.
www.the-ltg.org/data/uploads/posters/dfsa2009.pdf diakses tanggal 18
September 2017. 2008.
7. European Monitoring Centre for Drugs and Drugs Addiction. Sexual Assaults
Facilitated by Drugs or Alcohol.
http://www.emcdda.europa.eu/attachements.cfm/att_50544_EN_TDS_sexual
_assault.pdf diakses tanggal 18 September 2017. 2008.
8. Vij, Krishan. Textbook Of Forensic Medicine And Toxicology, 5th Edition.
India : Elsevier, 2011: 495-653.
9. LeBau MA, Mozayani A. Drug- facilitated sexual assault, a forensic
handbook. New York: Academic Press;2001. Hlm 89-104
10. Amir K, Waisman Y. Medical and Toxicological Aspects of Drug Facilitated
Sexual Assault. sraeli Journal of Emergency Medicine. 2006 ; 6(3): 62-66.
11. Mehling LM , Johansen SS , Wang X , Doberentz E , Madea B , Hess C.
Drug facilitated sexual assault with lethal outcome: GHB intoxication in a
six-year-old girl. Elsevier. 2016: 25-31.
12. Leikin JB, Krantz AJ, Zell-Kanter M, Barkin RL, Hryhorczuk DO. Clinical
feautures and management of intoxication due to hallucinogenic drugs. Med.
Toxicol Adverse Drug Exp 4. 1989 (5): 324-350
13. Jones G, Singer P. Miscellaneous Prescription and over the counter drug. In :
Drug Facilitated Sexual Assault. Lebeau MA, Mozayani A.(eds). Academic
Press 2001: 173 194.

39

Anda mungkin juga menyukai