PENDAHULUAN
1
Definisi Drug-facilitated sexual assault (DFSA) menurut UK Advisory
Council on the Misuse of Drugs adalah semua bentuk penetrasi seksual yang tidak
diinginkan dengan melibatkan penggunaan zat untuk tujuan penyerangan seksual
yang serius, serta aktivitas seksual dengan korban yang sangat mabuk karena
tindakan korban sendiri.6 Literatur dari Amerika Serikat, Kanada, Australia,
Prancis dan United Kingdom menunjukkan selama 10 tahun terakhir terjadi
peningkatan penggunaaan obat-obatan dan alkohol pada penyerangan seksual.
Berdasarkan hasil British Crime Survey pada tahun 2001, 5% korban
pemerkosaan telah dibius, sementara 15% lainnya dilaporkan tidak sadar karena
dibawah pengaruh alkohol.7
Data pasti kasus DFSA di Indonesia belum ada, akan tetapi beberapa tahun
belakangan banyak media massa yang melaporkan kasus pemerkosaan dengan
menggunakan obat-obatan dan alkohol. Pasal 89 KUHP menyebutkan, membuat
orang pingsan atau tak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Sehingga, setiap kejadian dimana pelaku pemerkosaan, melakukan tindakan
asusila dengan cara sebelumnya membuat korban tidak sadar atau tidak berdaya
dengan menggunakan obat-obatan dan atau alkohol, termasuk dalam kategori
tindakan pemerkosaan. Pasal 285 KUHP menyebutkan bahwa barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengan dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Referat ini membahas mengenai alkohol dan obat yang sering digunakan pada
kasus penyerangan seksual mulai dari mekanisme kerja obat, gejala, pemeriksaan
dan tatalaksana.
2
1.3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan
pengetahuan mengenai Drug-facilitated sexual assault (DFSA) serta memenuhi
tugas kepaniteraan klinik senior Bagian Kedokteran forensik RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etanol
Etanol atau alkohol adalah obat yang paling sering digunakan pada kasus
penyerangan seksual (75% kasus) karena sangat mudah untuk didapatkan.
2.1.1 Farmakokinetik
Alkohol masuk ke dalam tubuh terutama oleh ingesti minuman beralkohol yang
merupakan campuran antara alkohol, air, dan substansi lain (congeners) yang
diproduksi pada proses fermentasi. Congeners tersebut menyebabkan rasa dan bau
yang bervariasi dan dapat bertahan di jaringan beberapa jam setelah alkohol
dimetabolisme.8
Alkohol dapat diabsorbsi di sistem pencernaan bagian manapun. Duodenum dan
jejunum mempunyai kapasitas maksimal untuk absorpsi, diikuti oleh mukosa
gaster. Makanan berlemak dan sus akan memperlambat proses absorpsi. Lambung
yang penuh akan memperlambat absorpsi karena makanan bercampur dengan
alkohol dan menurun aksesnya terhadap mukosa lambung dimana terjadi
penyerapan ke dalam darah. Faktor lain yang memengaruhi kecepatan absorpsi
adalah konsentrasi alkohol. Bila konsentrasi alkohol optimal dan masuk ke dalam
lambung kosong, konsentrasi alkohol darah akan tercapai dalam 30-90 menit.8
Alkohol yang diabsorpsi akan dibawa dari saluran pencernaan ke hepar melalu
vena porta. Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi alkohol pada darah vena
porta melebihi konsentrasi darah di organ lain selama fase aktif absorpsi.
Kemudian, kadar alkohol di vena porta akan menurun setelah dimetabolisme di
hepar dan bercampur dengan darah dari a. hepatica. Selanjutnya, darah akan
dibawa oleh vena cava inferior menuju jantung dan masuk ke sirkulasi.8
Ketika equilibrium tercapai, distribusi alkohol pada berbagai jaringan dan cairan
tubuh adalah sebagai berikut : darah (1.00), plasma or serum (1.121.20), otak
(0.85), Cairan spinal (1.101.27), urine (ureteral) (1.3), udara alveolar (1/2100)
and hepar (0.85). Lebih dari 90% alkohol yang diabsorbsi, dieliminasi dari tubuh
4
melalui proses oksidasi yang dipengaruhi oleh hepar. Sebanyak 10% alkohol
dapat dieliminasi melalui ginjal, paru-paru, kelenjar keringat, dan usus besar.8
2.1.2 Tahap-Tahap Intoksikasi Alkohol
Tiga tahap intoksikasi alkohol menurut sudut pandang medikolegal, adalah
sebagai berikut.8
1. Tahap Eksitasi (Konsentrasi Alkohol darah 50150 mg%)
Adanya perasaan bahagia, senang, dan kegembiraan. Tingkah laku,
bicara, dan emosi tidak dapat dikontrol karena penurunan inhibisi normal.
Wajah memerah, adanya injeksi konjungtiva, pupil berdilatasi dan terjadi
penurunan refleks cahaya. Dapat terjadi alcohol gaze nystagmus, yaitu adanya
gerakan bola mata tiba-tiba yang searah dengan pandangan dan tidak
tergantung oleh posisi kepala. Konsentrasi buruk dan adanya gangguan
penilaian.
2. Tahap Inkoordinasi (Konsetrasi alkohol darah 150300 mg%)
Terjadi inkoordinasi pikiran, bicara, dan tingkah laku. Inkoordinasi
pikiran menyebabkan gangguan kesadaran, cara bicara menjadi tidak jelas.
Inkoordinasi otot menyebabkan terjadinya staggering gait. Pupil dilatasi,
refleks cahaya menurun, pandangan kabur, mulut kering, dan nafas bau
alkohol. Dapat terjadi mual dan muntah. Secara medikolegal, tahap ini
merupakan tahap yang penting, karena kecelakaan lalu lintas dapat terjadi jika
seseorang dalam tahap ini mengemudi.
3. Tahap Narkosis (Konsentrasi alkohol darah > 300 mg%)
Tahap ini disebut juga sebagai tahap koma. Penderita dapat masuk ke
fase tidur yang dalam dan hanya merespon rangsangan kuat. Sering
ditemukan gejala mulut kering. Nadi cepat, suhu subfebril, dan pupil
mengecil. Tetapi, jika diberikan rangsangan, pupil penderita akan dilatasi dan
kembali ke ukurannya semula dalam waktu lambat (Macewan sign). Paralisis
medula yang progresif tampak dari gejala seperti pernapasan yang terganggu,
kulin sianotik dan berkeringat, pupil berdilatasi, hilangnya refleks, da
lain-lain. Kematian terjadi akibat paralisis pusat pernapasan.
Penyembuhan terjadi setelah tidur beberapa jam dengan gejala sisa seperti
sakit kepala, mual, pusing, dan lain-lain (gejala hangover) yang diakibatkan oleh
5
hipoglikemia atau edema otak. Saturday night paralysis terjadi pada tahap ini.
Koma berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan otak hipoksik yang
irreversibel.
2.1.3 Dosis Fatal
Hal ini bergantung kepada usia dan kebiasaan individu serta kuatnya kadar
alkohol yang diingesti. Konsentrasi alkohol darah 400500 mg% atau lebih dapat
menyebabkan kematian.8
Periode fatal biasanya terjadi dalam 12-24 jam. Faktor-faktor yang
memengaruhi waktu konsentrasi maksimal dan kuantitas alkohol di darah antara
lain : (i) berat badan, (ii) kadar dan konsentrasi alkohol yang diingesti, (iii) apakah
alkohol diminum dalam 1 tegukan atau berinterval, (iv) ada atau tidaknya
makanan, (v) adiksi alkohol sebelumnya, dan (vi) lama istirahat atau jumlah
latihan setelah konsumsi alkohol.8
2.1.4 Diagnosis
Ditemukan gejala seperti bau mulut, dilatasi pupil, penurunan refleks cahaya
pupil, inkoordinasi, perkataan yang tidak jelas, serta adanya riwayat penggunaan
alkohol penting dalam dokumentasi intoksikasi alkohol. Kadar alkohol dalam
darah berhubungan langsung dengan gejala yang terjadi.8
2.1.5 Tatalaksana
Prioritas utama adalah memastikan tanda-tanda vital stabil tanpa bukti depresi
napas, aritmia jantung, dan lain-lain. Keadaan yang mengancam jiwa memerlukan
tatalaksana gawat darurat dan perawatan di rumah sakit. Pertahankan patensi jalan
napas, berikan thiamine 100 mg intravena, lakukan terapi cairan.8
2.1.6 Laboratorium
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar
alkohol darah, kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urine dapat dipakai sebagai
pilihan kedua. Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam
darah atau urine adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway). Jika tampak
warna kuning kenari menunjukkan hasil yang negatif, kuning kehijauan
menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg%, sedangkan warna hijau sekitar 300
mg%.8
6
2.2 Benzodiazepin
7
pemerkosaan yang difasilitasi obat yang terkait dengan flunitrazepam.
Peningkatan fungsi reseptor GABA telah terbukti mengganggu terbentuknya
kenangan dalam formasi hippocampus.9
2.2.2 Gejala
Kondisi lain dapat menyebabkan gejala yang sama: kelelahan ekstrim, cedera
kepala, hipotensi, depresi berat, hipoglikemia diabetes adalah beberapa situasi
klinis yang umum dengan presentasi serupa yang harus dikesampingkan perlu
dipertimbangkan.9
2.2.3 Pemeriksaan
8
berlalu, analisis rambut juga dapat dipertimbangkan; Namun rambut tidak boleh
dikumpulkan setidaknya tujuh hari pasca insiden, untuk memungkinkan rambut
yang dimasukkan obat tumbuh dari kulit kepala.
2.2.4 Tatalaksana
9
2.3.1 Kimia Gamma-hidroksibutirat dan produk terkait
10
1,4-butanadiol (1,4-BD) memiliki struktur kimia yang terdiri dari empat
karbon, sepuluh hidrogen, dan dua atom oksigen membentuk struktur rantai lurus
dengan gugus hidroksil pada masing-masing ujungnya. Dengan berat molekul
90,1, densitas 1,02, dan titik didih 228 C. 1,4-butanadiol berupa cairan kental
tidak berwarna yang larut dalam air, dimetil sulfoksida, aseton, dan etanol.
2.3.2 Penyalahgunaan GHB, GBL, 1,4-BD
Struktur kimia GBL dan 1,4-BD cepat dikonversi menjadi GHB setelah
dikonsumsi, sehingga individu yang mengkonsumsi zat kimia ini akan mengalami
efek farmakologis yang mirip dengan konsumsi GHB (Irwin, 1996; Poldrugo dan
Snead, 1984; Rambourg- Schepens et al., 1997; Roth and Giarman, 1966).
11
Mengarahkan pada efek euforia, mengurangi hambatan, dan sedasi, seperti
depresan SSP lainnya (misalnya etanol, benzodiazepin, barbiturat, dll.), Efeknya
sangat bergantung pada jumlah bahan kimia yang dikonsumsi. Jadi GHB yang
dikonsumsi individu mungkin mengalami berbagai efek mulai dari terjaga, euforia
sampai tidur dalam atau koma.
GHB, GBL, dan 1,4-BD hampir selalu disalahgunakan secara oral. Serbuk
berwarna putih atau berwarna coklat pada kapsul gelatin, lebih sering bahan kimia
ini diencerkan dengan air dimana mereka bisa menyamar sebagai spring water,
minuman olahraga, atau obat kumur. Penjual dan penyalahguna GHB telah
menyamarkannya di wadah lain seperti semprotan rambut atau botol tetes mata.
2.3.3 Sintesis Gamma hidroksibutirat (GHB)
Bagi pelaku dan penjual GHB mudah untuk dibuat dari bahan yang cukup
umum. Internet terdapat banyak GHB dan memungkinkan pengguna untuk
memesan bahan-bahan ini secara on-line, hampir semuanya dimulai dengan dua
bahan kimia utama: GBL dan sodium hydroxide. Cukup mencampur kedua bahan
kimia ini bersama-sama akan membentuk GHB. Biasanya, hasilnya adalah larutan
GHB yang cukup terkonsentrasi (50-80%) yang diencerkan menjadi sekitar 20%
untuk digunakan dan terkadang akan GHB dikeringkan menjadi bubuk, bentuk
garam untuk diolah menjadi kapsul gelatin.
2.3.4 Gamma hidroksibutirat (GHB) Endogen
Salah satu aspek menarik dari penggunaan GHB, GBL, atau 1,4-BD pada
drug facilitated sexual assault (DFSA) adalah bahwa setiap orang memiliki
sejumlah GHB alami di tubuh. Dikenal sebagai GHB endogen. Sebagian
dimetabolisme gamma-aminobutyric acid (GABA) di otak dan produknya
dimetabolsisme di luar otak. Dalam SSP, GABA diubah menjadi serum
semialdehid (SSA) melalui GABA aminotransferase. Sebagian besar SSA yang
terbentuk dioksidasi menjadi asam suksinat (SA) melalui dehidrogenase dimana ia
memasuki siklus Krebs dan diubah menjadi air dan karbon dioksida. Namun,
sejumlah kecil SSA dikurangi menjadi GHB melalui reduktase. GHB biasanya
dioksidasi kembali ke SSA melalui GHC ketoacid transhydrogenase dimana juga
dapat dikonversi ke SA dan memasuki siklus Krebs, namun sejumlah kecil GHB
12
dapat mengalami oksidasi menjadi 3,4 - dihydroxybutyric acid dan 3-keto-
Asam 4-hidroksibutirat (Tunnicliff, 1997). Penelitian telah mengemukakan bahwa
metabolit GHB teroksidasi ini hanya dapat terjadi pada tingkat yang terukur
ketika jalur transhidrogenase terhambat (Jakobs et al., 1981).
Penting untuk diketahui bahwa ada bukti yang menunjukkan adanya prekursor
GHB endogen selain GABA. Sebagai contoh, GHB terdapat pada ekstranural
(yakni jantung, paru-paru, hati, otot rangka, ginjal, dan rambut) yang tidak
memiliki atau tidak sedikit jumlah GABA (Nelson et al, 1981; Roth, 1970;
Zachmann et. al., 1966; Ferrara et al., 1995a). Penelitian lain menunjukkan bahwa
1,4 - BD, produk endogen dari asam lemak, mungkin merupakan sumber GHB di
jaringan perifer (Barker et al., 1985).
13
GBL Bisa dengan mudah dan legal didapat sebagai pembersih pelarut. 1,4-BD
secara kompetitif dimetabolisme oleh alkohol dehidrogenase menjadi GHB.10
2.3.6 Farmakodinamik
Ffek GHB tidak terbatas pada SSP namun melibatkan hampir semua sistem
organ, efek utamanya adalah depresi SSP dan merupakan hasil dari gangguan
beberapa sistem neurotransmitter. Gamma hidroksibutirat mempengaruhi sistem
dopaminergik serebral Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan konsentrasi
dopamin di terminal saraf akibat inhibisi pada sel-sel saraf pelepas dopamin oleh
GHB. Gamma hidroksibutirat juga dapat merangsang tirosin hidroksilase, enzim
mengkatalisis pada langkah pertama dalam sintesis dopamin. Penelitian lain
menunjukkan bahwa,GHB awalnya menghambat pelepasan dopamin namun dapat
menstimulasi pelepasan dopamin. Dosis GHB rendah menghambat dan dosis yang
lebih tinggi merangsang pelepasan dopamin. GHB juga memiliki afinitas untuk
dua lokasi reseptor di SSP, reseptor spesifik GHB dan reseptor GABAB. Temuan
eksperimental menunjukkan bahwa beberapa perubahan induksi GHB dalam
aktivitas dopaminergik dimediasi oleh reseptor GHB. Sistem kolinergik dan
serotoninergik juga tampaknya terpengaruh oleh GHB. GHB memediasi siklus
tidur, regulasi suhu, metabolisme glukosa serebral dan aliran darah, memori, dan
kontrol emosional pada SSP.
Perubahan perilaku dan efek neurologis diamati pada subyek yang telah
menelan GHB. Dosis GHB rendah (0,5-1,5 g) menyebabkan induksi keadaan
relaksasi dan ketenangan yang sensualitas, euforia ringan. Dosis yang lebih tinggi,
seperti yang mungkin terlibat dalam kasus DFSA (1,5 g atau lebih), dapat
menyebabkan manifestasi klinis yang lebih jelas dan efek samping mulai dari
relaksasi dan euforia, kebingungan, pusing dan mengantuk, mual dan muntah,
agitasi, nistagmus, hilangnya penglihatan tepi , halusinasi, amnesia shortterm dan
mengantuk, hingga goncangan atau kejang yang tak terkendali, bradikardia,
depresi pernafasan, apnea, dan koma. Konsentrasi darah melebihi 260 g / mL
dikaitkan dengan tidur dalam, tingkat 156-260 g / mL dengan tidur sedang,
52-156 g / mL dengan tidur ringan, dan kurang dari 52 g / mL dengan terjaga.
14
2.3.7 Efek Tambahan dengan obat lain
Efek depresan SSP yang kuat dari GHB telah menyebabkan penggunaannya
dalam sejumlah kasus DFSA. Dari semua obat yang digunakan untuk melakukan
kejahatan ini, GHB dan produk terkait mungkin salah satu yang paling disukai
oleh pemerkosa, walaupun statistik mungkin tidak pernah membuktikannya.
Endogen GHB di dalam tubuh, hal itu mempersulit interpretasi perannya dalam
kasus dugaan kasus DFSA. Setelah konsumsi terjadi eliminasi GHB yang cepat
dari tubuh menghasilkan hanya tingkat rendah yang tersisa di tubuh. Tingkat ini
seringkali tidak dapat dibedakan dengan mudah dari tingkat alami atau endogen.
Seperti disebutkan di tempat lain, setelah konsumsi, GHB hanya bisa terdeteksi 8
jam dalam darah dan 12 jam dalam urin.
Faktor lain yang membuat GHB, GBL, dan 1,4-BD menarik bagi pemerkosa
adalah mereka sudah tersedia. Selain fakta bahwa GHB mudah dibuat sendiri,
obat-obatan ini mudah dibeli dari Internet, di jalanan, di berbagai fasilitas
kebugaran, dan di klub dansa.
15
Efek sedatif yang kuat dari GHB dan produk terkaitnya tidak seperti banyak
obat lain yang digunakan untuk melakukan DFSA. Obat-obatan ini dapat
menyebabkan pengguna dari keadaan yang benar-benar waspada hingga tidak
sadar dalam hitungan 10 sampai 15 menit. Selain itu, GHB dapat menyebabkan
amnesia saat pengguna berada di bawah pengaruhnya. Tidur dengan bantuan
GHB hanya berlangsung 3-4 jam, setelah pengguna terbangun merasa tidak segar
seperti. Orang lain yang melihat seorang individu di bawah pengaruh GHB
cenderung menganggap individu tersebut telah mengkonsumsi terlalu banyak
alkohol. Ini adalah karakteristik lain yang menarik dari obat-obatan ini, karena
para saksi dapat mengklaim bahwa korbannya mabuk.
Faktor lain yang mendukung pemerkosa yang menggunakan GHB adalah
kenyataan bahwa banyak laboratorium forensik dan klinis masih belum memiliki
tes yang dirancang untuk mendeteksi keberadaannya dalam spesimen darah atau
urin. Dengan demikian obat ini mungkin sering tidak terdeteksi tidak peduli
seberapa cepat spesimen dikumpulkan.
2.3.9 Skrining DFSA
16
2.4 Halusinogen
Halusinogen merupakan salah satu kelas dari agen heterogen seperti sumber
daya alam seperti tanaman (cannabis, ibogaine, harmala, alkaloid, peyotl,
kawakawa, khat), jamur (psilocybine dari Psilocybe atau Stopharia) atau sintetik
(derivat amfetamin, phenycyclidine, LSD).9
2.4.1 Ganja
Terdapat dua reseptor untuk ganja yaitu CB1 dan CB2. CB1 memiliki reseptor
terbanyak di sistem saraf pusat (SSP) walaupun terdapat pula beberapa reseptor di
uterus, gonad, jantung, dan limpa. Reseptor SSP tersebut terdistribusi pada
striatum (yang bekerja pada inisiasi gerakan), serebellum (yang bertanggungjawab
terhadap tuning ongoing motor function), dan hipokampus (yang bertanggung
jawab terhadap penyimpanan memori jangka pendek dan memori segera).
Sedangkan CB2 memiliki reseptor di sel sel darah terutama pada limfosit B dan
T, monosit dan sel natural killer. Hal ini membuat ganja dicurigai memiliki efek
imunosupresan. 9
THC merupakan suatu lipid, sehingga absorbsi akan semakin tinggi bila
diikuti dengan makanan berlemak. Selain itu, hal tersebut juga akan berdampak
17
pada cepatnya distribusi terhadap otak dan redistribusi terhadap jaringan adiposa.
Hal tersebut berkorelasi dengan durasi aktif ganja yang panjang dan lamanya
ekskresi. 9
2.4.1.2 Gejala
Gejala akut yang dapat timbul berupa gangguan proses berpikir, salah
persepsi mengenai waktu, gangguan terhadap panca indera, amnesia, dan
perubahan mood yang bervariasi mulai dari euforia hingga agresifitas serta dapat
diikuti dengan halusinasi dan delirium. Gejala ini bergantung terhadap banyaknya
dosis, ketahanan pemakai dan penggunaan bersamaan dengan obat obatan
konkomitan seperti alkohol dan psikoaktif. 9
2.4.2 LSD
2.4.2.1 Mekanisme Kerja
LSD lebih banyak dikonsumsi secara oral dengan rentang dosis 100 300 g
dan sangat cepat diabsorbsi pada traktus gastrointestinal serta mengalami
metabolisme yang tinggi di hati.9,12 Efek dapat muncul dalam 5 10 menit
sednagkan psikosis muncul dalam 15-20 menit. Gejala puncak baru muncul
setelah 30 90 menit dan bertahan hingga 4-6 jam. Lamanya durasi efek yang
muncul berkisar antara 8-12 jam sedangkan efek mati rasa dapat terasa hingga
berhari hari.12 LSD akan berikatan dengan reseptor serotonin 5HT1c dan dapat
menimbulkan gejala seperti ansietas, gangguan selera makan dan mood. Efek
tersebut akan berlangsung paling lama 12 jam dan diikuti rasa lelah pada pemakai
dalam satu hingga dua hari. Kurang dari 1% dosis LSD ditemukan tidak berubah
di urin, dan 1,2% ditemukan dalam bentuk demethylated dan beberapa
hydroximetabolites diekskresi dalam bentuk glucoroconjugates. 9
18
2.4.2.2 Gejala
2.4.3 Amfetamin
MDMA, atau yang lebih sering dikenal dengan ekstasi, biasanya dikonsumsi
secara oral dengan rentang dosis 50 250 mg dan memiliki absorbsi yang baik
(dalam 20 60 menit). Cmax 100 ng/mL dapat muncul dalam 2 jam dengan dosis
50 mg pada pria dewasa. MDMA dapat ditemukan di urin dalam konsentrasi
tinggi dan dapat tetap ditemukan hingga 3 hari kemudian. CYP2D6 merupakan
enzim utama untuk memetabolisme MDMA. Enzim tersebut ternyata memiliki
keterkaitan terhadap genetik pada ras Kaukasia sebanyak 10% yang menunjukkan
metabolisme yang jelek terhadap MDMA. 9
19
2.4.3.2 Gejala
Beberapa senyawa halusinogen relatif stabil d dalam darah, serum plasma dan
urin, kecuali pada LSD yang sensitif terhadap cahaya dan peningkatan suhu. Oleh
sebab itu, dalam mengambil spesimen sebaiknya darah dan serum plasma
disimpan di dalam tabung yang mengandung pengawet (natrium florida dan
kalium oksalat) dan disimpan di lemari pendingin hingga waktu analisis dimulai.
Pengambilan urin sangat penting pada senyawa PCP dan LSD karena
konsentrasinya yang sangat rendah di dalam darah dan serum plasma. Spesimen
urin biasanya mengandung konsentrasi obat yang lebih tinggi untuk periode yang
lama dibandingkan pada darah atau serum plasma. Oleh sebab itu, waktu
pengambilan spesimen sangatlah penting dalam kasus DFSA. Setidaknya
spesimen paling lama harus diambil 4 hari setelah kejadian. 9
2.4.5 Tatalaksana
20
yang tenang dan dokter perlu melakukan pendekatan tanpa perlu mendikte pasien.
Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan cara talked down dengan
menanyakan orietnasi berulang kali (siapa dan dimana pasien berada sekarang)
dan jelaskan bahwa mereka sedang mengalami gejala yang disebabkan oleh obat.
Jika agitasi masih tak teratas dapat diberikan diazepam 5 mg IV setiap 1-2 jam
dengan dosis ditingkatkan sampai terdapat respon. Jika tidak berhasil, dapat
diberikan haloperidol 5-10 mg IM atau 10-20 mg PO.12
Meskipun tersedia fasilitas rawat inap, sangat jarang sekali dibutuhkan untuk
gangguan panik akut. Jika gejala tersebut dapat teratasi maka pasien dapat
dipulangkan. Rawat inap diperlukan pada pasien yang daya tiliknya tidak kembali.
Pasien yang didetoksifikasi amfetamin dapat mengalami depresi berat dengan
keinginan bunuh diri yang tinggi sehingga perlu dirawat inap. Psikosis yang
disebabkan oleh ganja dapat hilang sendiri bila dihentikan penggunaan ganja atau
dapat diberikan haloperidol 10 mg empat kali sehari selama 1 minggu. 12
2.5 Opioid
Opioid adalah golongan zat yang mengandung zat alkaloidal alami, semi
sintetis dan sintetis yang berasal dari opium atau zat yang memiliki aktivitas mirip
morfin. Opioid alami biasanya disebut sebagai opiat dan termasuk zat yang
diperoleh dengan ekstraksi dari opium poppy, Papaver somniferum. Poppy opium
adalah tanaman tahunan yang tumbuh pada banyak iklim, tapi lebih menyukai
daerah yang hangat dan beriklim sedang tanpa es. Opium diperoleh dari eksudat
susu yang dilepaskan dari sayatan benih mentah. 9
Opium adalah zat kompleks, mengandung banyak senyawa termasuk morfin,
kodein, thebaine, papaverine, dan noscapine. Opiat adalah narkotika alami, seperti
heroin, morfin, dan kodein. Morfin digunakan sebagai blok dasar untuk banyak
opioid semi-sintetik. Opioid semi-sintetis yang berasal dari morfin meliputi heroin,
kodein, dan hydromorphone. Opioid yang dapat disintesis dari kodein termasuk
dihydrocodeine dan hydrocodone.9 Obat-obat tersebut memiliki analgesik yang
ampuh dan sifat penenang tetapi sifat farmakokinetiknya berbeda. Obat-obat
tersebut tersedia dalam bentuk bubuk atau tablet yang rasanya sedikit pahit.
21
Bentuk apapun bisa disembunyikan dalam minuman, rokok, atau dihirup. Obat ini
dapat dengan mudah digunakan untuk melumpuhkan korban kekerasan seksual.
Efek farmakologi dari opioid adalah hubungan interaksinya dengan reseptor
pada sistem saraf pusat. Beberapa reseptor "opioid" telah diidentifikasi pada
manusia, yaitu mu (), kappa (), delta (), dan sigma () reseptor. 9
22
mungkin bukan efek opioid saja, tapi interaksi mereka dengan obat lain, terutama
etanol dimana penggunaan kombinasi antara opioid dengan etanol dapat
menyebabkan toksisitas yang tinggi.9
Di rumah sakit pengaturan imunoassay komersial dirancang untuk
mendeteksi opiat alami (morfin dan kodein). Protokol analisis GC - MS spesifik
tersedia untuk mengkonfirmasi senyawa opioid alami, sintetis, dan semisyntetik
dari spesimen urin. Immunoassays dan protokol GC-MS tersedia untuk
mendeteksi metadon dan propoxyphene Dokumentasi gejala klinis terkait opioid
yang dicurigai membantu laboratorium negara dalam mendeteksi dan
mengkonfirmasikan beragam senyawa opioid yang potutused untuk melumpuhkan
korban penyerangan seksual.
23
Gambar 2.6 Jenis Jenis Opioid
24
2.6 Over the Counter Drugs dan Obat Lainnya
Banyak dari formulasi obat akan larut atau setidaknya tercampur dalam
minuman atau beberapa tipe makanan. Apakah bahwa residu dari obat yang
tidak terlarut akan kelihatan tergantung pada tipe dari minuman tersebut ( jernih
atau tidak). Kondisi fisik dan sosial disekitarnya ) cahaya, suara, dan gangguan
dan apakah korbanya telah terintoksikasi dengan alkohol sebelumnya. Apakah
korbanya mampu merasakan obat-obatan yang dimasukan tergantung dari
berbagai faktor. Beberapa obat memiliki derajat kepahittan. Namun rasa pahit
tersebut dapat atau tidak dirasakan oleh korban juga tergantung pada seberapa
kuat rasa makanan itu sendiri dan seberapa familiar korban dengan makan tersebut.
Obat yang dimasukan kedalam soda dan vodka mungkin lebih mudah di kenali
daripada obat sejenis yang dimasukan kedalam beer yang pahit atau gin dan
tonic.13
25
2.6.3 Deteksi dan Pengukuran
a. Jenis spesimen
Jenis spesimen yag lebih dipilih dalam deteksi obat pada kejatan sksual
yang difasilitasi oleh obat biasanya adalah urin, tetapi tidak selalu. Alasannya
adalah banyak obat dan hasil metabolitnya dapat dideteksi di dalam urin
daripada darah atau serum. Kecuali pada barbiturat atau obat sedatif lainnya,
biasanya antihistamin, antidepresant dan antipsikotik memiliki karakteristik
dasar obat yang di metabolisme secara cepat, sehingga kadar di urin
cenderung lebih tinggi daripada di dalam darah.13
b. Tes Skrining
c. Immunoassay
TLC telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai tes skrining obat di dalam
urin. Keuntunganya karena biaya yang tidak terlalu mahal, dapat dideteksi pada
banyak jenis obat dan potensial dalam memberikan informasi tentang jenis obat
26
daripada immunoasasay. Kerugian dari TLC adalah tidak otomatis, sangat
membutuhkan keahlian untuk menginterpretasikannya. Namun tidak dapat
digunakan pada darah atau serum tanpa persiapan sample yang baik. 13
e. Gas Kromatografi
Gas kromatografi telah lama di gunakan sebagai teknik analisis skrining obat
dan toksin lainnya dalam cairan biologis. Setelah persiapan sampel telah selesai,
analisis gas kromatografi dapat dilakukan secara ototmatis, sensitif dan sangat
spesifik jika dikombinasikan dengan mass spectrometry. kerugian dari analisis ini
adalah setiap sampel membutuhkan waktu 10 20 menit untuk di analisis, namun
biayanya cukup mahal. Serta membutuhkan keterampilan dan operator yang
telah terlatih. 13
f. Teknik lainnya
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi obat pada darah dan
urin, seperti High Performance liquid chromatography (HPLC), dapat
dikombinasikan dengan mass spectometry dan capillary electrophoresis (CE).
HPLC dan CE biasa digunakan dengan detektor ultraviolet (UV) atau
photodiode array (PDA), yang dapat mengukur absorpsi panjang cahaya UV
pada zat yang berbeda. 13
27
karena itu, ketika dipenhydramine diminum, akan langsung terpisah menjadi
beberapa komponen bagian, walaupun hanya dipenhydramine yang biasanya
terdeteksi dan diukur. Kebingungan dapat terjadi karena terdapat kesalahpahaman
bahwa dipenhydramine dan dimenhydrinate bukan zat yang berhubungan. Padahal
intinya mereka adalah sama. 13
2.6.4.1 Farmakodinamik
Efek samping dari antihistamin antara lain sedasi, ganggun motorik, pusing,
telinga berdenging, lemah, penglihatan kabur, euforia, berdebar-debar dan
insomnia. jika dosis berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang berlebihan,
bahakan dpat timbul penurunan kedadaran, gangguan irama jantung, bahkan
kematian. 13
2.6.4.2 Farmakokinetik
28
2.6.4.3 Analisis
Semua obat antidepresan hanya akan didapat jika menggunakan resep dokter.
Penyalahgunaan antidepresan sangat potensial dalam kejahatan seksual, karena
antidepresant memiliki efek sedasi dan kemampuannya untuk menyebabkan
amnesia. Amitriptiline dan antidepresan lainnya memiliki postensi yang besar
untuk disalahgunakan karena kerja antikolinergiknya. Berbanding terbalik dengan
SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitor), yang jarang digunakan karena
memiliki efek antikolinergik yang kecil bahkan tidak ada. 13
2.6.5.1 Farmakodinamika
29
memiliki konsentrasi puncak dalam serum sekitar 0.016 0,035 mg /L setelah 2
4 jam. urin merupakan spesimen yang lebih baik.
Terdapat dua jalur metabolik utama papda golongan trisiklik. Jalur yang
pertama adalah demethylation, merupakan bentuk metabolik yang paling banyak
memiliki efek farmakologi. Jalur yang kedua adalah hydroxylation dan
subsequent conjugation pada metabolisme glukoronat. Metabolit ini paling sering
diitemukan pada urin. 13
2.6.6.1 Farmakodinamik
2.6.6.2 Farmakokinetik
30
2.6.6.3 Analisis
Uji immunoassay untuk phenothiazine dan obat antipsikotik lainnya tidak ada
yang tersedia. Deteksi obat ini sangat bergantung pada metode kromatografi
seperti GC. Clorpromazine dapat dideteksi pada plasma dan dara, namun dosis
rendah antipsikotik dangat sulit di deteksi. Konsentrasi pada darah dan beberapa
antipsikotik sangat rendah karena dosisnya yang kecil dan sangat cepat di
metabolisme, beberapa obat juga tidak terdeteksi pada uji skrining rutin karena
dosisnya yang kecil (seperti pimozide dan risperidone). Jika obat utama
ditemukan, terutama pada beberapa jam, uji laboratori sebaiknya dilakukan untuk
mencari hasil hydroxylated dam metabolik lainnya. 13
2.6.7.1 Availabilitas
Barbiturat memiliki efek menekan sistem saraf pusat yang luas, mulai dari
sedasi yang ringan sampai anastesi umum. Barbiturat dikategorikan dalam
beberapa kategori, yaitu ultrashort acting, short acting, medium acting dan long
acting. 2
31
cloral hydrate dapat menyebabkan hipotensi, hipotermia, hipoventilasi,
tacydisaritmia, mual, muntah, diare, sakit kepala dan amnesia.2
2.6.7.2 Farmakodinamik
Golongan barbiturat yang masih dipakai dalam praktik klinis sampai saat
sekarang ini adalah phenobarbital, sebagai antikonvulsan dalam mengobati pasien
epilepsi. Dan sangat sering digunkan dalam tatalaksana gawat darurat pada acute
seizure activity. Pentobarbital dapat mengurangi tekanan intrakranial akibat acute
brain injury. Secara farmakologi, barbiturat secara umum merupakan depresan
pada sistem saraf pusat, efek utamanya adalah sedasi dan tidur. Barbiturat
menghambat eksitator dan menghambat transmisi sinaps. Barbiturat
meningkatkan efektifitas transmisi GABA secara langsung dengan mengaktivasi
kanal chloride dan menekan transmisi sinaps.2Barbiturat memiliki indeks
terapeutik yang sempit. Intoksikasi ynag berat dapat menurunkan kesadaram,
depresi pernapasan, hipotensi, muntah, aspirasi, gagal ginjal, gangguan irama
jantung dan kematian. 13
2.6.7.3 Farmakokinetik
Konsentrasi puncak dalam plasma dari zolpidem sekitar 60-270 ng/ml pada
dosis 10 mg dengan waktu paruh sekitar 2,5 jam ( rentang 1,4-3,8 jam). obat
utama sangat cepat hilng dari darah, namun metabolit zolpidem dieksresikan
diurin sampai 4 hari. zopiclone memiliki waktu paruh yang sedikit lebih lama (4
-6 jam) dibandingkan dengan zolpidem. Dosis tunggal zopiclone 7,5 dan 15 mg
memiliki konsentrasi puncak plasma sebesar 76 dan 131 ng/ml. 13
32
Chloral hydrat sangat cepat diabsorsi setelah digunakan secara oral, dengan
onset kerja 10 15 menit, waktu paruh chloral hydrate hanya beberapa menit,
tetapi metabolit aktifnya, trichloroethanol memiliki waktu paruh sekitar 8 jam
(rentang 4 12 jam). konsentrasi trichloroethanol sekitar 8,0 mg/l (rentang 2 12)
setelah 1 jam digunakan secara oral dengan dosis 1000 mg.
2.6.7.4 Analisis
33
trichloroacetic. Trichloroethanol dapat dideteksi pda plasma dan urin
menggunakan gas kromatografi/Flame ionization detection. asam trichloroacetic
dapat dideteksi kurang dari 1 mL plasma jika menggunakan HPLC-MS/MS dan
capillary gas kromatografi dengan electron capture detection. Batas deteksi untuk
chloral hydrate adalah 5 ng/mL untik metabolitnya jika menggunakan gas
kromatografi/ electron capture detection.2
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
35
Alkohol dapat menyebabkan berbagai hal pada tubuh seperti bau mulut,
dilatasi pupil, penurunan refleks cahaya pupil, inkoordinasi, dan perkataan yang
tidak jelas. Konsentrasi alkohol darah 400500 mg% atau lebih dapat
menyebabkan kematian. Periode fatal biasanya terjadi dalam 12-24 jam.
Faktor-faktor yang memengaruhi waktu konsentrasi maksimal dan kuantitas
alkohol di darah antara lain: berat badan, kadar dan konsentrasi alkohol yang
diingesti, apakah alkohol diminum dalam 1 tegukan atau berinterval, ada atau
tidaknya makanan, adiksi alkohol sebelumnya, dan lama istirahat atau jumlah
latihan setelah konsumsi alkohol. Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar
alkohol dalam darah atau urine adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway).
Jika tampak warna kuning kenari menunjukkan hasil yang negatif, kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg%, sedangkan warna hijau
sekitar 300 mg%.
36
GHB menyebabkan meningkatkan pelepasan hormon pertumbuhan manusia yang
digunakan sebagai bantuan diet.
Dosis GHB rendah (0,5-1,5 g) menyebabkan induksi keadaan relaksasi dan
ketenangan yang sensualitas, euforia ringan. Dosis yang lebih tinggi, seperti yang
mungkin terlibat dalam kasus DFSA (1,5 g atau lebih), dapat menyebabkan
manifestasi klinis yang lebih jelas dan efek samping mulai dari relaksasi dan
euforia, kebingungan, pusing dan mengantuk, mual dan muntah, agitasi,
nistagmus, hilangnya penglihatan tepi , halusinasi, amnesia shortterm dan
mengantuk, hingga goncangan atau kejang yang tak terkendali, bradikardia,
depresi pernafasan, apnea, dan koma. Konsentrasi darah melebihi 260 g / mL
dikaitkan dengan tidur dalam, tingkat 156-260 g / mL dengan tidur sedang,
52-156 g / mL dengan tidur ringan, dan kurang dari 52 g / mL dengan terjaga.
Laboratorium forensik dan klinis masih belum memiliki tes yang dirancang untuk
mendeteksi keberadaannya dalam spesimen darah atau urin. Dengan demikian
obat ini mungkin sering tidak terdeteksi tidak peduli seberapa cepat spesimen
dikumpulkan.
Amfetamin menimbulkan beberapa gejala sentral seperti empati, perubahan
mood, euforia, dan disinhibisi (yang biasanya disalahgunakan dalam kasus
pelecehan seksual). Tetapi, terdapat pula beberapa gejala yang tidak
menyenangkan seperti tremor, diaforesis, paresestesi, dan takikardi. Pasien yang
didetoksifikasi amfetamin dapat mengalami depresi berat dengan keinginan bunuh
diri yang tinggi sehingga perlu dirawat inap.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai efek kerja opioid terhadap
tubuh manusia.Hasil studi diantaranya mendapatkan gangguan kognitif terjadi
setelah pemberian opioid, gangguan fungsi memori setelah pemberian dosis rendah
fentanyl intravena, dan gangguan pemahaman setelah mendapatkan morfin
inravena. Saat mempertimbangkan kelas obat yang mungkin terkait dengan kasus
drug facilitated sexual assault (DFSA), seseorang harus mempertimbangkan efek
yang diinginkan untuk hal tersebut. Efek tersebut meliputi sedasi, relaksasi otot,
anti kecemasan, dan amnesia. Di rumah sakit pengaturan imunoassay komersial
dirancang untuk mendeteksiopiat alami (morfin dan kodein).Protokol analisis GC
- MS spesifik tersedia untuk mengkonfirmasi senyawa opioid alami, sintetis, dan
37
semisyntetik dari spesimen urin.Immunoassays dan protokol GC-MS tersedia
untuk mendeteksi metadondan propoxyphene.
38
Daftar Pustaka
1. Setiogung, Yudianto. Laporan Kasus Persetubuhan di Bawah Umur.
http://fk.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/50-Thathit-Bimo-Tangguh-Se
tiogung.pdf Diakses tanggal 17 September 2017. 2017.
2. Bechtel LK, Holstege CP. Criminal Poisoning: Drug Facilitated Sexual
Assault. Emergency Medicine Clinics of North America. 2007: 499-525.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17482030. Diakses tanggal 17
September 2017. 2007.
3. WHO.Violance Against Woman.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs239/en/. Diakses tanggal 17
September 2017. 2016.
4. Komnas Perempuan. Siaran Pers Komnas Perempuan Catatan Tahunan
(CATAHU) 2017 Labirin Kekerasan Terhadap Perempuan: dari Gang Rape
hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Bertindak Tepat.
https://www.komnasperempuan.go.id/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan
-tahunan-catahu-2017-labirin-kekerasan-terhadap-perempuan-dari-gang-rape-
hingga-femicide-alarm-bagi-negara-untuk-bertindak-tepat-jakarta-7-maret-20
17/ diakses tanggal 18 September 2017. 2017.
5. Badan Pusat Statistik. Prevalensi Kekerasan Terhadap Perempuan di
Indonesia, Hasil SPHPN 2016. https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1375
diakses tanggal 18 September 2017. 2017.
6. Button, Davies, Holt. Drug-facilitated sexual assault (DFSA) - The
Observations of a UK Based Laboratory.
www.the-ltg.org/data/uploads/posters/dfsa2009.pdf diakses tanggal 18
September 2017. 2008.
7. European Monitoring Centre for Drugs and Drugs Addiction. Sexual Assaults
Facilitated by Drugs or Alcohol.
http://www.emcdda.europa.eu/attachements.cfm/att_50544_EN_TDS_sexual
_assault.pdf diakses tanggal 18 September 2017. 2008.
8. Vij, Krishan. Textbook Of Forensic Medicine And Toxicology, 5th Edition.
India : Elsevier, 2011: 495-653.
9. LeBau MA, Mozayani A. Drug- facilitated sexual assault, a forensic
handbook. New York: Academic Press;2001. Hlm 89-104
10. Amir K, Waisman Y. Medical and Toxicological Aspects of Drug Facilitated
Sexual Assault. sraeli Journal of Emergency Medicine. 2006 ; 6(3): 62-66.
11. Mehling LM , Johansen SS , Wang X , Doberentz E , Madea B , Hess C.
Drug facilitated sexual assault with lethal outcome: GHB intoxication in a
six-year-old girl. Elsevier. 2016: 25-31.
12. Leikin JB, Krantz AJ, Zell-Kanter M, Barkin RL, Hryhorczuk DO. Clinical
feautures and management of intoxication due to hallucinogenic drugs. Med.
Toxicol Adverse Drug Exp 4. 1989 (5): 324-350
13. Jones G, Singer P. Miscellaneous Prescription and over the counter drug. In :
Drug Facilitated Sexual Assault. Lebeau MA, Mozayani A.(eds). Academic
Press 2001: 173 194.
39