Anda di halaman 1dari 16

Referat

ANGINA PEKTORIS STABIL

Oleh :

Preseptor:

dr. Muhammad Fadil, Sp.JP(K)

ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

 Latar Belakang Masalah


Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini

merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan

berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini

akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan

kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun

2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh

kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker (6%).

Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem

sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni

sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang

disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat

orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko

mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis,

imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait.1

Jantung sanggup berkontraksi tanpa henti berkat adanya suplai bahan-

bahan energi secara terus menerus. Suplai bahan energi berupa oksigen dan nutrisi

ini mengalir melalui suatu pembuluh darah yang disebut pembuluh koroner.

Apabila pembuluh darah menyempit atau tersumbat proses transportasi bahan-

bahan energi akan terganggu. Akibatnya sel-sel jantung melemah dan bahkan bisa
mati. Gangguan pada pembuluh koroner ini yang disebut penyakit jantung

koroner.2

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah kondisi patologis arteri koroner

(aterosklerosis koroner) yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri

serta penurunan aliran darah ke jantung.3 Kematian karena penyakit kardiovaskuler

pada tahun 2002 sekitar 16,7 juta orang, dan sebanyak 17,3 juta orang meninggal

dunia karena penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008, dan itu mewakili 30% dari

penyebab kematian secara umum, dari kematian ini diperkirakan 7,3 juta disebabkan

oleh penyakit jantung koroner dan 6,2 juta disebabkan oleh stroke. Di negara yang

berpendapatan rendah da menengah angka kematian karena penyakit kardiovaskuler

mencapai lebih dari 80% dan terjadi hampir sama pada pria dan wanita. Pada tahun

2030, diprediksi hampir 23,6 juta orang akan meninggal akibat penyakit

kardivaskuler, terutama dari penyakit jantung, dan ini di proyeksikan untuk tetap

menjadi penyebab utama kematian tunggal.4

Peneltian di Intensive Coronary Care Unit (ICCU) RS Dr. Cipto

Mangunkusumo (ICCU-RSCM) selama periode 2001-2003 terdapat 683 kasus PJK,

kemudian data tahun 2004-2010 didapatkan 1501 kasus.5 Penyakit jantung koroner

terbagi menjadi Chronic Stable Angina (Angina Pektoris Stabil) dan Acute Coronary

Syndrome (Sindrome Koroner Akut) yang mencakup angina pektoris tidak

stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST

(non ST elevation myocardial infarction/NSTEMI) dan infark miokard akut dengan

elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI).6 Walaupun terdapat

kemajuan tatalaksana dan pencegahannya PJK masih merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas, khususnya di negara maju begitu pula di Indonesia

penyakit ini masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian.7

Penyebab PJK secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara umum

dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK yang disebut

sebagai faktor risiko PJK. AHA (2012), membagi faktor risiko PJK menjadi dua,

yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Adapun faktor risiko

yang tidak dapat diubah adalah jenis kelamin, umur, dan keturunan. Sedangkan faktor

risiko yang dapat diubah adalah merokok, hiperkolesteromia, hipertensi, diabetes

melitus dan obesitas.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama pada usia >65

tahun di beberapa negara berkembang, termasuk indonseia. PJK pada usia lanjut

mempunyai risiko tinggi terhadap kematian dan adverse events. Usia lanjut

menampilkan sekelompok penyakkit dimana risiko yang awalnya lebih tinggi dan

mempunyai lebih banyak penyakit penyerta (komorbiditas), namun mendapatkan

manfaat yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan usia muda. Perubahan-

perubahan yang terjadi pada sistim kardivaskuler bertanggung jawab terhadap

peningkatan insidensi PJK dan komorbiditasnya pada kelompok usia lebih lanjut.8

Angina pektoris merupakan keluhan pasien berupa rasa dan sensasi tidak

nyaman di dada, terutama pada saat aktivitas. Hingga saat ini angina pektoris masih

menjadi manifestasi paling umum dari penyakit iskemia jantung. Penyakit iskemia

jantung adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan persediaan oksigen

miokardium dan oksigen yang dibutuhkan miokardium akibat adanya aterosklerosis

di arteri koroner.9 Pendeteksian faktor risiko yang menyebabkan penyakit iskemia

jantung dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas dari penyakit iskemia
jantung. Prevensi sekunder penyakit jantung koroner menjadi salah satu fokus utama

klinisi dalam bidang kardiovaskular.10 Pengobatan penyakit jantung koroner yang

paling penting adalah memelihara fungsi jantung sehingga harapan hidup akan

meningkat.2

Sebagian besar bentuk penyakit jantung adalah kronis, pemberian obat umumnya

berjangka panjang, meskipun obat-obat itu berguna tetapi juga memberikan efek samping.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan ada beberapa obat, meskipun memulihkan

keadaan, tidak selalu membuat lebih baik, penggunaan obat harus secara teratur.

Penghentian penggobatan tanpa konsultasi dengan dokter dapat menimbulkan masalah

baru.11

Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif dan tidak aman, telah menjadi

masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan. Penggunaan obat dinilai tidak tepat jika

indikasi tidak jelas, pemilihan obat tidak sesuai, cara penggunaan obat tidak sesuai,

kondisi pasien tidak dinilai, reaksi yang tidak dikehendaki, polifarmasi, penggunaan

obat tidak sesuai dan lain-lain. Maka dari itu perlu dilaksanakan evaluasi ketepatan

obat, untuk mencapai pengobatan yang efektif, aman dan ekonomis.1

1.2 Batasan Masalah


Membahas definisi, etiopatogenesis, gambaran klinis, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari management angina pektoris
stabil.
1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk memahami definisi, etiopatogenesis, gambaran klinis,
diagnosis, pemeriksaan penunjang, management serta komplikasi dan prognosis dari
angina pektoris stabil.
1.4 Metode Penulisan
Tulisan ini dibuat berdasarkan tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai
literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Angina pektoris stabil adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan

antara kebutuhan (demand) dan suplai aliran darah arteri koroner. Nyeri dada atau rasa tidak

enak di dada akibat transien iskemik miokard. Nyeri bisa menjalar ke satu lengan atau dua

lengan atau leher atau ke ulu hati, lama < 20 menit. Nyeri dada berhubungan dengan plak yang

stabil. Nyeri dada dicetuskan sewaktu adanya beban seperti exercise, emosi, kedinginan dimana

kebutuhan miokardium tidak dapat dipenuhi dengan suplai yang cukup. Nyeri dapat hilang atau

berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika didapatkan bahwa 50% dari penderita penyakit jantung koroner mempunyai

manifestasi awal APS. Insiden angina pektoris stabil per tahun pada penderita di atas

usia 30 tahun sebesar 213 penderita per 100.000 penduduk. Asosiasi Jantung

Amerika memperkirakan ada 6.200.000 penderita APS ini di Amerika Serikat.

Data dari Olmsted Country dan Framingham mendapatkan bahwa kejadian infark

miokard akut sebesar 3% sampai 5% dari penderita APS per tahun, atau kurang

lebih 30 penderita APS untuk setiap penderit a infark miokard akut.

2.3 Etiologi

Hal- hal yang dapat menyebabkan nyeri dada :

 Kardiak : sindroma koroner akut, prolaps katup mitral, stenosis aorta, regurgitasi aorta,

perikarditis.

 Non kardiak

Paru : emboli paru, pluritis, pneumothorax, pneumonia.

GIT : refluks esophagus, rupture esophagus, ulkus peptikum, pankreatitis

Vaskular : diseksi aorta/ aneurisma.


Lain-lain : Muskuloskletal pain, herpes zoster

2.4 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol tertimbun di intima besar. Timbunan ini

dinamakan ateroma atau plak yang akan mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel yang

menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan

ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami

nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya leumen menjadi semakin sempit dan aliran

darah terhambat.3

Kebutuhan oksiggen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darag yang

mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia mikardium lokal. Iskemia yang bersifat

sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan

fungsi mikardium. Apabila iskemia ini berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan

kerusakan sel yang sifatnya irreversible serta nekrosis akan berhenti berkontraksi secara

permanen. Otot yang mengalami infark mula-mula akan tampak memar dan siantoik akibat

berkurangnya aliran darah regional. Dalam waktu 24 jam akan timbul edema pada sel-sel, respon

peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan dilepaskan sel-sel yang

mengalami kematian.

Menjelang hari kedua atau ketiga, mulia terjadi proses degradasi jaringan dan

pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Pada waktu

sekitar minggu ketiga, akan mulai terbentuk jadringan parut, lambar laun jaringan ikat fibrosa

menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu

keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas sehingga akan menurunkan fungsi ventrikel
karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya

juga mengalami gangguan daya kontraksi.

Suatu plak aterosklerosis lanjut, menunjukkan beberapa ciri yang khas.12:

1. Dinding arteri menebal secara fokal oleh proliferasi sel otot polos intima dan deposisi

jaringan ikat fibrosa sehingga membentuk suatu selubung fibrosa yang keras. Selubung

ini menonjol ke dalam lumen vaskular yang mengakibatkan aliran darah berkurang dan

seringkali menyebabkan iskemia pada jaringan yang disuplai oleh arteri yang mengalami

penebalan.

2. Suatu kumpulan lunak dari lipid ekstraseluler dan debris berakumulasi di bawah selubung

fibrosa. Akumulasi lemak melemahkan dinding arteri yang mengakibatkan selubung

fibrosa robek sehingga darah masuk ke dalam lesi dan terbentuk trombus. Trombus dapat

terbawa melalui aliran darah sehingga menyebabkan embolisasi (penyumbatan)

pembuluh darah yang lebih kecil. Sumbatan ini dapat menyebabkan infark miokard jika

terjadi dalam koroner.

3. Endotel di atas lesi dapat menghilang sebagian atau seluruhnya. Hal ini dapat

menyebabkan pembentukan trombus yang terus berlanjut sehingga menyebabkan

pembentukan trombus yang terus berlanjut sehingga menyebabkan oklusi aliran

intermitten seperti pada angina tidak stabil.

4. Lapisan sel otot polos media di bawah lesi mengalami degenerasi. Hal ini melemahkan

dinding vaskuler yang dapat mengembang dan akhirnya mengakibatkan ruptur atau

aneurisma.
Arteri yang mengalami aterosklerotik dapat mengalami spasme sehingga dapat menghambat

darah dan memacu pembentukan trombus.

Gambar 2.1 Proses Aterosklerotik

Sumber:http//medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.html

Proses terjadinya APS diawali dengan adanya stimulasi injuri yang menyebabkan

kerusakan endotel mengakibatkan proliferasi sel otot polos dan berpindahnya makrofag

kedalam dinding darah. APS merupakan nyeri dada yang terjadu dalam periode lama dengan

frekuensi, durasi dan intensitas gejalanya sama dengan nyeri dada yang dirasakan

sebelumnya. Nyeri yang dirasakan di dada atau rasa tidak enak di dada, rahang, bahu,

punggung atau lengan yang berkaitan dengan keurangnya aliran darah ke jantung, tanpa

disertai kerusakan sel-sel jantung. Biasanya APS dicetuskan oleh suatu aktivitas fisik atau

stres emosi dan hilang dengan obat nitrat. Gambaran EKG pada pendderita ini tidak khas

dapat terjadi ST depresi yang mengindikasi adanya iskemik.


APS diawali dengan adanya stenosis atherosklerosis dari pembuluh darah koroner yang

akan mengurangi suplai darah ke jantung. APS merupakan nyeri dada paroxysmal atau

ketidaknyamanan pada dada yang dapat muncul karena latihan fisik (misal: jalan kaki 20

feet), emosi yang dapat menyebabkan perfusi koroner menjadi tidak adekuat dan

mengakibatkan iskemia pada miokard. Normalnya PAS hilang dengan istirahat atau

pemberian nitroglyserin atau keduanya.13

2.5 Manifestasi Klinis

1. Lokasi

Rasa tidak nyaman pada area retrosternal, mengalami penjalaran ke leher, bahu,

lengan, epigastrium, punggung.

 Berhubungan dengan pencetus

Nyeri dada dicetuskan oleh stress emosional, dingin, merokok.

 Sifat

menggambarkan myeri yang terasa seperti tertindih, terbakar, berat, dan sesekali ada

sensasi panas atau dingin.

 Durasi
nyeri dada dihubungkan dengan iskemik tipikal selama 3 – 5 menit. Biasanya nyeri

dada kurang 30 menit tanpa diakibatkan oleh infark miokard. Nyeri dada dicetuskan

oleh emosi dan latihan

 Nyeri dada dikatakan nyeri tipikal menggambarkan karakter nyeri substernal biasa

dicetuskan oleh stress, dan menghilang dengan istirahat atau dengan obat

nitrogliserin, dianggap atipikal jika melibatkan dua dari kriteria tersebut.

 Klasifikasi

Klasifikasi untuk menilai tingkat keparahan bisa dengan CCS yang palingterbanyak

dan bisa dengan skala aktivitas spesifik, indeks status aktivitas duke, dan klasifikasi

braunwald.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Angina pektoris CCS1-2: Dilakukan pemeriksaan ischemic stress test meliputi treadmill

test, atau echocardiografi stress test, atau stress test perfusion scanning atau MRI. MSCT

dilakukan sebagai alternatif pemeriksaan penunjang lain.

Angina pektoris CCS3-4 (simptomatik) atau riwayat infark miokard lama : Memerlukan

pemeriksaan angiografi koroner perkutan. Pemeriksaan angiografi koroner dapat dikerjakan pada

pasien usia >40 tahun yang akan menjalani prosedur bedah jantung.

2.7 Diagnosis

 Anamnesis

 Nyeri dada

o Substernal saat aktifitas


o Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, dan ulu hati

 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis, kolesterol, darah tinggi,

dan keturunan.

 Pemeriksaan Fisik

Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan atau komorbiditi.

 EKG

EKG 12 lead harus dilakukan untuk pasien dengan dugaan angina. EKG 12 lead yang

abnormal saat istirahat meningkat kemungkinan terjadi PJK.

 Angiografi koroner

Merupakan investigasi invasif dan memerlukan spesialisasi jantung, angiografi koroner

untuk pasien risiko tinggi dan perawatan medis yang optimal dan mungkin membutuhkan

revaskularisasi. Angiografi dapat mengetahui fungsi ventrikular kiri dan katup. Angiografi

koroner harus dipertimbangkan setelah tes non-invasif di mana pasien diidentifikasi berisiko

tinggi atau di mana diagnosis tetap tidak jelas.

Tatalaksana

 Medika Mentosa

 Aspilet 1x80-160mg

 Simvastatin 1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x20-40 mg atau Rosuvastatin 1x10-20 mg

 Betabloker: Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/

 Atau Metoprolol 2x50mg, Ivabradine 2x5mg jika pasien intoleran dengan beta bloker

 Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid mononitrat 2x 20mg

 PCI atau CABG


 Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika ditemukan bukti

iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai lesi signifikan berdasarkan

pemeriksaan angiografi koroner.

 Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di osteal/proksimal >50%,

LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx stenosis > 70%, dan RCA stenosis >70%.

 Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang luas

memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai FFR < 0,8

menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR maka

pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi sebagai penyebab

iskemik.

 Indikasi CABG : Lesi multiple stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan atau tanpa

diabetes mellitus.

 Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi (Fraksi

ejeksi rendah, usia >75 tahun atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka

dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan

mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan lama

tindakan.

 PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika kondisi

klinis stabil.

 PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna (simptomatik).

BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Data Klinik Departemen Kesehatan RI. 2006
2. Yahya. Menaklukkan Pembunuh No.1: Mencegah dan Mengatasi Jantung Koroner
Secara Tepat dan Cepat. Quanita Mizan Pustaka Anggota IKAPI. 2010
3. Smeltze SC, Bare BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. 2002
4. WHO. Epidemiology and Prevention of Cardivascular Disease in-Elderly. 2007
5. Setiawan. Validasi Skor Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) dalam
Memprediksi Mortalitas Pasien SKA di Indonesia. 2011
6. Alwi I. Sindrome Koroner Akut Pada Usia Lanjut. Internal Publishing. 2006
7. Trisnohadi HB. Perkembangan terbaru penatalaksanaan sindrome koroner akut.Ilmu
penyakit dalam UI. 2002
8. Seymour DG. Perioperative and postoperative medical assesment of geriatric
medicine. 2006
9. Lilly LS. Pathofisiology of Heart Disease. 5th Edition.2011
10. Genes J, Pederson TR. Prevention Cardiovascular Ischemic Events: High Risk and
Secondary Prevention. 2003
11. Soeharto I. Penyakit jantung koroner dan serangan jantung koroner: pencegahan
penyembuhan rehabilitasi panduan bagi masyrakat umum. 2004
12. Aaronson PI, Ward. Sistem Kardivaskular: at a glance. 2010
13. Black JM, Hawk JH. Medical surgical nursing:Clinical Management for positive
outcomes. 2009

Anda mungkin juga menyukai