Anda di halaman 1dari 5

KEMATIAN MENDADAK

Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak diduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus. Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi sudden natural unexpected death. Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit bukan akibat trauma atau racun . Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar : (1) Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan. (2) Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan, terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian. Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsy menjadi lebih kecil. Pada kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan. Kematian alamiah dan tidak wajar sedapat mungkin dipisahkan, ditentukan apakah kekerasan atau racun ikut berperan dalam menyebabkan kematian.

Aspek Medikolegal Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu tindakan/usaha agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik oleh keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu modus operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya almarhum mengalami serangan suatu penyakit ( natural sudden death).

Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana. Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu: 1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ? 2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada keracunan ? 3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung koroner) yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah sakit ? 4. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan penyakit tersering penyebab natural sudden death ?

Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian.

Prevalensi Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Penyakit jantung dan pembuluh darah menempati urutan pertama penyebab kematian mendadak. Menurut data yang dilaporkan oleh Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit, meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995). Penelitian di Jepang tahun 1997 2003, dari 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas, dari hasil autopsy diketahui bahwa 130 merupakan kematian mendadak, bukan akibat trauma dari kecelakaan lalu lintas.

Lesi Penyebab Lesi yang dapat menyebabkan kematian alamiah yang mendadak secara garis besar terdiri dari 3 golongan : 1. Grup terbesar adalah lesi yang diakibatkan oleh proses penyakit yang berjalan perlahan atau insidental berulang yang merusak organ vital tanpa menimbulkan suatu gejala renjatan akut sampai terjadi suatu penghentian fungsi organ vital yang tiba-tiba. Salah satu contoh yang paling baik untuk golongan ini adalah kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner. 2. Terjadinya ruptur pembuluh darah yang mendadak dan tak terduga, yang diikuti dengan perdarahan yang berakibat fatal. Contoh golongan ini adalah pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan ke dalam pericardial sac atau pecahnya aneurisma pada sirkulus Willisi yang menyebabkan perdarahan subdural. 3. Golongan ketiga mencakup infeksi latent atau infeksi hebat yang perjalanan penyakitnya berkembang tanpa menunjukkan gejala yang nyata atau bermakna sampai terjadi kematian. Contohnya adalah endokarditis bakterial atau obstruksi mendadak usus karena volvulus.

Pemeriksaan Penunjang Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan dengan amat teliti, pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ yang tampak segcara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian. Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita curigai secara mikroskopik terjadi proses patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga dokter ahli patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal. Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi kurang tajam. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan

kecurigaan jenis racun pada kasus secara individual, namun secara umum sampel untuk analisa toksikologi yang dianggap rutin antara lain: 1. Darah Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena femoral atau iliaca, atau dari vena axilaris. Untuk analisa secara umum, sekitar 15 ml darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar pembekuan darah dapat terjadi, bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan ke dalam tabung berisi antikoagulan seperti EDTA atau potassium oxalat atau heparin. Untuk pemeriksaan alkohol dari darah diperlukan 5 ml darah yang dimasukkan dalam tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat destruksi alcohol oleh mikro organisme. 2. Urine 20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan sodium azide. 3. Muntahan atau isi lambung Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama dengan membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium tertentu juga akan meminta sampel dinding lambung karena bubuk atau debris tablet dapat melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang tinggi. 4. Feses Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke dalam wadah yang dapat tertutup rapat. 5. Hepar dan organ lain Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya sebagian hati yang diambil sebagai sampel (100 g) maka berat total hati harus dicantumkan dalam lembar permintaan pemeriksaan. Pada penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan kimia peracun umumnya dapat ditemukan dalam darah, namun bagi laboratorium dapat membantu bila kita dapat memberikan sampel paru secara utuh agar gas yang terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru dimasukkan ke wadah kedap udara seperti kantung nilon atau kantung polyvinyl klorida. 6. Potongan rambut dan kuku Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau dicabut beserta akarnya, bersama dengan potongan kuku karena logam berat ini mengendap pada kuku dan dapat

dianalisa dengan analisa aktivasi neutron untuk melihat hubungan pertumbuhan rambut dan paparan racun. Paparan racun yang paling baru akan terlihat paling dengan dengan akar atau pangkal kuku.

Daftar Pustaka Motozawa Y, Yokoyama T, Hitosugi M, et all. Analysis of Sudden Natural Death while Driving with Forensics Autopsy Findings. Available from: www-nrd.nhtsa.dot.gov/pdf/nrd01/esv/esv19/05-0112-W.pdf Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine. Pathology and toxicology. 2nd edition. New York : Appleton century croft. 1954 :102 51. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI.1997. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997.

Anda mungkin juga menyukai