Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
Pada negara-negara yang kematian harus secara resmi di sertifikasi,
kewajiban untuk melakukan pelaporan berada di tangan dokter yang merawat saat
orang tersebut masih hidup atau seseorang yang memiliki pengetahuan cukup
untuk melakukan pelaporan mengenai penyebab kematian. Namun pada 25-60
persen kasus kematian terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara
keterangan klinik dengan lesi atau penyakit yang ditemukan saat otopsi. Semua
dokter seharusnya secara serius menangani pembuatan laporan mengenai
kematian, namun biasanya pekerjaan ini diserahkan ke anggota kelompok yang
paling junior dan paling sedikit memiliki pengalaman.
Pada keadaan kematian yang medadak perlu dilakukan pendekatan yang
berbeda, kematian yang seperti ini biasa dilaporkan kepada pihak yang berwenang
untuk investigasi mediko-legal. Sebelum membuat surat kematian, mayat harus
diperiksa, kecuali pasien sudah diperiksa oleh dokter tersebut dalam 14 hari
sebelumnya, namun sekarang ini batasan waktu tersebut sudah dihilangkan, dan
bergantung pada kemampuan dokter untuk mendeskripsikan penyebab kematian
dengan percaya diri.
World Health Organization mendefinisikan sudden death/kematian
mendadak dengan kematian dalam 24 jam dari waktu timbulnya gejala, tetapi
kenyataannya dalam forensik kebanyakan kematian mendadak terjadi dalam
beberapa menit atau bahkan detik dari waktu timbulnya gejala . Kematian
mendadak atau sudden death dapat digolongkan berdasarkan penyebab yang
mendasarinya yaitu sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem pencernaan,
kondisi ginekologis, dan kematian akibat asma dan epilepsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Pengertian

kematian

mendadak

sebenarnya

berasal

dari

kata

sudden unexpected natural death yang di dalamnya terkandung kriteria


penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). World Health Organization
mendefinisikan sudden death/kematian mendadak dengan kematian dalam 24
jam dari waktu timbulnya gejala, tetapi kenyataannya dalam forensik
kebanyakan kematian mendadak terjadi dalam beberapa menit atau bahkan
detik dari waktu timbulnya gejala .
Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar : (1) Kematian
yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan
emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas fisik,
dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan. (2) Keadaan dimana mayat
ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan, terdapat kemungkinan
hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap
terjadinya kematian.
Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan
lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi
lebih kecil. Pada kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian
harus

benar-benar ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan.

Kematian alamiah dan

tidak

wajar

sedapat

mungkin

dipisahkan,

ditentukan apakah kekerasan atau racun ikut berperan dalam menyebabkan


kematian.
Pada kematian alamiah kategori pertama, keluarga untuk kepentingan
almarhum dan mereka sendiri dapat meminta dilakukannya autopsi klinik
pada almarhum. Autopsi klinik tidak memerlukan surat permintaan

dari

kepolisian, karena pada prinsipnya dilakukan atas kehendak keluarga,


bukan untuk kepentingan penyidikan. Persetujuan keluarga dalam tindakan
autopsi klinik ini harus dibuat secara tertulis, dan hasil dari pemeriksaan

akan dituangkan dalam sebuah laporan autopsi atau autopsy report.


Pada kematian alamiah kategori kedua, karena keadaan yang lebih
mencurigakan, polisi akan mengadakan penyidikan dan membuat surat
permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini hasil pemeriksaan akan
dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan keluarga akan menjadi
prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan hukum.
2.2 Etiologi
Penyebab kematian mendadak dibedakan menjadi mati mendadak karena
penyakit dan mati mendadak bukan karena penyakit. Penyebab kematian
mendadak karena penyakit dibedakan menjadi:
2.2.1 Sudden Infant Death Syndrome
Sudden Infant Death Syndrome dikenal juga dengan nama cot death
ataupun crib death, dan angka kejadiannya mendekati 2 per 1000 kelahiran
di dunia. Sesuai dengan tingginya angka kejadian ini maka pada tahun 1990
para ibu dihimbau untuk tidak merokok selama kehamilan dan setelah
melahirkan, selain itu juga para ibu dituntut untuk lebih memerhatikan
bayinya saat tertidur, karena dalam posisi tertidur, bayi yang membalikkan
badan secara tidak sengaja posisinya menjadi wajah menghadap ke bawah.
Para ibu juga di beritahukan untuk mencegah bayi dari overheating akibat
penggunaan pakaian yang berlapis-lapis. Namun tetap saja SIDS merupakan
penyumbang angka terbesar kematian pada periode post-perinatal. SIDS biasa
terjadi pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun, dan biasa terjadi pada
saat tertidur. Dibawah ini akan dijelaskan gejala apa saja yang ada pada SIDS:

Kematian tertinggi pada usia antara 1 bulan dan 6 bulan, dengan puncak

pada bulan kedua


Terdapat sedikit perbedaan pada jenis kelamin tertentu, dimana jenis

kelamin laki-laki sedikit lebih sering.


Insidensi lebih tinggi pada kelahiran multipel. Hal ini mungkin dapat
dikaitkan dengan peningkatan insidensi prematur dan berat badan lahir
rendah.

SIDS biasa terjadi pada daerah dingin dan lembab.


Selain itu bergantung dari kondisi sosio-ekonomi
Pada SIDS kematian tidak terduga dan tindakan otopsi kurang
adekuat untuk menentukan penyebab kematian. Pada otopsi tidak ada
hal spesifik yang ditemukan, walaupun pada 70 persen kasus, dengan
otopsi ditemukan petechiae intratoraks pada pleura, epikardium, dan
timus. Etiologi sebenarnya dari SIDS sampai saat ini tidak diketahui,
tetapi sepertinya penyebabnya dapat berasal dari berbagai faktor, yang
paling umum yaitu cardiorespiratory failure. Teori mengenai SIDS
dihubungkan juga dengan alergi pada susu sapi atau kutu rumah,
botulismus, sleep apnoe yang terlalu lama, pendarahan spinal, defisiensi
enzim hepar, selenium atau vitamin E, bermacam-macam defek
metabolik, vaksinasi, hipertermia, hipotermia, keracunan gas CO atau
karbondioksida, bronkiolitis viral, dan masalah lainnya.

2.2.2 Sistem Kardiovaskular


Kematian secara alami yang sangat cepat, biasa disebabkan oleh
cardiac arrest yang ireversibel merupakan keadaan abnormal dari sistem
kardiovaskular, beberapa lesi yang sering menyebabkan kematian yang
mendadak
a. Penyakit arteri koroner
Sumbatan pada lumen arteri koronaria oleh ateroma dapat
mengakibatkan iskemi kronik pada otot yang diurus oleh arteri tersebut.
Jika miokardium menjadi iskemik, akan menyebabkan gangguan impuls
listrik pada otot tersebut, yang dapat menjadi predisposisi timbulnya
aritmia. Oksigen yang dibutuhkan

oleh otot jantung bergantung pada

denyut jantung, peningkatan denyut jantung, contohnya pada saat olah


raga, mengonsumsi makanan berat, ataupun efek dari adrenalin akibat
stress, marah, takut atau emosi lain akan meningkatkan kebutuhan oksigen
dari otot jantung. Apabila peningkatan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi
maka dapat timbulnya iskemik pada otot jantung. Iskemik dapat

menyebabkan aritmia yang fatal dan apabila daerah yang iskemik


mencakup salah satu dari pace-maker node atau cabang utama dari sistem
konduksi jantung, maka risiko gangguan ritmik jantung akan meningkat.
Komplikasi dari plak ateroma dapat memperparah stenosis koronaria
dan menyebabkan iskemik otot jantung. Pendarahan dapat terjadi, dan hal
ini dapat dilihat sebagai pendarahan sub-intima pada otopsi. Keadaan lain
yang mngkin timbul akibat adanya plak, yaitu rupturnya plak. Ketika plak
ruptur, kolesterol dan lemak, dan debris jaringan fibrosa akan terlepas oleh
aliran darah, dan dapat menyumbat bagian lain, sering menyebabkan mini
infark. Sumbat endotel dari plak yang ruptur dapat bertindak sebagai katup
pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan obstruksi total.
Plak ateroma merupakan tempat untuk perkembangan trombus, yang
selanjutnya akan memperkecil lumen pembuluh darah tanpa secara penuh
menutupi pembuluh darah.
Trombosis koronaria merupakan komplikasi tersering dari aterosklerosis
arteri koronaria, termasuk unstable angina, miokard infark akut, dan
kematian jantung mendadak, namun trombus sering ditemukan pada
berbagai kasus otopsi.

Gambar 1 Aterosklerosis dan trombosis akut (makroskopik)


Miokard infark terjadi ketika timbul stenosis berat atau oklusi total dari
arteri koronaria, sehingga pasokan aliran darah tidak cukup untuk
mempertahankan oksigenasi dari miokardium. Namun apabila terdapat

sirkulasi kolateral yang adekuat, darah masih dapat mencapai otot jantung
dengan jalur lain.
Area dari kerusakan otot oleh miokard infark, semakin lama akan
semakin melemah akibat proses kematian sel dan respon inflamasi
terhadap sel-sel nekrotik. Area yang mengalami infark melemah dalam 3
hari sampai 1 minggu setelah timbulnya gejala dari infark tersebut, dan
saat inilah area yang melemah tersebut dapat ruptur, yang memicu
timbulnya

kematian

mendadak.

Ruptur

timbul

melalui

septum

interventrikular, jika infark mengenai musculus papilaris, ruptur otot


tersebut akan mengakibatkan prolapsnya katup mitral, yang selanjutnya
akan berhubungan dengan kematian mendadak atau timbulnya gejala
insufisiensi katup secara mendadak.
Sembuhnya infark ditandai dengan scar (fibrosis), dan plak fibrotik di
dinding ventrikel atau septum, yang dapat mengganggu fungsi dan impuls
jantung. Aneurisma jantung dapat timbul pada daerah yang infark, daerah
tersebut dapat timbul kalsifikasi atau bahkan ruptur.

Gambar 2 Miokard infark akut pada ventrikel kiri


Kelainan bawaan pada sistem konduksi jantung telah dipelajari
sebelumnya, terutama kaitannya dengan kematian mendadak. Berbagai
macam kelainan telah ditemukan, awalnya agak sulit untuk menyatakan

bahwa gangguan sistem konduksi jantung merupakan penyebab utama


pada aritmia yang parah, namun apabila tidak ditemukan kelainan lain, hal
ini dapat dijadikan sebagai penyebab utama yang mendasari kematian.
b. Penyakit jantung hipertensi
Hipertensi kronis dapat menyebabkan remodeling pada jantung,
ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri (dan kardiomegali). Walaupun
berat jantung normal bergantung pada berat dan ukuran tubuh, pembesaran
jantung merupakan predisposisi untuk timbulnya hipoksia miokard kronik
dan gangguan konduksi jantung, apabila dikombinasikan dengan pemicu
maka dapat timbul aritmia yang cukup parah. Berdasarkan penelitian
sebelumnya dikatakan bahwa berat jantung lebih dari 500 gram lebih
berisiko timbulnya gangguan pada jantung. Penyakit jantung hipertensi
biasanya timbul disertai dengan arterosklerosis dari arteri koronaria, dan
meningkatkan potensi untuk terjadinya aritmia yang cukup parah.

Gambar 3 Penyakit Jantung Hipertensi


c. Stenosis aorta
Stenosis aorta lebih sering timbul pada orang yang berusia lanjut
dengan kalsifikasi katup trikuspidalis aorta, namun dapat juga ditemukan
pada orang-orang berusia muda yang sudah ada gangguan bawaan berupa
katup aorta hanya memiliki dua cuspis. Pada stenosis aorta juga ditemukan
hipertensi kronik yang mengakibatkan pembesaran ventrikel kiri, sehingga
biasanya berat jantung mencapai 700 gram.

Pada stenosis aorta, perfusi otot jantung diperburuk dengan kerusakan


katup, sehingga akan timbul penurunan tekanan pada ostium koronaria,
kematian mendadak biasanya timbul pada pasien seperti ini.

Gambar 4 Stenosis Aorta


d. Degenerasi otot jantung pada usia lanjut (Senile Myocardial Degeneration)
Penyebab kematian mendadak pada usia lanjut sulit untuk ditemukan.
Pada usia lanjut, jantung ukurannya lebih kecil, dengan otot yang lebih
lembut dan berwarna kecokelatan akibat akumulasi lipofuchsin pada sel.

Gambar 5 Senile Myocardial Degeneration


e. Penyakit otot jantung primer
Lebih jarang ditemukan, biasanya individu usia muda. Unsur penting

pada kematian saat berolahraga, atau pada atlet lapangan. Meliputi


keadaan dimana terdapat abnormalitas struktural jantung yang terlihat
dengan mata telanjang dan atau di bawah mikroskop (myocarditis dan
cardiomyopathies) dan pada keadaan dimana terdapat abnormalitas
morfologikal yang tidak dikenali (channelopathies) dan sering dipicu
oleh stimulus, seperti olahraga, suara keras yang tiba-tiba, atau bahkan
saat tidur.
Kardiomiopati meliputi:

Hypertrophic cardiomyopathy (HCM), merupakan penyakit turunan


dari protein sarkomerik otot jantung, dikarakteristikan dengan
hipertrofi simetris atau asimetris, impact lesion sub-aortic mitral, dan
kekacauan myocyte.

Dilated cardiomyopathy (DCM), dapat menjadi gangguan primer


maupun sekunder (contohnya pada penyalahgunaan alkohol kronis).

Arrhytmogenic right ventricular cardiomyopathy (ARVCM), suatu


kondisi turunan yang semakin dikenali, dikarakteristikan dengan
pengecilan predominan ventrikel kanan dengan penggantian oleh fibrofatty myocyte.

Gambar 6 Kardiomiopati Dilatasi


f. Aneurisma Aorta

Atheromatous aneurisma aorta

10

Aneurisma ini sering ditemukan pada individu usia lanjut pada


aorta pars abdominal. Penyakit ini terbentuk saat komponen elastis
yang mendasari dinding aorta terdapat plak atheroma yang hancur
dan tekanan darah dapat memebesar ballooning

yang dapat

meemahkan dinding aorta. Aneurisma dapat berbentuk saccular


(membesar pada satu sisi) atau fusiform (silinder). Dinding aorta
pada anuerisma biasanya disertai kalsifikasi dan pada lumen
biasanya dilapisi oleh lapisan thrombus yang lama.
Aneurisma banyak ditemukan dalam keadaan intak saat autopsi ,
tapi dapat ditemukan dalam keadaan sudah ruptur. Ruptur nya
aneurisma bisa dapat diperbaiki dengan tindakan operatif apabila
telah di diagnosis, tapi banyak di individu meninggal terlalu cepat
dan belum sempat tertolong. Karena aorta terdapat pada ruang
reroperitoneal, maka sering ditemukan pendarahan; pendarahan
tersebut dapat ditemukan pada satu sisi dan dapat menutupi ginjal.
Jarang terjadi, aneurisma, hematoma retroperitoneal, ruptur pada
jaringan retroperitoneal dapat menyebabkan hemoperitoneum.

Gambar 7 Atheromatous Aneurisma Aorta


Dissecting aneurisma aorta

11

Cedera yang disebabkan oleh plak atheroma dapat


mengakibatkan defek pada tunika intima dan pelemahan dari
tunika media, yang membuat darah dari lumen, memotong masuk
kedalam dinding arteri yang lemah. Jika diseksinya telah dimulai,
aliran darah yang lewat akan memperluas diseksi sepanjang
dinding aorta. Bagian yang paling sering yang menjadi asal dari
diseksi aneurisma adalah aorta thorakalis dan diseksi biasanya
berjalan kearah distal menuju region abdomen, terkadang dapat
sampai ke iliaca dan bisa juga sampai ke arteri femoralis.
Pada kasus yang fatal, dapat terjadi rupture dibagian manapun
dari perjalanan aliran darah, yang menyebabkan perdarahan
kedalam thoraks atau abdomen. Kemungkinan lainnya, diseksi
dapat terjadi di arkus aorta dan masuk kedalam pericardium, yang
mana akan menyebabkan haemopericardium, tamponade jantung
dan akhirnya menyebabkan sudden death. Diseksi aneurisma
biasanya terdapat pada orang yang memiliki hipertensi, tetapi
dapat juga terjadi pada usia yang lebih muda yang mana memiliki
connective tissue defect, seperti sindrom marfan.
Syphilitic aneurisma
Penyakit ini termasuk jarang terjadi pada saat ini di Negara
berkembang karena terapi yang efektif dari sifilis primer dan
sekunder, tapi masih ditemui pada autopsy rutin pada usia tua dan
orang yang berasal dari daerah yang tidak memiliki fasilitas
kesehatan yang memadai. Aneurismanya adalah penipisan
dinding yang paling sering terjadi pada aorta torakalis dan
biasanya pada arkus aorta, yang dapat rupture dan menyebabkan
perdarahan torrential.
2.2.3 Sistem Saraf Pusat
a. Ruptur Aneurisma Berry

12

Sebab kematian mendadak pada orang dewasa muda sampai


separuh baya adalah perdarahan subarachnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri basal otak. Keadaan ini dapat terjadi pada lakilaki dan perempuan, umumnya sebelum umur dimana seseorang sering
terserang penyakit jantung koroner. Aneurisma Berry patut dicurigai
sebagai sebab kematian terutama pada perempuan sebelum menopause
yang secara statistik sangat jarang mengalami iskemia jantung yang
fatal. Bahkan bila seorang perempuan yang masih dalam usia produktif
(antara usia 15 50 tahun) meninggal mendadak, diagnosa difrensial
yang harusnya muncul di kepala kita adalah:
-Komplikasi kehamilan, seperti aborsi atau kehamilan ektopik
terganggu
-Emboli pulmoner dari trombosis pembuluh darah tungkai.
-Pecahnya aneurisma cerebral.
Aneurisma Berry sering salah digolongkan ke dalam penyakit
kongenital, namun aneurisma ini tidak ditemukan ketika lahir atau
pada anak-anak. Aneurisma Berry terbentuk pada daerah yang lemah
pada dinding pembuluh darah, biasanya pada percabangannya dan ini
terbentuk pada saat orang itu bertambah dewasa. Aneurisma ini dapat
berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, dapat
tunggal ataupun multipel. Peningkatan darah yang tiba-tiba atau
perubahan emosi atau kombinasi keduanya, seperti saat berhubungan
seks menyebabkan pecahnya aneurisma. Pecahnya aneurisma membuat
darah dapat mengalir ke seluruh dasar otak dan kadang ke dalam
ventrikel, bahkan ke dalam jaringan otak itu sendiri. Bocornya
aneurisma dapat menimbulkan manifestasi beragam, dari sekedar sakit
kepala atau kekakuan tengkuk, sampai pada kematian. Prosesnya
kadang berjalan sangat cepat dan mekanismenya kadang tidak dapat
ditentukan. Diasumsikan bahwa perdarahan dalam rongga intrakranial
yang tiba-tiba membentuk tekanan dalam rongga intrakranial dan

13

mempengaruhi pusat pernafasan.

Gambar 8 Ruptur Aneurisma Berry


b. Perdarahan Serebral
Perdarahan tiba-tiba pada jaringan otak umumnya terjadi pada
orang tua dengan hipertensi yang signifikan. Perdarahan maupun
penyumbatan pembuluh darah otak dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis kerusakan jaringan otak yang oleh orang awam
disebut stroke. Perdarahan serebral menduduki peringkat ketiga di
Amerika Serikat sebagai penyebab kematian, dengan 175.000 kasus
mati dari 500.000 kasus setiap tahunnya.
Perdarahan serebral paling sering terjadi dalam kapsula interna dari
salah satu hemisfer, disebabkan oleh rupturnya arteri lentikulo-striata,
atau yang sering disebut Charcots vessels. Expansi mendadak dari
hematoma akan menekan kapsula interna dan mungkin menyebabkan
kerusakan sebagian dari jaringan otak sehingga menimbulkan
hemiparesis. Bila perdarahan menjadi lebih luas maka lebih luas
jaringan otak yang rusak, hingga dapat pula merusak serebelum dan
mid-brain. Perdarahan pada batang otak dapat bermanifestasi
sebagai hiperpireksia. Perdarahan ini dapat berakibat fatal, namun
umumnya kematian tidak segera terjadi setelah perdarahan. Kematian
dapat terjadi dalam beberapa jam atau bahkan sampai batas yang tak

14

tentu penderita dapat bertahan hidup.

Gambar 9 Infark Serebral Akut


c. Meningitis
Kebanyakan korban kematian mendadak akibat meningitis adalah
anak-anak. Tipe yang paling sering adalah meningitis yang disebabkan
oleh Hemophilus influenza, pneumococcus, dan meningococcus. Pada
neonatal, bacilus colliform dan streptococcus grup B merupakan
penyebab yang dominan. Pada sebagian besar kasus meningitis juga
terjadi

septikemia

sekunder.

Hemophilus,

pneumococcal

dan

meningococcal dalam terjadi dengan perluasan langsung dari infeksi


telinga tengah yang pada anak-anak mudah terjadi karena anatomi
telinga mereka. Pada autopsi, otak tampak sembab, selaput otak
tampak berkabut pada permukaan ventral dari otak, dan pada bagian
lateral terjadi perkabutan karena eksudat purulen. Eksudat dapat
terbentuk sangat sedikit, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang, atau pada kasus yang berat dapat tampak dengan mata
telanjang

terkumpul

pada

bagian lateral. Pada semua kasus

meningitis, telinga tengah harus dibuka dan diperiksa untuk


memastikan sumber dari meningitis.
2.2.4 Sistem Pernafasan

15

Penyebab utama kematian mendadak karena organ respirasi


sebenarnya juga terletak pada faktor vaskular juga. Emboli pulmonal
amat sering terjadi dan bahkan kadang tidak terdiagnosa sebagai sebab
kematian. Pada hampir setiap kasus, sumber emboli berasal dari vena
tungkai.
Pada saat terjadi trauma, terutama yang memerlukan imobilisasi,
trombosis vena terbentuk. Sebagian besar terjadi tanpa gejala dan
tidak menimbulkan masalah, tapi sebagian lagi emboli ini terlepas dan
menutup pembuluh

darah pulmoner dengan ukurannya yang beranek

ragam.
Sekitar 80% dari kematian akibat emboli pulmoner memiliki
predisposisi penyebab seperti patah tulang, trauma jaringan, operasi,
imobilisasi, dan lain-lain. Ini membuat hubungan antara kematian dan
kejadian yang terkait dengan trauma menjadi lebih sulit. Dalam
penerapan hukum sukar untuk dibuktikan hingga meyakinkan hakim
bahwa trauma yang dibuat tersangka yang menyebabkan kematian.
Penyebab kematian mendadak yang sering pula terjadi di Indonesia
adalah haemoptysis masif dari caverna tuberculosis atau

dari

yang

lebih jarang terjadi haemoptysis masif dari keganasan pada sistem


respirasi. Kematian yang cepat namun tidak mendadak dapat juga terjadi
pada infeksi dada yang hebat, terutama oleh strain virus influensa yang
ganas.
Epiglottitis
Saat ini kondisi-kondisi yang menyebabkan obstruksi jalan nafas
seperti laringitis lues atau difteri sudah jarang ditemukan, namun kasus
epiglotitis akut sering terlambat ditangani dan menyebabkan kematian
mendadak. Epiglotitis dapat terjadi pada anak dan dewasa. Bila seseorang
menderita epiglotitis akut, selalu terdapat potensial untuk terjadi suatu
obstruksi jalan nafas yang fatal yang terjadi sangat cepat.
Penderita yang mengalami epiglotitis akut mungkin hanya mendapat

16

gejala yang ringan seperti nyeri tenggorokan, serak, dan kesulitan


menelan. Setelah adanya gejala ini, dalam perjalanan penyakitnya,
obstruksi saluran nafas dapat terjadi sangat cepat, bahkan ketika sedang
diperiksa dokter. Epiglotitis akut adalah suatu kegawatdaruratan medis
yang memerlukan penanganan

segera

berupa

tracheostomy

atau

intubasi bila terjadi obstruksi saluran nafas. Penyebab tersering


epiglotitis akut pada anak-anak dan dewasa adalah H.influenzae.

Gambar 10 Fatal Tromboemboli Paru-Paru


2.2.5 Sistem Gastro-Intestinal
Kematian mendadak yang terjadi
gastrointestinal

umumnya

disebabkan

akibat
oleh

kerusakan
sistem

system

vaskulernya.

Perdarahan masif pada lambung atau ulkus peptik di duodenum dapat


berakibat kematian dalam waktu yang singkat, walaupun kebanyakan

17

kasus perdarahan sistem gastrointestinal sifatnya moderat dan masih


sempat memperoleh penanganan operatif. Perforasi ulkus peptik dapat
berakibat fatal, bila tidak ditangani dengan

tepat

dalam

hitungan

beberapa jam, dan gangren intestinal karena strangulasi hernia dan


torsi

karena

adhesi peritoneal dapat mematikan dalam waktu yang

singkat bila tidak terdiagnosa dan tertangani dengan baik. Trombosis dan
emboli mesenterium yang menyebabkan infark usus memang tidak terjadi
segera, namun dapat terjadi dengan cepat dan tetap tidak terdiagnosa oleh
para klinisi.
2.2.6 Sistem Genitalia
Bila seorang wanita dalam usia subur mati mendadak, diagnosa
difrensial

komplikasi

kehamilan

harus

dipertimbangkan.

Aborsi

merupakan suatu kemungkinan, apalagi di Indonesia dimana aborsi


masih amat sering terjadi. Kematian akibat syok vagal, perdararan,
infeksi dari instrumen yang tidak steril dan kemungkinan emboli udara
harus diperhatikan dalam autopsi. Rupturnya
ektopik

tergganggu

tuba

pada

kehamilan

adalah suatu kegawat daruratan yang dapat

berakhir pada kematian karena

perdarahan

intraperitoneal,

dapat dilakukan intervensi bedah dengan cepat dan tepat.

Gambar 11 Kehamilan Ektopik

kecuali

18

2.2.7 Kematian Karena Asma dan Epilepsi


Asma secara makroskopik ditemukan hiperinflasi, mukus plaque; mikros :
airway remodeling, penebalan membran basal, sel goblet, hiperplasia
otot polos, inflamasi (eosinofil)
Epilepsi sudden unexpected (bersama dengan aritmia, inhibisi
respiratory center, komplikasi terapi anti epilepsi)
2.2.8 Mati Mendadak Bukan Karena Penyakit (Keracunan)
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksis akan menyebabkan gangguan
kesehatan atau menyebabkan kematian.
Berdasarkan sumber dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan sintetik. Sedangkan berdasarkan
tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun di alam bebas
dan racun yang berada di rumah tangga. Berdasarkan mekanisme kerja,
dikenal

racun

yang mengiktar gugus sulfidril (-SH), sedangkan

berdasarkan efeknya, racun dibagi menjadi local dan sistemik.


Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dibagi dalam dua
kelompok yaitu:
a. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyebab kematian
b. Pemeriksaan yang bertujuan untuk membuat suatu rekaan
rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi
Kriteria diagnostik pada keracunan:
a. Anamnesis kontak antara korban dan racun.
b. Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan
gejala dari keracunan racun yang diduga.
c. Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti
tersebut memang racun yang dimaksud.
d. Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perbahan atau kelainan
yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga, serta dari
bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebab kematian
lain.

19

e. Analisis

kimia

atau

pemeriksaan

toksikologi

harus dapat

dibuktikan adanya racun serta metabolitnya di dalam tubuh atau


cairan tubuh korban dan secara sistemik.
Dari

lima

kriteria

tersebut,

kriteria

ke

dan

merupakan kriteria terpenting dan harus dikerjakan. Dalam


menangani kasus kematian akibat keracunan peerlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penting yaitu, pemeriksaan di tempat
kejadian (TKP), autopsi, dan analisis toksikologik.
Pemeriksaan di tempat kejadian
Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penyebab
kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan
untuk menjelaskan apakah mungkin orang itu mati karena keracunan,
misalnya dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau
pembungkusnya. Jika diduga korban adalah seorang morfinis, cari
bubuk heroin, pembungkusnya atau alat penyuntik. Bila terdapat
muntahan, apakah berbau fospor (bau bawang putih) ; bagaimana sifat
muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat kaustik), berwarna hitam
(H2SO4

pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan (CuSO4). Apakah

terdapat gelas atau alat minum lain atau ada surat perpisahan atau
peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri.
Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat
kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, berapa
lama gejala timbul setelah makan atau minum terakhir dan apa gejalagejalanya. Apabila sebelumnya sudah sakit, apakah penyakitnya dan
obat-obat apa yang diberikan, dosis obat serta siapa yang memberikan.
Selain memgumpulkan keterangan, tahap selanjutnya mengumpulkan
barang bukti, kumpulkan obat-obatan dan pembungkusnya; muntahan
harus diambil dengan kertas saring dan di simpan dalam toples;
periksa adanya etiket dari apotik dan jangan lupa memeriksa tempat
sampah.

20

Pemeriksaan Luar
Pakaian, catat warna bercak, bau serta distribusinya.
1. Pada pembunuhan : bercak tidak beraturan (disiram),
2. Pada bunuh diri : bercak beraturan, pada bagian tangan dari atas ke
bawah,
3. Pada kecelakaan : tidak khas.
Lebam mayat, perhatikan warna dari lebam mayat.
1. Merah terang : keracunan sianida atau terkena benda yang bersuhu
rendah (es),
2. cheery-red : keracunan karbon-monoksida,
3. Coklat kebiruan (slaty) : keracunan aniline, nitrobenzene, kina,
potassium-chlorate dan acetanilide.
Bercak dan warna disektar mulut serta distribusi,
1. Yodium : warna kulit menjadi hitam,
2. Nitrat : warna kulit menjadi kuning,
3. Zat-zat korosif : luka bakar berwarna merah coklat,
4. Distribusi memberi informasi perihal cara kematian.
Bau dari mulut dan hidung, yaitu dengan cara menekan dinding dada,
dan dekatkan hidung pemeriksa pada mulut atau hidung, untuk
mengetahui bau yang keluar,
1. Sianida : berbau amandel,
2. Alcohol, insektisida, eter, dan asam karbol : bau khas dan mudah
dikenali
Kelainan lain,
1. Bekas suntikan (needle mark), didaerah lipat siku, punggung tangan,
lengan atas, penis, dan sekitar putting susu : keracunan narkotika,
2. skin blisters : keracunan narkotika, barbiturate dan karbonmonoksida,

21

3. Kulit menjadi kuning : keracunan fospor, tembaga dan keracunan


chlorinated hydrocarbon insecticide.

Pemeriksaan Dalam
Pembukaan rongga tengkorak
Perhatikan bau yang keluar, warna jaringan otak (cherry red pada
keracunan CO; menjadi lebih cokelat pada keracunan zat yang
menyebabkan terjadinya met-Hb)
Pembukaan rongga dada
Perhatikan warna dan bau yang keluar, pada keracunan zat yang
mengakibatkan terjadinya hemolysis seperti : bisa ular, pyrogallol,
hydroquinone atau anine, darah dan organ menjadi coklat.kemerahan
dan gelap, pada keracunan zat mengganggu trombosit akan tampak
adanya perdarahan pada otot-otot.
Pembukaan rongga perut
Bila racunnya ditelan, maka kelainan terutama terdapat pada
lambung; selain tentunya juga harus diperhatikan bau yang keluar
serta perubahan warna dari jaringan tubuh, adapun kelainan pada
lambung tersebut adalah :
1. Hiperemi, pada keracunan zat korosif hal ini sering dijumpai pada
daerah curvature-mayor ; pada keracunan tembaga, selain hiperemi
juga

didapatkan

pewarnaan biru atau kehijauan, sedangkan pada

keracunan asam sulfat akan berwarna kehitaman,


2.

Perlunakan, sering didapatkan pada keracunan zat korosif alkalis;


kelainan ini terdapat pada curvature- mayor dan perlu dibedakan
dengan perlunakan yang terjadi sebagai akibat proses pembusukan,

3. Ulserasi, terutamaa keracunan zat korosif, tetapi ulkus tampak

22

rapuh, tipis dan dikelilingi tanda peradangan


4. Perforasi, biasanya hanya terjadi pada keracunan asam sulfat pekat;
perlu dibedakan dengan proses pembusukan Kelainan pada lambung
yang disebabkan oleh zat korosif anorganik, dapat dibedakan
dengan korosif organic, seperti: golongan fenol dan formaldehyde.
- Korosif anorganik yang bersifat asam, seperti asam sulfat,
asam chloride, asam nitrat : Mukosa lambung mengkerut, berwarna
coklat atau hitam, mukosa memberi kesan kering dan hangus
terbakar.
- Korosif anorganik yang bersifat basa, seperti natrium hidroksida,
kalium hidroksida, dan garam-garam karbonatnya serta ammonia:
mukosa lambung lunak, sembab dan basah, mukosa berwarna merah
atau coklat, pada perabaan member kesan seakan-akan meraba
sabun oleh karena terjadi proses penyabunan
- Korosif golongan fenol, seperti asam karbol, kresol: tampak
pseudomembran, yang berwarna abu-abu kebiruan atau abu-abu
kekuningan,

sebagai

akibat. terjadinya penetrasi dan koagulasi

protein sel dan penetrasi ke lapisan yang lebih dalam sehingga


terjadinya nekrose, pseudomembran terbentuk dari jaringanjaringan yang nekrotik
- Korosif formaldehida, mengakibatkan mukosa membran menjadi
mengkerut, mengeras dan berwarna kelabu. Pada keracunan racun
yang berbentuk gas, akan ditemukan perubahan pada saluran
pernafasan, yaitu : sembab, hiperemi, tanda-tanda iritasi serta
kongesti. Pada keracunan racun yang bekerja pada susunan saraf
pusat, akan didapatkan tanda-tanda asfiksia dan disertai dengan cirri
khusus dari racun sendiri yaitu : strychnine; tubuh

korban

melengkung, Opistotonus, emperosthotonus atau pleurostotonus.


Pada keracunan beberapa jenis zat, dapat terjadi perubahan warna
dari urinenya yaitu: keracunan asam pikrat pekat: urine berwarna

23

merah kecoklatan, keracunan sulfat kronis dan barbital, urine korban


berwarna merah anggur, keracunan fenol dan salisilat: urine
berwarna hijau kecoklatan atau hijau gelap, keracunan yang
mengakibatkan terbentuknya met-Hb: urine akan berwarna merah
coklat atau coklat kehitaman.

2.3 Pemeriksaan Penunjang pada Kematian Mendadak


Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan
dengan amat teliti, pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan.
Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat dengan
perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada
organ yang tampak segcara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut
tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian. Sebaiknya setiap
jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias
pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah
yang normal dan daerah yang kita curigai secara mikroskopik terjadi proses
patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada

autopsy

perlu

disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga dokter ahli


patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal.
Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu
pemeriksaan toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi,
penegakan sebab mati menjadi kurang tajam. Pengambilan sampel untuk
pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan kecurigaan jenis racun pada
kasus secara individual, namun secara umum sampel untuk analisa
toksikologi yang dianggap rutin antara lain:
f.

Darah
Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena femoral
atau iliaca, atau dari vena axilaris. Untuk analisa secara umum, sekitar 15 ml
darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar pembekuan darah dapat

24

terjadi, bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan ke dalam tabung
berisi antikoagulan seperti EDTA atau potassium oxalat atau heparin. Untuk
pemeriksaan alkohol dari darah diperlukan 5 ml darah yang dimasukkan
dalam tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat destruksi alkohol oleh
mikro organisme.
g. Urin
20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada
penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan sodium azide.

h.

Muntahan atau isi lambung


Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup
rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang
sama dengan membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium
tertentu juga akan meminta sampel dinding lambung karena bubuk atau
debris tablet dapat melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang
tinggi.

i. Feses
Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan
keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke
dalam wadah yang dapat tertutup rapat.
j. Hepar dan organ lain
Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya
sebagian hati yang diambil sebagai sampel (100 g) maka berat total hati
harus

dicantumkan

dalam

lembar

permintaan

pemeriksaan.

Pada

penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan kimia


peracun umumnya dapat ditemukan dalam darah, namun bagi laboratorium
dapat membantu bila kita dapat memberikan sampel paru secara utuh agar

25

gas yang terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru
dimasukkan ke wadah kedap udara seperti kantung nilon atau kantung
polyvinyl klorida.
k. Potongan rambut dan kuku
Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau dicabut
beserta akarnya, bersama dengan potongan kuku karena logam berat ini
mengendap pada kuku dan dapat dianalisa dengan analisa aktivasi neutron
untuk melihat hubungan pertumbuhan rambut dan paparan racun. Paparan
racun yang paling baru akan terlihat paling dengan dengan akar atau pangkal
kuku.

26

BAB III
KESIMPULAN
Kematian sering terjadi tanpa diduga, terjadi tiba-tiba dan dengan
cara yang

terkadang

tampak

tidak

wajar,

sehingga

penyidik

maupun

keluarga membawa mayat untuk diperiksa secara kedokteran forensik. Penentuan


sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum yang diusung
oleh penyidik dan kepentingan keluarga terkait dengan rasa keadilan, perubahan
status almarhum dan keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul
dari meninggalnya orang tersebut. Autopsi sebagai suatu jalan penentuan sebab
kematian merupakan pilihan solusi saat berhadapan dengan suatu kematian
mendadak.

27

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1 9 9 7 . Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI.
Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Binarupa
Aksara.
James J.P., Jones R., Karch S.B., Manlove J. 2011. Simpsons Forensic Medicine
13th Ed. London : Ashley Cooper Visuals Unlimited, Scuence Photo Library.

Anda mungkin juga menyukai