BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1 Definisi
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected natural
death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Kata
mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan,
dengan batasan waktu yang nisbi. Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak timbul
gejala pertama. 1,3,4
Definisi kematian mendadak menurut WHO, yaitu kematian dalam waktu 24 jam sejak
gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan
menit atau bahkan detik sejak gejala timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan
kematian yang tak terduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya terjadi
bersamaan pada satu kasus.1,2,4
Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi
tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan
terminologi sudden natural unexpected death. Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya
disebabkan oleh penyakit dan trauma atau racun tidak memainkan dalam menyebabkan kematian.
Deskripsi sudden atau unexpected tidak selalu akurat, unexplained biasanya menjadi alasan
dilakukan investigasi medikolegal. Autopsi dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian,
meskipun setelah autopsi dilakukan, penyebab kematian tetap tidak diketahui. 1,2,3,4
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan pada sistem
kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau pembuluh darah utama. Cerebral
hemmorraghe yang masif, perdarahan subarachnoid, rupture kehamilan ektopik, hemoptisis,
hematemesis dan emboli pulmonal, sebagai contoh, bersama dengan penyakit jantung dan
aneurisma aorta mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak dan
unexpected akibat sistem vaskular. Tanpa autopsi, para dokter salah dalam menentukan sebab
kematian dari 25-50% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi autopsi mediko-legal dan
di Inggris dan Wales terdapat sekitar 80% autopsi koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan,
dan pembunuhan.1,3,4
2.1.2 Epidemiologi
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam
penyebab kematian mendadak dan juga memiliki kecenderungan yang serupa yaitu lebih sering
menyerang laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause. Tahun 1997 -2003 di Jepang dilakukan penelitian pada
1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di
Dokkyo University dikonfirmasikan bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi penyebab kematiannya
digolongkan dalam kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas. Di
Indonesia seperti yang dilaporkan badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian
akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0 (1986), dan 19,0%
(1995). 1,3,4
2.1.3 Klasifikasi
Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang
terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak (sudden natural unexpected
death).
Kematian alamiah ini dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu: 1,3,4
1) Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik
dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas
fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan atau kematian
tersebut terjadi selama perawatan/pengobatan yang dilakukan oleh dokter
(attendaned physician).
2) Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan
seringnya diakibatkan TKP-nya atau pada saat orang tersebut meninggal tidak
dalam perawatan atau pengobatan dokter (unattendaned physician), terdapat
kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab
terhadap terjadinya kematian.
Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan
lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi lebih
kecil. Pada kematian kategori ini, keluarga untuk kepentingan almarhum dan
mereka sendiri dapat meminta dilakukannya autopsi klinik pada almarhum.
Autopsi klinik tidak memerlukan surat permintaan dari kepolisian, karena pada
prinsipnya dilakukan atas kehendak keluarga, bukan untuk kepentingan
penyidikan. Persetujuan keluarga dalam tindakan autopsi klinik ini harus dibuat
secara tertulis, dan hasil dari pemeriksaan akan dituangkan dalam sebuah laporan
autopsi atau autopsy report.
Pada kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar
ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan dan kematian alamiah dan tidak
wajar sedapat mungkin ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut
berperan dalam menyebabkan kematian. Oleh karena keadaan pada kematian
alamiah kategori kedua ini lebih mencurigakan, maka polisi akan mengadakan
penyidikan dan membuat surat permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini
hasil pemeriksaan akan dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan
keluarga akan menjadi prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan
hukum.
Tabel 1. Etiologi Sudden Death
Natural/Alamiah
Sistem kardiovaskular
(a) Penyakit
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Jantung
Unnatural/Tidak Alamiah
1. Luka/Injury pada organ vital
Koroner
(aterosklerosis, trombosis)
Penyakit jantung kongenital
Penyakit katup jantung
Penyakit jantung hipertensi
Infeksi (Miokarditis)
Aneurisme aorta
eksternal
atau
internal
3) Syok akibat rasa nyeri atau
perdarahan akibat luka
4) Syok vagal (manifestasi saraf)
akibat luka
5) Emboli akibat gumpalan darah
atau udara dalam pembuluh darah
dari luka
6) Infeksi, sepsis termasuk tetanus,
gangren gas akibat luka
7) Komplikasi luka, misal formasi
hernia
2. Violent asphyxia
Sistem respiratori
(a) Emboli pulmonal
(b) Hemoptisis
masif
(akibat
tuberkulosis paru)
(c) Infeksi
berat
seperti
pneumonia
(d) Asma kronik eksaserbasi akut
(e) Anafilaksis
(f) Obstruksi traktus respiratori
Lesi vaskular intrakranial
1. Perdarahan intrakranial akibat
ateroma serebral dan stroke
atau hipertensi
2. Perdarahan subarakhnoid dari
3.
4.
5.
6.
ruptur aneurisma
Trombosis serebri
Emboli
Infeksi meningens (Meningitis)
Tumor
otak,
dapat
menyebabkan kematian akibat
peningkatan
tekanan
3. Keracunan/Poisoning
Berdasarkan pengguna:
(a) Oleh diri sendiri
(b) Oleh orang lain
(c) Kecelakaan
Berdasarkan sumber:
(a) Sumber domestik (gas kompor,
obat,
antiseptik,
desinfektan,
agen pembersih)
(b) Sumber komersial
(c) Sumber industrial
(substansi
Sistem gastrointestinal
(a) Perdarahan masif akibat ulkus
ketinggian
kematian
emboli
dapat
menyebabkan
menyebabkan
akibat
luka
(baik
kehamilan
kelahiran
(b) Perdarahan
pada
dan
genitalia
6. Paparan
terhadap
panas
Etiologi
Penyebab tersering dari infark miokard (MI) adalah rupturnya plak
10
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
makan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, dan lemas.
b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas
merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. 7-9
c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya
lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak
inferior juga bisa menyebabkan cegukan. 7-9
d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan
gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas. 7-9
2.2.1.4 Patofisiologi
A.
11
sensorik atau viseral averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior
yang sama, sehingga bila di daerah viseral mengalami suatu cidera maka
rasa nyeri tersebut akan terasa di bagian perifer.11
Kerusakan
intima
(lapis
terdalam
arteri),
akibat
rokok,
2.
12
3.
Disfungsi endotel
Plak ruptur
Intrapalque
Pelepasan factor
Subendotel
Turbulent
hemorrhage
jaringan
kolagen
blood flow
efek vasodilator
efek anti
trombosis
Activation of the
diameter
coagulation cascade
agregasi
vasokontriksi
coronary
thrombosis
Partially occlusive
thrombus
Small trhombus
Occlusive thrombus
Transient
iskemi
ST segment
depresision and/ or
T wave inversion
No ECG changes
-Serum
biomarker
Unstable Angina
2.2.1.5 Diagnosis
+serum
biomarker
Non-ST segment
elevation MI
ST elevation (Q
waves later)
+serum
biomarker
ST- segment
elevation MI
Prolonged
iskemi
13
a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut : 5,8,10,11
9. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
10. Sifat nyeri : rasa sakit,seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
11. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan
kanan.
12. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
13. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
b. Pemeriksaan Fisik
1.
Tampak cemas
2.
3.
4.
5.
6.
S4 dan S3 gallop
7.
8.
9.
c. Elektrokardiogram
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi
segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari
perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q
disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen St disebabkan oleh
injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia.5-9
14
d. Laboratorium
15
Arteri koroner kiri, setelah berasal dari sinus aorta kiri, bercabang
menjadi:
o Left anterior descending
o Left circumflex branch
Arteri koroner kanan,
16
Insisi pertama pada tiap organ harus memerhatikan hal sebagai berikut. 12
a. Mengekspos permukaan terbesar
b. Membuka struktur melalui hilum
c. Duktus dan sistem vaskular terlihat
d. Tidak mengubah letak dan organ
Insisi selanjutnya yang dilakukan harus paralel dari insisi pertama
Organ harus dipisahkan dari struktur lain yang terhubung setelah jaringan
lain disekitarnya telah didiseksi dan diperiksa; sebagai contoh, ostia arteri renal,
arteri dan vena renal, dan ureter harus diperiksa terlebih dahulu sebelum ginjal
diambil dari tubuh; ampulla, bile duct, kantung empedu, vena portal dan arteri
hepatikum harus diperiksa sebelum hepar dipisahkan dari perut dan duodenum;
dan mesenterika, arteri dan vena mesenterika harus diperiksa terlebih dahulu
sebelum usus dipisahkan dari mesenterika. 12
Semua lapisan viscera kecuali jantung harus ditimbang beratnya dan
diukur. Darah hilang dari pemotongan permukaan dan berat dapat turun hingga
sebesar 20 persen. Berat, panjang terbesar, dan kedalaman harus dicatat. Pada
beberapa organ tertentu ada beberapa pengukuran khusus yang harus dilakukan
misalnya diameter katup jantung, ketebalan dinding jantung, dan pada ginjal ukur
korteks dan medulla tiap ginjal. 12
17
Semua kalkuli harus disimpan dalam wadah kering untuk analisa kimia
jika diindikasikan. 12
AUTOPSI JANTUNG
a.
b.
c.
d.
E-6, Gb3). 12
Buka atrium kiri dengan memotong diantara bukaan vena pulmonal dan
buat insisi lain dari bukaan vena pulmonal kiri ke bujung bagian cuping
kiri (F-7, Gb3). Buka bagian ventrikel kiri dengan memasukkan pisau
amputasi melalui bukaan katup mitral dan menusukkannya melalui
dinding ventrikel kiri dalam regio apeks, dan insisi ventrikel bersama
dengan batas lateral jantung, arahkan pisau melalui katup dekat dengan
18
perbatasan lateral dari aorta dan posterior katup mitral (F-8, Gb 3). Kavitas
ventrikel kiri dapat dibuka secara parsial dan gumpalan darah dapat
e.
19
dinding ventrikel dalam kasus hipertrpi kardiak atau pada infark miokard.
12
20
Pada tahap awal, sebelum 6 jam, infark tidak dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan histologi menggunakan pengecatan haematoxylin-eosin,
kecuali jika serat miokardium tampak lebih eosinofilik dan edema. Namun
hal ini juga dapat terjadi akibat autolisis postmortem.
21
hingga 24 jam) 15
Reaksi Periodic Acid Schiff (PAS) Serat otot yang mengalami infark
akan tampak berwarna pink keunguan diantara serat otot sehat yang
berwarna abu-abu kebiruan. Biasanya warna pink keunguan pada area
c.
3.
4.
5.
mendadak
akibat
jantung
harus
memiliki
mekanisme
22
12-24 jam pertama: Secara umum infark miokard tidak dapat dilihat
dalam 12 jam pertama setelah oklusi terjadi. Setelah 24 jam, area yang
mengalami infark akan terlihat pucat dan mengalami pembengkakan
akibat serat yang membengkak akan menekan darah dari pembuluh darah
yang ada disekitarnya. Serat-serat otot akan terpisah dan pada pemotongan
ventrikel, otot yang mengalami infark akan memperilhatkan susunan fibril
23
Gambar 8. Area infark berwarna kuning pada temuan post mortem kasus infark miokard
akut.
Gambar 9. Area infark yang mengalami penyembuhan menimbulkan skar fibrosis berwarna putih
Temuan Mikroskopis
Pengawetan konvensional dengan pemberian formalin dapat membantu
dalam deteksi infark, meskipun demikian proses autolisis postmortem dapat
menyulitkan pendeteksian. Gambaran mikroskopis yang terlihat pada jantung
dengan pengecatan haematoxilin dan eosin adalah sebagai berikut. 13
-
24
klorida. 13
Setelah 24 jam, miosit menjadi eosinofilik dan memperlihat perubahan
karakteristik dari nekrosis koagulasi. Namun, perlu beberapa hari hingga
inti
sel
menghilang
secara
total.
Waktu
munculnya
leukosit
25
26
terdapan skar fibrosis tebal berwarna putih, yang tampak biru dengan pengecatan
Masson trichrome. 16
27
Dalam 24 jam
48 hingga 72 jam
Hari ke 4
Makroskopis
Tidak ada atau hanya ada
perubahan sedikit yang
dapat dilihat
Area infark yang terlihat
sedikit
mengkilat
dan
mengering
pada
miokardium
Area infark tampak lebih
pucat dan kering dengan
beberapa
area
tampak
berwarna merah keunguan
akibat perdarahan
Tampak zona berwarna
kekuningan pada bagian
perifer
Hari ke 6 hingga ke 8
Hari ke 8 hingga ke 10
Setelah 3 bulan
Mikroskopis
Tidak ada atau hanya
ada perubahan sedikit
yang dapat dilihat
Infiltrasi leukosit
Nekrosis neutrofil
pembuangan jaringan
nekrosis-muncul
makrofag-edema
dan
perdarahan fokal
Kapiler dan fibroblas
mulai muncul-tampak
makrofag-fagositosis
serat otot
Pembuangan jaringan
mati oleh makrofag
berpigmentasi-kolagen
ditemukan di bagian
perifer
Pembuangan jaringan
mati
berlangsungeosinofil
berkurangtampak lebih banyak
jaringan
vaskulartampak lebih banyak
kolagen
Peningkatan
kolagen
dan
penurunan
vaskularisasi-eosinofil
menghilang
28
29
30
fatal.
Meninggalnya Tn. Munir dapat dijelaskan karena keracunan arsenic.
Tidak dapat ditentukan kapan dosis arsenic yang atal diminum ataupun
diberikan.
Bentuk chemis dimana arsenic itu diminum atau diberikan bukanlah
31
32
merupakan varian arsen organic yang relatif non toksik. Senyawa arsen juga banyak
dijumpai pada daerah pertambangan, karena senyawa arsen merupakan produk
sampingan dari ekstraksi logam Pb, Cu maupun Au. Dalam pertambangan tersebut,
senyawa arsen tersebut merupakan kontaminan pada air sumur keadaan normal, setiap
hari tidak kurang dari 0,5 - 1 mg arsen akan masuk ke dalam tubuh kita melalui
makanan dan minuman yang kita konsumsi.Dengan demikian, di dalam darah orang
normalpun, kita dapat menjumpai adanya arsen.22-24
b) Bahan-bahan industri
Arsen telah banyak digunakan untuk berbagai kepentingan diantaranya untuk bahan
pestisida, herbisida, insektisida, bahan cat, keramik, bahan untuk preservasi kayu,
penjernih kaca pada industri elektronik. Dalam masyarakat, arsen masih digunakan
sebagai anti hama, terutama tikus. Dalam bentuk bubuk putih, yang dikenal sebagai
warangan (As2O3), arsen merupakan obat pembasmi tikus yang ampuh. Racun ini tidak
berasa, tidak berbau, tidak berwarna dan sangat beracun sehingga dapat mengecoh tikus
sehingga mau memakan umpan yang telah diberi racun tersebut. Tikus yang memakan
arsen akan mengalami gejala muntaber, kekurangan cairan (dehidrasi) dan mati dalam
keadaan kering. Karena bahayanya racun ini, maka saat ini arsen tidak banyak
digunakan lagi sebagai pembasmi hama dan perannya digantikan oleh bahan lain yang
lebih aman. Meskipun demikian, sampai saat ini arsen masih banyak digunakan sebagai
bahan preservasi kayu dan komponen dalam industri elektronika, karena belum ada
penggantinya.22,24-25
c) Bahan obat-obatan dan herbal
Arsenik inorganik telah digunakan untuk pengobatan lebih dari 2500 tahun lalu.
Bentuk yang paling sering digunakan adalah Fowler solution yang mengandung 1%
potasium arsenit, digunakan untuk terapi psoriasis. Selain itu Arsphenamine selama
beberapa tahun merupakan terapi standar untuk penyakit sifilis. Namun penelitian
retrospektif menyatakan adanya peningkatan insiden angiosarkoma hepatik pada orang
yang sering diterapi dengan Fowler solution. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat
untuk berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan
tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat lain yang
33
lebih aman. Hingga saat ini arsen juga banyak terdapat pada obat-obat tradisional dari
india dan cina.22,26-17
2.2.2.4 Metabolisme dan Mekanisme Kerja Arsen
Toksisitas dari arsen tergantung dari bentuknya (organik/inorganik), valensinya, dan
kelarutannya. Arsen dalam bentuk unsur bukanlah bahan yang toksik. Arsen yang
merupakan racun adalah senyawa arsen. Senyawa arsen inorganik lebih bersifat toksik
dibandingkan organik. Dan arsenik trivalen (As3+) lebih bersifat toksik dibanding arsenik
pentavalen (As5+).(22,23,27,30)
Senyawa arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui 3 cara, yaitu peroral, inhalasi,
dan absorpsi melalui kulit / mukosa membran. (22,27,30)
Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang adalah Arsen
trioksida (As2O3). Arsen bersifat sitotoksik, karena menyebabkan efek racun pada
protoplasma sel tubuh manusia. Racun arsen yang masuk ke dalam saluran cerna akan
diserap secara sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh
organ tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya melalui efek
toksik ganda, yaitu :
a)Mempengaruhi respirasi sel dengan cara berikatan dengan gugus sulfhidril (SH)
pada dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan transfer
energi, terutama pada piruvate dehydrogenase, succinate oxidative pathway, dan
tricarbxylic acid (Krebs) cycle, yang menyebabkan berkurangnya produksi ATP sehingga
menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek toksik ini dikatakan reversible karena
dapat dinetralisir dengan pemberian dithiol, 2,3, dimerkaptopropanol (dimercaprol,
BritishAnti-Lewisite atau BAL) yang akan berkompetisi dengan arsen dalam mengikat
gugus SH. Selain itu sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi
gangguan oksidasi fosforilasi dalam tubuh. (22,24,25,27)
b)Senyawa arsen mempunyai tempat predileksi pada endotel pembuluh darah,
khususnya di dearah splanknik dan menyebakan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah jantung yang terkena menyebabkan
timbulnya petekie subepikardial dan subendokardial yang jelas serta ekstravasasi
perdarahan. Efek lokal arsen pada kapiler menyebabkan serangkaian respons mulai dari
34
kongesti, stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis dan iskemia jaringan.
(22,29)
Didalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah. Dalam
waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi di
berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru serta saluran cerna, dimana
arsen akan mengikat gugus syulfhidril dalam protein jaringan. Hanya sebagian kecil dari
arsen yang menembus blood-brain barrier. Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita
hamil dapat menembus sawar darah plasenta dan masuk ke tubuh janin.Didalam tulang
arsen menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi didalam tulang setelah
bertahun-tahun kemudian. (22,24,25)
Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenic dan sebagian
lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Fakta terakhir ini penting, karena setiap
kali ada paparan arsen, maka menambah depot arsen di dalam kulit, kuku dan rambut.
Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan menggunakan arsen, adanya peracunan
kronis dan berulang dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada
berbagai bagian (fragmen) potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya. (24,25)
Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi
efeknya pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat
penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat. Penyerapan senyawa
arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga
gejala klinis yang terjadi pun lebih berat juga. Secara umum efek arsen terhadap tubuh
tergantung dari sifat fisik dan kimiawi racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan
absorpsi, serta kecepatan dan jumlah eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui
muntah dan diare) maupun buatan, misalnya akibat pengobatan (lavase). (23)
Dosis toksik
Sebelum membahas mengenai dosis toksik arsen, perlu diketahui terlebih dahulu
mengenai kadar normal arsen dalam tubuh kita, karena dalam keadaan normal sekalipun
tubuh kita sering terpapar dengan zat yang mengandung arsen dan secara rutin tanpa
sadar kita juga mengkonsumsinya setiap hari, misalnya dari makanan dan minuman yang
kita konsumsi sehari-hari. Kadar normal arsen dalam serum adalah kurang dari 5 g /L.
Sedangkan dalam urin 24 jam kurang dari 50 g /L. (22,28)
35
a)Intoksikasi akut
Acute minimal lethal dose untuk arsenik trioksida pada orang dewasa adalah 70
200 mg atau 1 mg/kg/hari. Dosis arsenik inorganik kurang dari 1 mg/kg dapat
menyebabkan penyakit yang serius pada anak-anak. Sedangkan untuk gas arsen dapat
menyebabkan kematian pada kadar 150 250 ppm. Pajanan antara 25 50 ppm selama
30 menit atau 100 ppm selama kurang dari 30 menit dapat menyebabkan hemolisis dan
kematian. (22,27)
b)Intoksikasi kronik
Sebuah sumber menuliskan frekuensi kanker jelas meningkat pada dosis 400g
/hari. The National Research Council menaksir pajanan terhadap air minum yang
mengandung 10 g/L arsen setiap hari akan meningkatkan resiko terkena bladder cancer.
(22)
Intoksikasi Akut
Intoksikasi arsen yang sifatnya akut saat ini jarang terjadi di tempat kerja,
biasanya terjadi karena konsumsi peroral akibat ketidaktahuan, bunuh diri, ataupun
pembunuhan. Timbulnya gejala biasanya dalam waktu beberapa menit hingga jam.
(1,8)
36
Dapat terjadi iritasi pada saluran nafas seperti batuk, laringitis, bronkitis ringan,
dan sesak nafas, hal ini dapat terjadi akibat pemaparan akut terhadap debu arsen.
Selanjutnya mungkin dapat terjadi edema paru akut. (28,29)
Sistem kardiovaskuler
Manifestasinya dapat berupa hipotensi, syok hipovolemik, ventrikular disritmia, dan
congestive heart failure. Pada intoksikasi arsen terjadi dilatasi kapiler yang
mengakibatkan permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat dan cairan keluar ke
interstisial. Keadaan ini bisa menyebabkan hipovolemi dan hipotensi. (22,,28)
Sistem saraf
Intoksikasi pada sistem saraf memberikan gejala pusing, sakit kepala, lemah, lesu,
delirium, kejang, koma, ensefalopati, dan gejala neuropati perifer sensoris dan motoris.
Gejala neuropati dapat bersifat lambat (delayed) dan muncul 2-4 minggu setelah gejala
akut. (22,27,28)
Hati dan Ginjal
Dapat terjadi peningkatan enzim hepar, hematuria, oliguria, proteinuria, renal
insufisiensi dan nekrosis tubular akut, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal
akut. (22,28)
Hematologi: anemia, leucopenia, trombositopenia, dan disseminated intravascular
coagulation (DIC). (21,23,27)
Kematian mendadak dapat terjadi akibat syok jika korban menelan senyawa arsen yang
cepat diabsorpsi dalam jumlah besar. Namun jika korban tersebut dapat bertahan hidup
maka ia akan menderita gagal ginjal ataupun kegagalan fungsi hati.(23,28)
2)Intoksikasi Kronik
Intoksikasi kronis dapat terjadi akibat paparan arsen dalam dosis sublethal yang
berulang. Paparan kronis arsen dapat terjadi akibat paparan industri maupun pekerjaan,
kecerobohan dan ketidaktahuan disekitar rumah, akibat pengobatan maupun upaya
pembunuhan. Arsen yang masuk ke dalam tubuh secara berulang dan tidak diekskresi
akan ditimbun dalam hati, ginjal, limpa dan jaringan keratin (rambut dan kuku). Setelah
penghentian paparan, arsen yang tertimbun akan dilepaskan secara perlahan dari
depotnya dan menimbulkan gejala yang membandel. Keracunan arsen kronis dapat
37
38
2.2.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan intoksikasi arsen dilakukan dngan beberapa tindakan sbb (20, 24,28):
1. Dekontaminasi usus: Pemberian arang aktif (norit), lavase dan/atau laksan dapat
dilakukan untuk dekontaminasi usus.
2. Percepatan eliminasi: Tindakan hemodialisis dapat dipertimbangkan jika arsen
ditelan dalam jumlah banyak dan ditemukan adanya gejala sistemik berupa hipotensi,
kekacauan mental, koma, oliguria dan / atau asidosis laktat. Dimercaprol atau BAL
dapat diberikan bersama hemodialisis untuk mencegah kemungkina redistribusi arsen.
3. Terapi suportif: Balans cairan dan elektrolit perlu mendapat perhatian karena arsen
menyebabkan vasodilatasi. Obati hipotensi yang terjadi dengan pemberian cairan
sebelum menggunakan obat vasopresor. Lakukan EKG dan monitor irama jantung.
Lakukan pemantauan fungsi liver dan ginjal secara ketat. Foto thoraks juga perlu
dilakukan karena pada intoksikasi arsen dapat terjadi komplikasi edema pulmonal,
meskipun jarang, dan dapat pula terjadi gagal napas akibat kelemahan otot yang
mungkin terjadi beberapa minggu setelah keracunan berat.
4. Antoidotum: British Anti Lewisite (BAL) dalam minyak (dimercaprol) merupakan
antidotum untuk semua kondisi keracunan arsen akut yang serius, kecuali untuk
intoksikasi arsine. Dosis pemberian BAL bervariasi tergantung dari berat ringannya
paparan arsen. Penicillamine merupakan terapi tambahan pada kelainan pencernaan
yang serius dan efek sampingnya lebih ringan dibandingkan BAL. Obat lainnya yaitu
Dimercaptosuccinic acid (DMSA) merupakan obat oral dan diduga bermanfaat untuk
pengobatan jangka panjang atau pengobatan lanjut keracunan arsen Dimercapto propane
sulfonate (DMPS) akan memproduksi kompleks yang larut air dengan arsen, sehingga
lebih baik dari BAL karena dapat menembus ssp.
2.2.2.7 Penemuan Otopsi Keracunan Arsen
Pada kematian akibat keracunan akut, pemeriksaan luar mayat memberi kesan
telah terjadinya dehidrasi hebat pada tubuh. Pada pemeriksaan dalam akan dijumpai
adanya mukosa lambung dan esophagus yang mengalami inflamasi, erosi, kongesti, dan
bercak-bercak perdarahan. Membran mukosa mempunyai lekukan dan diantara lekukan
39
tersebut (rugae) bisa ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi
lambung berwarna gelap. Pada korban yang meninggal dalam satu atau dua hari setelah
pajanan, kelainan tersebut dapat meluas ke seluruh usus halus, bahkan kadang-kadang
disertai juga oleh adanya pseudomembran diatasnya. Jika korban meninggal lebih lama
lagi dari itu, maka akan dijumpai adanya deposit lemak pada jaringan hati, jantung dan
ginjal. Selain itu pada otopsi dapat juga ditemukan adanya perdarahan subserosa
terutama pada jantung, jaringan longgar mesenterium dan daerah retroperitoneal.
Subendokardium ventrikel kiri merupakan tempat predileksi untuk suatu perdarahan
yang jelas dan kecil berupa flame like hemorrhage atau efusi perdarahan yang luas.(23,28,29)
Pada kematian akibat keracunan kronis, pemeriksaan luar dapat dijumpai
terjadinya kelainan pigmentasi pada kulit, garis putih pada kuku, serta tubuh korban yang
kahektis. Pada pemeriksaan dalam akan menunjukkan kelainan pada saluran pencernaan
yang ringan. Lambung normal atau dapat juga menunjukan gastritis kronis dengan
disertai penebalan mukosa dan lapisan serosa. Usus halus berdilatsi dengan mukosa yang
menebal dan gambaran keseluruhannya edema kongestif yang non-spesifik yang umum
ditemukan pada penyakit enteritis. Jarang terjadi ulserasi pada mukosa, isi dari usus
sendiri dapat berlebihan atau berupa cairan dengan gambaran seperrti air cucian beras.
Kelainan histologi degeneratif juga dapat ditemukan pada hati dan ginjal.(29,31)
Apabila korban menelan arsen dalam bentuk padat, secara makroskopik kadangkadang dapat dijumpai adanya kristal putih melekat pada mukosa lambung dan esofagus.
Jika korban baru diotopsi setelah mayat membusuk, maka kristal putih arsen trioksida
akan berubah warna menjadi kuning. Sementara itu mukosa gaster warnanya juga
berubah dari merah padam menjadi hijau keunguan sampai hijau kecoklatan.(30)
Pada jaringan otak, arsen menyebabkan destruksi hemoragik dan perivaskuler
(dikenal sebagai Wernicke-like encepphalopathy, arsenical encephalopathy, hemorrhagic
arsenical encephalitis, atau cerebral purpura), yang terjadi akibat kerusakan endotel yang
berat. Secara mikroskopik pada kelainan ini ditemukan adanya trombosis arteriol dan
kapiler serta nekrosis simetris pada daerah pons, korpus kalosum, klaustrum dan
thalamus.(30)
2.2.2.8 Pemeriksaan Toksikologi
40
Dengan berkembangnya tehnik pemeriksaan arsen yang amat sensitif pada saat
ini, maka data temuan arsen harus dianalisis secara berhati-hati. Ditemukannya arsen
dalam jaringan belum tentu menunjukkan adanya intoksikasi kecuali jika data anamnesis,
sindroma klinis, pemeriksaan fisik antermortem dan temuan laboratorium serta perubahan
anatomi sangat menyokong kemungkinan adanya keracunan arsen. Konsumsi buahbuahan dan sayur-sayuran, yang disemprot dengan lead arsenat anti ulat dan tidak cukup
dicuci sebelum dimakan, konsumsi seafood dalam jumlah besar serta inhalasi asap rokok
dapat menghasilkan akumulasi arsen dalam jaringan dalam jumlah yang cukup besar
sehingga dapat terdeteksi secara kimiawi, meskipun tidak dijumpai adanya gejala klinis
maupun kelainan anatomik. (20,23,28)
Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi adanya racun dilakukan terhadap
sampel urin, isi lambung, darah perifer, dan rambut (dicabut dari pangkalnya). Untuk
korban keracunan yang meninggal bahan pemeriksaan diambil juga dari jaringan otak
dan hati, ginjal, cairan empedu serta humor vitreus. Selain bahan-bahan tersebut, sebagai
pembanding dapat juga dilakukan pemeriksaan atas bahan makanan, minuman, obatobatan yang dicurigai. Pemeriksaan toksikologi terhadap arsen dilakukan dengan metode
kolorimetrik maupun atomic absorption spectroscopy, yang mendeteksi total arsen.
Arsen biasanya telah dapat terdeteksi dalam 2-4 jam setelah masuk secara per oral.
Batasan nilai toksik arsen dalam berbagai jaringan adalah sbb: dalam darah 0,69,3
mg/L, dalam hepar 2 20 mg/kg, dalam ginjal 0,270 mg/kg, dalam otak 0,2-4 mg/kg,
dalam rambut atau kuku lebih dari 1 g/gram berat kering. (21,23,30,31)
Berikut ini dijelaskan beberapa pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi adanya racun arsen dalam tubuh;
1.Pemeriksaan urin.
Arsen diekskresi melalui urin dalam bentuk methylated arsenic yang biasanya
dapat dideteksi paling lambat 1 3 hari, maka pengambilan sampel harus dilakukan
secepat mungkin. Penggunaan urin 24 jam lebih akurat. Peningkatan kadar arsenik dalam
urin mungkin saja terjadi setelah mengkonsumsi seafood. (21,23,24)
2.Pemeriksaan darah.
41
tindakan atau usaha agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik oleh
keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu modus
operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah tersebut ke rumah
sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan ketika menuju ke rumah
sakit (Death on Arrival) dimana sebelumnya korban mengalami serangan suatu
penyakit (natural sudden death).32
Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai
kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati
dalam mengeluarkan
42
Apakah
pada
pemeriksaan
luar
terdapat
adanya
tanda-tanda