0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
469 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas pengelolaan kasus kematian mendadak dari perspektif medikolegal dan forensik. Kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar sampai dibuktikan sebaliknya. Otopsi diperlukan untuk menentukan penyebab kematian dan mengesampingkan kemungkinan kejahatan. Dokter harus melaporkan kecurigaan pada kepolisian dan tidak menandatangani surat kemat
Dokumen tersebut membahas pengelolaan kasus kematian mendadak dari perspektif medikolegal dan forensik. Kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar sampai dibuktikan sebaliknya. Otopsi diperlukan untuk menentukan penyebab kematian dan mengesampingkan kemungkinan kejahatan. Dokter harus melaporkan kecurigaan pada kepolisian dan tidak menandatangani surat kemat
Dokumen tersebut membahas pengelolaan kasus kematian mendadak dari perspektif medikolegal dan forensik. Kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar sampai dibuktikan sebaliknya. Otopsi diperlukan untuk menentukan penyebab kematian dan mengesampingkan kemungkinan kejahatan. Dokter harus melaporkan kecurigaan pada kepolisian dan tidak menandatangani surat kemat
Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu:4
1. Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan atau kematian tersebut terjadi selama perawatan/pengobatan yang dilakukan oleh dokter ( Attendaned Physician). 2. Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan seringnya diakibatkan TKP nya atau pada saat orang tersebut meninggal tidak dalam perawatan atau pengobatan dokter (unattendaned physician), terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian. Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi lebih kecil. Pada kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan dan kematian alamiah dan tidak wajar sedapat mungkin ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut berperan dalam menyebabkan kematian.4 Pada kematian alamiah kategori kedua, karena keadaan yang lebih mencurigakan, polisi akan mengadakan penyidikan dan membuat surat permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini hasil pemeriksaan akan dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan keluarga akan menjadi prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan hukum.4 Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu tindakan/usaha agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik oleh keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu modus operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya almarhum mengalami serangan suatu penyakit ( natural sudden death).4 Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana. Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu:4 1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ? 2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada keracunan ? 3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung koroner) yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah sakit ? 4. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan penyakit tersering penyebab natural sudden death ? Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian.4
DAFTAR PUSTAKA
4. Arief Hakim,Fahmi. 2010. Aspek Medikolegal Kematian Mendadak Akibat
Penyakit ( Natural Sudden Death). Bagian Forensik FK UNJANI. Available from: http://rludifkunjani.wordpress.com/2010/11/17/aspek-medikolegal- kematian-mendadak-akibat-penyakit-natural-sudden-death/. Pengelolaan Pada Kasus Kematian Mendadak
Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak
wajar, sebelum dapat dibuktikan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukungnya. Dengan demikian dalam penyelidikan kedokteran forensic pada kematian mendadak atau terlihat seperti wajar, alasan yang sangat penting dalam otopsi adalah menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran forensik, tujuan utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian korban.1 Pemeriksaan kasus kematian mendadak perlu beberapa alasan anatara lain :1 1. Menentukan adakah peran tindak kejahatan pada kasus tersebut. 2. Kalim pada asuransi. 3. Menentukan apakah kematian tersebut karena penyakit akibat industri atau merupakan kecelakaan belaka, terutama pada pekerja industri. 4. Adakah faktor keracunan yang berperan. 5. Mendeteksi epidemiologi penyakit untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Pada kasus kematian yang terjadi seketika atau tidak terduga, khususnya bila tak ada tanda-tanda penyakit sebelumnya dan kemungkinan sangat kecil, untuk menetukan penyebabnya hanya ada satu cara yaitu dilakukannya pemeriksaan otopsi pada jenazah, bila perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan lain seperti pemeriksaan toksikologi. Hal ini sangat penting untuk menentukan apakah termasuk kematian mendadak yang wajar. Adapun kepentingan otopsi antara lain :1 1. Untuk keluarga korban, dapat menjelaskan sebab kematian. 2. Untuk kepentingan umum, melindungi yang lain agar dapat terhindar dari penyebab kematian yang sama. Penentuan kasus kematian adalah berdasarkan proses interpretasi yang meliputi :1 1. Perubahan patologi anatomi, bakteriologi dan kimia. 2. Pemilihan lesi yang fatal pada korban. Pada kasus kematian mendadak yang sering kita hadapi, tindakan yang mampu dilakukan pada kematian mendadak adalah :1 1. Semua keterangan almarhum dikumpulkan baik dari keluarga, teman, polisis, atau saksi-saksi, yang meliputi : usia, penyakit yang pernah diderita, pernah berobat di mana, hasil pemeriksaan laboratorium, tingkah laku yang aneh, dll. 2. Keadaan korban dan sekitar korban saat ditemukan, pakaian yang ditemukan, tanda-tanda kekerasan atau luka, posisi tubuh, temperature, lebam mayat, situasi TKP rapi atau berantakan, adanya barang-barang mencurigakan. 3. Keadaan sebelum korban meninggal. 4. Bila sebab kematian tidak pasti, sarankan kepada keluarga untuk melapor kepada polisi, jika polisi tidak meminta visum et repertum dapat diberi surat kematian. 5. Dalam mengisi formulir B, pada sebab kematian bila tidak diketahui sebab kematiannya ditulis tidak diketahui atau mati mendadak. 6. Bila dilakukan pemeriksaan dalam, buat preparat histopatologi bagian organ-organ tertentu diperiksa dan pemeriksaan toksikologi. 7. Sebaiknya jangan menandatangani surat kematian tanpa memeriksa korban, jangan menyentuh apapun terutama yang dipakai sebagai barang bukti.
Dari hasil pemeriksaan kemungkinan :1
1. Korban meninggal secara wajar dan sebab kematian jelas, misalnya coronary heart disease, maka diberi surat kematian dan dikuburkan. 2. Sebab kematian tidak jelas, keluarga/dokter lapor ke polisi, kemudian polisi minta visum et repertum, setelah SPVR dating maka korban diotopsi untuk menetukan sebab kem,kmatian korban. 3. Korban meninggal secara tidak wajar, misalnya ditemukan adanya tanda- tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi. 4. Korban diduga meninggal secara wajar, misalnya CVA tetapi juga ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka keluarga atau dokter lapor ke polisi. DAFTAR PUSTAKA 1. Mutahal, Hariadi A. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi Ketiga. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.