PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Diseases (GOLD) tahun 2001 dan di update tahun 2005, Chronic Obstructive Pulmonary
Diseases (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) didefinisikan sebagai
penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi saluran pernapasan yang tidak reversible
sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
Pada akhir-akhir ini, PPOK merupakan penyakit terbesar penyebab morbiditas
dan mortalitas di beberapa negara, dan prevalensi ini nampak jelas semakin
meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991, PPOK merupakan penyebab
keempat kematian setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit serebrobskular,
dimana angka mortalitas meningkat 33% dibanding pada tahun 1979. Antara 1979-
1993, kematian akibat PPOK naik hingga 50%. Diperkirakan jumlah penderita
PPOK hampir 14 juta orang, dimana 12,5 juta diantaranya karena bronkitis kronis,
dan 1,65 juta karena emfisema. Pada 2000, kasus kunjungan pasien PPOK di
instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan
rumah sakit dan 119.000 orang meninggal.
Di Indonesia morbiditas PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat
ke enam berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI
1992. Prevalensi PPOK di Indonesia saat ini masih cukup banyak, dan diperkirakan
meningkat di waktu yang akan dating dengan makin tingginya angka harapan hidup
dan faktor risiko yang cukup luas. Sebagai contoh, menurut data Surkenas tahun
2001, penyakit pernapasan termasuk PPOK merupakan penyebab kematian ke-2 di
Indonesia.
Oleh hal-hal tersebut, maka diperlukan pengenalan dan diagnosis PPOK
lebih lanjut khusunya pada kasus-kasus yang belum menunjukan keluhan sehingga
menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tidak diinginkan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Diseases (GOLD) tahun 2001 dan di update tahun 2005, Chronic
Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi saluran
pernapasan yang tidak reversible sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya
bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
disaluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
2
2.2. Epidemiologi
Menurut data surkenas tahun 2001, penyakit pernapfasan termasuk PPOK
merupakan penyebab kematian ke-2 di Indonesia. Prevalensi PPOK meningkat dengan
meningkatnya usia. Prevalensi ini juga lebih tinggi pada pria daripada wanita.
Prevalensi PPOK lebih tinggi pada negara-negara dimana merokok merupakan gaya
hidup, yang menunjukan bahwa rokok merupakan faktor risiko utama.
4
2.5 Manifestasi Klinis
- Batuk
- Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen
- Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas
- Cachexia: hilangnya massa lemak bebas
- Pengurangan massa otot: apoptosis, disuse atrophy
- Osteoporosis
- Depresi
- Anemia normokromik normositik
- Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular: berhubungan dengan
peningkatan CRP
5
2.6 Klasifikasi PPOK
Bronkitis ("Blue Bloater" ) Emfisema ("Pink Puffer")
6
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1) Edukasi
2) Obat – obatan
3) Terapi oksigen
4) Ventilasi mekanik
5) Nutrisi
6) Rehabilitasi
a) Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan
asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualitas hidup
b) Obat - obatan
Bronkodilator
9
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
10
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
11
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit : (dapat dipilih)
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
12
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan
sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Harus dipergunakan dengan hati-hati karena efek pada sistem saraf pusat akan
menekan mekanisme pembuangan sputum yang dapat berakibat peningkatan
obstruksi jalan napas.
c) Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
13
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
2.8 Prognosis
Masa hidup (survival) penderita PPOM faktor-faktor yang
mempengaruhi prognosis:
1. Gangguan fungsionil inisial, VEP1.0 sering dijadikan parameter untuk
menilai prognosis, umumnya prognosis buruk, bila VEP1.0 mencapai 1.5
liter atau kurang, dengan survival kurang lebih 10 tahun, menjadi 4 tahun
pada VEP 1.0 1 liter dan 2 tahun pada VEP1.0 0,5 liter (Petty).
2. Adanya Cor pulmonale yang umumnya disertai dengan hipoksemia dan
hiperkapnia.
3. Kurang berat, lebih dari 20% (Rodman & Sterling). Penyebab kematian
utama (Rodman & Sterling)
Cor pulmonale (53%)
Kegagalan pernafasan akut (sub akut 30%)
aritemia Jantung.
60 % orang meninggal pada umur 20 tahun,dan 95 % meninggal pada
umur 55 tahun
CPOD tahap mild dan moderate dapat dikontrol dengan baik melalui
pengobatan dan rehabilitasi pulmonal sedangkan untuk yang tahap berat
pengobatan akan lebih sulit
Diagnosis dini dan berhenti merokok akan memberikan prognosis yang
jauh lebih baik
BAB III
KESIMPULAN
Faisal Yunus. Peranan Faal Paru pada Penyakit Pam Obstruktif Menahun. Dalam:
Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1989: 33-44.
GOLD - The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Available at
www.goldcopd.com.
[Guideline] Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global
strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive
pulmonary disease. National Guideline Clearinghouse. 2008.
Linus Santo Tomas, Penyakit Paru Obstruksi Kronis. Kochar's Clinical Medicine for
Students, 5th Edition. Translated by Husnul Mubarak,S.Ked
Tanuwijaya BY. Sindrom Obstruktif Difus pada Tuberkulosis Paru. Kumpulan Makalah
Ilmiah Simposium Penyakit Paru Obstruktif Menahun. 2000