Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan di dunia.
Angka kejadian di Asia termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih
tinggi dibandingkan dengan Eropa dan Amenika Serikat. Insidens penyakit
ini bervariasi antara 2 sampai 6 kasus tiap 1 juta populasi. Penelitian yang
dilakukan The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Studydi
Eropa dan Israel awal tahun 1980 mendapatkan kasus tiap 1 juta populasi.7,8
Perbandingan insidens antara laki-laki dan perempuan kira-kira 1:1,
meskipun dari beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit lebih sering
terkena anemia aplastik. Perbedaan insidens yang mungkin terjadi di
beberapa tempat mungkin karena perbedaan risiko okupasional, variasi
geografis dan pengaruh lingkungan. Anemia aplastik terjadi pada semua
umur, dengan awitan klinis pertama terjadi pada usia 1,5 sampai 22 tahun,
dengan rerata 6-8 tahun.1
Anemia aplastik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kegagalan
dari sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel-sel darah sehingga
mengakibatkan anemia yang disertai pansitopenia. gejala-gejala yang timbul
akan sesuai dengan sel-sel darah yang mengalami penurunan. Anemia
aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya jarang dijumpai.2
The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study
menemukan insiden terjadinya anemia aplastik di Eropa sekitar 2 dari
1.000.000 pertahun. Insiden di Asia 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibandingkan
di Eropa. Di China insiden diperkirakan 7 kasus per 1.000.000 orang dan di
Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000 orang. Frekwensi tertinggi
terjadi pada usia 15 dan 25 tahun, puncak tertinggi kedua pada usia 65 dan 69
tahun. Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70 %) masih belum
diketahui denganpasti. Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis,

1
pemeriksaan fisik, pemeriksaanpenunjang baik laboratorium maupun
radiologis. Salah satu penanganan anemia aplastik yaitu transfusi darah.
Transfusi darah pada anemia aplastik sangat diperlukan bila kadar
haemoglobinnya < 7 g/dl dan trombositnya <20.000/μL.2

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus anemia
aplastik.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang kasus
anemia aplastik.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetric dan
ginekologi terutama tentang anemia aplastik.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis anemia aplastik yang berpedoman pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap dan runut.
b. Bagi dokter umum, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
bahan masukan dan menambah pengetahuan dakam mendiagnosis
anemia aplastik yang selanjutnya melakukan rujukan pada dokter
spesialis yang berkompeten.

2
c. Bagi pasien dan keluarga, diharapkan laporan kasus ini dapat
memberikan informasi mengenai anemia aplastik serta komplikasi
yang mungkin terjadi jika tidak segera dilakukan tindakan.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Tn. Is
Lahir : 18 Maret 1993
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Sriwijaya Raya Dusun I RT. 03 RW- Desa Ibul Besar II
Ibul Besar II / Pemulutan / Kab. Ogan Ilir / Sumatera Selatan
MRS : 01 Oktober 2016
No Medrek : 50.06.64

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Os mengeluh lemas seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang :


Os datang dengan keluhan lemas seluruh tubuh, demam (+), mual (+), muntah
(+), mimisan (-), gusi berdarah (+), lidah berdarah (+), os mengaku sudah ± 6
bulan yang lalu mengalami hal serupa, hilang timbul.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-), Asma (-), Diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit keluarga :


Hipertensi (-), Asma (-), Diabetes Melitus (-)

4
Riwayat Pernikahan :
Lama pernikahan : 3 tahun
Usia waktu nikah : 20 tahun

Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok : 1 bungkus/hari
Riwayat minum alkohol : disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 37,8oC

Pemeriksaan Fisik Khusus :


1. Kepala
 Bentuk : Normocephali
 Ekspresi : Biasa
 Simetri muka : Simetris
 Rambut : Tidak rontok
 Deformasi : Tidak ada
 Perdarahan temporal : Tidak ada
 Nyeri tekan : Tidak ada

2. Mata
 Conjunctiva : Anemis (+/+)
 Palpebra : Tidak ada kelainan

5
 Bulbi : Tidak ada kelainan
 Sclera : Ikterik (+/+)
 Cornea : Tidak ada kelainan
 Pupil : Tidak ada kelainan
 Visus : Tidak ada kelainan
 Gerakan : Baik

3. Telinga
 Lubang : Tidak ada kelainan
 Selaput : Tidak ada kelainan
 Pendengaran : Tidak ada kelainan
 Tophi : Tidak ada
 Nyeri Tekan : Tidak ada
 Proc mastoideus : Tidak ada kelainan

4. Hidung
 Bagian luar : Tidak ada kelainan
 Septum : Tidak ada kelainan
 Selaput lendir : Tidak ada kelainan
 Ingus : Tidak ada
 Penyumbatan : Tidak ada
 Perdarahan : Tidak ada

5. Mulut
 Bibir : Kering, pucat (+)
 Gigi-Geligi : Tidak ada kelainan
 Gusi : Berdarah (+)
 Selaput lendir : Tidak ada kelainan
 Pharynx : Tidak ada kelainan
 Tonsil : T1/T1

6
 Bau pernapasan : Tidak ada kelainan

6. Leher
 Kel. Getah bening : Tidak ada kelainan
 Kel. Gondok : Tidak ada kelainan
 Trachea : Tidak ada kelainan
 Tekanan vena : 5-2 H2O
 Kaku kuduk : Tida ada
 Tumor : Tidak ada

7. Dada
 Bentuk : Simetris
 Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
 Buah dada : Tidak ada kelainan
 Nyeri tekan : Tidak ada
 Nyeri ketok : Tidak ada
 Krepitasi : Tidak ada

8. Paru-paru
 Inspeksi : Simetris, tidak ada pelebaran iga
 Palpasi : Stemfremitus sama, nyeri (-)
 Perkusi : Sonor kedua lapang paru, nyeri (-)
 Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

9. Jantung
 Inspeksi : Ictus tidak terlihat
 Palpasi : Ictus tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : BJ I/II normal, tidak ada suara tambahan

7
10. Perut
 Inspeksi : Tidak cembung, venektasi -, caput medusa-
 Palpasi : Lemas, tidak ada massa
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : BU +
 Hati : Teraba
 Limfa :-
 Ginjal :-

11. Ekstremitas : Hangat

12. Genitalia Eksterna : Tidak diperiksa

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 03/10/2016
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi
Hb 5,2 14-16 g/dl Anemia
Leukosit 2.900 5.000-10.000 / ul Leukopenia
Trombosit 2000 150.000-400.000 / ul Trombositopeni
Ht 16 % 40-48 % Kurang
Basofil 0 0-1 % Normal
Eosinofil 0 1-3 % Kurang
Batang 0 2-6 % Kurang
Segmen 24 50-70 % Kurang
Limfosit 84 20-40% Meningkat
Monosit 6 2-8 % Normal

8
Tanggal 8/10/2016
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi
Hb 8,1 14-16 g/dl Anemia
Leukosit 2000 5.000-10.000 / ul Leukopenia
Trombosit 2000 150.000-400.000 / ul Trombositopeni
Ht 23 % 40-48 % Kurang
Basofil 0 0-1 % Normal
Eosinofil 1 1-3 % Normal
Batang 2 2-6 % Normal
Segmen 38 50-70 % Kurang
Limfosit 54 20-40% Meningkat
Monosit 6 2-8 % Kurang

Tanggal 05/10/2016
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi
BSS 129 mg/dl < 180 mg/dl Normal
Trigliserida 115 < 200 mg/dl Normal
Kolesterol total 139 < 200 mg/dl Normal
HDL 34 > 50 mg/dl Kurang
LDL 82 <130 mg/dl Normal
Bilirubin total 1,1 <1,1 mg/dl Normal
Bilirubin direct 0,2 <0,35 mg/dl Normal
Bilirubin indirect 0,9 <0,75 mg/dl Meningkat
SGOT 22 <37 u/l Normal
SGPT 50 <41 u/l Meningkat
Albumin 4,0 3,8 – 5,1 g/dl Normal
Ureum 32 20-40 mg/dl Normal

9
Tanggal 08/10/2016
Hasil Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi :
 Eritrosit : Normocytic, normochrome
Anisositosis, Poikilositosis
Tidak ditemukan sel muda
 Leukosit : Jumlah sel menurun
Tidak ditemukan sel muda
 Trombsit : Jumlah sel menurun
Tidak ditemukan bentuk abnormal
Kesan : Pancytopenia

2.5 Diagnosis Banding


Anemia hemolitik
Anemia defisiensi Fe

2.6 Diagnosis
Anemia Aplastik + Dyspepsia

2.7 Tatalaksana
 IVFD RL gtt 20x/m
 O2 3 ltr
 Inj Omeprazole 2x1
 Antasida syrup 3x1
 Sukralfat syrup 3x1
 CaCO3 3x1
 Lansoprazol
 As. Folat 1x1
 Tranfusi 4 kolf

10
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad fungtionam : Dubia

2.9 Follow Up
Pada tanggal 11/10/2016
S : gusi berdarah
O : KU : sakit sedang
TD : 100/60 mmHg
HR : 94 x/menit
RR : 24 x/m
T : 37oC
Kepala : normocephali, CA (+/+), SI (+/+)
Thorak : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+), w (-), r (-)
Cor : BJ I/II normal reguler, m(-), g(-)
Abdomen : datar, lemas, BU + , hepar teraba (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik
A : Anemia aplastik + Dyspepsia
P :
 IVFD RL gtt 20x/m
 O2 3 ltr
 Inj Omeprazole 2x1
 Antasida syrup 3x1
 Sukralfat syrup 3x1
 CaCO3 3x1
 Lansoprazol
 As. Folat 1x1

11
Pada tanggal 12/10/2016
S : gusi berdarah
O : KU : sakit sedang
TD : 110/70 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 24 x/m
T : 37,4oC
Kepala : normocephali, CA (+/+), SI (+/+)
Thorak : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+), w (-), r (-)
Cor : BJ I/II normal reguler, m(-), g(-)
Abdomen : datar, lemas, BU + , hepar teraba (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik
A : Anemia aplastik + Dyspepsia
P :
 IVFD RL gtt 20x/m
 O2 3 ltr
 Inj Omeprazole 2x1
 Antasida syrup 3x1
 Sukralfat syrup 3x1
 CaCO3 3x1
 Lansoprazol
 As. Folat 1x1

12
Pada tanggal 13/10/2016
S : gusi berdarah
O : KU : sakit sedang
TD : 110/70 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 23 x/m
T : 36,8oC
Kepala : normocephali, CA (+/+), SI (+/+)
Thorak : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+), w (-), r (-)
Cor : BJ I/II normal reguler, m(-), g(-)
Abdomen : datar, lemas, BU + , hepar teraba (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik
A : Anemia aplastik + Dyspepsia
P :
 IVFD RL gtt 20x/m
 O2 3 ltr
 Inj Omeprazole 2x1
 Antasida syrup 3x1
 Sukralfat syrup 3x1
 CaCO3 3x1
 Lansoprazol
 As. Folat 1x1

13
Pada tanggal 14/10/2016
S : gusi berdarah
O : KU : sakit sedang
TD : 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 24 x/m
T : 37,2oC
Kepala : normocephali, CA (+/+), SI (+/+)
Thorak : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+), w (-), r (-)
Cor : BJ I/II normal reguler, m(-), g(-)
Abdomen : datar, lemas, BU + , hepar teraba (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik
A : Anemia aplastik + Dyspepsia
P :
 IVFD RL gtt 20x/m
 O2 3 ltr
 Inj Omeprazole 2x1
 Antasida syrup 3x1
 Sukralfat syrup 3x1
 CaCO3 3x1
 Lansoprazol
 As. Folat 1x1

Pada tanggal 15/10/2016


S :-
O : KU : sakit sedang
TD : 110/70 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 24 x/m
T : 37,4oC
Kepala : normocephali, CA (+/+), SI (+/+)

14
Thorak : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+), w (-), r (-)
Cor : BJ I/II normal reguler, m(-), g(-)
Abdomen : datar, lemas, BU + , hepar teraba (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik
A : Anemia aplastik + Dyspepsia
P :
 IVFD RL gtt 20x/m
 O2 3 ltr
 Inj Omeprazole 2x1
 Antasida syrup 3x1
 Sukralfat syrup 3x1
 CaCO3 3x1
 Lansoprazol
 As. Folat 1x1

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh.1 Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai
hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih
rendah dari normal.2
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai
keadaan di mana level Hb rendah karena kondisi patologis. Menurut Anie
Kurniawan, dkk (1998) Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.5 Menurut Anie
Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
o Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dantelapak
tangan menjadi pucat

3.2 Etiologi dan Patofisiologi


Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1.Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2.Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3.Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Klasifikasi anemia dibagi menjadi 5 yaitu Anemia mikrositik hipokrom
(anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronis), Anemia makrositik
(defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat), Anemia karena perdarahan,
Anemia hemolitik, Anemia aplastik.2
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 –5 gr
besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses
penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke

16
sumsum tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka
besi dari diet tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah
menjadi besi keto dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi
pada duodenum dan jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh
tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat
penyimpanan di jaringan.2
Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium
pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin,
jika zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin
akan mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah
merah yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun
sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal
ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun.2
Kriteria Anemia menurut WHO
 Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
 Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
 Wanita hamil Hb < 11 gr/dL

3.3 Manifestasi Klinis Anemia


Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat,
takikardi, sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing,
kelemahan,tinitus, penderita defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh
dan halus, kuku tipis rata mudah patah, atropi papila lidah mengakibatkan
lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging meradang dan sakit.
Manifestasi klinis anemia besi adalah pusing, cepat lelah, takikardi, sakit
kepala, edema mata kaki dan dispnea waktu bekerja.3

17
3.4 Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kegagalan
dari sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel-sel darah sehingga
mengakibatkan anemia yang disertaipansitopenia. gejala-gejala yang timbul
akan sesuai dengan sel-sel darah yang mengalami penurunan. Anemia
aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya jarang
dijumpai.Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak
diketahuiatau bersifat idiopatik disebabkan karena proses penyakit yang
berlangsung perlahan-lahan anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua
faktor penyebab yaitu faktor primer dan sekunder. Untuk faktor primer
disebabkan kelainan kongenital (Fanconi, non Faconi dan dyskeratosis
congenital) dan idiopatik. Faktor sekunder yang berasal dari luar tubuh, bisa
diakibatkan oleh paparan radiasi bahan kimia dan obat, ataupun oleh karena
penyebab lain seperti infeksi virus (hepatitis, HIV, dengue), dan radiasi.4

3.5 Patofisiologi Anemia Aplastik


Patofisiologi dari anemia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal yaitu
kerusakan pada sel induk pluripoten yaitu sel yang mampu berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak disumsum tulang dan
karena kerusakan pada micro environment. Gangguan pada sel induk
pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk
pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang
menjadi sel-sel darah yang baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya
jumlah sel induk pluripoten ataupun karena fungsinya yang menurun.
Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan
olehgangguan pada sel induk adalah terapi transplantasi sumsum tulang.
Kerusakan pada micro environment, ditemukan gangguan pada
mikrovaskuler, faktor humoral (misalkan eritropoetin) maupun bahan
penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan
sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada micro environment
berupa kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga

18
menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi
menjadi sel-sel darah. Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik
ditemukan sel inhibitor atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel
sumsum tulang.3

3.6 Diagnosis Anemia Aplastik


Untuk menegakkan diagnosis anemia aplastik dan menyingkirkan berbagai
kemungkinan penyakit penyebab pansitopenia sehingga tidak meragukan
hasil diagnosisnya, kita dapat memulainya dengan melakukan anamnesis
seputar keluhan dari pasien, kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun radiologis.2
1. Anamnesis
Dari anamnesis bisa kita dapatkan keluhan pasien mengenai gejala gejala
seputar anemia seperti lemah,letih, lesu, pucat, pusing, penglihatan terganggu,
nafsu makan menurun, sesak nafas serta jantung yang berdebar. Selain gejala
anemia bisa kita temukan keluhan seputar infeksi seperti demam, nyeri badan
ataupun adanya riwayat terjadinya perdarahan pada gusi, hidung, dan
dibawah kulit. Kita juga bisa menanyakan apakah anggota keluarga lain
mengeluhkan gejala seperti ini atau apakah gejala ini sudah terlihat sejak
masih kecil atau tidak. Dimana nantinya akan dapat mengetahui penyebab
dari anemia aplastik ini sendiri. Apakah karena bawaan (kongenital) atau
karena didapat.2
2. Pemeriksaan fisik
Kita akan menegaskan kembali apa yang sudah dikeluhkan oleh pasien
dengan melakukan pemeriksaan fisik dimana nantinya akan kita dapatkan
tanda-tanda dari gejala anemia misalkan konjunctiva, mukosa serta
ekstrimitas yang pucat. Adanya perdarahan pada gusi, retina, hidung,kulit,
melena dan hematemesis (muntah darah). Dan juga tanda-tanda peradangan.

19
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa kita melakukan beberapa tes. Antara
lain :
a. Pemeriksaan darah lengkap :
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah masing-
masing sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit. Apakah
mengalami penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan anemia aplastik
mempunyai bermacam-macam derajat pansitopenia. Tetapi biasanya pada
stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia
dihubungkan dengan indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1%
dan kemungkinan nol walaupun eritropoetinnya tinggi. Jumlah retikulosit
absolut kurang dari 40.000/μL (40x109/L). Jumlah monosit dan netrofil
rendah. Jumlah netrofil absolut kurangdari 500/μL (0,5x109/L) serta jumlah
trombosit yang kurang dari 30.000/μL(30x109/L) mengindikasikan derajat
anemia yang berat dan jumlah netrofil dibawah 200/μL (0,2x109/L)
menunjukkan derajat penyakit yang sangat berat. Jenis anemia aplastik adalah
anemia normokrom normositer. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda
dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Persentase retikulosit
umumnya normal atau rendah. Ini dapat dibedakan dengan anemia hemolitik
dimana dijumpai sel eritrosit muda yang ukurannya lebih besar dari yang tua
dan persentase retikulosit yang meningkat.2

b. Pemeriksaan Sumsum tulang


Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan biopsi
dan aspirasi. Bagian yang akan dilakukan biopsi dan aspirasi dari sumsum
tulang adalah tulang pelvis, sekitar 2 inchi disebelah tulang belakang.
Pasien akan diberikan lokal anastesi untuk menghilangkan nyerinya.
Kemudian akan dilakukan sayatan kecil pada kulit, sekitar 1/8 inchi untuk
memudahkan masuknya jarum. Untuk aspirasi digunakan jarum yang
ukuran besar untuk mengambil sedikit cairan sumsum tulang (sekitar 1
teaspoon). Untuk biopsi, akan diambil potongan kecil berbentuk bulat

20
dengan diameter kurang lebih 1/16 inchi dan panjangnya 1/3 inchi dengan
menggunakan jarum. Kedua sampel ini diambil di tempat yang sama, di
belakang dari tulang pelvis dan pada prosedur yang sama.7 Tujuan dari
pemeriksaan ini untuk menyingkirkan faktor lain yang menyebabkan
pansitopenia seperti leukemia atau myelodisplastic syndrome (MDS).
Pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan secara tepat jenis
dan jumlah sel dari sumsum tulang yang sudah ditandai, level dari sel-sel
muda pada sumsum tulang (sel darah putih yang imatur) dan kerusakan
kromosom (DNA) pada sel-sel dari sumsumtulang yang biasa disebut
kelainan sitogenik.2

3.7 Transfusi Darah Anemia Aplastik


Tranfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari
seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Dimana transfusi darah ini bisa
berupa darah lengkap atau hanya komponen-komponen darah yang
dibutuhkan saja misalkan preparat sel darah merah atau trombosit. Pada
transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut.Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas
kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima. Pada kasus anemia aplastik berat
dan sangat berat dengan jumlah platelet <10.000/μL (atau <20.000/μLdengan
gejala demam) dianjurkan untuk memberikan tranfusi darah, tujuannya untuk
menjaga jumlah darah agar tetap dalam kadar normal. Ada 2 jenis transfusi
darah yang sering diberikan pada anemia aplastik yaitu berupa transfusi sel
darah merah dan trombosit.2
Transfusi leukosit tidak dianjurkan karena siklus hidupnya lebih singkat
dan juga efek samping yang ditimbulkannya lebih besar dibandingkan
manfaatnya. Sebelum melakukan tranfusi darah baik transfusi sel darah
merah maupun trombosit, darah pasien akan di tes untuk melihat kecocokan
dengan darah pendonor biasanya berlangsung selama 1jam. Kemudian darah
donor akan disaring dan di iridiasi untuk memindahkan dan menonaktifkan

21
beberapa sel,fungsinya untuk menurunkan resiko terjadinya respon imun yag
buruk terhadap darah. Setelah itu diberikan Tylenol dan Benadryl sebelum
transfusi untuk mencegah demam, dan reaksi alergi. Dan darah pun siap
untuk ditransfusi. Sedangkan untuk transfusi trombosit diberikan bila
trombosit <20.000/μL dimana meningkatkan resiko terjadinya pendarahan.
Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Tranfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor.
Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan HLAnya (orang tua atau saudara
kandung atau pemberian gamma globulin dosis terapi. Timbulnya sensitisasi
dapat diperlambat dengan menggunakan donor tunggal.2

3.8 Terapi
Anemia aplastik memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari 70%
dengan perawatan suportif saja. Ini adalah darurat hematologi, dan perawatan
harus diputuskan segera. Obat-obatan tertentu diberikan tergantung pada
pilihan terapi dan apakah itu perawatan suportif saja, terapi imunosupresif,
atau BMT. Rawat inap untuk pasien dengan anemia aplastik mungkin
diperlukan selama periode infeksi dan untuk terapi yang spesifik, seperti
globulin antithymocyte (ATG).5
Secara garis besarnya terapi untuk anemia apalstik dapat dibagi menjadi 4
yaitu terapi kausal, terapi suportif, dan terapi untuk memperbaiki fungsi
sumsum tulang (terapi ini untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulang),
serta terapi definitif yang terdiri atas pemakaian anti-lymphocyte globuline,
transplantasi sumsum tulang.5
Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan
pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering
hal ini sulit dilakukankarena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya
tidak dapat dikoreksi.
Terapi suportif
Terapi ini diberikan untuk mengatasi akibat pansitopenia.

22
Mengatasi infeksi.
Untuk mengatasi infeksi antara lain : menjaga higiene mulut,identifikasi
sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum
ada hasil, biarkan pemberian antibiotika berspektrum luas yang dapat
mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penicillin
semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai
sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan hasil
dengan tes sensitifitas antibiotika. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun maka
pikirkan pada infeksi jamur. Disarankan untuk memberikan ampotericin-B
atau flukonasol parenteral.
Transfusi granulosit konsentrat.
Terapi ini diberikan pada sepsis berat kuman gramnegatif, dengan nitropenia
berat yang tidak memberikan respon pada antibiotika adekuat. Granulosit
konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
Usaha untuk mengatasi anemia.
Berikan tranfusi packed red cell atau (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada
tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik.Koreksi sampai Hb
9%-10% tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekaneritropoesis
internal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsusm
tulang pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.
Usaha untuk mengatasi pendarahan.
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat pendaran major atau jika
trombosit kurang dari 20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat
menurunkan efektifitas trombosit karena timbulnya antibodi anti-trombosit.
Kortikosteroid dapat mengurangi pendarahan kulit.
Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang.
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan
sumsum tulang, meskipun penelitian menunjukkan hasil yang tidak
memuaskan.

23
Anabolik steroid
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon
diberikan dalam dosis 2-3mg/kg BB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-
12minggu. Awasi efek samping berupa firilisasi dan gangguan fungsi hati.
Kortikosteroid dosis rendah-menengah.
Fungsi steroid dosis rendah belum jelas.Ada yang memberikan prednisone
60-100mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan
karena memberikan efek samping yang serius.
Granulocyte Macrophage - Colony Stimulating Factor (GM-CSF) atau
Granulocyte - Colony Stimulating Factor G-CSF. Terapi ini dapat
diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus diberikan terus
menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan untuk mengurangi kebutuhan
transfusi sel darah merah.
Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri dari 2 jenis pilihan
yaitu:
1.) Terapi imunosupresif;
2.) Transplantasi sumsum tulang.
Terapi imunosupresif. Terapi imunosupresif merupakan lini pertama dalam
pilihan terapi definitif pada pasien tua dan pasien muda yang tidak
menemukan donor yang cocok. Terdiri dari:
(a) pemberian anti lymphocyte globulin :
Anti lymphocyte globulin (ALG) atau anti tymphocyte globulin (ATG)
dapat menekan proses imunologi. ALG mungkin juga bekerja melalui
peningkatan pelepasan haemopoetic growth factor sekitar 40%-70%
kasusmemberi respon pada ALG, meskipun sebagian respon bersifat
tidak komplit (ada defek kualitatif atau kuantitatif). Pemberian ALG
merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang berumur
diatas 40 tahun;
(b) terapi imunosupresif lain :

24
pemberian metil prednisolon dosis tinggi dengan atau siklosforin-A
dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih
memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga dilaporkan keberhasilan
pemberian siklofosfamid dosis tinggi.5
Transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definif yang memberikan
harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan
canggih, serta adanya kesulitan mencari donor yang kompatibel sehingga
pilihanterapi ini sebagai pilihan pada kasus anemia aplastik berat.
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan untuk kasus yang berumur
dibawah 40 tahun, diberikan siklosforin-Auntuk mengatasi graft versus host
disease (GvHD), transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan
jangka panjang pada 60%-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.
Meningkatnya jumlah penderita yang tidak cocok dengan pendonor terjadi
pada kasus transplantasi sumsum tulang pada pasien lebih muda dari 40 tahun
yang tidak mendapatkan donor yang cocok dari saudaranya.5

3.9 Komplikasi
Adapun komplikasi dari anemia aplastik yaitu:5
 Perdarahan
 Infeksi organ
 Gagal jantung
 Kematian

3.10 Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi
tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk.5
Prognosis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
(a) kasus berat dan progresif, rata-rata mati dalam 3 bulan (merupakan10%-
15% kasus);

25
(b) penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan kambuh.
Meninggal dalam 1 tahun, merupakan 50% kasus;
(c) penderita yangmengalami remisi sempurna atau parsial, hanya merupakan
bagian kecil penderita.5

26
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada anamnesis keluhana utama os adalah Os tampak lemas. Os datang


dengan keluhan lemas seluruh tubuh, demam (+), mual (+), muntah (+),
mimisan (-), gusi berdarah (+), lidah berdarah (+), os mengaku sudah ± 6
bulan yang lalu mengalami hal serupa, hilang timbul. Dimana tanda-tanda
tersebut adalah anemia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis, dan sklera ikterik. Pada pemeriksaan abdomen teraba hepar.
Hal ini kemungkinan ada kelainan pada hepar nya. Hepar membesar ini
berhubungan dengan anemia nya. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
leukopeni, Hb turun, dan trombositopeni. Hal ini merupakan tanda-tanda dari
anemia. Kemungkinan pada kasus ini adalah anemia aplastik. Dimana
anemia aplastik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kegagalan dari
sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel-sel darah sehingga
mengakibatkan anemia yang disertai pansitopenia. Pada pemeriksaan
gambaran darah tepi ditemukan pancytopenia. Hal ini sesuai dengan teori.
Pada tatalaksana pada kasus ini sudah tepat. Tatalaksananya yaitu Inj
Omeprazole, Inj Ondansentron untuk mengatasi lambung. Inj Ceftriaxone 3x1
untuk mengatasi infeksi. Paracetamol 3x500 mg untuk meredakan demam.
As. Folat 1x1 sebagai vitamin. Serta dilakukan transfusi darah pada kasus ini.
Ini merupakan tatalaksana yang sangat dianjurkan pada anemia aplastik.

27
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Simpulan
 Diagnosis pada kasus ini sudah tepat sesuai dengan teori, yaitu
Anemia Aplastik. Anemia aplastik ditandai dengan adanya
pancytopenia.
 Tatalaksana pada kasus ini sudah tepat yaitu dilakukan pemberian
transfusi darah PRC dan TC.

5.2 Saran
 Dianjurkan rekam medis ditulis selengkap-lengkapnya sehingga
memudahkan untuk menganalisis kasus.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Isyanto, Maria Abdulsalam. 2005. Masalah Pada Tatalaksana Anemia


Aplastik Didapat. Jakarta : Sari Pediatri Vol 7. No. 1 hal 26-33.
2. Fauzi, M Rizqa. 2011. Diagnosis dan Indikasi Transfusi Darah Pada Anemia
Aplastik. Denpasar : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
3. Guyton AC. 2012. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit EGC.
4. Price, Sylvia. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
6. Jakarta : EGC.
5. Laksmi, Ni Made Darma. 2008. Anemia Aplastik. Denpasar: Bagian Patologi
Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

29

Anda mungkin juga menyukai