PENDAHULUAN
2.1 Otopsi
2.1.1 Definisi Otopsi
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang
meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.1, 2, 11
2.1.2 Sejarah Otopsi
Ahli anatomi dan patologi zaman dahulu adalah pemburu,
penjual daging, dan koki yang harus mengenali organ-organ dan
menentukan organ tersebut dapat digunakan atau tidak. Di zaman
Babylonia kuno, sekitar 3500 SM, pelaksanaan otopsi pada hewan
bertujuan untuk kepentigan mistik seperti memprediksi masa depan
dengan berkomunikasi dengan kekuatan gaib. Pembedahan manusia
pertama kali dilakukan satu abad setelah kematian Hippocrates oleh
Herophilos (335-280 SM) dan Erasistratos (304-250 SM). Sebuah
perubahan penting terjadi pada tahun 1209 ketika Paus Innocentius III
menyatakan bahwa dalam kasus kematian yang tidak dapat dijelaskan,
penyebab kematian harus diselidiki oleh dokter yang berpengalaman.12,
13
Gambar 2. Herniasi Tonsil dengan Pemeriksaan (a) MRI, (b) Otopsi Konvensional 26
Dalam penelitian ini, mereka merekomendasikan penggunaan
kombinasi antara MSCT dan MRI, karena dengan CT seringkali dipengaruhi
oleh artefak tulang dan efek volume parsial.26
3. Infark Miokardium
Gambar 4. I. Acute Myocardial Infarction, (A) MRI, (B) Histologi: Nekrosis Sentral pada
Lesi dengan Serat-Serat Eosinophilik tanpa Inti dan terdapat Contraction Band Necrosis. HE
x400 II.Chronic Myocardial Infarction, (A,B,C) MRI, (D) Makropatologi, (E&F) Histologi.
H&E x 10034
Penelitian otopsi virtual juga dilakukan untuk mendeteksi ada
tidaknya infark miokardium. Penelitian dilakukan di Switzerland dengan MRI
yang hasilnya kemudian dikofirmasi dengan pemeriksaan histologi. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa baik MRI maupun pemeriksaan histologi tidak
mampu mendiagnosis infark miokardium perakut. Sementara itu untuk
keadaan subakut, akut, dan kronik dapat dideteksi dengan baik oleh MRI dan
hasilnya sesuai dengan hasil histopatologi. Keadaan seperti yang terlihat pada
gambar 4 merupakan keadaan yang penting bagi forensik sebagai penyebab
kematian akibat berlanjutnya penurunan fraksi ejeksi yang menyebabkan
insufisiensi jantung akut atau oleh letal ventrikular takikardi.34
4. Tenggelam
Temuan otopsi pada tenggelam adalah ditemukan adanya lumpur/pasir
atau cairan tempat di mana korban tenggelam dalam saluran napas atau paru,
paru yang menggembung dan kongesti, cairan dalam sinus paranasal,
lambung dan dilatasi paru kanan dan pembuluh darah vena.25 Tanda-tanda
tersebut merupakan variabel-variabel yang diteliti dengan menggunakan MRI
dan kemudian dikonfirmasi dengan temuan otopsi. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa adanya sedimentasi pada trakea dan percabangan bronkus
utama (93%), cairan di dalam sel mastoid (100%), cairan dalam sinus
paranasal (25%) dan 89% paru-paru dengan gambaran ground-glass.
Sementara itu 89% lambung korban mengalami distensi.35 Hasil yang sama
juga ditemukan pada penelitian di Switzerland, meskipun pada penelitian ini
mereka menggunakan MSCT. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa
dengan menggunakan MRI maupun MSCT hasil yang didapat tidak jauh
berbeda dengan hasil temuan otopsi dan histopatologi.36
5. Trauma
Tabel 2. Kemampuan mendeteksi trauma antara PMCT dan otopsi
Trauma tumpul merupakan jenis trauma yang paling sering
Gambar 5. (a) MSCT 3D, model tulang tanpa sternum dan bagian ventral (b) Gambar otopsi
jaringan lunak sekitar vertebra yang fraktur, perdarahan paravertebral
ekstrapleural38
Selain itu, penelitian di Kuwait pada tahun 2012 juga menunjukkan hasil yang
sama antara otopsi virtual dan otopsi konvensional yang dilakukan terpisah pada
kasus kecelakaan lalu lintas, luka tembak, trauma kepala, tenggelam, dan
penjeratan.7
2.5 Keuntungan dan Kerugian Otopsi Virtual
2.5.1. Keuntungan9, 23, 28, 39, 40
1. Otopsi virtual bersifat non-invasif , tidak membutuhkan pisau
bedah serta tidak harus memotong tubuh.
2. Jenazah tidak ditahan lama dan relatif lebih dapat diterima oleh
pihak keluarga.
3. Otopsi virtual efektif dalam studi mengenai luka terutama akibat
tembakan senjata api, karena dapat dipelajari apa yang terjadi
tanpa merusak struktur tubuh.
4. Teknik otopsi virtual yang menggunakan CT scan dapat
memperlihatkan kerangka, gambaran luka, dan kerusakan otak.
Sementara pemindai MRI menghasilkan gambar yang lebih halus
pada jaringan lunak. Angiography memperlihatkan bagian dalam
pembuluh darah.
5. Pemeriksaan yang mudah pada jenazah yang infeksius,
terkontaminasi racun, radionuklir, dan bahan-bahan biologis yang
berbahaya.
6. Tidak perlu pertimbangan dosis radiasi saat melakukan studi
pencitraan post mortem.
7. Memungkinkan berbagi pencitraan data di antara para ahli di
lokasi fisik yang berbeda.
8. Pemanfaatan teknik-teknik visualisasi modern mencakup
kemampuan untuk mendeteksi fraktur kecil yang tidak dapat
terlihat pada otopsi konvensional, mengidentifikasi denistas benda
asing tubuh (yaitu, peluru atau pisau) yang tertanam dalam
jaringan lunak dan memperjelas lintasan luka tembus (yaitu,
peluru, pisau, dll) .
9. Dapat melihat jenazah dari berbagai sudut dan juga bisa
memindahkan lapisan demi lapisan seperti kulit dan otot,
menambahkan dan menghilangkan jaringan serta sistem sisrkulasi,
dapat diperbesar atau diperkecil dan dipotong menggunakan pisau
virtual.
10. Data tersimpan secara digital dan rekonstruksi ulang jenazah dapat
dilakukan bertahun-tahun setelah kejadian saat tubuh jenazah
sudah rusak dan sulit dianalisis lagi.
11. Rekonstruksi 3D berguna di pengadilan karena gambaran yang
dihasilkan lebih mudah dimengerti dibandingkan bahasa medis.
2.5.2. Kerugian9, 23, 39, 40
1. Biaya yang cukup besar
2. Memiliki bias dalam mendiagnosis.
3. Otopsi virtual tidak dapat mendeteksi kematian akibat keracunan
dan hal-hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat.
4. Tidak dapat mendeteksi semua penyebab kematian. Tidak
memiliki kemampuan untuk menunjukkan ekstravasasi kontras
aktif atau proses lainnya yang membutuhkan metabolisme
dan/atau peredaran darah aktif.
5. Tidak dapat memberikan data status infeksi, tidak dapat
membedakan antara luka antemortem dengan luka postmortem,
sulit membedakan artefak postmortem, sulit membedakan
perubahan warna organ, serta melewatkan jaringan kecil.
6. Otopsi Virtual di Indonesia
Otopsi virtual berawal dari penolakan yang kuat dari masyarakat akan
otopsi konvensional dan juga perkembangan yang amat pesat dalam medical
imaging.23, 39
Dunia kedokteran khususnya ilmu kedokteran forensik
senantiasa mengikuti perkembangan dalam konteks keilmuannya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa otopsi virtual telah membawa angin segar terutama dalam
menyelesaikan kasus-kasus tertentu. Pada satu sisi, otopsi virtual lebih baik
jika dibandingkan otopsi konvensional dalam menegakkan diagnosis untuk
kepentingan klinis, akan tetapi tidak untuk kepentingan medikolegal.
Penelitian demi penelitian terus berlangsung sampai saat ini untuk mencoba
mengatasi kekurangan-kekurangan dalam otopsi virtual. Untuk Indonesia,
penerimaan otopsi virtual sebagai pengganti otopsi konvensional tidaklah
serta merta dapat diterima. Banyak hal yang harus dibahas mengenai
penerimaan otopsi virtual di Indonesia. Hal-hal yang harus dipertimbangkan
antara lain:
a. Benefit
Otopsi virtual efektif dalam studi mengenai luka terutama akibat
tembakan senjata api, karena dapat mempelajari apa yang terjadi tanpa
merusak struktur tubuh. Mayat tidak ditahan lama dan relatif lebih dapat
diterima oleh pihak keluarga karena tidak harus memotong tubuh.
Di sisi lain, data yang ada saat ini belum cukup untuk membuktikan
bahwa otopsi virtual lebih unggul dari otopsi konvensional. Otopsi virtual
tidak dapat memperlihatkan dengan jelas kelainan patologi yang ada, tidak
dapat memberikan data status infeksi, tidak dapat membedakan antara luka
antemortem dengan luka postmortem, sulit membedakan artefak
postmortem, sulit membedakan perubahan warna organ, serta jaringan kecil
mungkin terlewatkan.39
b. Biaya
Biaya yang dibutuhkan untuk teknik otopsi virtual cukup besar.
Alat-alat untuk melakukan otopsi virtual belum tersedia di setiap rumah
sakit di Indonesia.
c. Faktor bias dalam mendiagnosis33, 39
d. Otopsi virtual tidak dapat mendeteksi kematian akibat keracunan dan hal-hal
yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat.27
e. Aspek medikolegal otopsi virtual sebagai alat bukti yang sah dalam sistem
peradilan di Indonesia
7. Dasar Hukum Otopsi Virtual
Sampai saat ini belum ada aturan perundang-undangan baku yang
mengatur penggunaan otopsi virtual, terutama dalam bidang medikolegal. CT
scan postmortem dapat membantu mendokumentasikan posisi yang benar
atau salah dari tube, kateter, probe dibandingkan prosedur otopsi lainnya. Hal
ini memberikan keuntungan medikolegal yang besar terutama pada kasus
pasien meninggal selama atau setelah dilakukan prosedur invasif atau invasif
yang minimal.34, 41
Otopsi virtual dapat menjelaskan lima prinsip medikolegal penting
dalam otopsi konvensional yaitu:35
1. Atrium mortis, menjelaskan penyebab kematian.
2. Temuan patomorfologi di tulang, jaringan, dan organ.
3. Reaksi vital, yaitu urutan cedera dan kematian. Apakah cedera didapatkan
sebelum atau setelah meninggal.
4. Rekonstruksi cedera, misalnya akibat kekerasan, biomekanikal, dan dinamis.
5. Rekapitulasi dan visualisasi, dapat menjelaskan sesuai temuan objektif.
Otopsi virtual sebagai alat bukti yang sah dalam sistem peradilan di
Indonesia memerlukan kajian yang lebih lanjut. Terlebih otopsi virtual lebih
mengarah kepada mendiagnosis penyakit. Hal ini berbeda dengan konsep
otopsi forensik yang lebih mengedepankan untuk proses penegakkan hukum
dan peradilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan