Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu). Dalam ilmu kedokteran forensik terdapat satu pemeriksaan terhadap tubuh jenazah yang disebut Autopsia. Autopsia terdiri dari kata Auto yang artinya sendiri dan Opsis yang artinya melihat. Sedangkan yang dimaksud dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh jenazah secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam serta pemeriksaan tambahan lainnya. Autopsi tidak hanya sekedar melakukan diseksi pada organ tapi mempelajari tubuh jenazah secara lebih komprehensif. Tujuan pemeriksaan autopsi adalah untuk menemukan adanya cidera atau proses penyakit yang menjadi sebab kematian. Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut. Kematian pada masa bayi dan perinatal seringkali terjadi, baik secara wajar (natural death) maupun tidak wajar (unnatural death), persalinan membawa banyak resiko bagi bayi meskipun bayi dalam keadaan sehat saat dikandung dan persalinan berlangsung tanpa komplikasi. Hari-hari pertama kehidupan, setelah

bayi terpisah dari ibunya, merupakan keadaan yang sangat berat dan berbahaya jika bayi tidak diasuh dengan keahlian dan perhatian. Kematian wajar dapat terjadi bila timbul gangguan pada masa-masa ini, seperti kekurangan oksigen, kelainan darah (erythroblastosis foetalis) sindroma distres respirasi, dan sebagainya. Setelah masa perinatal berhasil dilalui, masih terdapat ancaman lain terhadap kehidupan bayi. Ancaman tersebut dapat berupa kematian secara tidak wajar seperti kematian mendadak yang tidak disangka pada bayi (cot death) dan penganiayaan terhadap anak yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri yang dilandasi oleh sikap menolak terhadap kelahiran yang seringkali berakhir dengan kematian (The Battered child Syndrome). Untuk kasus-kasus kematian bayi, dokter dan ahli patologi forensik diperlukan untuk memeriksa keadaan neonatus dan bayi untuk mengetahui beberapa kemungkinan penyebab kematiannya. Sambil memikirkan risiko kematian yang umum terjadi dari persalinan dan pada bayi hidup, dokter harus selalu waspada terhadap kemungkinan kematian akibat kecelakaan atau kejahatan. Kematian bayi akibat pembunuhan merupakan sebutan yang bersifat umum bagi setiap perbuatan merampas nyawa bayi di luar kandungan, sedangkan tindakan merampas nyawa bayi yang belum berumur satu tahun oleh ibu kandungnya sendiri saat dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan motivasi takut ketahuan telah melahirkan anak disebut infanticide.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autopsi Forensik a. Pengertian Definisi Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Pengertian autopsi adalah pemeriksaan medis terhadap mayat dengan membuka rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul serta bagian tubuh lain bila diperlukan, disertai dengan pemeriksaan jaringan dan organ tubuh di dalamnya, baik secara fisik maupun dengan dukungan pemeriksaan laboratorium. Tujuan pemeriksaan autopsi adalah untuk menemukan adanya cidera atau proses penyakit yang menjadi sebab kematian. Autopsi tidak hanya sekedar melakukan diseksi pada organ tapi mempelajari tubuh jenazah secara lebih komprehensif. Hal-hal yang terkait dengan pemeriksaan Autopsi adalah : a. Riwayat medis dan keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kematian. b. Pengumpulan dan pendokumentasian barang bukti pada dan di sekitar tubuh korban. c. Fotografi dan pencatatan luka. d. Pemeriksaan luar yang mendetail dari puncak kepala sampai telapak kaki. e. Pemeriksaan organ-organ dalam tubuh melalui pembukaan rongga rongga tubuh. f. Pemeriksaan Histopatologi g. Pemeriksaan laboratorium dan toksikologi terhadap jaringan dan cairan tubuh.

h. Pencatatan hasil pemeriksaan dengan detail, temuan positif dan negatif, dan menyimpulkan sebab dan mekanisme kematian. i. Memperbaiki tubuh jenazah sebelum diserahkan pada keluarga. j. Pembuatan laporan. k. Menjadi saksi ahli dipersidangan bila diperlukan. b. Jenis autopsi berdasarkan tujuan 1) Autopsi Klinik dilakukan terhadapat mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, patogenesis penyakit, dan sebagainya. Untuk autopsi ini mutlak diperlukan izin keluarga terdekat mayat tersebut. Sebaiknya autopsi klinik dilakukan secara lengkap, namun dalam keadaan amat memaksa dapat juga dilakukan autopsi parsial atau needle necropsy terhadap organ tertentu meskipun pada kedua keadaan tersebut kesimpulannya sangat tidak akurat. 2) Autopsi Forensik/Medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Tujuan

pemeriksaan autopsi forensik adalah untuk: 1. Membantu penentuan identitas mayat. 2. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian 3. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan 4. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri, dan seteliti mungkin. 3) Autopsi anatomi dilakukan terhadap mayat korban meninggal akibat penyakit, oleh mahasiswa kedokteran dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia. Untuk autopsi ini diperlukan izin dari korban

(sebelum meninggal) atau keluarganya. Dalam keadaan darurat, jika dalam 2 x 24 jam seorang jenazah tidak ada keluarganya maka tubuhnya dapat dimanfaatkan untuk autopsi anatomi. 2.2 Infanticide a. Pengertian Infanticide adalah tindakan membunuh bayi yang baru saja dilahirkan oleh ibu kandungnya sendiri untuk menutupi kehamilan/kelahirannya. Berdasarkan undang-undang di Indonesia, definisnya adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa melahirkan anak. b. Sejarah Infanticide Berdasarkan penelitian Lilian Williamson (1987), praktik infanticide telah lama dikenal di berbagai benua dan pada berbagai tingkat kebudayaan mulai dari kebudayaan kuno sampai kebudayaan modern. Pada tahun 570-632 SM, di daratan Arab, Bangsa Persia yang bersifat paternalistic melakukan banyak pembunuhan pada bayi perempuan karena dianggap tidak diinginkan dan beban bagi sebuah keluarga. Diperkirakan 30,5 juta bayi perempuan di Cina; 22,8 juta di India; 3,1 juta di Pakistan; 1,6 juta di Bangladesh dibunuh dengan berbagai motif seperti masalah ekonomi dan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk membesarkan hingga menikahkan mereka secara layak. Meskipun kebudayaan terus berkembang kearah yang lebih modern, tindakan Infanticide masih tetap ditemukan. Misalnya saja pada tahun 1966, di Amerika Serikat terjadi 10920 kasus pembunuhan dan satu dari 22 pembunuhan tersebut adalah pembunuhan anak oleh orangtuanya sendiri. Hanya saja motif Infanticide pada masa modern berupa rasa malu akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Marvin Harris dan William Divale menemukan budaya Infanticide di kepulauan Solomon. Di daerah ini beberapa orang membunuh anak pertama mereka dengan alasan kebudayaan dan mengadopsi anak dari kepulauan lain sebagai gantinya. Cina dan India

merupakan Negara dengan angka infanticide terhadap bayi perempuan tertinggi karena menganggap anak perempuan tidak mampu meningkatkan status keluarga misalnya pada saat pemberian mas kawin saat pernikahan, selain itu dianggap wanita tidak dapat mendukung keuangan keluarga, tidak seperti pria yang dapat memberikan financial yang lebih bagi keluarga. c. Hukum yang Mengatur Infanticide Hukum yang mengatur masalah pembunuhan bayi berbeda-beda pada tiap negara. Di Indonesia, dikenal dua istilah yang berhubungan dengan pembunuhan bayi yaitu Kinderdoodslag dan Kindermoord. Perbedaan kedua istilah tersebut hanyalah soal ada tidaknya rencana. Kinderdoodslag dilakukan tanpa rencana sedangkan Kindermoord dengan rencana sehingga hukumannya menjadi lebih berat. Pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pasal 341 KUHP (Kinderdoodslag) Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 2. Pasal 342 KUHP (Kindermoord) Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat akan dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 3. Pasal 343 KUHP Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana. Dengan demikian, pada kasus infanticide terdapat 4 unsur yang penting, yaitu :

1. Pelaku harus ibu kandung korban 2. Korban harus bayi anak kandung sendiri 3. Alasan pembunuhan ialah karena takut akan melahirkan anak 4. Pembunuhan segera dilakukan pada saat anak dilahirkan atau tidak berapa lama kemudian, yang dapat diketahui ada tidaknya tandatanda perawatan Jika pembunuhan bayi tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai Kinderdoodslag (yang sesuai pasal 341 KUHP) atau Kindermoord (yang sesuai pasal 342 KUHP), maka pembunuhan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan/perampasan nyawa yang bersifat umum (murder) sebagaimana yang tercantum dalam pasal 338 dan pasal 340 KUHP dengan hukuman yang jauh lebih berat. d. Pemeriksaan terhadap mayat bayi Pemeriksaan terhadap mayat bayi terdiri dari pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam dan pemeriksaan tambahan. Tujuan pemeriksaan jenazah bayi yang diduga kasus infantiside adalah untuk menetukan bayi viabel atau non viabel, perkiraan umur bayi dalam kandungan, kemampuan hidup diluar kandungan, lahir hidup, bayi sudah dirawat atau belum, penyebab dan mekanisme kematian. Pemeriksaan luar 1) Bayi cukup bulan, prematur, atau non-viabel. Syarat-syarat bayi viabel, antara lain : Lebih dari 28 minggu dalam kandungan Panjang badan (puncak-tumit) >35 cm Lingkar kepala oksipito-frontal >23 cm Berat badan 1000 gr Tidak ada cacat bawaan, contohnya Ektopia kordis (lahir tanpa dinding dada) Syarat-syarat bayi cukup bulan (aterm) : Umur kehamilan >36 minggu Panjang badan (puncak-tumit) >48 cm
7

Lingkar kepala oksipito-frontal >35 cm Berat badan 2500 gr- 3000 gr

2) Tanda Perawatan Bayi Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: a. Tali pusat Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5cm dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke air dapat terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi partus presipitatus (keberojolan). Pada keadaaan ini tali pusat akan terputus dekat perlekatannya pada pusat bayi dengan ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus presipitatus adalah terdapatnya kaput suksedaneum, molase hebat, dan fraktur tulang tengkorak serta ibu yang primipara. b. Verniks kaseosa Pada bayi yang telah dirawat tampak lemak bayi dan bekas-bekas darah telah dibersihkan. Pada bayi yang dibuang ke dalam air verniks tidak akan hilang seluruhnya dan masih dapat ditemukan di daerah lipatan kulit ketiak, belakang telinga, lipat paha dan lipat leher. c. Pakaian Tanda perawatan lainnya yaitu adanya pakaian atau penutup pada bayi.

3) Lahir Hidup atau Lahir Mati Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir hidup atau lahir mati. Mempersoalkan lahir hidup atau lahir mati atas jenazah bayi yang diduga meninggal dunia karena dibunuh menjadi sangat penting sebab kalau ternyata bukti medik menunjukkan bahwa bayi lahir mati berarti dugaan adanya tindak pidana perampasan nyawa menjadi tidak relevan. Penentuan apakah anak dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut: 1. Adanya udara di dalam paru - paru. 2. Adanya udara di dalam lambung dan usus. 3. Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah. 4. Adanya makanan di dalam lambung. a) Lahir mati Lahir mati didefinisikan sebagai tiap hasil konsepsi dengan masa kehamilan 28 minggu atau lebih, lahir spontan atau tidak, dan telah meninggal dunia. Tanda tanda kematian adalah tidak adanya pernapasan atau tanda lain yang menunjukkan bahwa bayi lahir hidup seperti denyut jantung, denyut tali pusat, dan gerakan otot rangka. Tanda-tanda maserasi (aseptic decomposition) merupakan proses pembusukan intrauterin, yang berlangsung dari luar ke dalam (berbeda dengan pembusukan yang berlangsung dari dalam keluar). Tanda tanda maserasi baru terlihat setelah 8-10 hari kematian intrauterin. Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari hanya terlihat perubahan pada kulit saja, berupa vesikel atau bula yang berisi cairan kemerahan. Bila vesikel atau bula pecah akan terlihat kulit berwarna merah kecoklatan. Tanda-tanda lain adalah epidermis berwarna putih dan keriput, bau tengik, tubuh mengalami perlunakan sehingga dada terlihat mendatar, sendi lengan dan tungkai lunak sehingga dapat dilakukan hiperekstensi,

dan otot-otot tendon terlepas dari tulang. Pada bayi yang mengalami maserasi organ-organ tampak basah tetapi tidak berbau busuk. Tanda - tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan paru - paru bayi lahir mati adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan makroskopik paru-paru Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung atau sudah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus ternyata paru-paru telah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir mati maupun lahir hidup. Paru - paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati, konsistensi padat, tidak teraba derik udara, dan pleura yang longgar (slack pleura). Berat paru-paru kira-kira 1/70 kali berat badan. Biasanya bayi lahir mati memberikan hasil uji apung paru negatif (tenggelam). 2. Pemeriksaan mikroskopik paru paru Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksasi meresap dengan baik ke dalam paru -paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan bila paruparu telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig. Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri-ciri paru bayi yang belum bernafas, tetapi merupakan ciri - ciri paru - paru janin yang belum mencapai usia gestasi 25 minggu. Tanda - tanda khas untuk bayi yang belum bernapas adalah adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projectin tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru - paru bayi yang belum bernapas yang sudah membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau

10

Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli, berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection, dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum

terwarnai dengan jelas, masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum membentuk satu lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut tegang, tidak bergelombang, dan tidak terdapat di daerah basis projection. Pada paru-paru bayi lahir mati, mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterin submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf S, bila dilihat dari samping terlihat seperti bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel amnion yang bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas tidak jelas. Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadangkadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda dari maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat menggelembung berisi mekonium, yang merupakan tanda usaha untuk bernapas (struggle to breath). b) Lahir Hidup Lahir hidup adalah hasil konsepsi yang tanpa memandang masa kehamilan, setelah dilahirkan spontan atau tidak, masih atau tidak lagi berhubungan dengan plasenta, dan dapat bernapas atau menunjukkan gejala hidup lain.

11

Jika seandainya bayi menunjukkan gejala hidup (misalnya bernapas atau menangis) saat kedua kakinya masih berada di dalam perut ibunya dan kemudian mati sebelum kedua kakinya keluar, maka bayi tersebut dianggap lahir mati. Perlu dimengerti bahwa tali pusat dan plasenta bukan merupakan bagian dari tubuh bayi. Tanda-tanda bayi lahir hidup antara lain pernapasan, denyut jantung, denyut tali pusat, gerakan otot serat lintang, menangis, dan sebagainya. Sebagian dari tanda kehidupan itu dapat ditanyakan kepada ibunya, tetapi sayangnya tidak semua ibu yang melakukan pembunuhan dapat ditemukan atau mengaku. Oleh sebab itu diperlukan bantuan dokter untuk mengungkapnya. Pemeriksaan yang perlu dilakukan oleh dokter ialah pemeriksaan terhadap: Sistem pernapasan Sistem pencernaan Potongan tali pusat Sistem kardiovaskuler Dalam sistem pernapasan yang terpenting adalah melakukan penilaian terhadap paru-paru, yaitu sudah menunjukkan tandatanda pernah berfungsi atau belum. Pada bayi yang sistem pernapasannya pernah berfungsi akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : 1. Dada sudah mengembang 2. Tulang iga terlihat lebih mendatar 3. Sela iga melebar 4. Paru paru Pemeriksaan makroskopik paru paru Memenuhi rongga dada Tepi tumpul Warna berubah dari merah keunguan menjadi bercakbercak merah muda seperti mozaik (mottlet pink) Perabaan lembut seperti busa

12

Pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan ini dilakukan atas sepotong kecil jaringan paru yang dibenamkan dalam air akan tampak gelembung - gelembung udara.

Bila ditimbang maka beratnya sekitar 1/35 dari berat badan, yang berarti lebih berat bila dibandingkan dengan berat paru - paru yang belum bernapas yaitu sekitar 1/70 dari berat badan.

Tes apung paru (hidrostatik) Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal. Sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago tiroid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium dan benda asing lain tidak megalir keluar melalui trakea, bukan untuk mencegah masuknya udara luar masuk ke dalam paru. Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset bedah dan skalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esofagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil yang meragukan. Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu

13

dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam. Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena ada kemungkinan adanya gas pembusukkan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukkan yang terdapat pada jaringan interstitial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung atau berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar. Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif. Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (partial respiration) yang dapat bersifat buatan (pernapasan buatan) ataupun alamiah (vagitus uterinus atau vagitus vaginalis, yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina). Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik (pemeriksaan mikroskopik) paru harus dilakukan

14

untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup. Bila sudah jelas terjadi pembusukkan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru dengan perangai mikroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung paru negatif (tenggelam) Tes Breslau (tes apung lambung-usus) Tes ini hanya dilakukan pada jenazah segar. Cara melakukan tes ini adalah pertama-tama lakukan pengikatan pada duodenum di dekat pylorus, usus halus di daerah valvula bauhinia dan usus besar di daerah rektosigmoid. Kemudian keluarkan organ-organ tersebut dari rongga perut. Letakkan organ-organ tersebut di wadah berisi air, perhatikan apakah mengapung atau tenggelam, bila mengapung organ apa saja yang mengapung. Udara telah mengisi lambunng setelah 15 menit, usus hakus setelah 1-2 jam, usus besar setelah 5-6 jam dan rectum detelah 12 jam. Tes Wreden-Wendt (tes telinga tengah) Adalah tes yang didasarkan pada masuknya udara kedalam rongga telinga tengah karena terbukanya tuba auditiva eustachii akibat gerakan menelan pada saat bayi bernafas. Cara melakukan tes ini dengan meletakan kepala jenazah bayi dibawah permukaan air, kemudian dengan menggunakan gunting atau pahat kecil yang ditusukan kedalam lubang telinga sampai menembus membrane timpani. Perhatikan apakah ada gelembunggelembung yang keluar. Lakukan tes pada kedua belah telinga. Bila ada, dikatakan tes positif, maka dapat dikatakan bayi sudah pernah bernafas. Tes ini hanya dilakukan pada jenazah bayi yang masih segar, tidak pada jenazah bayi yang telah mengalami pembusukan. 4) Sebab Kematian Bayi

15

Sebab kematian pada bayi dibedakan sebagai kematian wajar (natural neonatal death) dan tidak wajar (unnatural neonatal death). Kematian yang wajar disebabkan oleh kerusakkan otak saat dilahirkan, prolaps tali pusat yang menyebabkan kurangnya aliran oksigen, kelainan plasenta, infeksi intrauteri (misal pneumonia), kelainan darah, trauma kranial akibat persalinan, infeksi ekstra-uterine (misalnya sepsis umbilikal), perdarahan masif pada paru-paru, dan sebagainya. Sedangkan kematian tidak wajar paling sering disebabkan oleh pemukulan, pembekapan, pencekikan, dan penjeratan. Cara lain yang tidak begitu sering adalah menusuk, menggorok leher, atau menenggelamkan bayi. Sedangkan cara yang sangat jarang dilakukan adalah membakar, menyiramkan cairan panas, memberikan racun, memuntir kepala, atau mengubur bayi hidup-hidup. Sebab kematian lain yang perlu dipikirkan kemungkinannya adalah kecelakaan, yaitu jatuh dari gendongan atau saat dimandikan. Terkadang kecelakaan terjadi karena ketidaktahuan dari wanita yang baru pertama kali melahirkan anak. Kecelakaan dapat terjadi pada wanita yang biasa defekasi di sungai, sehingga saat mengejan bayinya jatuh ke dalam sungai. 1. Pemukulan Cara ini merupakan cara yang paling sering ditemukan dalam kasuskasus infanticide. Cara ini biasanya dilakukan oleh orangtua dengan masalah kejiwaan, sosial, dan ekonomi. Anak tersebut merupakan anak yang tidak mereka inginkan. Pada kasus ini sebaiknya dokter melakukan penyelidikan pre-otopsi di tempat kejadian. Penyelidikan meliputi wawancara terhadap orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan bayi, saudara dekat, dan tetangga. Selain itu juga perlu diketahui keadaan sosial orang tua, riwayat medis bayi, dan lokasi umum rumah korban. Pada autopsi sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan Rontgen dengan tujuan dapat menemukan adanya fraktur yang mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan luar.

16

Pembunuhan dengan melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila digunakan cara ini biasanya dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang luas hingga menyebabkan patah atau retak tulang tengkorak dan memar jaringan otak. Sebaliknya pada trauma lahir, biasa hanya dijumpai kelainan yang terbatas, jarang sekali ditemukan fraktur tengkorak dan memar jaringan otak. 2. Pembekapan Pembekapan dapat terjadi tanpa disengaja misalnya saat ibu sedang menyusui tanpa disadari payudara menutupi hidung bayi. Kejadian lain yang mungkin terjadi yaitu saat bayi sedang sakit dan hidungnya tertutup bantal. Alasan-alasan ini sering dijadikan sebagai alibi. Pada Autopsi kasus infanticide biasanya akan ditemukan memar pada bibir dan gusi, sedangkan bintik-bintik perdarahan pada paru yang merupakan tanda-tanda asfiksia seringkali tidak dapat ditemukan. 3. Pencekikan Pencekikan dapat terjadi karena lilitan tali pusat yang menjerat leher. Jejas jerat dan bintik-bintik perdarahan seringkali tidak terlihat dengan jelas. 4. Penjeratan Jerat pada umumnya terdapat in situ pada mayat bayi dan biasanya adalah suatu benda yang terdapat di dekat ibu. Pada jejas jerat dan disekitarnya dapat ditemukan perdarahan kecil-kecil. Pada leher dan muka dapat ditemukan luka lecet akibat tergores kuku si ibu. 5. Penusukkan Alat yang dipakai biasanya alat - alat rumah tangga seperti pisau dapur dan gunting. 6. Pembakaran

17

Biasanya dipakai cara membakar langsung atau menyiram dengan air mendidih. seringkali alasan kecelakaan dipakai untuk

membebaskan diri dari tuduhan. Pembedahan mayat Irisan kulit pada jenazah bayi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi. Pada umumnya tekhnik irisan I lebih sering digunakan pada bayi matur, namun untuk bayi premature atau lebih kecil lagi dapat digunakan tekhnik irisan Y terbalik. Keunggulan teknik ini adalah menghindari umbilicus sehingga pemeriksaan pada vasa umbilicalis dapat dilakukan dengan lebih baik. a) Leher, adakah tanda penekanan,resapan darah pada kulit sebelah dalam. b) Mulut, apakah terdapat benda asing, robekan palatum molle. c) Rongga dada, pemeriksaan makroskopik paru, pemeriksaan histopatologik paru dan tes apung paru. d) Tanda asfiksia, Tardieus spots pada permukaan paru, jantung, timus,dan epiglotis. e) Tulang belakang, apakah terdapat kelainan kongenital atau tanda kekerasan. f) Pusat penulangan pada distal femur, proximal tibia, kalkaneus, talus, kuboid. g) Kepala, kulit kepala disayat dan dilepaskan seperti pada orang dewasa. Tulang tengkorak dibuka dengan gunting dengan cara menusuk Fontanela mayor 1 cm dari garis pertengahan dan dilakukan pengguntingan pada tulang dahi dan ubun-ubun ke depan dan belakang. pada sisi kiri dan kanan. Ke depan sampai kira-kira 1 cm diatas margo superior orbita dan ke belakang sampai perbatasan tulang belakang kepala.digunting kearah lateral sampai 1 cm di atas basis mastoid dengan menyisakan tulang pelipis di atas telinga kira-kira 2 cm. Kedua keping tulang tengkorak dipatahkan kearah lateral. Biasanya duramater ikut

18

tergunting karena melekat erat pada tulang. Perhatikan apakah terdapat perdarahan subdural dan subaraknoid, keadaan falks serebri dan tentorium serebelli terutama pada perbatasannya (sinus rektus dan sinus transversus), lalu otak dikeluarkan seperti pada orang dewasa. Tujuan pembukaan dengan cara ini adalah supaya falks serebri dan tentorium serebeli dalam keadaan utuh dan tiap kelainan dapat diperiksa dengan jelas.

BAB III PENUTUP Untuk menentukan kasus kematian bayi yang disebabkan karena infanticide maka perlu diketahui hal-hal sebagai berikut: 1. Viabilitas bayi Bayi dikatakan viabel bila bayi mempunyai kemampuan untuk

mempertahankan dirinya hidup diluar kandungan tanpa peralatan khusus atau canggih. Bayi dikatakan viable jika memenuhi persyaratan telah dikandung ibunya paling tidak 28 minggu, tidak mempunyai cacat berat (misalnya: anensefali). 2. Tanda tanda perawatan Pada kasus infanticide, biasanya bayi dibunuh segera atau sesaat setelah dilahirkan sehingga tidak ditemukan tanda tanda perawatan. Tanda tanda bayi yang sudah mendapat perawatan adalah : tali pusat telah dipotong dan dibersihkan, verniks kaseosa dan darah telah dibersihkan dari tubuh bayi serta bayi telah diberi pakaian atau pembungkus. 3. Lahir hidup atau mati Penentuan apakah anak dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, dokter perlu melakukan pemeriksaan terhadap: sistim pernapasan, sistim pencernaan, tunggul (potongan) tali pusat,dan sistim kardiovaskular. 4. Cara kematian bayi Banyak cara yang dipergunakan ibu untuk membunuh bayinya. Cara yang paling banyak dipakai adalah pembekapan, pemukulan, pencekikan, dan

19

penjeratan. Cara lain yang tidak begitu sering antara lain menusuk, menggorok leher, atau menenggelamkan bayi. Sedangkan cara yang sangat jarang dilakukan adalah membakar, meracuni, atau mengubur bayi hidup hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, A. Dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik. FKUI. Jakarta 2. Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000. 3. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Ed. I. Binarupa Aksara. Jakarta 4. Ludwig J. Handbook of autopsy practice 3rd ed. New Jersey: Humana Press; 2002. 5. Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik dalam penegakan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar, 2003.

20

Anda mungkin juga menyukai