SKENARIO 1
DOKTER DITUNTUT
Bapak M marah – marah dikamar mayat suatu rumah sakit karena keberatan jika anaknya
yang menjadi korban pembunuhan akan diotopsi, malah beliau akan menuntut dokter dan
rumah sakit jika tetap melaksanakan otopsi terhadap anaknya tersebut. Namun penyidik yang
ada dirumah sakit dengan sabar menerangkan dengan sejelas-jelasnya akan perlunya korban
diotopsi luar dan dalam, tapi tetap saja bapak M menghalang – halangi otopsi sehingga
penyidik mohon kepada dokter untuk memasukkan korban kelemari pendingin selama 2x24
jam.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bila dokter melakukan pembedahan pada orang hidup, tujuannya adalah emlakukan
tindakan medik invasif ke dalam tubuh pasien untuk pengobatan. Bila ini dilakukan pada
orang mati, maka tindakan itu disebut pemeriksaan bedah mayat atau autopsi. Selain kedua
kata ini sering pula disebut pemeriksaan post mortem, necropsi, obduksi, dan seksi. Dalam
istilah Indonesia dipakai bedah mayat atau bedah jenazah. Pemeriksaan post mortem (post-
sudah, mortem-mati) berarti pemeriksaan yang dilakukan pada orang yang telah mati.
Necropsi berasal dari necros (jaringan mati). Seksi berasal dari sectio (potong, bedah).
Autopsi (autopsy) bila diterjemahkan langsung berarti lihat sendiri (auto-sendiri, opsi-lihat).
Sekarang istilah yang terakhir ini yang lebih sering dipakai. Autopsi dimaksud sebagai
pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan pendidikan, hukum dan ilmu
kesehatan.
Autopsi sudah dilakukan sejak beberapa abad yang lalu. Untuk perkembangan
pendidikan di bidang ilmu kedokteran , Raja Frederik II (Jerman) pada abad ke 13 telah
Sejak abad ke 13 dan 14 autopsi telah merupakan bagian dari pendidikan mahasiswa
fakultas kedokteran. Pada mulanya dipergunakan mayat dari autopsi medikolegal, yaitu
korban pembunuhan dan bunuh diri serta korban hukuman itu. Demikian penting peranan
autopsi pendidikan pada masa itu sehingga Giovanni Morgagni (1628-1771) yang dianggap
sebagai Bapak Ilmu Anatomi menyatakan : Those who have dissected or inspected many
2
bodies have at least learned to doubt, while those who are ignorance of anatomy and do not
STEP I
1. Otopsi
2. Pembunuhan
STEP II
STEP III
4. Apakah tindakan Bapak M salah? Apakah tim otopsi tetap otopsi anaknya?
JAWAB
3
5. Otopsi dalam adalah melakukan pembedahan untuk mengukur luas lukanya
STEP IV
KEMATIAN
OTOPSI
PENUNTUTAN
SEBAB
DAN CARA
KEMATIAN
4
STEP V
A. Otopsi
STEP VI
BELAJAR MANDIRI
5
BAB II
PEMBAHASAN
STEP VII
A. Otopsi
Pemeriksaan aytopsi diatur dengan jelas dalam ketentuan hukum. Dalam RIB (Reglememen
Indonesia yang diperbaharui), hukum acara pidana sebelum KUHAP yang berlaku sejak 31
Desember 1981, dinyatakan adanya wewenang pegaiwai penuntut umum dan magistrat
pemeriksaan jenazah.
RIB pasal 68
“Kalau hal itu dianggap perlu oleh penuntut umum, hendaklah ia membawa serta
seorang atau dua orang ahli yang dapat meninimbang sifat dan keadaan kejahatan itu.”
RIB pasal 69
6
Ayat 1: “Bila suatu kematian disebabkan karena kekerasan (ruda paksa) atau suatu
kematian yang sebabnya menimbulkan kerugian, demikan jua halnya dengan lika parah atau
percobaan meracuni seseoang dan makar lain terhadap nyawa seseorang, hendaklah ia
membawa serta seseorang atau dua orang dokter yang akan memberi keterangan mengenai
sebab kematian atau sebab luka dan mengenai keadaan mayat atau keadaan orang yang
Ayat 2: “Hendaklah orang yang dipanggil tersebut, dalam pasal ini dan pasal yang
lalu disumpah dihadapan penuntut umum, bahwa mereka akan memberi keterangan
Dalam ketentuan hukum ini tidak dijelaskan siapa yang menentukan perlu dilakukan
bedah mayat, apakah pihak penyidik atau dokter. Dilema ini akhirnya diatasi dengan
diterbitkanya Instruksi Kapolri tahun 1975, yaitu Instruksi Kapolri: Ins/FJ20/DU/75, yang
mengharuskan aparat kepolisian meminta pemeriksaan lengkap yaitu pemeriksaan luar dan
dalam (autopsi) kepada dokter. Dijelaskan dalam instruksi tersebut: “Dengan visum atas
mayat, badan mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan
Ternyata instruksi kapolri ini tidak mudah dilaksanakan. Masih banyak visum yang
sesuai ketentuan.
Dalam KUHAP yang mulai berlaku pada penutup tahun 1981, terdapat ketentuan
7
Pasal 133 KUHAP :
Ayat 1: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
Ayat 3: “Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
Ayat 1: “Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.”
8
Ayat 3: “Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
Ayat 1: “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”
Ayat 2: “Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau
janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut
Ini berarti di Indonesia menurut KUHAP autopsi hanya dilakukan jika terpaksa.
Sementara dari segi medis pemeriksaan jenazah tanpa autopsi hanya akan menyulitkan dokter
Dalam ketentuan hukum ini dengan tegas dijelaskan bahwa penyidiklah yang
menentukan perlu dilakukan bedah mayat dan bahwa penyidiklah yang menerangkan kepada
keluarga korban bahwa mayat akan diperiksa bagian luar saja atau melalui bedah mayat.
Untuk keperluan penyidikan bila keluarga korban keberatan dilakukan bedah mayat, penyidik
dapat menggunakan pasal 222 KUHP, yaitu sanksi hukum bagi yang menghalang – halangi
9
“Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya 9
Pemeriksaan luar adalah pemeriksaan jenazah dengan mengamati sangat hati – hati atas
kelainan yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan pada tubuh korban dan kemudian dicatat
dan dibuat deskripsi secara sistematis dengan memggunakan titik – titik anatomis yang tetap
pada tubuh korban.Khusus pada korban wanita tidak boleh digunakan puting susu sebagai
titik anatomis, karena puting susu merupakan titik anatomis yang mobile ( tidak tetap ).
Selain itu dianjurkan agar dapat menggunakan titik anatomis yang lebih dekat dengan luka
atau jejas.
Pemeriksaan forensik meliputi pemeriksaan dalam dan luar atas jenazah yang
dimintakan oleh polisi penyidik yang menangani kasus sesuai dengan KUHAP Pasal 133 ayat
1 yang berbunyi “Dalam hal penyidik untuk kepentingan pengadilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
a. Identitas korban
10
Identitas korban yang dimintakan visum termasuk dalam bagian pendahuluan dari Visum
Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban sesuai
dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat permintaan Visum et Repertum ( SPV ). Bila
terdapat ketidak sesuaian identitas korban antara SPV dengan catatan medis atau pasien yang
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, ( nama dokter yang memeriksa ), dokter pada
Rumah Sakit Pirngadi menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala
Kepolisian Medan Area Sektor Medan tertanggal 5 Mei 2016 no: 19/VER/IV/2016, maka
pada tanggal lima mei dua ribu enambelas, pukul sepuluh Waktu Indonesia Barat, bertempat
di Rumah Sakit Pirngadi Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap korban dengan nomor
Umur : 20 tahun
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Khusus untuk mayat ( korban mati ), prosedur permintaan visum telah diatur didalam
pasal 133 dan 134 KUHAP, yaitu dimintakan secara tertulis, mayatnya harus diperlakukan
dengan baik dengan penuh penghormatan, disebutkan dengan jelas pemeriksaan yang
11
diminta, dan mayat diberi label yang memuat identitas yang dilak dan diberi cap jabatan dan
dilekatkan kebagian tubuh mayat tersebut. Pemberian label pada mayat tersebut dimaksudkan
selain untuk memberi identitas pada mayat juga untuk menegaskan bahwa mayat tersebut
Berdasarkan, surat permintaan penyidik, nama : Mr.A, NRP : 01120099, pangkat : IPDA,
Januari 2016, maka Tim Kedokteran Forensik dibawah pimpinan : dr.XXX,SpF, dibantu
dokter muda forensik , beserta staf dari Instalasi Kedokteran Forensik RS Pirngadi pada hari :
Senin , tanggal : 12 Januari 2016 mulai pukul 08.00 sampai pukul 09.00 melakukan
almarhum/almarhumah, Nama : Aldo, Umur : 20 tahun, Jenis Kelamin : Pria, Agama : Islam,
Hasil Pemeriksaan :
1. Label
Pada pemeriksaan luar harus dijelaskan label pada mayat terletak atau terikat pada bagian
tubuh yang mana, terbuat dari apa, berwarna apa, ada atau tidak materai / cap, bertuliskan
apa.
Label terikat pada : jempol kaki kanan korban, terbuat dari : kertas manila, berwarna :
12
Dijelaskan dengan rinci apa yang digunakan untuk menutup/ membungkus mayat
lapis demi lapis, bahannya apa, bertuliskan apa, ukurannya berapa, bila ditutup koran
sebutkan koran apa, terbitan tanggal berapa, bila mayat diikat sebutkan diikat dengan apa,
bila ditutup dengan kain sebutkan jenis kainnya, warnanya, corak/motifnya, merknya bila
ada.
dengan ukuran 53x43x16 cm tertutup tanpa diplester. Bungkus dibuka tanpa alas kardus
berupa koran Padang Ekspress, terbitan 14 november 2007, 4 lembar. Jenazah dibungkus
plastik transparan, kedua ujungnya diikat tali rafia warna biru, plastik dibuka, jenazah
dibungkus kain batik warna coklat tua dan coklat muda, motif bunga – bunga.
3. Perhiasan mayat :
Dijelaskan jenis perhiasan, jumlahnya, dari bahan apa, bentuknya, warnanya, bila
bermata jelaskan.
4. Pakaian Mayat.
Dijelaskan secara lengkap, jenis pakaian, merk, warna dasar, corak dan warnanya,
tulisan, saku – saku dijelaskan jumlahnya, letaknya, isi saku dirinci satu persatu.Selain itu
juga dicatat apabila terdapat robekan, robekan ini diukur dari tepi jahitan atas dan samping,
tepi sobek bagaimana. Kancing hilang atau adanya tanda – tanda kerusakan pada pakaian
karena usaha perlawanan. Bercak pada pakaian berupa darah, cairan sperma, minyak, racun,
13
bekas muntah, faeces, dll harus disimpan untuk dianalisa. Pakaian yang basah diletakkan
ditempat terbuka agar mengering. Pada kasus – kasus yang diduga pembunuhan pakaian tidak
boleh disobek, tapi dilepas satu persatu, tetapi pada kasus kecelakaan lalu lintas baju boleh
disobek.
Jenazah memakai kaos ketat lengan pendek merk Adidas, warna merah jambu, motif
bunga – bunga mawar warna merah pada bagian depan, dan celana jeans selutut warna biru
pudar, tanpa merk bertuliskan “girls” warna merah tua pada bagian depan, bersaku dua pada
bagian belakang, saku berisi hand phone merk NOKIA tipa 3200 warna merah, pada baju
Dijelaskan secar rinci benda apapun yang terdapat didekat mayat pada waktu mayat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi.
Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka
serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan dalam otot habis, maka energi tidak
terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
14
Tingkat kaku mayat ( rigor mortis ) dinilai dengan memfleksikan lengan dan kaki
untuk mengetes tahanan. Kaku mayat mulai tampak kira – kira 2 jam setelah mati klinis,
dimulai dari bagian luar tubuh ( otot – otot kecil )kearah dalam ( sentripetal ). Teori lama
menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kranio kaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku
mayat menjadi lengkap, dipertahankan selam 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan
yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum
terjadi kaku mayat, otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan
Faktor – faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik
sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot- otot kecil dan suhu
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian. Terdapat beberapa kekakuan pada mayat yang menyerupai
kaku mayat;
Adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric Spasm
sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan itensitas yang sangat kuat tanpa
didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan
ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal. Cadaveric Spasme ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi pada
masa perang.
misalnya, tangan yang menggenggam erat banda yang diraihnya pada kasus mati akibat
15
Heat Stiffening
Yaitu kekauan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot – otot berwarna merah
muda, kaku tetapi rapuh ( mudah robek ). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban meti
terbakar. Pada heat stiffening serabut – serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan
fleksi leher, siku, paha, lutut, membentuk sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap
Cold Stiffening
Yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh,
termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi
Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi ( gravitasi ), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu
( livide ) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Dara tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel
pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit paska mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8 – 12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih hilang ( memucat pada penekanan dan dapat berpindah jika
posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis.
Tetapi walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup air sehingga sejumlah darah masih
dapat mengalir dan membentuk lebam mayat ditempat terendah yang baru. Kadang – kadang
dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang
16
cukup banyak, sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot – ototdinding
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian, memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, mengetahui perubahan posisi pada mayat yang
dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memeperkirakan sebab
kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan, menunjukkan
saat kematian kurang dari 8 – 12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam
mayat darah terdapat didalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk
membedakan dengan resapan darah akibat trauma ( ekstravasasi ). Bila pada daerah tersebut
dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau
pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.
Setelah identifikasi dan pengeluaran beberapa pakaian, ras dan seks dilaporkan. Umur
secar nyata dinilai pada anak – anak dengan ukuran dan pada dewasa dengan perubahan pada
kulit dan mata, seperti kehilangan elastisitas kulit, hiperkeratosis senilis, bintik Campbell de
Morgan, purpura senilis dan arkus senilis. Warna rambut, kehilangan gigi dan perubahan
arthritik juga merupakan tanda yang jelas dari penuaan. Umur yang jelas harus dibandingkan
dengan umur yang diperkirakan dan penyelidikan dibuat tentang ketidak sesuaian yang nyata,
hal ini dapat ditemui pada kematian masal dimana terdapat mayat yang tertukar.
17
Panjang tubuh diukur dari tumit sampai puncak kepala. Pada bayi juga diukur lingkar
kepala, Ø fronto occipitale, Ø Mento Occipitale, dan lingkkar dada. Panjang tubuh harus
diukur karena panjang post mortem mungkin berbeda beberapa cm dari tinggi yang diketahui
semasa hidup. Ada beberapa variasi penyebab yang berlawanan, yang tidak perlu dibtalkan
satu swama lain. Contohnya, kelemahan otot memerlukan sendi yang relaks, kecuali bila
kaku sudah ada, tetapi diskus intervertebralis tampak menyusut, sehingga mengalami
pemendekan.
Berat badan dalam kilogram diukur bila tersedia fasilitas, jika tidak ada sebaiknya
ditaksir. Berat badan bayi harus selalu diukur. Bentuk badan dan status gizi harus dinilai pada
Keadaan kebersihan, hygiene, panjang rambut dan jenggot, keadaan jari kaki dan
tangan, urin dan feses dicatat. Beberapa infestasi parasit seperti kuku atau tuma, pada laki –
Warna kulit secara umum dicatat, terutama hipostasis. Cari kongesti atau sianosis dari
wajah, tangan dan kaki. Perubahan warna yang terlokalisasi khususnya anggota badan
unilateral, merngarah pada emboli arteri atau gangren yang baru mulai. Cetakan merah atau
merah kecoklatan diatas sendi – sendi besar mengindikasikan hipotermia. Warna abnormal
yang lain termasuk warna coklat dari methemoglobinemia pada beberapa keracunan, bintik
perunggu dari clostridial septicaemia dan merah gelap dari sianida mirip dengan warna cherry
pink dari carboxyhemoglobin. Pigmentasi ras secara alami akan bermodifikasi dengan warna
8. Identifikasi khusus :
Kelainan kongenital dari beberapa tipe dilaporkan dari talipes equinovarus sampai
spina bifida, dari nevus sampai kaki tambahan. Tanda luar bawaan mungkin penting untuk
18
maksud identifikasi atau dalam hubungannya dengan luka lama dan penyakit. Tattoo,
sirkumsisi, amputasi, luka bekas operasi, deformitas fraktur lama dan bekas luka, luka bakar
atau percobaan bunuh diri pada pergelangan tangan dan kerongkongan dicatat. Sebagai
tambahan, artefak baik yang diluar maupun didalam tubuh, muncul dari percobaan resusitasi
dan harus dibedakan dengan hati – hati dari trauma yang sebenarnya.
9. Rambut :
Dijelaskan secara rinci seluruh keadaan rambut. Yang dimaksud rambut disini mencakup
seluruh rambut yang terdapat pada bagian kepala, yakni meliputi rambut kepala, alis mata,
tidak. Termasuk disini keadaan bagian yang tertutup rambut, apakah tampak pengelupasan
atau tidak, pada bayi dijelaskan keadaan ubun – ubun, apakah masih terbuka, terdapat luka
10. Mata :
Mata harus diperiksa dengan cermat, terutama untuk mendeteksi petekie pada sisi luar
dari kelopak mata, konjungtiva dan sklera. Petekie juga dicari dibelakang telinga dan pada
kulit dari wajah, terutama sekeliling mulut, dagu dan dahi. Disamping itu sangat penting
untuk dilihat apakah mata mayat dalam keadaan tertutup atau terbuka, dilihat keadaan
kekeruhanselaput bening mata ( kornea ) dan lensa, Ø teleng mata ( pupil ), warna tirai mata (
iris ) termasuk kemungkinan pemakaian lensa kontak, selaput bola mata ( konjungtiva bulbi ),
19
Hidung : Dianalisa dengan teliti bentuk hidung, ada kelainan anatomis atau kelainan akibat
Telinga : Dilihat bentuk telinga, apakah ada kelainan atau tidak dan apakah telinga masih
Mulut : Mulut mungkin terdapat benda asing, obat – obatan, gigi yang rusak, gusi dan bibir
yang luka ( terutama frenulum yang ruptur pada kekerasan terhadap anak – anak), dan lidah
yang tergigit pada epilepsi atau pukulan pada rahang ataupun karena menahan sakit sesaat
sebelum kematian. Gigi palsu sebaiknya diidentifikasi dan dipindahkan sebelum otopsi. Isi
lambung dan mulut mungkin tidak mengidentifikasikan regurgitasi ante mortem, tetapi
sebaiknya dicatat. Bubuk kering pada bibir mungkin bisa didapat obat – obatan atau racun;
korosi dari mulut, bibir dan dagu mungkin dapat dilihat pada racun yang mengiritasi.
Perdarahan dari mulut, lubang hidung atau telinga harus dicatat, dan kemudian diteliti sebagai
Pemeriksaan gigi geligi ini apabila dilakukan secara terperinci dapat melibatkan
pemeriksaan yang rumit, mulai dari pemeriksaan yang sederhana sampai pemeriksaan yang
modern. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi ( odontogram ) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manua, sinar X, dan pencetakan gigi serta
rahang. Odontogram memaut data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi
dan sebagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas. Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data
20
Pada tempat – tempat dimana tidak tersedia pemeriksaan gigi geligi yang canggih,
pemeriksaan manual harus dipertajam, periksa gigi geligi dengan meraba dan menhitung gigi
satu persatu dengan tangan, dilihat apakah gigi masih utuh atau sudah ada yang hilang,
apabila sudah ada yang hilang sebutkan bagian gigi mana yang hilang dan digambarkan pada
skema gigi geligi, juga dilihat apakah gigi yang hilang tersebut secara alamiah atau akibat
trauma, dan apabila memungkinkan dilihat juga apakah gigi korban ada tambalan atau bentuk
Muntahan, busa, atau darah mungkin terdapat pada mulut atau lubang hidung, dan
feses serta urin tidak terdapat lagi. Ini harus dihubungkan dengan tingkat dekomposisi post –
mortem, yang sering mengarah pada pembersihan cairan dari orifisium; kebanyakan ahli
patologi forensik mempinyai pengalaman sehingga dipanggil oleh polisi untuk melihat
perdarahan yang fatal, hanya untuk menemukan cairan seperti darah untuk dibersihkan oleh
gas dari mayat yang membusuk. Sekret vagina atau perdarahan dicatat dan pemeriksaan
telinga untuk kebocoran darah atau cairan otak. Ejakulasi semen post mortem dari meatus
eksterna tidak ada artinya dan dapat dilihat pada tiap tipe kematian serta tidak berhubungan
dengan aktifitas seksual segera sebelum mati dan terutama tidak dihubungkan dengan
Genitalia eksterna memerlukan pemeriksaan yang cermat, seperti pada anus. Patulous
anus sering terlihat pada post – mortem, mengarah pada kelemahan sfingter. Mukosa dalam
sering tampak melalui orifisium. Ini juga pada kasus bayi dan anak – anak, diagnosis dari
kejahatan seksual tidak harus diambil tanpa bukti jelas yang lain seperti sediaan apus mukosa
atau swab yang positif untuk semen. Pemeriksaan rutin pada genitalia pria biasanya hanya
menyampaikan inspeksi umum dari penis, glans dan skrotum, dengan palpsi dari testis.
21
14. Luka – luka :
Pengukuran jarak luka dengan titik – titik anatomis dibuat secara proyeksi, untuk kekerasan
tumpul pada badan dan kepala dua ordinat. Satu dari garis pertengahan depan ( GPD ) / garis
Pada kasus pembunuhan biasanya akibat kekerasan tajam, dibuat tiga koordinat dimana satu
lagi diukur dari tumit, sedangkan pada luka anggota gerak atas / bawah hanya dibuat satu
koordinat.
Pada dada kiri 6 cm dari GPD, 3 cm diatas puting susu terdapat luka lecet tekan seluas
Pada lengan atas kiri bagian depan 4 cm diatas lipat siku ditemukan luka terbuka
pinggir tidak rata, sudut tumpul, terdapat jembatan jaringan dengan luas 5x 2 cm.
Pada dahi kiri 6 cm dari GPD, 2 cm diatas sudut mata luar ditemukan luka memar
seluas 4 x 6 cm.
Pada lengan bawah kiri bagian depan, 7 cm diatas pergelangan tangan ditemukan luka
terbuka sudut lancip, pinggir rata, jika dirapatkan membentuk garis lurus sepanjang 4 cm,
Pada dada kiri 5 cm dari GPD, 2 cm dibawah puting susu, 145 cm diatas tumit,
ditemukan luka terbuka, pinggir rata, sudut lancip, jika dirapatkan membentuk garis lurus
22
15. Fraktur :
Diperiksa secara teliti apakah terdapat fraktur pada mayat akibat trauma. Fraktur
disini bisa terbuka atau tertutup, pada fraktur tertutup bagian tulang yang dicurigai fraktur
harus diraba untuk menentukan adanya krepitasi, termasuk disini juga diperiksa apakah juga
terdapat dislokasi.
Visum et Repertum
visum et repertum, dimana bagian – bagiannya tetap memenuhi kaidah yang ditetapkan oleh
undang – undang.
Maksud pencantuman kata "Pro justitia" adalah sesuai dengan artinya, yaitu dibuat
secara khusus hanya untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai surat resmi dan tidak memerlukan meterai untuk menjadikannya
berkekuatan hukum.
Di bagian atas tengah dapat dituliskan judul surat tersebut, yaitu : Visum et Repertum. Pada
umumnya, visum et repertum dibuat mengikuti struktur atau anatomi yang seragam, yaitu :
1.Bagian Pendahuluan.
Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul "Pendahuluan", melainkan langsung merupakan
uraian tentang identitas dokter pemeriksa beserta instansi dokter pemeriksa tersebut, instansi
pemintah visum et repertum berikut nomor dan tanggal suratnya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat
Waktu pemeriksaan dapat dilakukan dalam satu titik waktu dan dapat juga dalam suatu
rentang waktu tertentu yang dapat pendek dan dapat pula panjang (lama).
23
2.Bagian Hasil Pemeriksaan ( Bagian Pemberitaan).
Bagian ini diberi judul "Hasil Pemeriksaan", memuat semua hasil pemeriksaan terhadap
"barang bukti" yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang
tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Untuk itu teknik penggambaran atau
pendeskripsian temuan harus dibuat panjang lebar, dengan memberikan uraian letak
anatomis yang lengkap, tidak melupakan kiri atau kanan bagian anatomis tersebut, serta bila
perlu menggunakan ukuran. Pencatatan tentang perlukaan atau cedera dilakukan dengan
sistematis mulai dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal.
3.Bagian Kesimpulan.
Bagian ini diberi judul "Kesimpulan" dan memuat kesimpulan dokter pemeriksa atas seluruh
hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan atau keahliannya. Pada kesimpulan visum et
repertum kejahatan seksual (perkosaan) harus dijelaskan adanya tanda – tanda persetubuhan
yang didapat dari hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium serta tanda – tanda kekerasan
4.Bagian Penutup.
Bagian ini tidak diberi judul "Penutup", melainkan merupakan kalimat penutup yang
keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan sesuai dengan ketentuan dalam
KUHAP. Visum et repertum diakhiri dengan tandatangan dokter pemeriksa atau pembuat
visum et repertum dan nama jelasnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, visum et
repertum juga bisa ditanda-tangani ganda, yaitu oleh dua orang dokter pemeriksa, atau dokter
pemeriksa dan oleh dokter ahli kedokteran forensik sebagai konsulen mediko-legalnya, atau
24
bahkan oleh lebih dari dua orang dokter. Cara ini digunakan untuk meningkatkan nilai dari
Insisi I, dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak
Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian.
Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal ini
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :
Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang
25
Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya dengan
memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah
teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah
Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang
organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini
juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan,
infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna
yang pucat merupakan tanda anemia. Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya
penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung
A. Dada
Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai
keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu
dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan
septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri
dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik
kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot
jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang
26
sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum
interventrikulorum.
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang
dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan
Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di hilus,
setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian bronkhi dan
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya
dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan
pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung pisau.
Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari
diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru
diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.
Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian
tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke
menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.
Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna
agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa
adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi
27
B. Perut :
Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan
dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum
diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu.
lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu empedu
akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke
arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu. Buluh kelenjar
ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan
dipotong-potong transversal.
Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal.
Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral
dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter
dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara
memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat jalan
sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat
bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu,
28
kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral
ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan
perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine
melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika
melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi,
Urogenital Perempuan :
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan
insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba
diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam uterus,
seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam formalin 10% selama
7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian
semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda
merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi. Usus halus dipisahkan
dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum diikat ganda kemudian
dipotong.
Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.
C. Leher :
29
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu
unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus
pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
D. Kepala :
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau
menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian
menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan
tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji.
Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan
saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di
belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas
dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula
oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala
Tengkorak Neonatus :
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang
masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat. (3)
Pemeriksaan Khusus
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam tindakan
otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes
30
Insisi ”Y”
Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh pria.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan tulang
tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah (incisura jugularis). Lanjutkan
sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di garis pertengahan sampai ke
Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah; tindakan ini
dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali. Dengan kulit daerah leher dan dada
bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan. Tindakan
selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang biasa. Insisi yang lebih dalam
(deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita. Buat sayatan yang letaknya tepat di
bawah buah dada, dimulai dari bagian lateral menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus);
bagian lateral disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan arah garis ketiak
depan (linea axillaris anterior), hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan
kanan).
Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os pubis, dengan
demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada dalam rongga mulut, leher, dan
rongga dada lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi ”Y” yang dangkal. Insisi ”Y”,
dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang sudah diberi pakaian,
tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat. Ada dua macam insisi
”Y”, yaitu :
31
Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa,
sampai ke simpisis os pubis. Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-
iga. Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior, vv.pulmonalis,
a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta. Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ
otaknya. Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan
bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan ke bawah,
ke arah rongga dada; dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai. Insisi ini dimaksudkan
agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan yang minimalpun dapat terlihat;
misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini
Buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis
pubis,potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang
dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3, potong tulang dada setinggi
perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3, setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada
bagian depan kandung jantung dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua
ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),
masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, sampai jantung
terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan pertanda adanya
udara dalam bilik jantung, tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik
jantung kanan, yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90
derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positif,
bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik jantung,
untuk melihat keluarnya gelembung udara, bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus,
32
maka pemeriksaan dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada
jantung, semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes
emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes emboli sistemik
tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra
ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut,
agar tampak gelembung kecil yang keluar, dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130
ml, sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml. Emboli udara, baik yang sistemik
Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru,
misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan
merobek pembuluh venanya. Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk
melalui pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian
bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain,
misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui
jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan
udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini
Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan,
pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak
yang berisi air. Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-
masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua lobus. Apungkan semua lobus tersebut,
33
Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran
5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer. Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil
tersebut, bila terapung, letakkan potongan tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan
dengan menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air. Bila
terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara, bayi tersebut pernah
dilahirkan hidup.
Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap
pernah dilahirkan hidup. Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang
diperiksa itu pernah hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test
emboli udara, yakni mayatnya harus segar. Cara melakukan tes apung paru-paru:
Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4
dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ), buat ”kantung” dari kulit dada
tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm ) pada kantung
tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya gelembung udara
yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut
tampak kollaps,
cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum besar
yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada pneumothorax, tampak gelembung-
Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa
sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan
ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi kumulasi udara,
dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati. Diagnosa pneumothorax yang
34
fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya
dalamoven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari, pakaian yang akan diperiksa, yaitu
yang diduga mengandung butir-butir mesiu, dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring
yang telah diberi alpha-naphthylamine, di atas kertas saring yang mengandung alpha-
naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas saring yang dibasahi oleh aquadest, keringkan dengan
cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan diperiksa, kertas yang
mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring yang basah, test yang positif akan
terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada kertas saring yang mengandung alpha-
naphthylamine; bintik-bintik merah jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu
pada pakaian. Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu khususnya pada
Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga
tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke
dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat
membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai
dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan
difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.
35
Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia,
maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya dilakukan
penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau
luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu dilakukan
pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini diperlukan
pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke
lingkungan.
pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga
penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan
jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak
wajar pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi
selesai dilakukan.
Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena
di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk,
mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.
Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu
tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak
menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini
belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik,
36
Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat penyakit
menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah, keluarga
serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini, walaupun penguburan atau
kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan pengawetan jenazah untuk
jenazah yang ada di Indonesia saat ini pada umumnya masih kurang memperhatikan aspek
kosmetik ini sehingga hasil pengawetannya masih jauh dari sempurna. Keluhan yang biasa
muncul pada pengawetan jenazah cara konvensional dengan formalin adalah muka yang
hitam, kulit yang kaku, obat yang perih dan meleleh dari mulut dan hidung. Dengan
pengembangan metode dan bahan kimia baru, pada saat ini telah berhasil dibuat pengawetan
jenazah yang tidak mengubah warna kulit, tekstur tidak keras, tidak meleleh dan tidak perih,
sebagai embalmer setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan selama 3 tahun. Kasus
yang diawetkan adalah kasus kematian wajar dan kasus kematian tidak wajar setelah
dilakukan autopsi oleh dokter forensik. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi
pendidikan yang khusus mendidik seorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S1
kedokteran tidak ada pelajaran mengenai pengawetan jenazah, sehingga dokter pada
umumnya tidak menguasai tehnik melakukan pengawetan jenazah. Dalam pendidikan S2,
itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia, maka pengawetan jenazah sebaiknya
37
dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter
Karena Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang bertugas
memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar, maka tugas memilah kasus seringkali justru
ada pada embalmer yang menjadi orang pertama yang *memeriksa jenazah. Embalmer di
Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak melakukan pengawetan pada kasus kematian
tidak wajar sebelum dilakukan autopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan
karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat
dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada
kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak Rumah Duka pun dapat saja ikut
dilibatkan sebagai turut tergugat. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan pengawetan
Sertifikat pengawetan jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis forensik diterima di
seluruh dunia. Pada prinsipnya sertifikat adalah tanda pengakuan bahwa seseorang adalah
ahli dan berwenang dan telah melakukan pengawetan jenazah sesuai standar international dan
hasil pekerjaannya. Atas dasar itu tentu dapat dimengerti mengapa beberapa embalmer yang
sebenarnya tidak punya keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengawetan berani
melakukan pengawetan tetapi tidak berani memberikan sertifikat. Dalam hal telah dilakukan
pengawetan tanpa sertifikat dan hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak Rumah
Duka sebagai pihak yang memfasilitasi pengawetan tersebut dapat turut digugat secara
Perawatan Jenazah
38
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah
supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Perawatan jenazah dapat dilakukan
langsung pada kematian wajar, akan tetapi kematian pada tidak wajar pengawetan jenazah
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota/diluar negeri. Pada kematian yang terjadi
jauh dari tempat asalnya terkadang perlu dilakukan pengangkutan atau perpindahan jenazah
dari suatu tempat ketempat lainnya. Pada keadaan ini, diperlukan pengawetan jenazah untuk
Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan cepat membusuk dan potensial
menular petugas kamar jenazah. Keluarga serta orang-orang disekitarnya. Pada kasus
semacam ini, kalau pun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan tetap dilakukan
perawatan jenazah untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit disekitarnya.
menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang
dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasihati
keluarga dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah
resiko penularan penyakit seperti halnya Hepatitis B, AIDS, Kolera dan sebagainya. Tradisi
yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai
bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi HIV
39
B. Tujuan Perawatan Jenazah
- Dengan menyuntikan zat-zat tertentu untuk membunuh kuman seperti pemberian injeksi
formalin murni, agar tidak meningalkan luka dan membuat tubuh menjadi kaku. Dalam
- Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan disisi atau
terlipat didada.
- Tutup kelopak mata atau ditutup dengan kapas atau kasa, begitu pula multu dan telinga.
- Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan
tubuh lainnya.
- Lepaskan semua alat kesehatan dan letakan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman
- Bersihkan tubuh jenasah tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga
- Beritahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular
40
D. Tindakan dikamar jenazah
- Lakukan prosedur baku kewas padaan universal yaitu cuci tangan sebelum mamakai sarung
tangan.
- Jenazah dimadikan oleh petugas kamar jenasah yang telah memahami cara membersihkan
- Bungkus jenazah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan
- Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung
tangan
- Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik atau pengawetan kecauli oleh petugas khusus
- Jenazah tidak boleh diotopsi, dalam hal tertentu, otosi dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakanoleh petugas rumah sakait yang telah
41
- Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila tekenah darah atau cairan
tubuh lain.
- Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang
- Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpuahan darah atau cairan tubuh lainnya
- Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan :
- Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesua pengolah sampah medis.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau
penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan
bisa berkembang berkat ketekunan kerja para ahlinya dan mendorong berkembangnya aturan
hukum yang mengatur hak dan kewajiban keduanya saat berinteraksi. Otopsi dilakukan
terhadap mayat seseorang yang diduga akibat suatu penyakit dan dengan persetujuan tertulis
ahli warisnya. Tidak lengkapnya pelaksanaan prosedur otopsi akan berakibat tidak dapat
42
ditentukannya sebab kematian. Di Indonesia otopsi sangatlah rendah maka Rumah Sakit yang
Dengan pembahasan diatas jelas bahwa sangatlah penting Otopsi di Indonesia. Dan di
bidang kedokteran, Otopsi berdiri sendiri dan ada hukum-hukum tersendiri pula. Jadi tidak
pelu kita bimbang atas perkara ini yaitu Otopsi, karena orang-orang yang dapat melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 187-9.
Chadha, PV. Otopsi Mediko-Legal. Dalam: Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi
Kelima.
43
Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Haglund WD, Sorg MH. Forensic taphonomy, the postmortem fate of human remains.
Spitz WU, Fisher RS. Medicolegal investigation of feath. 2nd ed. Springfield: Charles C
Hamzah A. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV Sapta Artha Jaya, 1996
Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 187-9.
ANGGOTA :
Isnadiar (7113080056)
44
Cut Syella Rica (7113080318)
45