Anda di halaman 1dari 17

PEDOMAN BEDAH MAYAT (OTOPSI)

DI RUMAH SAKIT HARAPAN MULIA


BAB I
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Otopsi secara bahasa berarti pengobatan penyakit dengan jalan memotong
atau mengiris bagian tubuh manusia yang sakit atau operasi. Dalam bahasa
arab dikenal dengan istilah Jirahah atau amaliyah bil al jirahah yang berarti
melukai, mengiris atau operasi pembedahan. Bedah mayat oleh dokter Arab
dikenal dengan istilah at tashrih jistul al mauta. Dalam bahasa inggris dikenal
istilah autopsy yang berarti pemeriksaan terhadap jasad orang yang mati
untuk mencari sebab-sebab kematianya.

Dalam terminologi ilmu kedokteran otopsi atau bedah mayat berarti suatu
penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau organ
tubuh dan susunanya pada bagian dalam setelah dilakukan pembedahan
dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk
kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak
kriminal.

Otopsi (juga dikenal sebagai pemeriksaan post-mortem atau obduction)


adalah pemeriksaan tubuh orang mati dan dilakukan terutama untuk
menentukan penyebab kematian ,untuk mengidentifikasi atau menggolongkan
tingkat negara penyakit bahwa seseorang mungkin memiliki , atau untuk
menentukan apakah pengobatan medis atau bedah tertentu telah efektif . Di
lembaga-lembaga akademik , otopsi terkadang juga diminta untuk tujuan
pengajaran dan penelitian . Otopsi forensik otopsi dengan implikasi hukum
dan dilakukan untuk menentukan apakah kematian adalah kecelakaan ,
pembunuhan , bunuh diri , atau peristiwa alam . Kata otopsi berasal dari kata
Yunani autopsia : "melihat dengan mata sendiri". Otopsi dilakukan oleh ahli
patologi , dokter yang telah menerima pelatihan khusus dalam diagnosis
penyakit dengan pemeriksaan cairan tubuh dan jaringan.

B. PEMBAGIAN OTOPSI
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa
fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke
rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu
kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah
diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya
satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum,
hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang
mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal
1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal
pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHP perdata
pasal 935. (1,2,3)
2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi
akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian
yang pasti, menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis
postmortem,pathogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis
dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris
sendiri yang memintanya.
3. Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang
diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus
kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas
permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara.
Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
a. Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau
belum jelas.
b. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan
saat kematian.
c. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan
identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan.
d. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam
bentuk visum et repertum.

C. OTOPSI MEDIKOLEGAL
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif
pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopso medikolegal adalah :


1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.
2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang
berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk
otopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus
dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus
berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda
identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi


forensik/medikolegal :
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan
dilakukan, termasuk surat izin keluarga, surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud
dalam surat tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya
kematian selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk
pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk
otopsi tidak diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :
a. Timbangan besar untuk menimbang mayat.
b. Timbangan kecil untuk menimbang organ.
c. Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
d. Gunting, berujung runcing dan tumpul.
e. Pinset anatomi dan bedah.
f. Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
g. Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
h. Gelas takar 1 liter.
i. Pahat.
j. Palu.
k. Meteran.
l. Jarum dan benang.
m. Sarung tangan.
n. Baskom dan ember.
o. Air yang mengalir

Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam


pembuatan laporan otopsi.
D. DASAR HUKUM
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter
dalam membantu peradilan:
1. Pasal 133 KUHP :
a. Ayat 1
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.

b. Ayat 2
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.

c. Ayat 3
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat
diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.

2. Pasal 134 KUHP

a. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian


bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
b. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
c. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat (3) undang-undang ini.
3. Pasal 179 KUHP
a. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
b. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam
bidang keahliannya.

E. PEMERIKSAAN LUAR
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika
pemeriksaan luar adalah :
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan
pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama
berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap
mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar
jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas
sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi
bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian,
ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan
tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada
tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat
isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk
serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
a. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
b. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan
ada tidaknya spasme kadaverik.
c. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga
suhu ruangan pada saat tersebut.
d. Pembusukan.
e. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan
umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan,
disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas
khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit,
anomali dan cacat pada tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.
Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara
memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi
kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda
kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata,
warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak
perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau
patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi
dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu,
kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran
pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara
menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat
kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya.
Pada wanita dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior,
periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan,
perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan,
ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau
pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap
luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan
penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka
diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan
mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua
puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang
satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada
dan dua sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu.
Sedangkan ujung yang lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah
melalui tulang dada dan empat sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua
puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian pemeriksaan dalam, ditulis organ
apa saja yang tertusuk.

F. PEMERIKSAAN DALAM
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
1. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai
prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai
simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat.
2. Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan
kemudian.
3. Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati
dan dicatat :
1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita
pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas
inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya
pembesaran.
2. Bentuk.
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang
lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika
terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh
tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu.
Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada
saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi
yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang
kuat.
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur
permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ
tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah
yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak,
lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna
yang pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan


khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari
dugaan penyebab kematian. (4)

Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh, yaitu :


1. Dada
a. Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava
inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung
pisau dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan
dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis
dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum
interventrikulorum.

Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena


pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui
katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks
dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang
sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen
ovale, septum interventrikulorum.

Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai
dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan
sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan
septum interventrikulorum.

b. paru-paru
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan
pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis
dibuka dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis.
Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari


sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan
bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan
tangan yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari
tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari
diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior.
Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan
lain kemudian diukur.

Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-


paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang
rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan
ke sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi
dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.

Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium


dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak
kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat,
dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang
menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi
kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat
perikardium.

2. Perut
a. esofagus-lambung-duodenum-hati
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus
diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus
dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang
biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu.

Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum.


Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian.
Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian
dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah
hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.

Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas.


Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.
Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian
dipotong longitudinal.

Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul,
perhatikan mukosa dan isinya, cacing.
b. Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan
suatu insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong
pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul
kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara memasukkan
jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul
membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama
pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk
dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari
kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari
sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma
pelvis.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan


longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai
kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya.
Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine melalui
uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian
terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan
besarnya penampang.

Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal,


perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi
dapat ditarik seperti benang.

c. Urogenital perempuan
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus
dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke
kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak
lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.

Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke


dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum
difiksasi dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan
tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya
direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat
sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan
histopatologi.
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan,
duodenum dan rektum diikat ganda kemudian dipotong.

Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim,


folikel, dan septa.

3. Leher
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil
dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas,
kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus
dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
a. Kepala
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri
dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut
terlalu banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke
belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan
menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan
dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan.
Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx serebri
digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh
darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula
oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan
sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan
cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus
dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak
besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema,
kontusio, laserasi serebri.

4. Tengkorak Neonatus
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting
sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak
dengan mudah dapat diangkat.

G. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam
tindakan otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan
leher, tes emboli udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes
alphanaphthylamine.
Insisi ”Y”
Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh
pria.
1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar
dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian
tengah (incisura jugularis).
2. Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di
garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari daerah
umbilikus.
3. Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah;
tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.
4. Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat
dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.
5. Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang
biasa.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :
Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.
Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi
dalam formalin 10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa,
pankreas, otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat,
uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan
adanya kelainan.
a. Pemeriksaan toksikologi
1) Lambung dan isinya.
2) Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan
pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
3) Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari
perifer (v,jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50
ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain
tidak diberi bahan pengawet.
4) Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
5) Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat
khususnya atau bila urine tidak tersedia.
6) Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan
sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah
mengalami pembususkan.
7) Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan
diekskresikan melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk
keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
8) Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
9) Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan
otot,
10) lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-


banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:

Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh


pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat
digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl
mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.

b. Pemeriksaan bakteriologi
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan
limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan
menempelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah
jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah dalam
tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut
di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa
dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung
dikirim ke laboratorium bakteriologi.

Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati. Mungkin perlu
dilakukan untuk melihat parasit malaria.Sediaan hapus lainnya adalah
dari tukak sifilis atau cairan mukosa.
1) Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa
biokimia.
2) Pemeriksaan urine dan feces.
3) Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
4) Cairan uretra.
BAB II
PENGERTIAN FORENSIK

A. PENGERTIAN
Pengertian Ilmu forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan
hukum dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam
pengadilan dalam memecahkan kejahatan. Informasi penting yang
diberikan oleh ilmu forensik membantu sistem keadilan berjalan.

Forensik (forensic) adalah merupakan bidang ilmu pengetahuan yang


digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses
penerapan ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal
antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi
forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu
psikiatri forensik, komputer forensik, dan sebagainya.

Secara Umum Ilmu Forensik adalah ilmu untuk melakukan pemeriksaan


dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian
perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan. Atau juga
dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan
tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan peradilan.

B. TAHAP-TAHAP ILMU FORENSIK


Tahap-tahap forensik diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Pengumpulan (Acquisition)
2. Pemeliharaan (Preservation)
3. Analisa (Analysis)
4. Presentasi (Presentation)

C. RUANG LINGKUP FORENSIK


1. Kriminalistik
2. Kedokteran Forensik
3. Toksikologi Forensik
4. Odontologi Forensik
5. Psikiatri Forensik
6. Entomologi
7. Antrofologi
8. Serologi / Biologi Molekuler Forensik
9. Farmasi Forensik.
D. INFORMASI
Untuk dapat membuat terang suatu perkara dengan cara memeriksa dan
menganalisa barang bukti mati, sehingga dengan ilmu forensik haruslah
didapat berbagai informasi, yaitu
1. Information on corpus delicti, dari pemeriksaan baik TKP maupun
barang bukti dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana .
2. Information on modus operandi, beberapa pelaku kejahatan mempunyai
cara – cara tersendiri dalam melakukan kejahatan dengan pemeriksaan
barang bukti kaitannya dengan modus operandi sehingga dapat
diharapkan siapa pelakunya .
3. Linking a suspect with a victim, pemeriksaan terhadap barang bukti di
TKP ataupun korban dapat mengakibatkan keterlibatan tersangka
dengan korban, karena dalam suatu tindak pidana pasti ada material dari
tersangka yang tertinggal pada korban.
4. Linking a person to a crime scene, setelah terjadi tindak pidana banyak
kemungkinan terjadi terhadap TKP maupun korban yang dilakukan
oleh orang lain selain tersangka mengambil keuntungan.
5. Disproving or supporting a Witness ’s Testimony, pemeriksaan terhadap
barang bukti dapat memberikan petunjuk apakah keterangan yang
diberikan oleh tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak.
6. Identification of a suspect, barang bukti terbaik yang dapat digunakan
untuk mengindentifikasi seorang tersangka adalah sidik jari, karena
sidik jari mempunyai sifat sangat karakteristik dan sangat individu bagi
setiap orang.
7. Providing Investigative leads, pemeriksaan dari barang bukti dapat
memberikan arah yang jelas dalam penyidikan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah penulis uraikan di atas maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Islam membolehkan bahkan wajib hukumnya untuk membedah perempuan
hamil yang telah meninggal guna menyelamatkan janin yang diperkirakan
masih hidup dalam kandungan dan wajib dilakukan bedah mayat apabila
menelan harta orang lain, karena menyangkut hak orang lain yang dapat
mengganggu mayat di dalam kubur dan pengadilan akhirat kelak.
2. Otopsi yang dilaksanakan guna menyelamatkan manusia, pendidikan dan
penegakan hukum diperbolehkan dalam Islam, sepanjang hal itu tidak
melewati batas dan guna kemaslahatan manusia sebagai makhluk hidup.
3. Beberapa pendapat ulama hanya disinggung dua permasalahan saja,
diperbolehkan membedah mayat yakni hanya kepada seseorang yang
sedang mengandung kemudian meninggal dunia, sedang janin yang ada
didalam perutnya diperkirakan masih hidup dan juga dalam hal jika
seseorang meninggal dunia dan didalam tubuhnya terdapat benda
berharga, maka harus bahkan wajib membedah perutnya.

B. SARAN
1. Dalam pelaksanaan otopsi sebaiknya dokter memperhatikan kode etik
yang berlaku dan tetap menghotmati mayit selama otopsi berlangsung
maupun setetelah otopsi.
2. Dokter tidak ragu dalam mengotopsi guna kepentingan umum, juga
penegak hukum dalam rangka pembuktian.
3. Hendaknya apabila mayat yang di otopsi itu perempuan, maka dokter yang
memeriksa juga perempuan, kecuali apabila memang tidak ditemukan
dokter perempuan.

Anda mungkin juga menyukai