Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM KASIH INSANI
PNEUMONIA PADA ANAK
Pengertian (Definisi) Pneumonia adalah penyakit peradangan yang mengenai
parenkim paru.Sebagian besar disebabkan oleh mikro
organisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain
(aspirasi, radiasi) dlL
Anamnesis 1. Di awali infeksi saluran nafas akut bagian atas.
2. Batuk.
3. Demam tinggi terus menerus.
4. Sesak nafas
5. Kebiruan disekitar mulut.
6. Menggigil (pada anak)
7. Kejang (pada bayi)
Pemeriksaan Fisik 1. Demam, suhu > 38 C
2. Dispnea
3. Takipnea
4. Retraksi dinding dada (chest indrawing)
5. Nafas cuping hidung, sianosis
6. Gerakan dinding dada dapat berkurang pada daerah
yang terkena.
7. Ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena
Kriteria Diagnosis 1. Kriteria Anamnesa diatas
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis Pneumonia ICD 10 : J18.9
Diagnosis Banding 1. Bronkiolitis
2. Payah jantung
3. Aspirasi benda asing
4. Abcess paru
Pemeriksaan 1. Darah Lengkap
Penunjang 2. Urine Lengkap
3. Foto Dada
4. Analisa Gas Darah
Terapi 1. IVFD: sesuai umur dan berat badan.
2. Pemberian Oksigen 1 – 2 liter/menit
3. Obat-obatan: < 3bln : Ampisilin 100 mg/kgBB/24 jam
dalam 4 dosis ditambah Gentamisin 5mg/kgbb/24 jam
dalam 2 dosis.
4. > 3bln: Sakit tidak berat : Ampisilin, 100 mg/kgBB/24
jam dalam 4 dosis atau Amoksisilin 50 – 100 mg/kgBB
dlm 3 dosis atau Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/ dalam
4 dosis.
5. Sakit berat (chest indrawing) diberikan Sefalosporin
100 mg/kgBB/24 jam dalam 2 dosis.
Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak
RSUP Manado Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Unsrat Manado
2. Pedoman Diagnosia dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya Edisi
III 2008
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM KASIH INSANI
BRONKIOLITIS
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi pernafasan akut
Pengertian (Definisi) bagian bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada bronkiolus
Anak < 2 thn didahului infeksi saluran nafas akut bagian
atas dengan gejala :
1. Batuk
Anamnesis 2. Pilek
3. Demam sub febris
4. Sesak nafas makin hebat dengan nafas dangkal dan
cepat
1. Demam
2. Dispnea dengan expiratory effort
3. Retraksi dinding dada
4. Nafas cepat dangkal dengan nafas cuping hidung
Pemeriksaan Fisik
5. Sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah
6. Auskultasi: Ronkhi basah halus nyaring pada akhir atau
awal inspirasi
7. Perkusi : hipersonor
1. Kriteria anamnesa diatas
Kriteria Diagnosis
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis Bronkiolitis ICD-10 : J21
1. Asma bronkial
2. Aspirasi benda asing
Diagnosis Banding 3. Bronkopneumonia
4. Gagal jantung
5. Miokarditis
1. Darah lengkap
Pemeriksaan 2. Analisa Gas Darah
Penunjang
3. Foto Dada
1. Oksigenasi
2. IVFD, sesuai berat badan, peningkatan suhu dan status
hidrasi
3. Koreksi terhadap gangguan elektrolit yang mungkin
timbul
Terapi
4. Antibiotik pada keadaan umum yang kurang baik, curiga
infeksi sekunder.
5. Kortikosteroid: deksametason 0,5 mg/kgbb dibagi 3-4
dosis.
6. Nebulisasi β agonis: salbutamol 0,1 mg/kgBB/dosis
sehari 4- 6 kali diencerkan dgn Normal Salin.
1. Penjelasan perlanan penyakit
Edukasi
2. Penjelasan perawatan di rumah
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak
RSUP Manado. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Unsrat Manado
Kepustakaan 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr Soetomo Surabaya Edisi I.
2008
3. Buku Ajar Respirologi Anak IDAI edisi Pertama 2008
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM KASIH INSANI
DEMAM TIPHOID
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan
oleh kuman gram negatif Salmonella typhi, menyerang
Pengertian (Definisi) saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 1
minggu, gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran.
1. Demam berlangsung 1- 2 minggu.
2. Gangguan saluran cerna: mual muntah.obstipasi,
Anamnesis diare.
3. Gangguan kesadaran berupa delirium, apatis,
somnolen, sopor bahkan koma.
1. Demam
2. Bibir kering dan pecah-pecah
Pemeriksaan Fisik 3. Lidah tertutup selaput kotor, ujung dan tepinya
kemerahan. Perut kembung disertai pembesaran hati
dan limfa yang nyeri tekan.
1. Kriteria anamnesis diatas
2. Tanda klinis diatas
Kriteria Diagnosis
3. Laboratoris: Lekopenia, anesonofilia, Ig M Salmonela
positif
Diagnosis Demam Tiphoid ICD-10 : A01.0
1. Kriteria anamnesis diatas
2. Tanda klinis diatas
Diagnosis Banding
3. Laboratoris: Lekopenia, anesonofilia, Ig Salmonela
positip
1. Darah lengkap
Pemeriksaan 2. Urine lengkap
Penunjang 3. Feses lengkap
4. Ig M Salmonela
1. IVFD sesuai umur dan berat badan
2. Diet tinggi kalori dan protein, lunak dan mudah
dicerna.
3. Obat-obatan: Pilihan pertama: Kloramfenikol 50
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 dosis, oral atau iv
selama 14 hari, Bila terdapat kontra indikasi
Terapi pemberian kloramfenikol, dapat diberi Ampisilin 200
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis selama 21 hari.
Atau Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4
dosis. Pemberian oral /intravena selam 21 hari atau
4. Kotrimoksasol dengan dosis TMP 8 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 2 kali pemberian oral selam 14 hari
5. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III.
6. Obat pilihan ketiga adalah Meropenem.
7. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan
dosis 50 mg/kgBB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau
80 mg/kgBB/hari sekali sehari, intra vena selama 5- 7
hari
1. Penjelasan perjalanan penyakit
Edukasi 2. Penjelasan perawatan dirumah
3. Menjaga higine sanitasi lingkungan tempat tinggal.
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak
RSUP Manado. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Unsrat Manado
Kepustakaan 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr Soetomo Surabaya Edisi I.
2008
3. Buku Ajar Respirologi Anak IDAI edisi Pertama 2008
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM KASIH INSANI
KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
Pengertian (Definisi) karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC)
yang disebabkan oleh proses ekstra kranium.
1. Adanya riwayat kejang demam pada anggota keluarga.
2. Demam oleh karena infeksi saluran pernapasan atas,
Anamnesis
otitis media, pneumonia, gatroenteritis dan infeksi
saluran kemih.
1. Demam oleh karena proses ekstra kranial
2. Bentuk kejang demam ada 2 yaitu :
a. Kejang demam sederhana, dengan ciri-ciri: kejang
berlangsung singkat, < 15 menit kejang umum,
tonik klonik umumnya berhenti sendiri tanpa
Pemeriksaan Fisik gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam.
b. Kejang demam komplikata, dengan ciri-ciri :
kejang lama > 15 menit kejang fokal atau parsial
satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
3. Tidak ada kelainan neurologis
1. Kriteria anamnesis
Kriteria Diagnosis
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
Diagnosis Kejang Demam ICD-10: R56.0
1. Meningitis
Diagnosis Banding 2. Ensefalitis
3. Abses otak
1. Tidak Rutin
Pemeriksaan 2. Untuk mencari sumber infeksi: Darah lengkap, AGD,
Penunjang Elektrolit
3. X ray, CT Scan, EEG (tidak rutin)
1. Saat Kejang:
a. Diazepam 0.3-0.5 mg/kgBB/dosis iv, 0.4-0.6
mg/kgBB/dosis/rektal supp
b. Turunkan demam: antipiretik Parasetamol 10
mg/kgBB/dosis per oral, atau Ibuprofen 5-10
Terapi mg/kgBB/dosis per oral 3-4 x/hari.
c. Antibiotik: sesuai penyakit dasarnya.
d. Suportif: bebaskan jalan nafas, oksigen
2. Pencegahan kejang:
Kejang demam sederhana: diazepam 0,3
mg/kgBB/dosis per oral dan antipiretik saat anak
demam.
3. Pencegahan Kontinyu: untuk kejang komplikata
dengan asam valproat 15–40 mg/kgBB /hari per oral
dalam 2-3 dosis
1. Penjelasan perjalanan penyakit
Edukasi
2. Penjelasan pencegahan di rumah
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak
RSUP Manado Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat
Manado 1992
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Kepustakaan
Kesehatan Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya Edisi III
2008
3. Buku Ajar Neurologi Anak Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cetakan ke -2 Jakarta 2000
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017 - 2018
DR. AZHAR ZAHIR
HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar
Pengertian (Definisi)
glukosa darah kurang dari 45 mg/dl.
1. Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi,
gangguan pernafasan
2. Riwayat bayi prematur
3. Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
4. Riwayat bayi kecil untuk Masa kehamilan ( KMK)
5. Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Melitus
Anamnesis
6. Faktor resiko hipoglikemia:
a. Neonatus puasa
b. Neonatus dgn polisitemia
c. Neonatus dgn eritroblastosis
d. Obat-obatan maternal misalnya steroid, beta
simpatomimetik dan beta bloker.
1. Jitteriness
2. Sianosis
3. Kejang atau termor
4. Letargi dan menyusui yang buruk
Pemeriksaan Fisik
5. Apnea
6. Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
7. Hipotermia
8. Respiratory distress syndrome
1. Pemantauan glukosa di tempat tidur merupakan
tindakan yang tepat untuk penapisan dan deteksi
Kriteria Diagnosis awal.
2. Hipoglikemia harus dikonfirmasi oleh nilai serum dari
laboratorium jika memungkinkan.
Diagnosis Hipoglikemia ICD-10: P70.3
1. Insufisiensi adrenal
2. Kelainan jantung
3. Gagal ginjal
Diagnosis Banding
4. Penyakit susunan saraf pusat
5. Sepsis
6. Asfiksia.
Pemeriksaan Analisis gula darah
Penunjang
1. Monitor:
Pada hari pertama untuk bayi yg beresiko (BBLR,
BMK, bayi dengan ibu DM):
 periksa kadar glukosa saat bayi datang sampai
umur 3 jam
 Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai
pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali
pemeriksaan
 kadar glukosa < 45 mg/dl atau gejala positif tangani
hipoglikemia
2. Penangan hipoglikemia dengan gejala:
 Bolus glukosa 10% 2 ml/kgBB pelan-pelan dengan
kecepatan 1 ml/menit
 Pasang IV Dekstrose 10% sesuai kebutuhan
(infus glukusa 6-8 mg/kg/menit).
 Periksa glukosa darah pada: 1 jam setelah bolus
Terapi dan tiap 3 jam.
 Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau
tanpa gejala, ulangi seperti diatas.
 Bila kadar glukosa > 45 mg/dl dalam 2 kali
pemeriksaan, maka:
 IV diteruskan
 Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
 Bila kadar glukosa turun, ulangi bolus dekstrose
10% 2 ml/kgBB
 Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa tiap 12
jam, bila 2 kali pemeriksaan kadar glukosa dalam
batas normal, pengukuran dihentikan
3. Bila hipoglikemia persiten (hipoglikemia lebih dari 7
hari)
 Kosultasi endokrin.
 Terapi kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari
atau prednison 2 mg/kg/hari per oral
1. Penjelasan perjalanan penyakit
Edukasi
2. Penjelasan perawatan di rumah
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
1. Materi Pelatihan Penatalaksanaan BBLR untuk
Pelayanan kesehatan Level I-II Perinasia. Jakarta
Kepustakaan
2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo Surabaya Edisi III
2008
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017 - 2018
DR. AZHAR ZAHIR
DIARE AKUT
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 x sehari,
Pengertian (Definisi)
dengan/tanpa darah dan atau disertai lendir dalam tinja
1. Defekasi lebih dari 3 x sehari.
2. diare encer, tanpa/disertai darah dan lendir.
3. disertai atau tanpa panas badan
Anamnesis
4. mual, muntah
5. perut kembung
6. berat badan turun.
1. Suhu badan meningkat
2. Cengeng, gelisah
3. Ubun-Ubun Besar cekung
Pemeriksaan Fisik 4. Mata cowong dan air mata berkurang
5. Bising usus meningkat
6. Turgor kulit menurun
7. Kembung
1. Kriteria anamnesis
Kriteria Diagnosis
2. Pemeriksaan fisik
1. Diare tanpa dehidrasi
2. Diare dehidrasi ringan-sedang (rasa
haus dan oliguria ringan + turgor kulit
turun, ubun-ubun Besar cekung, Mata
Diagnosis ICD 10: A09
cekung )
3. Diare dehidrasi berat (no 2 +
somnolen, spoor, koma dan
pernafasan Kussmaul, renjatan)
Diagnosis Banding Diare Kronik
1. Darah lengkap
Pemeriksaan 2. Elektrolit
Penunjang 3. Feses lengkap
4. Kadar gula darah acak
1. Penatalaksanaan dehidrasi sesuai tingkat dehidrasi
dengan pemberian RL (rehidrasi)
2. pemberian Zink sesuai dengan dosis <6 bulan : 10
mg/ hari dan >6 bulan 20mg/hari
3. Probiotik
Terapi
4. Dukungan nutrisi
5. Pemberian antibiotik dengan indikasi
6. Edukasi
7. Perbaikan gangguan elektrolit
1. Banyak minum
Edukasi
2. Pantau tanda dehidrasi
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
Tim adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di
Kepustakaan Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/
WHO. Jakarta: WHO-Indonesia, 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
KESEHATAN ANAK
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
ASMA EKSASERBASI AKUT
Pengertian (definisi) Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode peningkatan
yang progesif (perburukan) dari gejala-gejala asma, yaitu
sesak napas, batuk, wheezing, rasa dada tertekan, atau
berbagai kombinasi gejala tersebut. Serangan asma
ditandai oleh penurunan PEF atau FEV1. Derajat serangan
asma bervariasi mulai dari yang ringan sedang hingga
serangan yang mengancam jiwa. Perburukan pada
serangan asma dapat terjadi dalam beberapa menit, jam,
atau hari. Serangan asma akut biasanya timbul akibat
pajanan terhadap faktor pencetus (paling sering infeksi
virus atau alergen), sedangkan serangan berupa
perburukan yang bertahap mencerminkan kegagalan
pengelolaan jangka panjang penyakit.
anamnesis Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk,
wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi
sputum. Karakteristik gejala yang mengarah ke asma
adalah:
1. Gejala timbul secara episodik atau berulang.
2. Timbul bila ada faktor pencetus.
 Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat
nyamuk, suhu dingin, udara kering, makanan
minuman dingin, penyedap rasa, pengawet
makanan, pewarna makanan.
 Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan
hewan, serbuk sari.
 Infeksi respiratori akut karena virus, selesma,
common cold, rinofaringitis.
 Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau
tertawa berlebihan.
3. Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
4. Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari
waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala
lebih berat pada malam hari (nokturnal).
5. Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara
spontan atau dengan pemberian obat pereda asma.
Pemeriksaan fisik Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung
(audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop.
Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti
dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai
tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic
tongue.
Penilaian derajat serangan asma
Kriteria untuk menentukan derajat keparahan serangan
asma pada anak dapat ditentukan bila memenuhi gejala
yang tercantum pada tabel berikut ini.
Asma serangan Serangan asma dengan
Asma serangan berat
ringan sedang ancaman henti napas
- Bicara dalam kalimat - Bicara dalam kata - Mengantuk
- Lebih senang duduk - Duduk bertopang - Letargi
daripada berbaring lengan - Suara napas tak
- Tidak gelisah - Gelisah terdengar
- Frekuensi napas - Frekuensi napas
meningkat meningkat
- Frekuensi nadi - Frekuensi nadi
meningkat meningkat
- Retraksi minimal - Retraksi jelas
- SpO2 (udara kamar): - SpO2 (udara kamar)
90 – 95% < 90%
- PEF > 50% prediksi - PEF < 50% prediksi
atau terbaik atau terbaik

Kriteria diagnosis Kriteria diagnosis berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik
Diagnosis Asma serangan akut/ Asma ICD 10: J45
bronkial
Diagnosis banding Status asmatikus
Pemeriksaan Tidak ada
penunjang
terapi The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata
laksana serangan asma menjadi dua, yaitu tata laksana di
rumah dan di fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes)/RS. Tata laksana di rumah dilakukan oleh
pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah.
1. Tata laksana di rumah
 Dapat diberikan jika anak tidak dalam keadaan
sesak berat dan tidak termasuk kelompok risiko
tinggi, yaitu memiliki riwayat:
o Serangan asma yang mengancam nyawa.
o Intubasi karena serangan asma.
o Pneumotoraks atau pneumomediastinum.
o Serangan asma berlangsung dalam waktu lama.
o Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru
berhenti).
o Kunjungan ke unit gawat darurat (UGD) atau
perawatan rumah sakit karena asma dalam
setahun terakhir.
o Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi.
o Berkurangnya persepsi tentang sesak napas.
o Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
o Alergi makanan.
 Jika tidak terdapat kondisi seperti di atas, anak
dapat diberikan inhalasi agonis β2 kerja pendek
menggunakan nebuliser atau dengan MDI + spacer.
 Jika diberikan via nebuliser
1. Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat
responsnya. Bila gejala (sesak napas dan
wheezing) menghilang, cukup diberikan satu
kali.
2. Jika gejala belum membaik dalam 30 menit,
ulangi pemberian sekali lagi
3. Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja
pendek via nebuliser belum membaik, segera
bawa ke fasiilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes).
 Jika diberikan via MDI + spacer
1. Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer
dengan dosis: 2-4 semprot. Berikan satu
semprot obat ke dalam spacer diikuti 6-8 tarikan
napas melalui antar muka (interface) spacer
berupa masker atau mouthpiece. Bile belum ada
respons berikan semprot berikutnya dengan
siklus yang sama.
2. Jika membaik dengan dosis ≤4 semprot, inhalasi
dihentikan.
3. Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4
semprot, segera bawa ke fasyankes.

2. Tata laksana di UGD rumah sakit, dapat dilihat pada


gambar di bawah ini.
3. Tata laksana di Ruang Rawat Sehari (RSS)
 Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di
UGD tetap diberikan.
 Setelah pasien menjalani dua kali nebulisasi dalam
1 jam dengan respons parsial di UGD, di RRS
diteruskan dengan nebulisasi agonis β2 dan
ipratropium bromida setiap 2 jam.
 Kemudian, berikan steroid sistemik oral berupa
prednison atau prednisolon, dilanjutkan hingga 3-5
hari.
 Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien
dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien
serangan ringan sedang yang dipulangkan dari
klinik/UGD.
4. Tata laksana di Ruang Rawat Inap
 Pemberian oksigen diteruskan.
 Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan
intravena dan koreksi asidosisnya.
 Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8
jam, dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari.
 Nebulisasi agonis β2 kerja pendek kombinasi
dengan ipratropium bromida dengan oksigen
dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali
pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak
pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
 Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
o Bila pasien belum mendapat aminofilin
sebelumnya, aminofilin dosis awal (inisial)
sebesar 6-8 mg/kgBB, yang dilarutkan dalam
dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak 20 ml,
dan diberikan selama 30 menit, dengan infusion
pump atau mikroburet.
o Bila, respons belum optimal dilanjutkan dengan
pemberian aminofilin dosis rumatan sebanyak
0,5-1 mg/kgBB/jam.
o Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang
dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya, baik
dosis awal (3-4 mg/kgBB) maupun rumatan
(0,25-0,5 mg/kg/jam).
o Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin
diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.
o Pantau gejala-gejala intoksikasi aminofilin, efek
samping yang sering adalah mual, muntah,
takikardi dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat
menyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang.
 Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi
diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai 24 jam,
dan steroid serta aminofilin diganti dengan
pemberian peroral.
 Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat
dipulangkan dengan dibekali obat agonis β2
(hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam
selama 24-48 jam. Steroid oral dilanjutkan hingga
pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari
untuk reevaluasi.
5. Kriteria rawat di Ruang Rawat Intensif, adalah:
 Tidak ada respons sama sekali terhadap tata
laksana awal di UGD dan/atau perburukan asma
yang cepat.
 Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain
ancaman henti napas, atau hilangnya kesadaran.
 Tidak ada perbaikan dengan tata laksana baku di
ruang rawat inap.
 Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi
meskipun sudah diberi oksigen (kadar PaO2 <60
mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg, meskipun tentu
saja gagal napas dapat terjadi pada kadar PaCO2
yang lebih tinggi atau lebih rendah). Penggunaan
ventilator tidak dibahas dalam pedoman ini.
Edukasi Mencegah faktor pencetus
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
Kepustakaan 1. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma.
NHLBI/WHO Workshop Report; 2002.
2. Sly M. Asthma. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Arvin AM, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric.
Edisi ke-15. Philadelphia: Saunders; 1996. h. 628−40.
3. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma
anak. Indonesian Pediatric Respiratory Meeting I:Focus
on asthma. Jakarta:IDAI; 2003.
4. Georgopoulos D, Burchardi H. Ventilatory strategies in
adult patient with status asthmaticus. EurRespir Mon.
1998;8:45−83.
5. Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric
consensus statement on the management of childhood
asthma. Ped Pulmonol. 1998; 25:1−17.
6. Pocket guide for asthma management and prevention
(for children 5 years and younger). A Guide for Health
Care Professionals. Global Initiative for Asthma (GINA);
2014.
7. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Global Initiative for Asthma (GINA) 2014.
Diunduh dari: http://www.ginasthma.org/
8. Pocket guide for asthma management and prevention
(for adults and children older than 5 years). Global
Initiative for Asthma (GINA); 2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
KESEHATAN ANAK
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
INFEKSI SALURAN KEMIH
Pengertian (definisi) Infeksi saluran kemih (ISK) ialah tumbuh dan berkembang
biaknya kuman dalam saluran kemih dalam jumlah yang
bermakna. Jumlah kuman dianggap bermakna bila:
1. Pada pengambilan urin pancar tengah ditemukan
>100.000 koloni kuman per mililiter urin
2. Pada pengambilan urin dengan kateter ditemukan
>50.000 koloni kuman per mililiter urin
3. Pada pengambilan urin dengan cara aspirasi supra
pubik ditemukan berapapun jumlah kuman Gram
negatif atau > 2000-3000 koloni kuman stafilokokus
per mililiter urin

Pada sebagian besar kasus, ISK terjadi akibat migrasi


mikroorganisme dari perineum melalui uretra. Penyebaran
hematogen dapat pula terjadi khususnya pada bayi di
bawah usia 6 bulan.
Anamnesis dan 1. ISK dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik
pemeriksaan fisik 2. Gejala dan tanda klinis tergantung pada umur pasien:
a. Neonatus
 suhu tidak stabil
 mudah terangsang (irritable)
 muntah, diare, perut kembung
 napas tidak teratur, sianosis
 ikterus
 urin berbau menyengat
 gejala sepsis
b. Bayi dan anak kecil
 demam
 rewel
 nafsu makan berkurang
 gangguan pertumbuhan
 diare dan muntah
 kelainan genitalia (fimosis, hipo/epispadia,
sinekia vulva)
 urin berbau menyengat
c. Anak besar
 demam
 nyeri pinggang
 nyeri perut bagian bawah
 mengedan waktu berkemih
 disuria, polakisuria, enuresis
 nyeri ketok daerah kosto-vertebral
 kelainan genitalia (fimosis, hipo/epispadia,
sinekia vulva, dll)
Kriteria diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
Diagnosis Infeksi saluran kemih
Diagnosis banding tidak ada
Pemeriksaan 1. Urinalisis: dapat ditemukan leukosituria (>5 sel
penunjang leukosit/LPB), hematuria (>3 sel eritrosit/LPB), bakteri
pada pewarnaan Gram
2. Darah tepi: dapat ditemukan leukositosis
3. Biakan urin dan uji sensitivitas
4. Kreatinin dan ureum untuk menilai fungsi ginjal
5. Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari
kelainan anatomis maupun fungsional saluran kemih
Terapi Tujuan
 Memberantas kuman penyebab
 Mencegah atau penanganan dini komplikasi
 Mencari kelainan yang mendasari

Umum
 Penjelasan kepada pasien atau orangtua mengenai
penyakit pasien dan tindakan yang akan dilakukan untuk
tata laksana pasien
 Masukan cairan yang cukup
 Jangan menahan berkemih
 Menjaga kebersihan daerah perineum dan periuretra
 Hindari konstipasi

Khusus
 Eradikasi infeksi akut dengan antibiotik 7-14 hari.
Dimulai dengan antibiotik empirik sampai didapatkan
hasil uji resistensi, kemudian jenis antibiotik disesuaikan
dengan hasil uji resistensi tersebut
 Pencegahan dan pengobatan infeksi berulang
 Bila memungkinkan lakukan biakan urin pasca terapi
antibiotik hari ke-3, setelah 1 bulan, dan setiap 3 bulan.
Jika ada infeksi antibiotik diberikan sesuai hasil uji
resistensi
 Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks
berulang, pielonefritis akut, ISK pada neonatus, atau ISK
kompleks (ISK yang disertai dengan kelainan anatomis
maupun fungsional saluran kemih yang menyebabkan
stasis atau aliran balik urin)
 Koreksi bedah terhadap kelainan anatomik saluran
kemih bila diperlukan

Indikasi rawat
 Neonatus.
 Terdapat gejala sistemik penyakit berat, seperti demam
tinggi, muntah-muntah, nyeri pinggang/ perut, ikterik,
dehidrasi.
 Indikasi khusus.
Obat Untuk Eradikasi infeksi akut
Nama obat Dosis (mg/Kg/hari)
Antibiotik oral
Amoksisilin 20-40
Ko-trimoksazol 6-8 (TMP)
Sefiksim 8
Sefaleksin 50
Seprozil 30
Sefpodoksim 10
Asam nalidiksat 50
Asam pipemidat 20
Nitrofurantoin 5-7
Loracarbef 15-30
Antibiotik parenteral
Gentamisin 3-5
Amikasin 15
Diberkasin 2-3
Tobramisin 5
Sefotaksim 50-100
Seftriakson 50-100
Seftazidim 100
Sefazolim 50
karbenisilin 100
Obat Untuk profilaksis
Ko-trimoksazol 1.5-2 (TMP)
Sefaleksin 15
nitrofurantoin 1-2

 Nitrofurantoin tidak dapat diberikan pada pielonefritis


akut karena penetrasi ke jaringan kurang baik.
 Nitrofurantoin dan preparat sulfa jangan diberikan pada
bayi berusia kurang dari 6 minggu. Dosis sefalosporin
generasi pertama, seperti sefaleksin, diturunkan
menjadi 10 mg/kg sampai bayi berusia 6 minggu
edukasi Edukasi tekait penyakit dan pengobatan
prognosis Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
kepustakaan 1. American Academy of Pediatrics. Committee on Quality
Improvement. Subcommittee on Urinary Tract Infection.
Practice parameter: Diagnosis, treatment, and
evaluation of the initial urinary infection in febrile infants
and young children. Pediatrics 1999;103:843-52.
2. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam:
Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,
penyunting. Buku ajar nefrologi anak, edisi ke-2, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002. h. 142-63.
3. Hansson S, Jordal U. Urinary tract infection Dalam:
Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, penyunting. Pediatric
Nephrology, edisi ke-5, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, 2004. h. 1007-26.
4. 4. Pardede SO, Tambunan T, Alatas HH, Trihono PP,
Hidayati EL. Konsensus infeksi saluran kemih pada
anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
KESEHATAN ANAK
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
MALARIA PADA ANAK
Pengertian Malaria merupakan penyakit infeksi yang akut hingga kronik,
disebabkan oleh satu atau lebih spesies Plasmodium,
ditandai demam intermiten, anemia dan hepatosplenomegali.
Malaria masih merupakan penyakit endemis di dunia dan
Indonesia yang sangat potensial mengganggu tumbuh
kembang anak.
Anamnesis 1. Demam, menggigil, berkeringat juga dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot
2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu terakir
ke daerah endemik Malaria
3. Riwayat tinggal di daerah endemik Malaria
4. Riwayat sakit Malaria
5. Riwayat minum obat Malaria 1 bulan terakir
6. Riwayat mendapat transfusi darah

Malaria berat adalah: ditemukannya Plasmodium falciparum


stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi
klinis dibawah ini (WHO, 2010):
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa
kelainan neurologik
3. Tidak bisa makan dan minum
4. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
setelah pendinginan pada hipertermia
5. Edema paru atau Acute Respiratory Distress
Syndrome (termasuk gambaran radiologi)
6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg
(pada anak: < 50mmHg); disertai keringat dingin.
7. Ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg%), disertai
disfungsi organ vital
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat
pencernaan dan/atau disertai kelainan laboratorik
adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
10. Hiperpireksia (temperatur rektal > 400C pada orang
dewasa, >410C pada anak).
Pemeriksaan fisik Malaria tanpa komplikasi:
 Demam > 37,5oC
 Conjungtiva atau telapak tangan pucat
 Splenomegali
 Hepatomegali
Malaria dengan komplikasi:
 Gangguan kesadaran
 Keadaan umum lemah (tidak bisa duduk/ berdiri )
 Kejang
 Panas sangat tinggi
 Mata atau tubuh kuning.
Kriteria Diagnosis Pemeriksaan mikroskopis sediaan hapus darah tipis dan
tebal
Diagnosis Malaria vivax ICD 10: B51.9
Malaria falcifarum ICD 10: B50.9
Diagnosis banding Dengue fever
Demam tifoid
leptospirosis
Pemeriksaan Pemeriksaan mikroskopis
penunjang Pemeriksaan darah tebal dan tipis:
 Ada tidaknya parasit malaria
 Spesies dan stadium plasmodium
 Kepadatan parasit
Rapid Diagnostik Test ( RDT )
Pemeriksaan penunjang untuk Malaria Berat
 Darah Rutin.
 Kimia Darah: gula Darah, SGOT/ SGPT, Bilirubin,
Alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum/kreatinin,
Natrium dan Kalium, Analisa Gas Darah (AGD)
 EKG
 Foto toraks
 Analisa cairan serebrospinalis
 Biakan darah dan uji serologi
 Urinalisis
Terapi Medikamentosa
Untuk semua P. Falciparum dan P. Vivax
Lini 1
ACT + Primakuin
ACT (Artemycin Combination Therapy) diberikan selama 3
hari, terdapat 2 sediaan:
 Lini pertama: Artesunat 4 mg/kgBB/kali + amodiakuin
10 mg/kgBB/kali
 Dapat ditambah Dihydroartemisin 2-4mg/kgBB/kali +
piperakuin 16-32 mg/kgBB/kali  untuk daerah yang
resisten dengan Artesunat dan Amodiakuin, seperti
Papua
Primakuin: P.falciparum: 0,75mg/kgBB, 1 kali
P. Vivax: 0,25mg/kgBB/kali, 14 hari

Lini 2
P. Falciparum :
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
P. vivax
Kina + Primakuin
Dosis:
 Kina:10mg/kgBB/hari, 3 kali/hari, selama 7 hari
 Doksisiklin:
o usia 8-14 tahun: 2,2 mg/kgBB/hari, 2kali/hari, 7
hari
o usia ≥15 tahun: 3,5 mg/kgBB, 2kali/hari, 7 hari
 Tetrasiklin: 4 mg/kgBB/kali, 4kali/hari 7 hari
Primakuin:
 P.falciparum: 0,75mg/kgBB, 1 kali
 P. Vivax: 0,25mg/kgBB/kali, 14 hari

Untuk P. ovale dan P. malariae:


ACT (Artemycin Combination Therapy)
 Lini pertama: Artesunat 4 mg/kgBB/kali + amodiakuin
10 mg/kgBB/kali, selama 3 hari
 Tambahan Dihydroartemisin 2-4mg/kgBB/kali +
piperakuin 16-32 mg/kgBB/kali, selama 3 hari kali 
untuk daerah yang resisten dengan Artesunat dan
Amodiakuin, seperti Papua

Malaria berat
Pilihan Utama
Artesunat IV atau Artemeter IM
Dosis:
 Artesunat IV 2,4mg/kgBB/kali, diulang 12 jam,
selanjutnya 2,4mg/kgBB/kali, 1 kali/hari (minimal 3 kali
pemberian) sampai pasien dapat minum oral
 Artemeter IM 1,6mg/kgBB/kali, diulang 12 jam,
selanjutnya 2,4mg/kgBB/kali, 1 kali/hari sampai pasien
dapat minum oral
Alternatif
Kina
Dosis:
 Kina HCL 25% 10mg/kgBB (bila umur < 2 bulan : 6-8
mg/kg bb) diencerkan dalam dextose 5% atau NaCL
0,9% 5-10ml/kgBB drip dalam 4 jam, 3 kali/hari
 Kina dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular
diberikan dengan masing-masing 1/2 dosis pada paha
depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong).
Untuk pemakaian intramuskular, kina diencerkan
dengan 5-8 mL NaCl 0,9 % untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml.

Suportif
1. Bila pasien koma lakukan prinsip ABC (A = Airway, B
= Breathing, C = Circulation)
2. Perbaiki kebutuhan cairan: monitor tanda-tanda vital,
keadaan umum, kesadaran, dan perfusi jaringan
3. Penderita hipotensi ditidurkan dalam posisi
Trendenlenburg.
4. Lakukan pemeriksaan darah tebal ulang untuk
monitoring parasitemia tiap 24 jam
5. Berikan antipiretik pada penderita demam untuk
mencegah hipertermia.
6. Berikan antikonvulsan pada penderita dengan kejang

Monitoring Terapi
 Untuk program malaria, pemantauan pengobatan
dilakukan pada: hari ke-4, hari ke-14 dan hari ke-28
melalui pemeriksaan mikroskopik dan perbaikan
gejala klinis.
 Apabila terjadi demam setelah hari ke-3 sampai hari
ke-28 penderita juga diharuskan kembali ke
Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan sediaan
darah dan evaluasi klinis.

Edukasi Monitoring terapi:


 Untuk program malaria, pemantauan pengobatan
dilakukan pada: hari ke-4, hari ke-14, dan hari ke-28
melalui pemeriksaan mikroskopik dan perbaikan
gejala klinis.
 Apabila terjadi demam setelah hari ke-3 sampai hari
ke-28 penderita juga harus kembali ke puskesmas
untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan
evaluasi klinis.
 Pencegahan dengan obat antimalaria yang diminum 2
minggu sebelum, selama tinggal dan 4 minggu
sesudah meninggalkan daerah endemis.
 Doksisiklin, 2 mg/kgbb/hari selama tidak lebih dari 4 –
6 minggu (Tidak boleh untuk anak ≥ 8 tahun)
 Fansidar, pirimetamin 0,5-0,75 mg/kg +sulfadoksin 10-
15 mg/kgb , sekali seminggu (untuk usia ≥ 6 tahun)
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
kepustakaan 1. World Health Organizaation. Guidelines for the
treatment of malaria -- 2nd edition.2010.
2. Sumarmo PS, Herry G, Sri RH, Hindra IS, penyunting.
Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan penyakit
tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2008.h. 408-38.
3. Pedoman malaria Kementrian Kesehatan. 2011
4. Feigin RD, Demmler GJ, Cherry JD, Kaplan SL.
Textbook of pediatric infectious diseases. 5th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 2004.
5. Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL. Krugman’s infectious
disease of children. 11th ed. Philadelphia: Mosby;
2004.
6. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia:
Waunders; 2004. h. 1139-42.
7. Long SS, Pickering LK, Prober CG. Principles and
practice of pediatric infectious diseases. 2nd ed.
Philadelphia: Churchill & Livingstone; 2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
KESEHATAN ANAK
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
TUBERKULOSIS
Pengertian (definisi) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga
dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak di paru, sebagai lokasi infeksi primer yang paling
sering ditemui.
Anamnesis Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas, dapat
berupa sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau berat
badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1
bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (> 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab
yang jelas. Etiologi demam berkepanjangan lain perlu
disingkirkan terlebih dahulu, seperti infeksi saluran kemih,
malaria, demam tifoid.
3. Batuk lama > 3 minggu, bersifat non-remitting (tidak
pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah),
dan sebab lain batuk telah disingkirkan.
4. Napsu makan tidak ada atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu, malaise, anak kurang aktif bermain
6. Diare persisten/menetap > 2 minggu yang tidak sembuh
dengan pengobatan baku diare, atau terdapat perut
membesar karena cairan atau teraba massa dalam perut.
Pemeriksaan Fisik Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis
yang khas.
 Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan
dan tinggi badan pada posisi di daerah bawah atau di
bawah P3.
 Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian
pasien.
Gejala klinis spesifik terkait organ dapat terjadi apabila
mengenai organ ekstrapulmonal, yaitu:
1. Tuberkulosis kelenjar, terbanyak pada regio colli, berupa
pembesaran kelenjar getah bening multipel, diameter > 1
cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, kadang saling melekat
atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
a. Meningitis TB: terdapat gejala meningitis disertai
gejala akibat keterlibatan nervus kranialis yang
terkena.
b. Tuberkuloma otak: gejala akibat lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
a. Spondilitis: berupa penonjolan tulang belakang
(gibbus).
b. Koksitis: pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
c. Gonitis (pada tulang lutut): pincang dan/atau
bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas.
d. Pada tulang kaki dan tangan (spina
ventosa/daktilis).
4. Skrofuloderma, ditandai dengan ulkus disertai dengan
jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
a. Konjungtivitis fliktenularis, yaitu bintik putih di limbus
korneayang sangat nyeri.
b. Tuberkel koroid.
6. Pada organ lainnya, antara lain peritonitis TB dan TB
ginjal, dicurigai apabila ditemukan gangguan pada organ
organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai
kecurigaan adanya infeksi TB.
Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemriksaan fisik, dan penunjang
Diagnosis Tuberculosis ICD 10: A16
Diagnosis Banding Tidak ada
Pemeriksaan 1. Uji tuberculin, dengan cara Mantoux:
penunjang  Yaitu penyuntikan 0,1 ml tuberkulin PPD RT 23 2 TU
secara intrakutan di volar lengan bawah dengan arah
suntikan memanjang lengan (longitudinal).
 Reaksi diukur 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasi
transversal diukur dan dilaporkan dalam milimeter
berapapun ukurannya. Cantumkan 0 mm jika tidak ada
indurasi sama sekali.
 Indurasi > 10 mm dinyatakan positif. Indurasi < 5 mm
dinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm
meragukan dan perlu diulang, dengan jarak waktu
minimal 2 minggu.
 Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB
dan kemungkinan TB aktif (sakit TB) pada anak. Reaksi
uji tuberculin positif biasanya bertahan lama hingga
bertahun-tahun walau pasiennya sudah sembuh,
sehingga uji tuberkulin tidak digunakan untuk
memantau pengobatan TB.
2. Foto Rontgen toraks AP dan lateral kanan. Gambaran
radiologis yang sugestif TB antara lain: pembesaran
kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen / lobus
paru, milier, kavitas, efusi pleura, atelektasis, atau
kalsifikasi.
3. Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung
atau sputum, berupa:
 Pemeriksaan langsung basil tahan asam (BTA).
 Biakan Mycobacterium tuberculosis menggunakan
media Lowenstein Jensen.
 Hasil biakan positif merupakan diagnosis pasti TB.
Walaupun demikian, hasil BTA atau biakan negatif
tidak menyingkirkan diagnosis TB.
 Pemeriksaan biakan dengan metode cepat yaitu
penggunaan molekular (line probe assay) dan nucleid
acid amplification test, misalnya Xpert MTB/RIF.
4. Pemeriksaan IGRA (interferon-gamma releasing assay)
merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar interferon-
gamma dalam darah, sehingga dapat membantu
penegakan diagnosis infeksi TB.
 Dua jenis pemeriksaan IGRA yang tersedia adalah
QuantiFERON dan T-Spot. Walaupun demikian,
pemeriksaan ini tidak dapat membedakan infeksi TB
laten dengan penyakit tuberkulosis.
 Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan IGRA tidak
lebih superior dibandingkan uji tuberkulin sehingga
tidak dianjurkan pada seluruh anak.
5. Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsi kelenjar, kulit,
atau jaringan lain yang dicurigai TB. Pemeriksaan serologi
seperti PAP TB, ICT, atau Mycodot, nilai diagnostiknya
tidak lebih unggul daripada uji tuberkulin sehingga tidak
dianjurkan.
6. Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan meningitis
TB.
7. Pungsi lumbal harus dilakukan pada TB milier untuk
mengetahui ada tidaknya meningitis TB.
8. Foto tulang, pungsi pleura dilakukan atas indikasi.
9. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urin dan feses
rutin, sebagai pelengkap data namun tidak berperan
penting dalam diagnostik TB.
Terapi Medikamentosa
Terapi TB terdiri dari dua fase, yaitu:
a. Fase intensif : 3-5 OAT selama 2 bulan awal
b. Fase lanjutan dengan paduan 2 OAT (INH – rifampisin)
hingga 6 – 12 bulan.
Pada anak obat TB diberikan secara harian (daily) baik pada
fase intensif maupun fase lanjutan.
 TB paru: INH, rifampisin dan pirazinamid selama 2 bulan
fase intensif, dilanjutkan INH dan rifampisin hingga genap
6 bulan terapi (2HRZ – 4HR).
 TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstraparu :
4-5 OAT selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan dengan
INH dan rifampisin hingga genap 9-12 bulan terapi.
 TB kelenjar superfisial, terapinya sama denganTB paru.
 TB milier dan Efusi pleura TB diberikan prednison 1-2
mg/kgBB/hari selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan bertahap (tappering off) selama 2 minggu,
sehingga total waktu pemberian 1 bulan.
Kelompok risiko tinggi memerlukan profilaksis medika
mentosa.
 Profilaksis primer untuk mencegah tertular / infeksi
pada kelompok yang mengalami kontak erat dengan
pasien TB dewasa BTA positif.
 Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit
TB pada kelompok yang telah terinfeksi TB tapi belum
sakit TB.
Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda,
namun obat dan dosis yang digunakan sama yaitu INH 10
mg/kgBB/hari. Profilaksis primer diberikan selama kontak
masih ada, minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3 bulan
dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika hasilnya negatif, dan
kontak tidak ada profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi
tuberkulin menjadi positif, dievaluasi apakah hanya terinfeksi
atau sudah sakit TB. Jika hanya infeksi profilaksis primer
dilanjutkan sebagai profilaksis sekunder. Profilaksis sekunder
diberikan selama 6-12 bulan yang merupakan waktu risiko
tertinggi terjadinya sakit TB pada pasien yang baru terinfeksi
TB.

Bedah
 TB paru berat dengan destroyed lung untuk lobektomi atau
pneumektomi.
 TB tulang seperti spondilitis TB, koksitis TB, atau gonitis
TB
Tindakan bedah dapat dilakukan setelah terapi OAT selama
minimal 2 bulan, kecuali jika terjadi kompresi medula spinalis
atau ada abses paravertebra tindakan bedah lebih awal.

Suportif
Asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan
terapi TB. Jika ada penyakit lain juga perlu mendapat
tatalaksana memadai. Fisioterapi dilakukan pada kasus
pasca-bedah.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi


lainnya)
Untuk kasus meningitis TB ditangani disiplin Neurologi Anak
dan perlu dikonsultasikan ke Bagian Mata. Untuk kasus TB
tulang dikonsultasikan ke Subbagian Bedah Ortopedi. Kasus
TB milier dikonsultasikan ke Bagian Mata untuk evaluasi
adanya TB koroid.

Pemantauan
Terapi
 Respons klinis
Respons yang baik dapat dilihat dari perbaikan semua
keluhan awal. Napsu makan yang membaik, berat badan
yang meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam,
batuk lama, tidak mudah sakit lagi. Respons yang nyata
biasanya terjadi dalam 2 bulan awal (fase intensif). Setelah
itu perbaikan klinis tidak lagi sedramatis fase intensif.
 Evaluasi radiologis Dilakukan pada akhir pengobatan,
kecuali jika ada perburukan klinis. Jika gambaran
radiologis juga memburuk, evaluasi kepatuhan minum
obat, dan kemungkinan kuman TB resisten obat. Terapi TB
dimulai lagi dari awal dengan paduan 4 OAT.
 Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis
dan cara pemberiannya benar. Keluhan ini biasanya
muncul dalam fase intensif. Pada kasus yang dicurigai
adanya kelainan fungsi hepar, maka pemeriksaan
transaminase serum dilakukan sebelum pemberian OAT,
dan dipantau minimal tiap 2 minggu dalam fase intensif.
 Jika timbul icterus, OAT dihentikan kemudian dilakukan uji
fungsi hati (bilirubin dan transaminase). Bila ikterus telah
menghilang dan kadar transaminase <3x batas atas
normal, paduan OAT dapat dimulai lagi dengan dosis
terendah. Yang perlu diingat, reaksi hepatoksisitas
biasanya muncul karena kombinasi dengan berbagai obat
lain yang bersifat hepatotoksik seperti parasetamol,
fenobarbital, dan asam valproat.
 Dalam pemberian terapi dan profilaksis TB evaluasi
dilakukan tiap bulan. Bila pada evaluasi profilaksis TB
timbul gejala klinis TB, profilaksis diubah menjadi terapi
TB.

Tumbuh kembang
Pertumbuhan pasien akan mengalami perbaikan nyata. Data
berat badan dicatat tiap bulan dan dimasukkan dalam grafik
tumbuh untuk memantau pola tumbuh pasien selama
menjalani terapi. Walau berat badan belum mencapai ideal,
namun pola grafiknya sudah menaik dan memasuki ‘pita‘ di
atasnya, sudah dinilai sebagai respons yang baik.

Edukasi 1. Pengobatan TB berlangsung lama, minimal 6 bulan, tidak


boleh terputus, dan harus kontrol teratur tiap bulan.
2. Obat rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh (air seni,
air mata, keringat, ludah) berwarna merah.
3. Secara umum obat sebaiknya diminum dalam keadaan
perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan atau minum
susu, atau 2 jam setelah makan. Khusus untuk rifampisin
harus diminum dalam keadaan perut kosong.
4. Bila timbul keluhan kuning pada mata, mual dan muntah,
segera periksa ke dokter walau belum waktunya.
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
Kepustakaan 1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
PenyehatanLingkungan. Petunjuk Teknis Manajemen TB
Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2013.
2. UKK Respirologi PP IDAI. Pedoman NasionalTuberkulosis
pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2003. Rahajoe
NN, Setyanto DB. Patogenesis dan perjalanan alamiah.
Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB,
penyunting. Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 169–177.
3. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis tuberkulosis pada
anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB,
penyunting. Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 194–213.
4. Jasin MR, Setyanto DB, Hadinegoro SR, Lisnawati,
Gayatri P, Kurniati N. Efficacy of sputum induction from
lower respiratory tract in children. Paediatr Indones.
2015;55:101-8.

Manokwari, Januari 2017

Ketua Komite Medik KARUMKITAL

dr. Sri Fatmi Watampone, Sp.OG dr. Syarif Mustika Harinurdi, Sp.B

Mayor Laut (K) NRP. 15131/P

Anda mungkin juga menyukai