Anda di halaman 1dari 3

YAYASAN ELEAZAR ASUHAN KEPERAWATAN KESELAMATAN DAN

BANDUNG
SK. MENKUMHAM RI KESEHATAN KERJA
NOMOR : No. 02.MEDIK.01
C- Dokumen
2031.HT.01.02.TH.200 STANDAR No. Revisi 0
7 OPERASIONAL
Jl. Raya Laswi No.554, PROSEDUR Tanggal 1 Februari
Ciparay, Telp. terbit 2019
(022)5952729 Halaman 1/3
:
KLINIK EL-SHADDAI Dr. Gunawan
Ditandatangani oleh:
UTAMA Pimpinan

PENGERTIAN Penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan


obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa
pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen seluler terutama
mastosit, oesinofil, limfosit T, makrofag, netrofil dan epitel.

TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penatalaksanaan


pasien dengan Asma Bronkiale.

KEBIJAKAN

PROSEDUR DIAGNOSIS
Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa
berat di dada akibat faktor pencetus,
Dibagi menjadi :
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu,
asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma malam
 2 kali/bulan, APE  80%, variabilitas < 20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma  1 kali/minggu, < 1
kali/hari, asma malam  2 kali/ bulan, APE  80%, variabilitas
20 – 30%.
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari
menggunakan 2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu
saat serangan , asma malam > 1 kali/minggu, APE > 60%
dan kurang dari 80% prediksi atau variabilitas > 30%
4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus , asma
malam sering, aktivitas terbatas dan APE  60%prediksi
atau variabilitas > 30 % . Asma eksasebasi akut dapat
terjadi pada semua tingkatan derajat asma.
DIAGNOSIS BANDING

Penyakit paru obstruktif kronik ( PPOK ), gagal jantung

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium ; jumlah eosinofil darah dan sputum, foto


toraks, spirometri, uji tusuk kulit ( Skin Prick Test ), uji
bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas
indikasi, analisa gas darah atas indikasi.

TERAPI

1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali.


2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali
kortikosteroid inhalasi ( 500 g BDP atau ekuivalennya )
atau pilihan lainnya : teofilin lepas lambat, kromolin, anti
leukotrien.
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali
berupa kortikosteroid inhalasi ( 200 – 1000 BDP atau
ekuivalensinya ) ditambah dengan 2 agonis aksi lama
( LABA ) atau pilihan kortikosteroid inhalasi ( 500 – 1000 g
BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau
kortikosteroid inhalasi (500 – 1000 g BDP atau
ekuivalennya ) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis
ditinggikan ( > 1000g BDP atau ekuivalennya ) +
antileukotrien.

4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid


Inhalasi ( > 1000 g BDP atau ekuivalennya ) + LABA
inhalasi + salah satu pilihan berikut :
- teofilin lepas lambat
- antileukotrien
- LABA oral
BDP= Budesonide propionat.
Sedangkan untuk penghilang sesak diberikan 2 agonis
kerja singkat inhalasi tetapi tidak boleh lebih dari 3-4 kali
sehari. Antikolinergik inhalasi, agonis 2 kerja singkat dan
teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai pilihan lain
selain agonis 2 inhalasi.
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap
penatalaksanaannya sebagai berikut ;
1. Oksigen
2. Inhalasi 2 agonis tiap 20 menit sampai 3 kali
selanjutnya tergantung respon terapi awal.
3. Inhalasi antikolinergik ( Ipatropium bromida ) setiap 4
– 6 jam terutama pada obstruksi berat ( atau dapat
diberikan bersama-sama dengan agonis 2 ).
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40 –
60 mg/hari setara prednison.
5. Aminofilin tidak dianjurkan ( bila diberikan dosis awal
5 – 6 mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6
mg/kgBB/jam)
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder.
7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan
pemberian agonis 2 tiap 60 menit. Bila setelah masa
observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan
dengan pengobatan (3 – 5 hari) : inhalasi 2 agonis
diteruskan, steroid oral diteruskan , penyuluhan dan
pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan bila ada
indikasi, perjanjian kontrol berobat.
8. Bila setelah observasi 1 – 2 jam tidak ada perbaikan
atau pasien termasuk golongan risiko tinggi :
pemeriksaan fisik tambah berat, APE ( arus puncak
ekspirasi ) > 35% dan < 70% dan tidak ada perbaikan
hipoksemia ( dari hasil analisa gas darah) pasien harus
dirawat.
Pasien dirawat di ICU bila tidak berespons terhadap upaya
pengobatan di unit gawat darurat atau bertambah beratnya
serangan /buruknya keadaan setelah perawatan 6 – 12 jam,
adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas, hasil
pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan
kadar pO2 < 60 mmHg dan/atau pCO2 > 45 mmHg walaupun
mendapat pengobatan Oksigen yang adekuat.

KOMPLIKASI

Penyakit paru obstruktif kronik ( PPOK), gagal jantung . Pada


keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan
pneumotoraks.

Anda mungkin juga menyukai