Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN PRAKTEK KLINIK

RSIA RIZKI BUNDA


KSM PENYAKIT DALAM
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano 2018-2020
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

ASMA BRONKIAL

Pengertian Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai dengan


obstruksi jalan nafas yang dapat hilang dengaan atau tanpa
pengobatan akibat hiperreaktifitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang melibatkan sel da alemen seluler terutama
mastosit, eosinofil, limfosit t, makrofag, netrofil dan epitel.
Anamnesis Keluhan batuk, mengi, rasa berat di dada, adanya penyakit alergi lain
pada pasien maupun keluarga, gejala sering timbul malam hari.
Pemeriksaan Fisik Penemuan tergantung pada derajat obstruksi saluran nafas,
ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada,pernafasan cepat
sampai sianosis.
Kriteria Diagnosis Episode berulang sesak nafas, dengan atau tanpa mengi dan rasa
berat di dada akibat faktor pencetus
1. Asma intermiten, gejala asma< 1 kali/minggu, asimptomatik,
APE diantara serangan normal, asma malam ≤ 2kali/bulan,
APE ≥80%, variabilitas <20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma≥1 kali/minggu, < 1
kali/hari, asma malam > 2 kali/bulan.APE ≥80%, variabilitas
20-30%
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari
menggunakan beta 2 agonis kerja singkat, aktifitas
terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/minggu, APE
>60% dan <80% prediksi atau variabilitas >30%
4. Asma persisten berat, gejala asma terusmenerus, asma
malam sering, aktifitas terbatas, dan APE ≤60% prediksi atau
variabilitas > 30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada
semua tingkatan derajat asma
Diagnosis Kerja Asma bronkial
Diagnosis Banding Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Gagal jantung
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: eosinofil darah dan sputum, foto thoraks, spirometri,
uji tususk kulit (skin prick test/ SPT), uji bronkodilator atas indikasi,
uji provokasi bronkus atas indikasi.
Terapi 1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali.
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali
kortikosteroid inhalasi (500 µg BDP atau ekuivalennya) atau
pilihannya: teofilin lepas lambat, kromolin, antileukotrien.
3. Asma persisten sedang, memerlukan obat pengendali
berupa kortikosteroid inhalasi (200-1000µg BDP atau
ekuivalennya ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama
(LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000µg
BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau
kortikosteroid inhalasi (500-1000 µg BDP atau ekuivalennya)
+ LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan
(>1000µg BDP atau ekuivalennya) atau kortikosteroid
inhalasi 500-1000 µg BDP atau ekuivalennya +
antileukotrien.
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inhalasi (
>1000 µg BDP atau ekuivalennya) + LABA .
Inhalasi + salah satu pilihan berikut:
- Teofilin lepas lambat
- Antileukotrien
- LABA oral
BDP= budesonide propionat
Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan
inhalasi beta-2 agonis kerja singkat tetapi tidak boleh lebih
dari 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik, agonis beta 2
kerja singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat diberikan
sebagai pilihan lain selain agonis beta 2 kerja singkat
inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap
penatalaksanaannya sebagai berikut:
1. Oksigen.
2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali
selanjutnya tergantung respon terapi awal.
3. Inhalasi anti kolinergikk (ipatropium bromida) setiap 4-6
jam terutama pada obstruksi berat (atau dapat diberikan
bersama-sama dengan agonis beta-2).
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60
mg/hari setara prednison.
5. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan dosis awal 5-
6mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6
mg/kgBB/jam.
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder.
7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian
agonis beta-2 diteruskan , steroid oral diteruskan,
penyuluhan dan pengobatan dilanjutkan, antibiotik
diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat.
8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau
termasuk golongan risiko tinggi: pemeriksaan fisik
tambah berat, APE ( arus puncak ekspirasi) >50% dan
<70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia( dari hasil
analisis gas darah)pasien harus dirawat.
Pasien harus dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap
upaya pengobatan di unit gawat darurat atau bertambah
beratnya serangan/burukbya atau tanda-tanda henti
nafas, hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan
hipoksemia dengan kadar pO2<60mmHg dan/ atau pCO2
> 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen
yang adekuat
Edukasi Hindari pencetus
Prognosis Tergantung beratnya gejala
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,
RSIA RIZKI BUNDA
Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Pengertian Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG)
Anamnesis lemas, mual, muntah, sesak napas. pucat, BAK berkurang
Pemeriksaan Fisik anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan
paru
Kriteria Diagnosis Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG), berdasarkan:
 kelainan patologik atau
 petanda kerusakan ginjal. termasuk kelainan pada
komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
 LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan
atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Diagnosis Kerja Penyakit Ginjal Kronik
Diagnosis Banding Gagal Ginjal Akut
Pemeriksaan Penunjang DPL, ureum, kreatinin, UL. tes klirens kreatinin (TKK) ukur, elektrolit
(Na,K,Cl,Ca,P,Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, analisa
gas darah (AGD), besi serum (SI), kapasitas ikat besi total serum
(TIBC), feritin serum, hormone PTH. albumin, globulin, USG ginjal,
pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos
abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi
ginjal, HBsAg, anti HCV, Anti HIV.
Terapi Nonfarmakologis
o Pengaturan asupan protein:
o pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB
ideal/hari sesuai dengan TKK dan toleransi
pasien
o pasien hemodialisis 1- 1,2 gram/kgBB/hari
o pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari
o Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
o Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas
jenuh dan tidak jenuh
o Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
o Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
o Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
o Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD: 17 mg/hari
o Kalsium : 1400-1600 mg/hari
o Besi : 10-18 mg/hari
o Magnesium : 200-300 mg/hari
o Asam folat pasien HD : 5 mg
o Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss).
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang
keluar. Kenaikan berat badan di antara waktu HD <5% BB
kering

Farmakologis:
o Kontrol tekanan darah:
o Penghambat ACE atau antagonis reseptor
Angiotensin II —> evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin
>35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan
o Penghambat kalsium
o D iuretik
o Pada pasien DM, kontrol gula darah —> hindari
pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea
dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM
tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2
adalah 6 %
o Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 gr/dl
o Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium
asetat
o Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
o Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22
mEq/l
o Koreksi hiperkalemi
o Kontrol dislipidemia dengan target LDL< l00 mg/dI,
dianjurkan golongan statin
o Terapi pengganti ginjal
Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,
RSIA RIZKI BUNDA
Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano 2018-2020
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

DIARE AKUT

Pengertian Diare akut adalah perubahan pada frekuensi buang air besar
menjadi lebih sering dari normal atau perubahan konsistensi
feses menjadi lebih encer atau kedua-duanya dalam waktu
kurang dari 14 hari.
Anamnesis Mencret, disertai mual, muntah, nyeri perut, kadang disertai demam,
darah pada feses, serta tenesmus.
Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum, kesadaran, status gizi, tanda vital (tensi, nadi, laju
respirasi, suhu)
 Status hidrasi
 Kualitas nyeri perut (untuk menyingkirkan penyakit-penyakit lain
yang bermanifestasi diare akut)
 Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare dengan
feses berdarah, terutama pada usia >50 tahun
 Identifikasi penyakit komorbid
Kriteria Diagnosis  Riwayat penyakit, berdasarkan onset, durasi, frekuensi,
progresivitas, kualitas diare, lokasi dan karakteristik nyeri perut
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan feses, yaitu karakteristik feses
Diagnosis Kerja Diare akut
Diagnosis Banding Apendisitis, Adneksitis, Divertikulitis, Peritonitis sekunder
karena perforasi usus, infeksi sistemik seperti malaria, campak,
tifoid, Inflammatory Bowel Disease, Enterokolitis Iskhemik,
Oklusi arteri/ vena mesenterika.
Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan feses rutin, pemeriksaan darah, urin rutin,
pemeriksaan kimia darah meliputi ureum, kreatinin, elektrolit,
serum transaminase, gula darah, analisis gas darah, kultur feses
 Pemeriksaan sigmoidoskopi/ kolonoskopi pada kasus diare
berdarah
Terapi  Terapi Suportif, rehidrasi cairan dan elektrolit
a. Oral (misalnya cairan garam gula), diberikan pada pasien
dengan diare akut tanpa komplikasi atau dengan dehidrasi
ringan
b. Intravena (Ringer laktat, ringer asetat), diberikan pada pasien
diare akut dengan komplikasi dehidrasi sedang berat dan/atau
komplikasi lainnya
 Terapi Etiologik
a. Bakteri, diberikan antibiotik
b. Virus, tidak diberikan antivirus, hanya terapi suportif dan
simtomatik
c. Parasit, diberikan anti parasit
 Terapi Simtomatik, dengan pemberian antimotilitas,
antispasmodik/spasmolitik, pengeras feses
Prognosis Bonam
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,
RSIA RIZKI BUNDA
Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan


melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus
Pengertian
serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue
(DBD)
Anamnesis Demam antara 2 – 7 hari
Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)
Petekie, ekimosis, atau purpura
Pemeriksaan Fisik
Perdarahan mukosa saluran cerna
Hematemesis melena
Trombositopenia(<10000/mm3)
Terdapat minimal satu tanda plasma leakage:
- Hematokrit meningkat >20% dibanding hematokrit rata-
rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama
Laboratorium
- Hematokrit turun hingga > 20% dari hematokrit awal
setelah pemberian cairan
- Terdapat efusi pleura, efusi perikard,asites dan
hipoproteinemia
Derajat
I. Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas,
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif
dan/atau mudah memar
II. Derajat I disertai perdarahan spontan
Diagnosis Kerja
III. Terdapat kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lemah atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
IV. Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak terukur DBD
derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan
dengue
Diagnosis Banding Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia
Pemeriksaan Penunjang Hb, Ht, leukosit, serologi dengue, NS-1
Terapi Tirah baring, diet lunak
Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam
- Cairan intravena : Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6
jam/kolf
- Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila
diperlukan
- Tranfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
Edukasi Sanitasi lingkungan yang baik
Prognosis Bonam
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
Penelaah Kritis
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
1. Suarti C. Dengue Hemoragic Fever in Indonesia: role of
cytokine in plasma leakeage., koagulation and fibrinolysis.
Nijmegen University Press 2001.
Kepustakaan 2. Widodo D. Sindrom renjatan dengue pada orang dewasa. In:
Penatalaksanaan Kedaruratan di Banding Penyakit Dalam,
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. P. 51-8.

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,
RSIA RIZKI BUNDA
Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano 2018-2020
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

DEMAM TIFOID

Pengertian Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi

Anamnesis Demam naik secara bertangga lalu menetap selama beberapa hari,
demam terutama sore/malam hari, sakit kepala nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare

Pemeriksaan Fisik Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1o C


tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 x /menit), lidah yang berselaput
(kotor di tengah tepi dan ujung merah, serta tremor) hepatomegali,
splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang ada orang Indonesia)

Kriteria Diagnosis Anamnesis : demam naik secara bertahap pada minggu


pertama lalu demam menetap atau remiten pada minggu
kedua, demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare
 Pemeriksaan fisik: febris, kesadaran berkabut, bradikardi
relatif, lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung
merah, serta tremor), hepatosplenomegali, nyeri abdomen.
 Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis atau
lekosit normal, peningkatan LED , anemia ringan,
trombositopenia, gangguan fungsi hati, kultur darah / biakan
empedu positif atau peningkatan titer uji widal >4 x lipat
setelah satu minggu. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O
1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong
diagnosis.
Diagnosis Kerja DemamTifoid
Diagnosis Banding Infeksi virus, Malaria
Umum :
Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis, dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia
o Laju Endap Darah dapat meningkat
o SGOT dan SGPT seringkali meningkat
Khusus :
o Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi antibody terhadap
kuman S typi
o Kultur darah yang positif memastikan demam tifoid. Tetapi
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid mungkin telah
mendapat terapi antibiotik atau volume darah yang kurang
atau adanya riwayat vaksinasi.
o Pemeriksaan Tubex-TF
Terapi Terapi Non Medikamentosa :
o Tirah baring
o Makanan lunak rendah serat

Terapi Medikamentosa :
Pilihan utama : kloramfenikol 4x 500 mg
Alternatif lain :
 Tiamfenikol 4x 500 mg
 Kotrimoksazol 2x 2 tablet selama 2 minggu
 Ampisilin dan amoksisiklin 50- 150 mg/kgBB selama 2 minggu
 Sefalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-
4 gr dalam dektrose 100 cc selama setengah jam per-infus sekali
sehari selama 3-5 hari
 Fluorokuinolon (ciprofloksasin 2x 500 mg hari selama 7 hari

Terapi Khusus :
Kasus toksik tifoid ( demam tifoid disertai gangguan kesadaran
dengan atau kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan
cairan otak masih dalam batas normal) langsung diberikan
kombinasi kloramfenikol 4x 500 mg dengan ampisilin 4x 1 gr dan
deksametason 3 x 5 mg
Edukasi Tindakan preventif, sanitasi air dankebersihan lingkungan, vaksinasi
tifoid
Prognosis Bonam
Tingkat Evidens -
Tingkat Rekomendasi -
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis -
Kepustakaan Widodo J. DemamTifoid. Dalam : Sudoyo A, et al. (eds). Buku Ajar 1
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta, Balai Penerbit FKUI : 1774 -
1778

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
Jl. Gajah Mada No.435 A
Lansano
2018-2020
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Penyakit Refluks gastroesofageal adalah terjadinya aliran balik isi


Pengertian lambung ke dalam lumen esofagus hingga menimbulkan kerusakan
mukosa (mucosal break)
Terdapat heart burn /rasa panas substernal/pirosis yang menjalar
keatas/ ke leher dan regurgitasi. Regurgitasi rasa asam atau pahit di
Anamnesis
mulut, terutama waktu sedang berbaring atau membungkuk juga
menandakan adanya GER.
Pemeriksaan Fisik
 Anamnesis : Terdapat heart burn/ rasa panas di substernal yang
menjalar keatas/ ke leher dan regurgitasi. Regurgitasi rasa asam
atau pahit, terutama waktu sedang berbaring atau
Kriteria Diagnosis
membungkuk juga menandakan adanya GER, disfagia, cegukan,
mual dan muntah.
 Esofagoskopi : terdapat mucosal break pada mukosa esofagus
Diagnosis Kerja Penyakit Refluks Gastroesofageal (GERD)
Diagnosis Banding Nyeri dada Kardiak /angina pektoris
Pemeriksaan Penunjang Esofagoskopi
 Tanpa komplikasi
Suportif : Nutrisi diet lambung, rendah lemak, porsi kecil/sering,
modifikasi gaya hidup (memperbaiki/ menghindari faktor
resiko) seperti, stop merokok, turunkan BB, elevasi kepala
sewaktu tidur, hindari berbaring setelah makan.
Pemberian obat- obatan penetralisir dan penyekat asam
Terapi
lambung: Antasida, antagonis reseptor H2, proton pump
inhibitor
Pemberian obat obatan sitoprotektif: sukralfat, rebamipid,
teprenon
Pemberian obat-obatan prokinetik
 Dengan komplikasi
Bila terjadi striktur → operasi
 Terapi Endoskopi
Aplikasi radiofrekuensi pada daerah LES (sphinter esophagus
bagian bawah, teknik penjahitan untuk mengurangi refluks. Dan
teknik terapi injeksi kolagen pada LES.

Modifikasi Pola hidup : bagian kepala tempat tidur yang dielevasi,


makan makanan rendah lemak, makan porsi kecil tapi sering,
berhenti merokok, hindari berbaring setelah makan, menurunkan
Edukasi
berat badan dapat menurunkan kemungkinan proses refluks.
Menghindari makanan/ minuman yang dapat mencetuskan
serangan gejala.
Prognosis Quo ad vitam bonam
Tingkat Evidens A
Tingkat Rekomendasi 1
1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
Penelaah Kritis
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
1. Djojoningrat D. Penyakit Refluks Gastroesofageal . Buku ajar
Gastroenterologi.Edit Rani A, dkk.Interna Publishing ,Jakarta
Kepustakaan 2011. Hal 327- 348.
2. Richter JE. Gastroesophageal reflux disease. In Yamada T ed).
Textbook of Gastroenterology Blackwell Publishing . 2009: 772

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,
RSIA RIZKI BUNDA
Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

DIABETES MELITUS TIPE 1

Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


Pengertian hiperglikemia yang terjadi karena destruksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut baik autoimun dan idiopatik.
Poliuria, polidipsia, poligafia, BB menurun.
Anamnesis Riwayat keluarga dengan DM
Riwayat tumbuh kembang
Pengukuran TB, BB, Lingkar pinggang
Pengukuran TD
Pemeriksaan funduscopi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan ekstrimitas atas dan bawah
Pemeriksaan kulit
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dl sudah cukup menegakkan diagnosis DM
Kriteria Diagnosis
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya
keluhan klasik.
Diagnosis Kerja Diabetes melitus tipe 1
Diagnosis Banding MODY
HOMA IR
Pemeriksaan Penunjang
C-Peptide
Non Farmakologis :
 Edukasi
 Terapi gizi
 Latihan jasmani
Terapi
Farmakologis : Insulin
 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin)
Edukasi
Prognosis Dubia
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
Penelaah Kritis
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
1. PERKENI 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Kepustakaan Melitus Tipe 2 di Indonesia.
2. PERKENI 2011, Terapi Insulin pada pasien Diabetes Melitus.

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

GASTRITIS

Pengertian Inflamasi / peradangan dari mukosa lambung oleh karena berbagai


macam sebab.
Anamnesis Nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung
Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan epigastrium
Kriteria Diagnosis Terdapat sindroma dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual,
muntah, kembung
Diagnosis Kerja Gastritis
Diagnosis Banding Dispepsia Fungsional
Pemeriksaan Penunjang - Endoskopi saluran cerna atas (esofagogastroduodenoscopy)
dan Biopsi (PA) dan pemeriksaan terhadap adanya infeksi
Helicobacter pylori
Terapi  Hentikan dan atasi etiologinya
 Suportif : nutrisi diet lambung
 Obat-obat penetral dan penyekat asam lambung (Antasida,
antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor), antiflatulen,
sitoprotektif, prokinetik
Edukasi Makan teratur
Hindari OAINS, rokok, kopi, alkohol, makanan dan minuman yang
merangsang peningkatan sekresi dan pembentukan gas lambung
Hindari stres psikis
Prognosis Quo ad vitam : bonam
Tingkat Evidens A
Tingkat Rekomendasi 1
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan 1. Cook JD, Sterss Ulceration in Evidence Based
Gastroenterology, BC Decker Inc. 2006, P. 130-136
2. Genta-RM. Gastritis, In Clinical Gastroenterology and
Hepatology, 2005.p.223-32

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam. Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

DIABETES MELITUS TIPE 2

Pengertian Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Bervariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai dominan
defek sekresi insulin disertai resisten si insulin.
Anamnesis  Gejala poliuria, polidipsia, polifagia, BB menurun
 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu, meliputi GD, HbA1c
 Pola makan, status nutrisi
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya
 Pengobatan yang sedang dijalani
 Riwayat komplikasi akut (Ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia dan hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, riwayat penyakit keluarga
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status
ekonomi.
 Penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik  Pegukuran TB, BB, Lingkar pinggang.
 Pengukuran TD dan ABI (Ankle brachial index)
 Pemeriksaan funduscopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi
 Pemeriksaan ekstrimitas atas dan bawah termasuk jari
 Pemeriksaan kulit
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
Kriteria Diagnosis sewaktu >200 mg/dl sudah cukup menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Diagnosis Kerja Diabetes melitus tipe 2
Diagnosis Banding Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa
darah puasa terganggu (GDPT)
Pemeriksaan Penunjang  Glukosa darah puasa (GDP) dan 2 jam post prandial (GD2jpp)
 HbA1c
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Rontgen dada
1. Edukasi
Terapi 2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
a. Obat Hipoglikemik Oral
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonil urea
dan glinid
 Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin dan
tiazolidindion
 Penghambat glukoneogenesis
 Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase
alfa (acarbose)
 DPP IV inhibitor
b. Insulin
 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin)
Edukasi
Prognosis dubia
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. 2011.
2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2011.
3. The Expert Committe on The Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Report of The Expert Committee on The
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care.
Jan 2003 : 26(Suppl. I) : S5-20.
4. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a -Cell Dysfunction.
Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002 : The Recent
Management in Diabetes and its Compliocations : From
Molecular to Clinic. Jakarta, 2-3 Nov 2002. Simposium Current
Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta, 11-12 November
2000 : 185-99.

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam, Sp.PD

Menyetujui,
RSIA RIZKI BUNDA
Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A
Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

GAGAL GINJAL AKUT

Pengertian Sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
menyebabkan retensi sisa sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin)
dan non nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligoria
Anamnesis lemas, mual, muntah, sesak nafas, BAK berkurang
Pemeriksaan Fisik kulit kering
Kriteria Diagnosis Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), berdasarkan:
 kelainan patologik atau
 petanda kerusakan ginjal. termasuk kelainan pada komposisi
darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
 LFG <60 ml/i-nenit/ 1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Diagnosis Kerja Gagal Ginjal Akut
Diagnosis Banding Penyakit Ginjal Kronik
Pemeriksaan Penunjang DPL, ureum, kreatinin, tes klirens kreatinin (TKK), elektrolit (Na, K, Cl,
Ca,P,Mg), asam urat serum, AGD, USG ginjal, pemeriksaan imunologi,
hemostasis lengkap, renogram,
Terapi o Rehidrasi cairan
o Pengaturan asupan protein:
o pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari
sesuai dengan CCT dan toleransi pasien
o pasien hemodialisis 1- 1,2 gram/kgBB/hari
o pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari
o Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
o Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
o Mengatasi sindrom uremia ( bikarbonat, force diuresis, dialisis)
o Hemodialisa atau peritoneal dialisa
Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan

Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam, Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A
Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

GLOMERULONEFRITIS

Pengertian Berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas akan tetapi secara
umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus
Anamnesis Lemah letih lesu, cepalgia, anemis, sembab muka dan kaki, ada riwayat
infeksi traktus respiratorius bagian atas,BAK berdarah. BAK berkurang
Pemeriksaan Fisik anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan
paru
Kriteria Diagnosis  Oliguria
 Hematuri
 Proteinuri
 Silinder eritrosit
 Gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang/berat
 Hipertensi
 Anemia
Diagnosis Kerja Glomerulonefritis
Diagnosis Banding IgA nefropati, idiopatik hematuria, azotemia
Pemeriksaan Penunjang DPL, ureum, kreatinin, urinalisa, albumin, globulin, USG ginjal,
hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks,
EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal.
Terapi o Diet RG./PR II
o Pengendalian tekanan darah
o Antibiotik untuk infeksi (ampisilin, eritromisin, sefalosporin)
o Diuretik
o Dialisis
Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Indikator Medis
Kepustakaan
Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam, Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

HEPATITIS B VIRUS (HBV) KRONIS

Pengertian HbsAg seropositif ≥ 6 bulan


Umumnya asimtomatik. sering ditemukan saat general check-up
Anamnesis dengan hasil labor peningkatan kadar AST, ALT. Kadang-kadang hanya
ditemukan keluhan letih
Pemeriksaan Fisik Dalam batas normal
A. Fase imun toleran ditandai dengan :
- usia muda
- HBeAg seropositif
- kadar HBV-DNA tinggi ( > 2x106-2x107 IU/ml)
- ALT normal
- minimal atau tidak ada perubahan histologi hati
B. Fase imun reaktif / imun clearance ditandai dengan :
- HBeAg seropositif
Kriteria Diagnosis
- HBV-DNA rendah
- fluktuasi kadar ALT
- biopsi : nekroinflamasi moderat sampai berat
C. fase inaktif (carier state)
- serokonversi HBeAg menjadi Anti-HBe
- HBV-DNA sangat rendah sampai tidak terdeteksi (<2.000
IU/ml)
- ALT normal
Diagnosis Kerja Hepatitis B virus (HBV) kronis
Diagnosis Banding Hepatitis C virus (HCV) kronis
HBsAg, ALT serum, HBeAg, HBV-DNA, Biopsi hati / Fibroscan / marker
Pemeriksaan Penunjang
nonivasif yang telah divalidasi
Obat yag tersedia : interferon (IFN) dan Nucs (Nukleosida analog)
Terapi - Fase imun toleran dan carier state : belum memerlukan
pengobatan, perlu evaluasi setiap 3-6 bulan (B1)
- HBV kronis dipertimbangkan untuk terapi jika : HBV-DNA >
2.000 IU/ml, ALT > BANN (batas atas nilai normal),
nekroinflamasi sedang sampai berat (A1)
- HBV kronis aktif dengan HBeAg positif atau negatif dengan
ALT > 2 x BANN dan HBV-DNA > 20.000 IU/ml dapat dimulai
terapi bahkan tanpa biopsi (B1)
- Sirosis kompensata dan HBV-DNA terdeteksi,
pertimbangkan untuk pengobatan, bahkan jika ALT normal
(B1)
- Sirosis dekompensata dengan HBV-DNA terdeteksi,
memerlukan antiviral Nucs (A1)
Konseling mengenai (A1):
- hindari alkohol, mencegah transmisi, pentingnya
monitoring seumur hidup
- anggota keluarga dan pasangan seksual berisiko tinggi
Edukasi
tertular, karena itu harus divaksinasi jika serologi HBV
negative
- wanita hamil dengan HBsAg positif, bayinya waktu lahir
harus mendapat HBIg dan vaksinasi Hepatitis B
- kelompok HBeAg (+), setelah terapi di stop, supresi terus
menerus mencapai 50-90%
Prognosis - kelompok HBeAg (-), relaps masih sering ditemukan
walaupun HBV-DNA turun sampai tingkat tidak terdeteksi
selama > 1 tahun
Tingkat Evidens 1
Tingkat Rekomendasi A dan B
1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
Penelaah Kritis
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Tercapainya supresi terus menerus HBV-DNA dan remisi penyakit hati
dengan parameter :
Indikator Medis
- ALT normal, kadar HBV-DNA turun, hilangnya HBeAg atau
terdeteksinya anti-HBe dan membaiknya histologi hati
1. Liaw YF, Kao JH, Piratvisuth T, Chan HLY, Chien RN et al. Asian-Pasific
consensus statement on the management of chronic hepatitis B: a
2012 update. Hepatol Int 2012;6:531-61
2. European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice
Kepustakaan
guidelines : Management of chronichepatitis B virus infection. Journal
of Hepatology 2012;57:167-85
3. Lok ASF & McMohan BJ. AASLD Practice Giudelines. Chronic Hepatitis
B : Update 2009. Hepatology 2009;50(3):1-36
Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam, Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
KSM PENYAKIT DALAM
2018-2020
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id

HEPATITIS B VIRUS (HBV) KRONIS

Pengertian HbsAg seropositif ≥ 6 bulan


Umumnya asimtomatik. sering ditemukan saat general check-up
Anamnesis dengan hasil labor peningkatan kadar AST, ALT. Kadang-kadang hanya
ditemukan keluhan letih
Pemeriksaan Fisik Dalam batas normal
A. Fase imun toleran ditandai dengan :
- usia muda
- HBeAg seropositif
- kadar HBV-DNA tinggi ( > 2x106-2x107 IU/ml)
- ALT normal
- minimal atau tidak ada perubahan histologi hati
B. Fase imun reaktif / imun clearance ditandai dengan :
- HBeAg seropositif
Kriteria Diagnosis
- HBV-DNA rendah
- fluktuasi kadar ALT
- biopsi : nekroinflamasi moderat sampai berat
C. Fase inaktif (carier state)
- serokonversi HBeAg menjadi Anti-HBe
- HBV-DNA sangat rendah sampai tidak terdeteksi (<2.000
IU/ml)
- ALT normal
Diagnosis Kerja Hepatitis B virus (HBV) kronis
Diagnosis Banding Hepatitis C virus (HCV) kronis
HBsAg, ALT serum, HBeAg, HBV-DNA, Biopsi hati / Fibroscan / marker
Pemeriksaan Penunjang
nonivasif yang telah divalidasi
Obat yag tersedia : interferon (IFN) dan Nucs (Nukleosida analog)
Terapi - Fase imun toleran dan carier state : belum memerlukan pengobatan,
perlu evaluasi setiap 3-6 bulan (B1)
- HBV kronis dipertimbangkan untuk terapi jika : HBV-DNA > 2.000
IU/ml, ALT > BANN (batas atas nilai normal), nekroinflamasi sedang
sampai berat (A1)
- HBV kronis aktif dengan HBeAg positif atau negatif dengan ALT > 2
x BANN dan HBV-DNA > 20.000 IU/ml dapat dimulai terapi bahkan
tanpa biopsi (B1)
- Sirosis kompensata dan HBV-DNA terdeteksi, pertimbangkan untuk
pengobatan, bahkan jika ALT normal (B1)
- Sirosis dekompensata dengan HBV-DNA terdeteksi, memerlukan
antiviral Nucs (A1)
Konseling mengenai (A1):
- Hindari alkohol, mencegah transmisi, pentingnya monitoring
seumur hidup
Edukasi - Anggota keluarga dan pasangan seksual berisiko tinggi tertular,
karena itu harus divaksinasi jika serologi HBV negative
- Wanita hamil dengan HBsAg positif, bayinya waktu lahir harus
mendapat HBIg dan vaksinasi Hepatitis B
- Kelompok HBeAg (+), setelah terapi di stop, supresi terus menerus
mencapai 50-90%
Prognosis
- Kelompok HBeAg (-), relaps masih sering ditemukan walaupun HBV-
DNA turun sampai tingkat tidak terdeteksi selama > 1 tahun
Tingkat Evidens 1
Tingkat Rekomendasi A dan B
1. dr. Suryadi Syam Sp.PD
Penelaah Kritis
2. dr. Ika Kurnia Febrianti Sp.PD
Tercapainya supresi terus menerus HBV-DNA dan remisi penyakit hati
dengan parameter :
Indikator Medis
- ALT normal, kadar HBV-DNA turun, hilangnya HBeAg atau
terdeteksinya anti-HBe dan membaiknya histologi hati
1. Liaw YF, Kao JH, Piratvisuth T, Chan HLY, Chien RN et al. Asian-Pasific
consensus statement on the management of chronic hepatitis B: a
2012 update. Hepatol Int 2012;6:531-61
2. European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice
Kepustakaan
guidelines : Management of chronichepatitis B virus infection.
Journal of Hepatology 2012;57:167-85
3. Lok ASF & McMohan BJ. AASLD Practice Giudelines. Chronic
Hepatitis B : Update 2009. Hepatology 2009;50(3):1-36
Mengetahui,

Ketua Komite Medik, Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. Rafner Indra, SpA dr. Suryadi Syam, Sp.PD

Menyetujui,

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur,

dr. Atika Rahimah

Anda mungkin juga menyukai