Anda di halaman 1dari 3

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUSSMF


PENYAKIT DALAM

ASMA BRONKHIAL

1. Pengertian (Definisi) Penyakit inflamasi kronik saluran napas yang


ditandai dengan obstruksi jalan napas yang
dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan
akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang melibatkan sel sel
dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil,
limfosit T, makrofag, netrofil dan epitel.

Riwayat serangan sesak napas disertai mengi


2. Anamnesis
dan atau batuk berulang dengan atau tanpa
dahak akibat factor pencetus dan dapat hilang
dengan atau tanpa pengobatan.

3. Pemeriksaan Fisik Dijumpai ekspirasi memanjang dengan atau


tanpa mengi (wheezing), Saat serangan dapat
ditemukan penggunaan otot bantu napas yang
berlebihan

4. Kriteria Diagnosis Episode berulang sesak napas, dengan atau


tanpa mengi dan rasa berat di dada akibat
faktor pencetus
Dibagi menjadi:
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali /
minggu, asimptomatik, APE diantara
serangan normal, asma malam 2 kali /
bulan, APE 80 %, variabilitas < 20 %
2. Asma persisten ringan, gejala asma 1
kali / mimggu, < 1 kali / hari,asma malam > 2
kali / bulan, APE 80%, variabilitas 20-30%
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap
hari, tiap hari menggunakan beta-2 agonis
kerja singkat, aktivitas tergangu saat
serangan, asma malam > 1 kali / minggu,
APE > 60% dan < 80 % prediksi atau
variabilitas > 30%
4. Asma persisten berat, gejala asma terus
menerus, asma malam sering, aktivitas
terbatas, dan APE 60% prediksi atau
variabilitas > 30% asma eksaserbasi akut
dapat terjadi pada semua tingkatan derajat
asma

5. Diagnosis Banding Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal


jantung

6. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : jumlah eosinofil darah dan


sputum, foto toraks, spirometri, uji tusuk kulit
(skin prick test / SPT), uji bronkodilator atas
indikasi, uji provokasi bronkus atas indikasi,
analisis gas darah atas indikasi

7. Terapi 1. Asma intermiten tidak memerlukan obat


pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat
pengendali kortikosteroid inhalasi (500 ug
BDP atau ekuivalennya) atau pilihan
lainnya : teofilin lepas lambat, kromolin,
antileukotrien
Asma persisten sedang memerlukan obat
pengendali kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug
BDP atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-
2 agonis aksi lama (LABA) atau pilhan lain
kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau
ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau
kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau
ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid
inhalasi dosis ditinggikan ( > 1000 ug BDP atau
ekuivalenya) atau kortikosteroid inhalasi (500-
1000 ug BDP atau ekuivalennya) +
antileukotrien
3. Asma persisten berat memerlukan
kortikosteroid inhalasi (>1000 ug BDP atau
ekuivalennya) + LABA

Inhalasi + salah satu pilihan berikut :


Teofilin lepas lambat
Antileukotrien
LABA oral

BDP = Budesonide propionat


Sedangkan untuk penghilang sesak diberikan
beta-2 agonis kerja singkat inhalasi tetapi
tidakboleh lebih dari 3-4 kali sehari.
Antikolinergik inhalasi, agonis beta-2 kerja
singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat
diberikan sebagai pilihan lain selain agonis
beta-2 kerja singkat inhalasi. Bila terjadi
eksaserbasi akut maka tahap
penatalaksanaannya sebagai berikut:
1. Oksigen
2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit samapi
3 kali selanjutnya tergantung respons terapi
awal
3. Inhalasiantikolinergik (ipatropium bromida)
setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi berat
(atau dapat diberikan bersama-sama
dengan agonis beta-2)
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan
dosis 40-60 mg / hari setara prednison
5. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan
dosis awal 5-6 mg/kbbb dilanjutkan infus
aminofilin 0,5-0,6 mg/kgbb/jam
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian
dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60
menit. Bila setelah masa observasi terus
membaik, pasien dapat dipulangkan dengan
pengobatan (3- hari): inhalasi agonis beta-2
diteruskan, steroid oral diteruskan,
penyuluhan dan pengobatan lanjutan,
antibiotik diberikan bila ada indikasi,
perjanjian kontrol berobat
8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada
perbaikan atau pasien termasuk golongan
resiko tinggi: pemeriksaan fisik tambah
berat, ape (arus puncak ekspirasi) > 50 %
dan < 70% dan tidak ada perbaikan
hipoksemia (dari hasl analisis gas darah)
pasien harus dirawat

Pasien dirawat di icu bila tidak berespons


terhadap upaya pengobatan di unti gawat
darurat atau bertambah beratnya serangan /
buruknya keadaan setelah perawatan 6-12 jam,
adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda
henti napas, hasil pemeriksaan analisis gas
darah menunjukan hipoksemia dengan kadar
pO2 < 60 mmhg dan / atau pco2 > 45 mmhg
walaupun mendapat pengobatan oksigen yang
adekuat.

8. Edukasi -

(Hospital Health Promotion)

9. Prognosis Tergantung beratnya gejala

10. Kepustakaan Buku Standar Pelayanan Medik. Perhimpunan


Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI). Edisi
Khusus, PB PAPDI, 2005.

Current Medical Diagnosis & Treatment. Mc


Graw Hill. 2013.

Anda mungkin juga menyukai