Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM


RSUD KH DAUD ARIF

SINDROM LISIS TUMOR


ICD 10.

1. Pengertian Sindrom lisis tumor adalah kelainan metabolik yg mengancam


(definisi) jiwa, yang ditandai berbagai kombinasi antara hiperurisemia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis laktat dan hipokalsemia
yang disebabkan oleh pengrusakan sejumlah besar sel neoplasma
yang sedang berproliferasi secara cepat. Faktor risiko :
peningkatan LDH, ukuran tumor yang besar > 10 cm (bulky
tumor), hiperurisemia yg sudah ada sebelum pengobatan,
penurunan fungsi ginjal sebelumnya, tumor yg sangat sensitif
(pemberian kemoterapi).
2. Anamnesa Ditemukan pembengkakan pada sendi, otot melemah, konstipasi,
riwayat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir.
3. Pemeriksaan Tidak khas, dapat ditemukan oligouria, anuria.
Fisik
4. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Laboratorium: peningkatan LDH, asam urat darah, kalium
darah, fosfat darah, asidosis laktat, asidosis metabolik,
urinalisa menunjukkan pH urin < 7 dan/terdapat kristal asam
urat
5. Diagnosis Sindroma lisis tumor
6. Terapi  Mencegah dan mendeteksi factor resiko
 Hidrasi adekuat 2000-3000 ml/hari
 Mempertahan kan pH urin > 7
 Allopurinol 2x300 mg/hari
 Natrium bikarbonat 50-100 meq/L
 Monitor fungsi ginjal berkala
 hemodialisa
7. Prognosis Dubia ad bonam.
8.Kepustakaan Sindromo Lisis Tumor In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l,
Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam.5rh ed. Jokorto; Pusat Informasi don Penerbitan
Bagian llmu Penyakit Dalam FKUl,2009:2009- l5

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RDSUD KH DAUD ARIF

TROMBOSIS VENA DALAM


ICD . 10.

1. Pengertian Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah didalam


(definisi) pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah,
seringkali naik menjadi emboli dan jaringan nekrosis.
Faktor risiko tromboembolisme yang didapat : usia lanjut,
riwayat tromboemboli sebelumnya, paska operasi, paska
trauma, imobilisasi lama, bentuk kanker tertentu, gagal jantung
kongestif, paska infark miokard, paralysis tungkai bawah,
penggunaan estrogen, kehamilan/periode paska kehamilan,
vena varikosus/varises, obesitas, APS, hiperhomosisteinemia.
Faktor risiko tromboembolisme herediter : activated protein C
resistance, protrombin G20210A, defisiensi antitrombin,
defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia.
2. Anamnesa  Kram pada betis bagian bawah yang menetap selama
beberapa hari dan memberikan ketidaknyamanan sei ring
berj alannya waktu
 Kaki bengkak, nyeri tungkai bawah
 Riwayat trombosis sebelumnya
 Riwayat trombosis dalam keluarga
3. Pemeriksaan  Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis bagian bawah
Fisik  Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh
darah superfisial dapatteraba, Homan's sign (+), distensi
vena, diskolorasi, sianosis
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang : Kadar antitrombin III (AT III)
menurun (N: 85-125%), Kadar fibrinogen degradation
product (FDP) meningkat, Titer D-dimer meningkat
(indikator adanya trombosis aktif, sensitive tapi tidak
spesifik, Echodoppler kesan DVT

Skoring wells untuk memprediksi DVT :

Interpretasi skoring wells : >3 risiko tinggi (75%), 1-2 : risiko


sedang (17%),
< 0 : risiko rendah (3%)

5. TROMBOSIS VENA DALAM


6. Diagnosis Ruptur kista baker, sindrom pasca flebitis, varises, gagal
Banding jantung, trauma, refluks vena, selulitis, limfangitis, abses
inguinal, keganasan dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena,
gout, dermatitis kontak, eritem nodosum, kehamilan, flebitis
superfisial, paralisis

7. Pemeriksaan 1. Radiologi: venografi/flebografi, USG vena-B mode atau


Penunjang colour doppler
2. Laboratorium: kadar AT III, protein C, protein S, antibodi
antikardiolipin, profil lipid, agregasi trombosit
8. Terapi NON FARMAKOLOGIS:
 Tinggikan posisi ektremitas yang terkena untuk melancarkan
aliran darah vena
 Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi
mikrovaskular
 Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti
garakan fleksi-ekstensi, menggenggam dll, tindakan ini akan
meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka
(patent)
 Pemakaian kaus kaki elastik (elastic stocking), alat ini akan
dapat meningkatkan aliran darah vena
FARMAKOLOGIS:
1. Antikoagulan
Heparin (unfractionated)
 Bolus intravena 100 IU/kg dilanjutkan drip mulai 1000
IU/jam
 Target aPTT 1,5-2,5 x kontrol, bila
- aPTT <1,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
- aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis tetap
- aPTT > 2,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
 Hari I : aPTT diperiksa tiap 6 jam
Hari II : aPTT diperiksa tiap 12 jam
Hari III : aPTT diperiksa tiap 24 jam
LMWH (low molecular weight heparin)
 Nadroparin 0,1 ml/kg/12 jam
 Enoksaparin 1 mg/kg/12 jam
 Dalteparin 1x200 U/Kg atau 2x 100 U/kg
 Tinzaparin 1x175 U/Kg
 Fondafarinux 1x7,5 mg (BB 50-100Kg), sesuaikan pada
gangguan fungsi ginjal
 Tidak perlu pemantauan

Warfarin
 Warfarin dosis awal 5 mg, titrasi hingga INR 2-3, pada
pasien usia lanjut, berat badan rendah, warfarin diberikan
dengan dosis awal yang lebih rendah (2-4mg/hari)
 INR diperiksa setelah 4-5 hari kemudian dgn target 2-3
 Bila target INR tercapai, heparin dapat dihentikan 24 jam
berikutnya
 Lama pemberian tergantung ada tidaknya faktor resiko
- Bila tidak ada faktor resiko, dapat distop dalam 3-6
bulan
- Bila ada faktor resiko dapat diberikan lebih lama atau
bahkan seumur hidup
 Cara penyesuaian dosis INR
- INR 1,1-1,4
Hari I  naikkan 10-20% dari total dosis mingguan
Mingguan  naikkan 10-20% dari total dosis mingguan
Kembali 1 minggu
- INR 1,5-1,9
Hari I  naikkan 5-10% dari total dosis mingguan
Mingguan  naikkan 5-10% dari total dosis minguuan
Kembali 2 minggu
- INR 2,0-3,0
Tidak ada perubahan
Kembali 1 minggu
- INR 3,1-3,9
Hari I  kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
Mingguan  kurangi 5-15% dari dosis total mingguan
Kembali 2 minggu
- INR 4,0-5,0
Hari I  tidak dapat obat
Mingguan  kurangi 10-20% dari dosis total mingguan
Kembali 1 minggu
- INR >5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari
2. Antigregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
 Bukan merupakan terapi utama
 Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah
terapi standar heparin atau warfarin
3. Trombolisis
Terapi ini tidak dianjurkan pada DVT karena risiko
pendarahan intrakranial yang besar, kecuali kasus tertentu
seperti trombus ileofemoral masif atau bagian dari protokol
penelitian.
4. DVT pada keadaan khusus kehamilan :
1. warfarin merupakan kontra indikasi pada
kehamilan
2. Terapi terpilih : unfractionated heparin subkutan
dan LMWH jangka panjang, misal Tinzaparin
1x175 UI/Kg/Hari SC
3. Pilihan terapi unfractionated heparin atau
LMWH merupakan keputusan klinis berdasarkan
kondisi pasien

9. Edukasi o Inform concent kondisi penyakit pasien


o Tinggikan posisi ektremitas yang terkena untuk agar aliran
darah vena dan Latihan gerak sendi
o Kompres hangat utk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
Pemakaian kaus kaki elastik (elastic stocking), alat ini akan
dapat meningkatkan aliran darah vena
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fumgsionam : dubia
11. Kepustakaan 1. Romzi DW. Leeper KV. DVT ond Pulmonory Embolism:
Port l. Diognosis. Am Fom Physicion2004;69:2829-36.
Diunduh dori http://wvwv.oofp.org/ofp
12004/0615lp2829.pdf podo tonggol 29Mei 2012.
2. McGrow-Hill Concise Dictionory of Modern Medicine.
New York, McGrow-Hill. 2002
3. Hull RD, Pineo GF, Roskob GE. Venous Thrombosis. ln :
Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol.Willioms
Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
4. Sukrismon L. Trombosis Veno Dolom don Emboli Poru.
Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, etol. Buku Ajor
llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1354-8.
5. Goldhober SZ. Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory
Thromboembolism. ln : Longo DL, FouciAS, Kosper DL,
HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles ot
lnternol Medicine. l8rhEdition. New York, McGrow-Hill.
2012.
6. Ho WK. Deep vein thrombosis: risks ond diognosis.
Austrolion Fomily Physicion July 2010;39:7Romzi DW.
Leeper KV. DVT ond Pulmonory Embolism: Port ll.
Treotment ond Prevention. Am Fomhysicion 20O 4; 69 :28
41 -8.
7. Kovocs MJ, Rodger M, Anderson DR, Morrow B, Kells G.
Kovocs J, et ol. Comporison of 10-mg ond 5-mg worforin
initiotion nomogroms togeiher with low-moleculor-weight
heporin for outpotient treotment of ocute venous
thromboembolism. A rondomized, double-blind, controlled
kiol. Ann lntern Med 2003;l 3B:71 6.
8. Keoron C. Noturol history of venous thromboembolism.
Circulotion 2003;107 (23 suppl 1 ):i22-30.
9. Hirsh J, Lee AYY. How we diognose ond treot deep vein
thrombosis. Blood 2002; 99;3102-10.

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr. Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

TROMBOSITOSIS PRIMER / TROMBOSITOSIS ESENSIAL


ICD.10. D.68

1. Pengertian Trombositosis esensial/TE (nama lainnya antara lain


(definisi) Trombositosis primer, trombositemia esensial, trombositosis
idiopatik, trombositemia hemoragik) termasuk dalam klasifikasi
penyakit keganasan mieloproliferatif. TE merupakan kelainan
klonal dengan etiologi yang belum diketahui, yang melibatkan
sel progenitor hematopoiesis multipoten dengan manifestasi
klinis produksi trombosit berlebihan tanpa penyebab yang jelas.
Istilah trombositosis esensial Iebih banyak dipakai di Amerika
Serikat, sedangkan di Eropa dikenal dengan trombositemia vera.
Trombositosis adalah bila jumlah trombosit lebih dari jumlah
normal tertinggi (450.000/ul).

2. Anamnesa - Tidak ada tanda dan gejala spesifik, 1/3 pasien tidak
memiliki gambaran klinis
- Acroparesthesis: sensasi gatal pada kaki yang diikuti dengan
rasa nyeri / terbakar, kemerahan, berdenyut, cenderung
timbul kembali disebabkan panas, pergerakan
jasmani dan hilang bila kaki ditinggikan (eritromialgia)
- Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik
seperti sakit kepala, pusing, defisit neurologi fokal, serangan
iskemia sepintas, kejang atau oklusi arteri retina.
- Riwayat mudah memar
- Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang,
pertumbuhan fetus terhambat

3. Pemeriksaan Splenomegali (70%), hipertensi (30%), tanda-tanda perdarahan


Fisik atau trombosis sesuai lokasi yang terkena.

4. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Kriteria diagnosis trombositosis esensial :
- Hitung trombosit > 600.000/pL (yang telah
dikonfirmasi > 1x), seringkali > 1 juta/ml.
- Hemoglobin 13 g/dl atau massa eritrosit normal (pria
<36 ml/kg, wanita <32 ml/kg)
- Besi yang terlihat pada pewarnaan sumsum atau
kegagalan uji besi (kenaikan hemoglobin <7 g/dl
setelah terapi besi 1 bulan)
- Tidak ditemukan kromosom Philadelphia
- Fibrosis kolagen sumsum : a). tidak ada, atau b). <
1/3 area biopsi tanpa splenomegali dan reaksi
leukoeritroblastik
- Tidak ditemukan penyebab trombositosis reaktif
- Megakariosit dalam gumpalan
 LED normal, Masa perdarahan normal,Faktor VIII/ Von
Willebrand normal

5. Diagnosis  TROMBOSITOSIS PRIMER/ TROMBOSITOSIS


ESENSIAL
6. Diagnosis 1. Trombositosis reaktif,
Banding 2. Trombositosis sekunder

7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, morfologi


Penunjang trombosit, laju endap darah, masa perdarahan, faktor VIII / Von
Willebrand, tes agregasi trombosit dengan epinefrin,
pemeriksaan genetik molekular, tes sitogenetika, Biopsi dan
aspirasi sumsum tulang : peningkatan selularitas dengan
hyperplasia megakariositik.

8. Terapi Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan


menurunkan fungsi trombosit.
1. Untuk menurunkan trombosit:
- Trombopheresis pada trombositosis akut dan gangguan
hemostasis yang mengancam nyawa
- Hydroxyurea : 10-30 mg/kgBB/hari. Hitung darah harus
diperiksa dalam 7 hari setelah terapi dimulai dan diperiksa
secara rutin karena hydroxyurea dapat menyebabkan
mielosupresi dengan cepat
- Anagrelide: dosis awal 4 x 0,5 mg/hari atau 2 x 1 mg/hari
(maksimal 10 mg/hari), dosis disesuaikan dengan interval
tiap minggu. Dosis pemeliharaan 2-3 mg/hari
- Rekombinan interferon alfa: 3 juta IU subkutan sebanyak
3x/minggu
2. Untuk menurunkan fungsi trombosit : Aspirin, Tiklopidin,
Klopidogrel
9. Edukasi  Inform concent kondisi penyakit pasien
 Awasi tanda-tanda perdarahan, gangguan hemodinamik
 Awasi tanda-tanda stroke/ iskemik cerebrovaskuler
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : malam
Ad fumgsionam : dubia
11. Kepustakaan 1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL.
Panduan Praktik Klinis. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. PAPDI. 2015
2. Wahid I. Trombositosi essensial. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Penyakit Dalam, Interna Publishing; 2014. p.2767-2771
3. Spivak JL. Polycythemia Vera and Other Myoproliferative
Diseases. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Jameson JL, Loscalzo J. Horrison's Principles of lnternal
Medicine. l8th Edition. New York, McGraw-Hll. 2012.

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

TERAPI SUPORTIF PADA PASIEN KANKER


ICD 10

1. Pengertian Terapi suportif pada pasien kanker merupakan terapi yang


(definisi) diberikan pada pasien kanker, yang menunjang pengobatan
kanker. Pengobatan suportif ini tidak hanya diperlukan pada
pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga
pada pengobatan paliatif, Terapi suportif ini meliputi semua
aspek kesehatan dan terdiri dari berbagai prosedur yang
bertujuan untuk meningkatkan atau setidaknya mempertahankan
kondisi kesehatan pasien sehingga ia dapat menerima pengobatan
kuratif (bedah, radiasi, kemoterapi, atau kombinasi) tanpa efek
samping yang berarti.
Beberapa aspek yang termasuk dalam terapi ini antara lain :
1. Nyeri terkait kanker (cancer-related pain)
2. Lelah terkait kanker (cancer-related fatigue)
3. Dispneu
4. Delirium
5. Anoreksia dan cachexia
6. Depresi dan ansietas
7. Lainnya : penangan infeksi, efek samping sitostatika
2. Anamnesa 1. Nyeri terkait kanker
Perlu ditanyakan tipe nyeri [berdenyut, kram, seperti terbakar
dll), periodisitas (terus-menerus, dengan ftanpa eksaserbasi, atau
tiba-tiba), lokasi, intensitas, factor yang
memperberat/memperingan, efek terapi, dampak fungsional,
dampak terhadap pasien. Beberapa penilaian kualitas nyeri yang
dapat digunakan alat bantu seperti Visual Analogue Scale
(VAS) , the Brief Pain Inventory, atau sistem klasifikasi nyeri
kanker Edmonton. Untuk menentukan mekanisme nyeri apakah
termasuk nyeri nosiseptif (somatik, viseral) atau neuropatik
(tabel).

2. Lelah terkait kanker


Karena lelah terkait kanker bersifat subyektif, maka evaluasi
klinis dilakukan
berdasarkan keluhan pasien sendiri. Alat bantu untuk menilai
skala lelah seperti the Edmonton Functional Assessment Tool, the
Fatigue Self-Report Scales, dan the Rhoten Fatigue Scale
umumnya hanya dapat digunakan untuk keperluan penelitian,
bukan evaluasi klinis. Pada praktik klinis, evaluasi performa
sederhana dapat menggunakan Karnofsky Performance Status
atau the Eastern Cooperative Oncology Groups. Perlu juga
diidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan lelah
seperti gangguan tidur, anemia, nyeri, depresi, ansietas,
gangguan elektrolit, anoreksia-cachexia,hipotiroidisme,
hipogonadisme, dan penyakit komorbid lainnya.
3. Dispneu
Dokumentasi dan nilai episode dispneu beserta intensitasnya.
Derajat keparahan dan efek terapi dapat dinilai melalui skala
dispneu visual atau analog. Perlu juga dievaluasi penyebab
dispneu lain yang berpotensi reversibel atau dapat diobati seperti
infeksi, efusi pleura, emboli paru, edema paru, asma, atau tumor
yang berada di jalan napas.
4. Delirium
Disorientasi onset baru, gangguan kognitif, restlessness,
somnolen, tingkat fluktuasi kesadaran.
5. Anoreksia dan Cachexia
Kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki, laju kehilangan
berat badan, berat badan sebelum sakit, penurunan nafsu makan
dari biasanya, pola diet terakhir. Apabila penurunan berat badan
>5% dari biasanya [sebelum sakitJ dalam 6 bulan maka harus
dicurigai cachexia, terutama apabila terdapat muscle wasting.
Sedangkan bila terjadi penurunan berat badan >l0%
menunjukkan adanya malnutrisi berat dan sindrom cachexia-
anoreksia mulai ditegakkan. Untuk mendapatkan informasi
hilangnya nafsu makan secara kuantitatif, dapat digunakan skor
0-7 dengan penjelasan 0 = tidak ada nafsu makan, 1 = nafsu
makan sangat kecil, 2 = nafsu makan kecil, 3 = nafsu makan
cukup, 4 = nafsu makan baik, 5 = naflsu makan sangat baik, 6 =
nafsu makan luar biasa, 7 = selalu lapar)
6. Depresi dan ansietas
Lihat tanda-tanda depresi dan kecemasan (sesuai DSM IV)

3. Pemeriksaan Umum, status gizi, dan status psikiatri, konjungtiva anemis,


Fisik tanda chovstek, tanda trousseau, takipneu, restriksi gerakan dada
ipsilateral, stem fremitus, bunyi napas, ronki, mengi,
ada/tidaknya distensi vena jugularis, tanda infeksi, antropometri
secara keseluruhan; berat badan, tinggi badan, tebal lemak
subkutis, wasting jaringan, edema atau asites, tanda-tanda
defisiensi vitamin dan mineral, serta status fungsional pasien.
Harus diperhatikan apabila ditemukan adanya muscle wasting
dan hilangnya jaringan lemak merupakan tanda lanjut dari
malnutrisi.
4. Kriteria Masalah Nutrisi
Diagnosis  Anamnesis : penurunan berat badan yang cepat
 Antropometri : tebal lemak kulit (M.deltoideus lengan atas),
indeks massa tubuh ( dibawah 1,5 menunjukkan katabolisme
berlebihan), penilaian terhadap massa otot
 Laboratorium:
- Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan respons
imun)
- Kadar albumin dan prealbumin (albumin < 3 g/dl dan
prealbumin < 1,2 g/dl menunjukkan malnutrisi),
- Kadar urea nitrogen urin (>24 g/ 24 jam menunjukkan
katabolisme protein berlebihan), kadar feritin darah.

PENANGANAN NYERI
 Anamnesis : waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan
faktor yang menambah atau mengurangi nyeri.
 Anamnesis yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada pasien,
apakah nyeri viseral, somatik atau neuropatik.
 Dari anamnesis dapat juga diketahui tingkatan nyeri,
menggunakan alat bantu VAS (visual analog scale) yaitu
skala dari nol sampai sepuluh (nol menunjukkan tidak ada
nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan nyeri yang paling
hebat).
Angka yang ditunjuk pasien kemudian dapat dibagi menjadi
kelompok :
- Angka 0 menyatakan tidak ada nyeri
- Angka 1-3 menyatakan nyeri ringan
- Angka 4-6 menyatakan nyeri sedang
- Angka 7-10 menyatakan nyeri berat
Hal yang paling menentukan untuk memulai pengobatan
adalah jenis tingkatan nyeri.

PENANGANAN INFEKSI
Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia,
trombositopenia, leukopenia, anemia)
2. Mual dan muntah
3. Toksisitas jantung (kardiomiopati, perimiokarditis)
4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubuka ginjal)
5. Ekstravasasi
6. Sindrom lisis tumor
5. Diagnosis Masalah Nutrisi
 Anamnesis : penurunan berat badan yang cepat
 Antropometri : tebal lemak kulit ( M. Deltoideus lengan atas,
indeks masa tubuh (dibawah 1,5 menunjukkan katabolisme
berlebihan), penilaian terhadap masa otot
 Laboratorium :
- Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan
respons imun)
- Kadar albumin dan prealbunin (albumin < 3 g/dl dan
prealbumin <1,2 g/dl menunjukkan malnutrisi)
- Kadar urea nitrogen urin (>24 g / 24 jam menunjukkan
katabolisme protein berlebihan), kadar feritin darah.

Penanganan Nyeri
 Anamnesis : waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan
faktor yang menambah atau mengurangi nyeri
 Anamnesis yang terliti dapat diketahui jenis nyeri pada
pasien, apakah nyeri viseral, somatik atau neuropatik

6. Pemeriksaan  Masalah nutrisi


Penunjang - Antropometri : tebal lemak kulit, indeks massa tubuh
dan massa otot
- Laboraorium : Hitung limfosit, albumin dan
prealbumin darah, urea nitrogen urin, feritin darah
 Penanganan nyeri
- Pemeriksaan radiologi : foto, USG, bone scan, CT
scan, MRI untuk mengetahui jenis nyeri dan
lokasinya
 Penanganan infeksi
- Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung
jenis, kultur darah, kultur urin, kultur sputum, swab
tenggorok untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaa
terhadap koloni jamur
- Foto toraks
 Masalah efek samping sitostatika
- Pemeriksaan fisik : luas permukaan tubuh, tingkat
kemampuan berperan, mencari sumber infeksi
- Pemeriksaan laboratorium DPL dengan hitung jenis,
fungsi ginjal, urinalisis, asam urat rendah, fungsi hati,
kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala
- Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan ekokardiografi

7. Terapi 1. Nyeri terkait kanker


Manajemen analgetik WHO tahun 1987 merekomendasikan
acetaminophen dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs
[NSAIDs) sebagaiterapi linipertama, opioid lemah seperti kodein
dan hydrocodone sebagai lini kedua, dan opioid kuat untuk lini
ketiga. Opioid kuat yang sering digunakan yaitu morfin,
hydromorphone, oxycodone, oxymorphone, fentanyl, dan
methadone. Ketika memulai terapi opioid, formulasi short-acting
sebaiknya digunakan untuk dosis titrasi; apabila nyeri sudah
terkontrol dengan dosis stabil, maka formulasi long-acting dapat
digunakan. Formulasi long acting lebih nyaman dengan dosis dua
kali dalam sehari, namun formulasi shortacting jauh lebih murah.
Dosis dan rute pemberian tercantum pada tabel 2. Terapi adjuvan
non-opioid : NSAIDs, bisfosfonat, gabapentin, TCA,
karbamazepin,venlafaksin.

2. Lelah terkait kanker


Terapi terdiri dari stimulan fmethylphenidate), wakefulness-
promoting agents (modafinil), dan suplementasi makanan
(ginseng). Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka waktu
pendek sebagai terapi sementara, namun memiliki efek samping
yang berpotensi serius. Identifikasi dan terapi faktor-faktor yang
berpotensi menyebabkan lelah seperti gangguan tidur, anemia,
nyeri, depresi, ansietas, gangguan elektrolit, anoreksia cachexia,
hipotiroidisme, hipogonadisme, dan penyakit komorbid Iainnya
3. DISPNEU
Intervensi bedah pada obstruksi jalan napas akibat pertumbuhan
tumor: reseksi bronkoskopik, elektrokauter, dilatasi balon,
krioterapi, laser; brakiterapi. Torasentesis terapeutik: pada efusi
pleura besar. Hindari mengambil >1,5 L per seting karena risiko
reekspansi edema paru. Pleurodesis dan indwelling kateter
jangka panjang dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan efusi
pleura berulang dengan ekspektasi harapan hidup 3 bulan. .
Suplementasi oksigen: meredakan hipoksemia.
Opioid,kortikosteroid,bronkodilator.
4. DELIRIUM
Neuroleptik: haloperidol, chlorpromazine, olanzapine, dan
quetiapine
Golongan benzodiazepine disarankan karena memiliki efek
sedasi dan amnesia, namun juga berpotensi memperburuk
delirium
5. Anoreksia dan cachexia
Terapi nutrisi tergantung dari kondisi pasien, status nutrisi, dan
lokasi tumor serta indikasi terapi untuk pasien. Kebutuhan
energi: mempertahankan status gizi: 25-35 kal/kgBB, sedangkan
untuk menggantikan cadangan tubuh dianjurkan 40-50 kal/kgBB.
Kebutuhan protein: 1,5 - 2 g/kgBB. Kebutuhan lemak: 20-50%
dari kebutuhan kalori total.
Indikasi terapi :
1. pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2. bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum
sakit
3. kadar albumin serum < 3,5 gr/dl
4. terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
 Cara pemberian
1. Enteral melalui saluran cerna peroral, lewat selang
nasogastrik, jejunostomi, gastrotomi
2. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau
pasien tidak mau dilakukan gastrostomi/jejunostomi.
Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral karena dapat
diberikan cairan dengan osmolalitas tinggi dan dalam
waktu lama (6 bulan-1 tahun). Hati-hati terhadap bahaya
infeksi dan trombosis
6. Depresi dan Ansietas
Lihat PPK Depresi dan ansietas
7. Penanganan Infeksi
 Infeksi oleh bakteri gram negatif
- Kombinasi antibiotik beta laktam dengan
aminoglikosida
- Monoterapi dengan seftazidim, sefepim, imipenem,
meropenem
 Infeksi oleh bakteri gram positif. Staphylococcus epidermidis
sering resisten pada berbagai macam antibiotika, diberikan
vankomisin dan teikoplanin
 Infeksi jamur. Pemberian amfoterisin B dianjurkan pada
pasien neutropenia dengan demam berkepanjangan setelah
pemberian antibiotika spektrum luas untuk beberapa hari
tanpa adanya bakteriemia.
 Infeksi virus dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa
imunosupresi, sehingga beberapa pusat menganjurkan
pemberian asiklovir sejak awal pada pasien yang
diperkirakan akan mengalami neutropenia berat untuk waktu
yang lama.
8. Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang dan negatif
 Pemilihan dan penjadwalan obat sitostatika ysng tepat
 Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa
dekontsminasi saluran cerna,kulit dan rambutbila akn
mendapat kemoterapi agresif
 Pengobatan infeksi, bila hasil kulllltur belum ada,
diberikan pengobatan empiris yang dapat menjangkau
Gram positif anti jamur, bila perlu anti virus
 G-CSF saat ini dapat diberikan pada keadaan
granulositopenia, terutama ysng mendapat kemoterapi
agresif.
2. Mual dan muntah
Meliputi fenotiazin, haloperidol, metoklopropamid, antagonis
serotonin (ondansetron, zepin, granisetron dan tropisetron),
kortikostroid, benzodiazepin, nabilon, antihistamin dan
kombinasi obat-obat antiemetik diatas. Dianjurkan kombinasi
tersebut meliputi deksametason diikuti antagonis serotonin
atau difenhidramin dan metoklopropamid.
3. Toksisitas jantung
Pasien dengan risiko tinggi (EF<50%) harus menjalani
ekokardiografi setiap satu atau dua siklus pengobatan,
sedangkan pada yang tidak berisiko tinggi ekokardiografi
diulang denan dosis kumulatif 350-400 m/m2. Hal yang
paling penting pada pemantauan adalah dosis kumulatif
(epirubisin 950 mg/m2, daunorubisin 550 mg/m2)
4. Toksisitas ginjal
Kerusakan injal dapat dicegah dengan hidrasi adekuat,
alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dan diuretik
5. Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan
dapat dicegah dengan mematikan jalan infus intravena lancar
dan setelah kemoterapi diberikan, cairan infus tetap diberikan
7. Sindroma lisis tumor : Lihat PPK sindroma lisis tumor
8. Edukasi 1. Memberitahu pasien mengenai penyakit pasien
2. Edukasi tentang rencana pengobatan pasien
3. Edukasi keluarga pasien tentang penyakit dan tatalaksana
yang akan dilakukan pada pasien
9. Prognosis Ad vitam : malam
Ad sanationam : malam
Ad fumgsionam : malam
10. Kepustakaan 1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL.
Panduan Praktik Klinis. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. PAPDI. 2015
2. Reksodiputro A. Pengobatan suportif pada pasien kanker. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam, Interna Publishing;
2014. p.2921-2937
3. Harsal A. Penanggulangan nyeri pada kanker. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam, Interna Publishing; 2014.
p.2938-2941
3. Emanuel EJ. Palliative and End-of-Life Care. ln : Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Lascalzo J.
Horrison's Principles of lnternal Medicine. 1sth Edition. New
York, McGrow-Hill. 2012.
4. Sutandyo N. Terapi Nutrisi pada Pasien Kanker.
Dalam :Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, et al. Buku Ajar
llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l.2009. p342-6.
Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019
Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

SINDROMA ANTIFOSFOLIPID ANTIBODI


ICD 10
1. Pengertian Sindrom antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody
(definisi) syndrome/APS), merupakan suatu trombofilia autoimun didapat
dengan karakteristik trombosis arteri atau vena berulang dan/atau
adanya morbiditas kehamilan; dengan adanya antibody terhadap
protein plasma yang mengikat fosfolipid. Sindrom antifosfolipid
ditandai dengan trombosis arteri dan vena, abortus spontan
berulang fakibat trombosis), trombositopenia, dan sejumlah
variasi manifestasi neuropsikiatri. Sindrom antibodi
antifosfolipid didefinisikan sebagai penyakit trombofilia
autoimun yang ditandai dengan adanya :
1). Antibodi antifosfolipid (antibodi cardiolipin dan/atau
antikoagulan lupus) yang menetap (persisten)
2). Kejadian berulang : trombosis vena/arteri, keguguran, atau
trombositopenia.
2. Anamnesa Difokuskan pada kejadian dan frekuensi terjadinya
tromboemboli
- Mata: penglihatan kabur atau ganda, melihat kilatan
cahaya,
- kehilangan sebagian atau seluruh Iapang pandang
- Kardiorespirasi: nyeri dada, menjalar ke lengan,
napas pendek
- Gastrointestinal: nyeri perut, kembung, muntah
- Pembuluh darah perifer : nyeri atau bengkak tungkai,
klaudikasio, ulserasi jari/tungkai, nyeri jari tangan
atau kaki yang dicetuskan oleh dingin
- Muskuloskeletal: nyeri tulang, nyeri sendi
- Kulit : purpura dan/atau petekia, ruam livedo
retikularis temporer atau menetap, jari-jari
tangan/kaki kehitam-hitaman atau terlihat pucat
- Neurologi dan psikiatri: pingsan, kejang, migrain,
parestesi, paralisis, ascending weakness,tremoI
gerakan abnormal, hilangnya memori, masalah dalam
pendidikan (sulit berkonsentrasi, sulit mengerti yang
dibaca dan berhitung)
- Endokrin: rasa lemah,lelah, artralgia, nyeri abdomen
(gambaran penyakit Addison)
- Urogenital: hematuria, edema perifer
- Riwayat kehamilan: riwayat abortus berulang,
kelahiran prematur, pertumbuhan janin terhambat
(PJT)
- Riwayat keluarga: risiko APS meningkat pada pasien
yang memiliki anggota keluarga dengan abortus
berulang, kelahiran prematur, oligohidramnion,
khorea gravidarum, infark plasenta, preeklampsia, PJI
tromboembolisme neonatorum, infark miokard atau
stroke pada anggota keluarga yang berusia < 50
tahun, trombosis vena dalam, flebitis, atau emboli
paru, penyakit Raynaud, TIA
- Riwayat kontrasepsi oral
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria Kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid menggunakan kriteria
Diagnosis Sapporo (juga dikenal dengan kriteria Sydney) tahun 2006.
Menurut kriteria Sapporo, diagnosis definitif APS
dipertimbangkan apabila terdapat sedikitnya satu kriteria klinis
dan sedikitnya satu kriteria laboratoris :
1. Kriteria Klinis
Adanya trombosis vaskular atau morbiditas kehamilan,
dengan penjelasan sebagai berikut :
o Trombosis vaskular didefinisikan sebagai satu episode atau
lebih dari trombosis vena, arteri, atau pembuluh darah kecil,
dengan temuan radiologis atau histologis trombosis jaringan atau
organ yang jelas. Trombosis vena superfisial saja tidak cukup
untuk memenuhi kriteria trombosis untuk APS.
o Morbiditas kehamilan didefinisikan sebagai kematian janin
pada usia gestasi >10 minggu dengan morfologi normal
sebelumnya, yang tidak dapat dijelaskan atau satu atau lebih
kelahiran prematur sebelum usia gestasi 34 minggu akibat
eklampsia, preeklampsia, insufisiensi plasenta, atau keguguran
pada usia gestasi <10 minggu sebanyak tiga kali atau lebih yang
tidak dapat dijelaskan dengan kelainan kromosom maternal atau
paternal atau anatomi maternal atau penyebab hormonal.
2. Kriteria Laboratoris :
adanya aPL, dalam dua kondisi atau lebih dalam selang
waktu sedikitnya 12 minggu dan tidak lebih dari 5 tahun sebelum
muncul manifestasi klinis :
o Titer sedang atau tinggi dari IgG dan/atau IgM antibodi
anticardiolipin (aCL) ) > 40 unit IgG antifosfolipid atau IgM
antifosfolipid atau > persentil 99
o IgG atau IgM isotype antlbodi p2-glikoprotein (anti-p2GPI)
pada titer > persentil 99

o Aktivitas antikoagulan lupus (LA) yang terdeteksi dalam


plasma
5. Diagnosis Sindroma Antifosfolipid
6. Diagnosis Berdasarkan eksklusi penyebab trombofilia didapat atau
Banding diturunkan lainnya. Banyak kelainan genetik dan didapat yang
berakibat pada keguguran, penyakit tromboemboli, atau
keduanya (mis. trombositopenia diinduksi heparin,
homosisteinemla, kelainan mieloproliferatif, dan
hiperviskositas). Penyakit lain yang berhubungan dengan APS
adalah immune thrombocytopenia (ITP), kelainan autoimun
sekundec keganasan, penyakit infeksi, sirosis hati, sindrom
hemolitik, thalassemia, inkompatibilitas ibu dan bayi (ABO, Rh,
HLA).
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium (sesuai indikasi) : darah perifer lengkap,
Penunjang LDH, bilirubin, haptoglobin, tes Coomb direk/indirek
urinalisis, immunoassays (tes serologis sifilis positif
palsu, antibodi antifosfolipid, antibodi anticardiolipin,
antibodi antiplatelet, antibodi antiprotrombin, antibodi
antifosfatidil serine, polimorfisme genetik, tes koagulasi
2. Radiologis (sesuai indikasi) : USG Doppler, venografi,
ventilation/perfusionscan (pada emboli paru), CT scan,
MRI, arteriografi, ekokardiografi, angiografi dengan
kateterisasi
3. Biopsi dari organ yang terkena seperti pada kulit atau
ginjal
8. Edukasi  Memeberitahu pasien mengenai penyakit pasien
 Edukasi tentang rencana pengobatan pasien
 Edukasi keluarga pasien tentang penyakit dan tatalaksana
yang akan dilakukan pada pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
11.Kepustakaan 1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL.
Panduan Praktik Klinis. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. PAPDI. 2015
2. Dewi S. Sindroma Antifosfolipid Antibodi. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam, Interna Publishing; 2014.
p.3398-3409
3. Goldhaber SZ. Deep Venous Thrombosis and Pulmonary
Thromboembolism. ln : Longo DL, Fauci AS, Kosper DL,
HouserSL, Jomeson JL, Loscalzo J. Horrison's Principles ot
lnternal Medicine. l8th Edition. New York, McGrow-Hill.
2012.
4. Ho WK. Deep vein thrombosis: risks and diagnosis.
Australian Family Physician July 2010;39:7

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

ANEMIA APLASTIK
ICD 10, D 61

1. Pengertian Anemia aplastik (AA) adalah suatu kelainan hematologi dengan


(definisi) manifastasi klinis pansitopenia dan hiposelularitas pada sumsum
tulang, dapat bersifat didapat atau diturunkan.
Berdasarkan beratnya penyakit, AA dapat dibagi:
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang <25% dan terdapat 2 dari 3 gejala
berikut:
- granulosit < 500/ul
- trombosit < 20.000/ul
- retikulosit < 10 ‰
2. Anemia aplastik sangat berat
- Seperti anemia apalastik berat
- Netrofil <0.2x109/L
3. Anemia aplastik tidak berat
- Tidak memenuhi kedua kriteria di atas

2. Ananmnesa Onset keluhan dapat terjadi perlahan-perlahan berupa


lemah,dyspnea, rasa lelah, pusing, adanya perdarahan (petekie,
epistaksis, perdarahan dari vagina, atau lokasi lain) dapat disertai
demam dan menggigil akibat infeksi. Riwayat paparan terhadap
zat toksik (obat, lingkungan kerja, hobiJ, menderita infeksi virus
6 bulan terakhir (hepatitis, parvovirus), pernah mendapat
transfusi darah

3. Pemeriksaan Pasien tampak pucat pada konjungtiva atau kutaneus, resting


Fisik tachycardia, perdarahan (ekimosis, petekie, perdarahan gusi,
purpura). Jika ditemukan limfadenopati dan splenomegali perlu
dicurigai adanya leukemia atau limfoma.

4. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Laboratorium: darah tepi lengkap, serologi virus
 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
5. Diagnosis Anemia aplastik

6. Diagnosis Sindrom mielodisplastik [MDS), anemia karena keganasan


Banding sumsum tulang, hipersplenisme, Ieukemia akut.
7. Pemeriksaan Normositiknormokrom,makrositik
Penunjang Darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, tidak terdapat sel
abnormal pada hitung jenis leukosit
Hitung retikulosit: rendah (< 1%)
Serologi virus (hepatitis)
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: terdapat spicules yang
kosong, terisi lemak, dan sel hematopoietik yang sedikit.
Limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast mungkin prominen
MRI (Magnetic resonance imaging): membedakan lemak pada
sumsum tulang dengan sel hematopoietic, mengestimasi densitas
sel hematopoietik pada sumsum tulang, dan membedakan
anemia aplastik dengan leukemia mielogenik hipoplasia.
8. Terapi Pemilihan terapi berdasarkan beberapa faktor seperti usia pasien,
kondisi umum, dan ketersediaan donor stem cell.
Tatalaksana Penunjang
Menghentikan obat-obatan yang diduga sebagai factor pencetus
dan mengganti dengan obat lain yang lebih aman
Transfusi komponen darah (PRC/packed red cell dan/atau TC)
sesuai indikasi Menghindari dan mengatasi infeksi: antibiotik
spektrum luas
Kortikosteroid: prednison 1.-2 mg/ kgBB / hari, metilprednisoton
1- mg/kg berat badan
Androgen: Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal
diberikan selama 3 bulan.Nandrolone decanoate 400 mg IM
(intramuskular)/minggu
Terapi imunosupresif:
Siklosporin 10-12 mg/kgBB/bari selama 4-6 bulan
ATG (antithymocyte globulin) L5-40 mg/kgBB/hari intravena
selama 4-l-0 hari
Terapi kombinasi: untuk anemia aplastik berat. ATG 40
mg/kg/hari untuk 4 hari, siklosporin L0-1.2 mg/kg/hari untuk 6
bulan, dan metilprednisolon 1 mg/kg/hari untuk 2 minggu.
9. Edukasi Mencegah terjadinya infeksi, perdarahan atau komplikasi
tranfusi darah
10. Prognosis Tergantung pada jumlah neutrofil, trombosit, dan ada tidaknya
komorbiditas. Jumlah neutrofil < 200/1tl mempunyar respon
yang rendah terhadap imunoterapi.Transplantasi sumsum tulang
dapat menyembuhkan pada B0% pasien berusia < 20
tahun,70o/o pada usia 20-40 tahun, dan 50% pada usia > 40
tahun. Pada pasien yang menerima terapi dengan siklosporin
sebelum transplantasi, risiko menjadi kanker sebesar 11%.
Dalam 10 tahun, anemia aplastik dapat berkembang menjadi
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria, sindrom mielodisplastik,
atau leukemia mielogenik akut sebesar 40% pasien yang
menerima terapi imunosupresan. Angka relaps pada pasien yang
menerima imunosupresi adalah 35 % dalam 7 tahun.Pada 168
pasien yang menerima transplantasi, angka harapan hidup dalam
15 tahun sebesar 69 %, sedangkan pada 227 pasien yang
menerima terapi imunosupresan angka harapan hidup hanya
38%.
11. Kepustakaan 1. Lichtman M. Aplastic Anemia: Overview. ln: Lichtman M,
Beutler E, Kipps T, editors. Willioms Hemotology 7rh ed.
Mc Grow Hill. Chopter 33
2. Marsh J. et oll. Guidelines for the diagnosis and
management of aplastic anemia., British Journal
of Haematology, 147, 4T70.2010. Diunduh dari
http://www.bcshguidelines.com/documents/Aplast
anaem_bjhjune201O.pdf pada tanggal 22 Mei 2012
3. Young N.S..Aplastic anemia, myelodysplasia, and related
bone marrow failure syndromes: introduction. ln: Longo
Fouci Kosper, Harrison's Principles of lnternal Medicine
lBih edition.United States of America.Mcgrow Hill. 2012
4. Widjonarko A, Sudoyo A, Solonder, H. Anemia aplastik.
Dalam: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l.
Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam. Jilid ll. Edisi V. Jakarta: lnterna Publishing; 2010.
Hal.l 117-1126

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

ANEMIA HEMOLITIK
ICD 10. D.59

1. Pengertian Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena destruksi


(definisi) atau pembuangan sel darah merah dari sirkulasi sebelum
waktunya, yaitu 120 hari yang merupakan masa hidup sel darah
merah normal.
Ada 2 mekanisme terjadinya hemolitik yaitu :
Hemolitik intravaskular :
Destruksi sel darah merah terjadi di dalam sirkulasi pembuluh
darah dengan pelepasan isi sel ke dalam plasma. Penyebabnya
antara lain karena trauma mekanik dari endotel yang rusak,
fiksasi komplemen serta aktivasi pada permukaan sel, dan
infeksi.
Hemolitik ekstravaskular: Destruksi sel darah merah yang ada
kelainan membrane oleh makrofag di limpa dan hati. Sirkulasi
darah difiltrasi melalui splenic cords menuju sinusoid limpa. Sel
darah merah dengan abnormalitas struktur membran tidak dapat
melewati proses filtrasi sehingga difagositosis dan dihancurkan
oleh makrofag yang ada di sinusoid.
2. Anamnesa Gejala anemia: pucat, lemah, berdebar, menggigil

3. Pemeriksaan Takikardi, ikterik, splenomegaly


Fisik
4. Kriteria 1. Gambaran klinis:
Diagnosis pucat, lemas, berdebar, menggigil, ikterik, splenomegali
2.Laboratorium:
- Retikulosit meningkat, bilirubin indirek meningkat.
- Coomb test direk ( + ) : Anemia hemolitik Autoimun.
- Enzim G6PD menurun : Anemia Defisiensi G6PD.
- Sumsum tulang : seri eritrosit hiperaktif
- Hb Elektroforese : terdapat kelainan pada Talasemia.
3.Radiologi:
Pada thalasemia mayor : Foto schedel : hair on end, mosaic
patern di tulang-tulang

5. Diagnosis Anemia hemolitik autoimun: bila Coomb test direk ( + )


Anemia hemolitik non imun : bila Coomb test direk ( -)
6. Diagnosis Tergantung penyebabnya
Banding
7. Pemeriksaan Laboratorium:
Penunjang - Retikulosit meningkat, bilirubin indirek meningkat.
- Coomb test direk ( + ) : Anemia hemolitik Autoimun.
- Enzim G6PD menurun : Anemia Defisiensi G6PD.
- Sumsum tulang : seri eritrosit hiperaktif
- Hb Elektroforese : terdapat kelainan pada Talasemia.
8. Terapi a. Tergantung etiologi  anemia hemolitik autoimun  obati
penyakit dasar (SLE, Infeksi, Malaria, Keganasan,
Kongenital)
b. Akut : awasi shock, sepsis dan akut tubular nekrosis, beri
kortikosteroid ( pada rapid hemolysis diberikan
metilprednisolon IV 100-200 mg terbagi dalam 24 jam
pertama selama 10-14 hari  jika Ht sudah stabil dosis
prednison dapat dikurangi rapid stop dose reduction sampai
30 mg/hari)
c. Kronis : tergantung etiologi, kortikosteroid (dosis inisial: 60-
100 mg), imunoglobulin, antibiotik, kadang-kadang
diperlukan transfusi darah PRC, splenektomi bila tidak ada
respon.
9. Edukasi Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, pengobatan
yang akan diberikan dan efek samping dari pengobatan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. Dhaliwal G. Hemolytic Anemia. American Family Physician,
June 1,2004 lVOL.69, No. I l. Diunduh dari
http://www.oofp.org/oIp/2OO4l060l lp2599.html pada
tanggal 23 Mei 2012.
2.Parjono E, Hariadi K. Anemia Hemolitik Autoimun.Dalam:
Suyono, S. Waspadji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S.
Sundoru, H. dkk. Buku Ajar llmu Penyokit Dalam. Jilid ll.
Edisi V. Jakarta: lnterna Publishing; 2010. Hal.l 152-l 156
3. Luzzoto L. Hemolytic Anemias ond Anemia Due to Acuie
Blood Loss. ln: Longo Fouci Kasper, Harrison's Principles of
lnternal Medicine lBlh edition.United States of
America.Mcarow Hill. 2012
4. Packman C. Hemolytic Anemia Resulting from lmmune
Injury .In : Lichtman M, Beutler E, Kipps T, editors. Williams
Hematology 71h ed. Mc Grow Hill. Chapter 52
5. Neff A. Autoimmune Hemolytic Anemia. In: Geer J, Foerster
J, Luken J. Wintrobe's Clinicol Hemotology I lrh ed.
Lippincott Willioms&wilkins. Choater 35.
6. Lechner K, Joger U. How I treat autoimmune hemolytic
anemias in adults. The American Society of Hematology
.Bood, 16 September 2010 Vol I 16, No I I . Diunduh dori
bloodjournal. hematologylibrary.org pada tanggal 23 Mei
2012.

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

ANEMIA DEFFISIENSI Fe
ICD 10.D.50

1. Pengertian Anemia defisiensi besi adalah salah satu golongan anemia


(definisi) hipoproliferatif yang disebabkan karena kelainan metabolisme
besi. Besi merupakan elemen penting dalam fungsi semua sel
karena perannya dalam transport oksigen sebagai bagian
dari hemoglobin. Besi juga merupakan bagian penting dari
enzim sitokrom dalam mitokondria. Jika kekurangan besi maka
sel akan kehilangan kemampuan dalam transpor elektron dan
metabolisme energi, sehingga mengganggu sintesis Hb.
Metabolisme sel besi lebih dipengaruhi absorbsi daripada
eksresi. Kehilangan besi terjadi karena perdarahan atau
kehilangan sel. Laki-laki dan wanita yang tidak menstruasi
kehilangan besi sebesar 1, mg/hari, sedangkan wanita yang
sedang menstruasi kehilangan besi 0.6-2.5 o/o/hari. Besi akan
diabsorbsi dari saluran cerna (proksimal usus halus) dalam
bentukferrous atau dari cadangan ke dalam sirkulasi dan
berikatan dengan transferin (protein pengangkut besi). Absorbsi
besi dihambat oleh oksalat, phytates, fosfat, dan red wlne.
Sedangkan yang dapat meningkatkan absorbsi besi yaitu
hidrokuinon, askorbat, laktat, piruvat, suksinat, fruktosa, sistein,
dan sorbitol. Progresivitas defisiensi besi dapat dibedakan
menjadi 3 stadium yaitu negative iron balance, iron-deficient
erythropoiesri dan anemia defisiensi besi
2. Anamnesa Gejala klinis bervariasi tergantung beratnya dan lamanya anema,
berupa rasa lemah dan lelah, sakit kepala, light headedness,
kesemutan, rambut rontok, restless leg, dan gejala angina
pektoris pada kasus berat. Gejala khas yaitu adanya glositis,
disfagia, pica, koilonychia (spoon nail) jarang ditemukan.
3. Pemeriksaan Pasien tampak lemah dan pucat (anemis), disertai takikardia,
Fisik adanya glositis( lidah bewarna merah dan permukaannya licin),
stomatitis, angular cheilitis, koilonychia. Perdarahan maupun
adanya eksudat pada retina dapat ditemukan pada anemia berat.
Splenomegali mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi
lainnya.
4. Kriteria Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
Diagnosis penunjang
5. Diagnosis Anemia deffisiensi Fe
6. Diagnosis Talasemia, anemia sideroblastik anemia penyakit kronik, dan
Banding keracunan logam berat

7. Pemeriksaan DPL: Hb menurun, leukosit menurun, trombosit


Penunjang meningkat/menurun
Retikulosit : Normal atau menurun
Morfologi eritrosit : mikrositik hipokrom
Sediaan darah tepi : adanya anisositosis
Besi serum : menurun
Ferritin serum : hasilnya bervariasi
Transferrin : meningkat
TIBC : meningkat
Saturasi transferin : menurun
Aspirasi sumsum tulang : sideroblas menurun atau negatif
8. Terapi Tatalaksana diet :
Makan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi. Makan makanan yang mengandung zat besi tinggi,
seperti daging merah

Preparat besi oral


Preparat besi inorganik mengandung 30 dan 100 mg besi
elemental. Dosis 200-300 mg besi elemental per hari harus
diabsorbsi sebanyak 50 mg/hari.Tujuan terapi tidak hanya
memperbaiki anemia tetapi juga menambah cadangan besi
minimal 0.5-1 gram, sehingga diperlukan terapi selama 6-12
bulan setelah anemia terkoreksi. Dosis: 3-4 kali L tablet (L50
dan 200 mg) diminum l jam sebelum makan. Efek samping:
mual, heartburn, konstip asi, metalic taste,buang air besar hitam

Preparat besi parenteral3


- Indikasi: malabsorbsi, intoleransi terhadap preparat oral,
dibutuhkan dalam jumlah banyak.
- Dosis besi (mg) = [15-Hb yang diperiksa) x berat badan (kg) x
2.3 + 500 atau 1000 mg (untuk cadangan)
- Iron sucrose:5 ml (100 mg besi elemental) diberikan secara
intravena tidak melebihi 3x seminggu. Efek samping: hipotensi,
kram, mual, sakit kepala, muntah, dan diare
- Iron Dextran: dosis untuk tes 0.5 ml secara intravena sebelum
terapi dimulai, selanjutnya diberikan 2ml setiap dosis. Efek
samping: hipotensi, mialgia, sakit kepala, nyeri perut, mual dan
muntah, limfadenopati, efusi pleura, pruritus, urtikaria, kejang,
flushing, menggigil, flebitis, dizziness
Transfusi sel darah merah: diberikan jika ada gejala anemia,
instabilitas kardiovaskular, perdarahan masih berlangsung, dan
membutuhkan intervensi segera.
9. Edukasi Menjelaskan kepada pasien untuk mengkonsumsi preparat Fe
secara teratur dan menjelaskan makanan dan minuman yang bisa
menghambat dan meningkatkan absorbsi besi

10. Prognosis Jika penyebab defisiensi besi diatasi maka prognosis akan baik.
Terapi inadekuat akan menyebabkan anemia rekuren, sehingga
terapi harus diberikan minimal 12 bulan setelah anemia
terkoreksi.
11. Kepustakaan 1. Killip S. lron Deflciency Anemia. American Academy of
Family Physicians.Volume 75, Number 5. 2007. Diunduh
dari www.oofp.org/ofp podo tonggol23 Mei 2012.
2. Adamsan J. lron deflciency and other hypoproliferative
anemias. In:Longo DL, Kosper DL, Jomeson
DL, Fouci AS, Houser SL, Lascolzo J, editors. Harrison's
Principals of lnternal Medicine l 81h ed. Mc
Grow Hill. Chopter 98 3. Beutler E. Disorders of iron
metabolism. ln:Lichtmon M, Beutler E, Kipps T, editors.
WilliomsaHematology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 40

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

ANEMIA PENYAKIT KRONIK


ICD 10. D.63

1. Pengertian Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya sel darah merah


(definisi) dalam tubuh. Anemia penyakit kronik adalah anemia yang
terjadi pada yang ditemukan pada kondisi penyakit kronik seperti
infeksi kronik inflamasi kronik, atau beberapa keganasan. Pada
penyakit inflamasi, sitokin dihasilkan oleh leukosit yang aktif
dan sel lain yang ikut berperan menurunkan kadar hemoglobin
(Hb). Ada beberapa mekanisme terjadinya anemia pada anemia
penyakit kronik :
- Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi
yaitu interleukin-6 flL-6) menghambat produksi sel darah
merah. IL-6 meningkatkan produksi hormon hepcidin yang
diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam regulator zat
besi. Hormon hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi
dari makrofag dan hepastosit, sehingga jumlah zat besi untuk
pembentukan sel darah merah terbatas.
- Inhibisi pelepasan eritropoietin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF
a(tumour necrosis factor).
- Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh TNF o
dan INF y (interferony), dan IL 1.
- Peningkatan eritrofagositosis makrofag RES (reficulo
endothelial system) oleh TNF.
Penyebab dari anemia penyakit kronik :
- Ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi eritrosit (sel
darah merah sebagai kompensasi pemendekan umur eritrosit
- Destruksi sel darah merah
- Sekresi hormon eritropoietin yang tidak adekuat dan
resistensi terhadap hormone tersebut
- Eritropoiesis yang terbatas karena menurunnya jumlah zat
besi
- Absorpsi zat besi dari saluran cerna yang terhambat
2. Anamnesa Keluhan-keluhan yang didapatkan berupa rasa lemah dan lelah,
sakit kepala, nafas pendek
3. Pemeriksaan Pucat, tampak anemis, dapat ditemukan kelainan-kelainan sesuai
Fisik penyakit penyebabnya.
4. Kriteria Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
5. Diagnosis Anemia penyakit kronik
6. Diagnosis - Supresi sumsum tulang karena obat: besi serum meningkat,
Banding hitung retikulosit rendah
- Hemolisis karena obat: hitung retikulosit, haptoglobin,
bilirubin, dan laktat dehidrogenase meningkat
- Kehilangan darah kronik: serum besi menurun, feritin serum
menurun, transferin meningkat
- Gangguan ginjal
- Gangguan endokrin: hipotiroid, hipertiroid, diabetes mellitus
- Metastasis sumsum tulang: poikilosit, normoblas, teardrop-
shaped red cells, sel mieloid imatur
- Thalasemia minor
7. Pemeriksaan - Hemoglobin [Hb): menurun ( kadar : 8-9 g/dl)
Penunjang - Hitung retikulosit absolut : normal atau meningkat sedikit
- Feritin serum: normal atau meningkat. Merupakan penanda
simpanan zat besi, kadar 15 ng/ml mengindikasikan tidak
adanya cadangan zat besi
- Besi dalam serum: menurun [hipoferemia). Half-life; 90
menit
- Transferin serum: menurun, Half-life : 8-L2 hari, sehingga
penurunan transferin serum lebih lama terjadi daripada
penurunan kadar besi serum.
- Saturasi transferin
- Reseptor transferin terlarut (soluble transferrin receptor):
menurun
- Rasio reseptor transferin terlarut dengan log feritin
- Kadar sitokin
- Eritropoietin
- Hapusan darah tepi: normositik normokrom, dapat hipokrom
mikrositik ringan
- Aspirasi dan biopsi sumsum tulang : jarang dilakukan untuk
mendiagnosis anemia penyakit kronik, tetapi dapat dilakukan
sebagai gold standard untuk membedakan dengan anemia
defisiensi besi. Morfologi sumsum tulang dan pewarnaan zat
besi normal, kecuali dikarenakan penyakit penyebabnya. Hal
yang penting diperhatikan adanya simpanan zat besi dalam
sitoplasma makrofag atau berfungsi di dalam nucleus. Pada
individu normal, dengan pewarnaan Prussian blue partikel
dapat ditemukan di dalam atau di sekitar makrofag, sepertiga
mukleus mengandung
1-4 badan inklusi halus bewarna biru fsideroblas). Pada
anemia penyakit kronik, partikel besi di sideroblas bekurang
atau tidak ada, tetapi di makrofag meningkat.
Peningkatan simpanan zat besi di makrofag berhubungan
dengan menurunnya kadar besi di sirkulasi.
8. Terapi - Mengenali dan mengatasi penyakit penyebabnya
- Terapi besi: kegunaannya masih dalam perdebatan
- Kontraindikasi jika feritin normal( >100 ng/ml)4
- Agen Erythropoietic:
lndikasi: anemia pada kanker yang akan menjalani
kemoterapi, gagal ginjal kronik, infeksi HIV yang akan
menjalani terapi mielosupresif.
3 jenis: epoetin o, eportin B, darbepoetin a
Epoetin :Dosis awal 50-150 U/kg berat badan diberikan 3
kali seminggu selama minimal 4 mingu, jika tidak ada respon
dosis dinaikkan 300 U/kg diberikan 3 kali seminggu 4-8
minggu setelah dosis awal.
Target: Hb Ll-1-2 gram/dl
Sebelum pemberian harus menyingkirkan adanya anemia
defisiensi besi
Monitoring selama terapi: setelah terapi selama 4 minggu
dilakukan pemeriksaan kadar Hb, dan 2-4 minggu kemudian.
Jika Hb meningkat <L gramf dl, evaluasi ulang status besi
dan pertimbangkan pemberian suplemen besi.
Jika Hb mencapai 1,2 gram/dl, diperlukan penyesuaian dosis.
fika tidak ada respon dengan dosis optimal dalam 8 minggu,
berarti pasien tidak responsive terhadap terapi agen
erythropoietic.
- Transfusi darah: jika anemia sedang-berat (Hb<6.5 gram/dlJ
dan bergejala
9. Edukasi Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, pengobatan
yang akan diberikan dan efek samping dari pengobatan

10. Prognosis Keluhan anemia akan berkurang jika mengobati penyakit


penyebabnya . Pada suatu penelitian dinyatakan bahwa anemia
berhubungan dengan gagal ginjal, gagal jantung kongestif, dan
kanker. Derajat anemia berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit, prognosis buruk pada pasien dengan penyakit
keganasan, gagal ginjal kronik, dan gagal jantung kongestif.
Kematian yang terjadi tidak dikarenakan anemia secara
langsung. Belum terbukti bahwa perbaikan anemia saja akan
meningkatkan prognosis penyakit penyebabnya seperti kanker
atau penyakit inflamasi.

11. Kepustakaan 1. Gans T. Anemia of Chronic Disease. ln :Lichtman M, Beutler


E, Kipps T, editors. Williams Hematology 7 f'ed. Mc Grow
Hill. Chopter 43
2. Zarychonski R. Clinical paradigms Anemia of chronic disease:
A harmful disorder or on adaptive. CMAJ. 2008 August l2; 1
79(4): 333-337. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/orticles/
PMC24929761 pada tanggal 19 Mei2012.
3. Gardner LB, Benz Jr EJ. Anemia of chronic diseases. In:
Haffman R, Benz EJ, Shottil SS, et al.,eds Hemotology: Basic
Principles and Practice. 5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier
Churchill Livingstone; 2008:chop 37.
4. Supandiman l, Fadjari H, Sukrisman L. Anemia PadaPenyakit
Kronis. Dalam:Suyana, S. Waspadji, S. Lesmana, L. Alwi, l.
Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajar llmu Penyokit Dalam.
Jilid ll. Edisi V. Jakarta: lnterna Publishing; 2010. Hal.l 138-1
1 40
5. Weiss G, Goodnough LT. Anemia of chronic diseose. N Engl
J Med.2005,352: l0l l-1023.
6.Silver B, https://www.clevelondclinicmeded.com/medicolpubs/
diseosemonogement/hemotology-oncology/anemia/tap pada
tanggal 19 Md2012.
7. Adamson J. lron Deflciency ond Other Hypoproliferotive
Anemias. ln:Longo DL, Kosper DL, Jameson DL, Fouci AS,
Houser SL, Loscolzo J, editors. Harrison's Principals of
lnternal Medicine 81h ed. Mc Grow Hill. Chopter 98

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT DALAM
RSUD KH. DAUD ARIF

DIATESIS HEMORAGIK

1. Pengertian Diathesis adalah suatu tampilan fisik atau kondisi tubuh yang
(definisi) menyebabkan jaringan tubuh bereaksi secara khusus terhadap
stimulus ekstrinsik tertentu yang akan membuat seseorang lebih
mudah terkena penyakit tertentu. Diatesis hemoragik
(hemorrhagic diathesis/bleeding diathesis/bleeding tendency)
merupakan suatu predisposisi hemostasis abnormal atau
kecenderungan perdarahan (bleeding tendency).Proses
patofisiologis ini terbagi menjadi 3 kategori yaitu kelainan fungsi
atau jumlah trombosit, gangguan faktor koagulasi, dan
kombinasi dari keduanya.

2. Anamnesa - Riwayat perdarahan spontan di masa lalu, perdarahan di


berbagai tempat (multiple sites), perdarahan terisolasi (mis
hematuria, hematemesis, hemoptisis)
- Riwayat perdarahan masif pasca operasi atau trauma
(immediate atau delayed), termasuk sirkumsisi, tonsilektomi,
melahirkan, menstruasi, pencabutan gigi, vaksinasi, dan
injeksi
- Riwayat penyakit komorbid (gagal ginjal, infeksi HIV
penyakit mieloproliferatil penyakit jaringan ikat, limfoma,
penyakit hati)
- Riwayat transfuse
- Riwayat kebiasaan makan, malabsorpsi, dan antibiotik )
predisposisi defisiensi vitamin K
- Riwayat konsumsi obat seperti aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDS)
- Riwayat koagulopati dalam keluarga (hemofilia, dll)
3. Pemeriksaan Identifikasi tanda perdarahan (perdarahan mukosa, petekia,
Fisik purpura, ekimosis/common bruises, perdarahan jaringan lunak
saluran cerna, epistaksis, hemoptisis)
Tanda infeksi
Tanda penyakit autoimun
4. Kriteria Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
Diagnosis
5. Diagnosis Diatesis Hemoragik sesuai etiologi
6. Diagnosis Sesuai etiologi
Banding
7. Pemeriksaan Laboratorium:
Penunjang Inisial: darah perifer lengkap, prothrombin time (PT), activated
partial thromboplastin time (aPTT) dan morfologi darah tepi
Skrining pre-operatif : bila riwayat perdarahan negatif ) darah
perifer lengkap, PT aPTT, bleeding time (BT)
Lainnya (sesuai indikasi): thrombin time (TT), faktor koagulasi,
fibrin degradation products IFDP), agregasi trombosit, serologi
virus Dengue, CMY, Epstein Barr Virus, hepatitis C, HIV
rubella), serologi LES, elektroforesis serum protein,
imunoglobulin, fungsi hati, defisiensi IgA atau monoclonal
g ammopathres [selektif), tes Coomb
8. Terapi Gangguan koagulasi : hemofilia A dan B, vWD
- Preventif : hindari olahraga kontak, higiene oral yang baik,
teknik imunisasi yang hati-hati, terapi pengganti segera setelah
trauma, tatalaksana episode perdarahan akut. Terapi profilaksis
primer dapat menurunkan insidens artropati, namun inisiasi
terapi dan biaya yang dibutuhkan masih menjadi kontroversi.
Hindari juga pemberian aspirin, NSAIDs, dan obat lain yang
dapat mengganggu agregasi trombosit.
- Terapi pengganti
Hemofilia A: recombinant atau plasma-derived factor VIII
1. Plasma  kriopresipitat (-80 unit faktor VIII dalam larutan 10
cc)
2. Generasi pertama: Bioclate, Helixate FS, Kogenate,
Recombinate
3. Generasi kedua: Kogenate FS dan B-domain deleted
recombinant factor VIII (BDDrFVIII)
4. Karena waktu paruh faktor VIII hanya 12 jam, maka kadar
factor tersebut harus diperiksa tiap 12 jam.
5. Dosis pemeliharaan: 1/2 dosis awal dan diberikan setiap hari.
Monitoring kadar faktor pembekuan biasanya dianjurkan setiap
pasca trauma besar, perdarahan, atau operasi.
6 Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganti dosis
factor VIII:
Dosis (unit) = (target kadar faktor - baseline) x berat badan
lkgl/2
Hemofilia B: recombinant atau plasma-derived factor IX
l. Pengganti faktor lX: prothrombin complex concentrates
(PCCs) yang mengandung faktor II, VII, X, dan IX
2. Karena waktu paruh faktor IX hanya sekitar 16 jam, maka
level faktor tersebut harus diperiksa tiap 16 jam.
3. Dosis pemeliharaan: L/2 dosis awal dan diberikan setiap hari.
Monitoring kadar faktor pembekuan biasanya dianjurkan setiap
pasca trauma besal perdarahan, atau operasi.
4. Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganti dosis
faktor IX:
Dosis (unit) = (target kadar faktor - baseline) x berat badan [kg]
x 1,2
- Desmopressin [DDAVP): terapi pilihan pada penderita
hemofilia A ringan dengan perdarahan ringan-sedang
- Terapi antifibrinolisis pada hemofilia A (asam traneksamat
atau asam e-aminocaproic/EACA): bermanfaat perdarahan
gusi dan menoragia. Dosis oral asam traneksamat dewasa
4x1. g/hari, EACA loading dose 4-5 g dilanjutkan 1
g/jam (continuous infusion) pada dewasa atau 4 g tiap 4-6
jam per oral selama 2-8 hari tergantung dari derajat
perdarahan. Terapi ini dikontraindikasikan bila ada
hematuria.
- Fibrin glue/fibrin tissue adhesives dapat digunakan untuk
terapi adjuvan untuk faktor VIII.
- Faktor VIIa rekombinan, pada pasien hemofilia dengan titer
inhibitor tinggi.
Dosis anjuran: 90 llg/kg tiap 2 jam sampai tercapai
hemostasis
2. Gangguan inhibisi faktor koagulasi: autoantibodi faktor VIII'z
- Tatalaksana etiologi bila diketahui. Apabila imbas obat )
stop konsumsi maka perdarahan akan berhenti dalam
beberapa bulan. Sebagian besar (inhibitor post partum)
sembuh dalam waktu 2-3 bulan pasca persalinan
- Pasien simptomatik ) mengatasi perdarahan dan
menurunkan titer antibodi
Menurunkan titer antibodi : imunosupresan (steroid,
cyclophosphamide, azathioprine, desmopressin, (in fra v
enous immun og I obulin) / lVlG, atau plasmaferesis)
Prednison 1 mg/kg/hari selama 3-6 minggu, atau
Cyclophosphamide 2 mg/kg/hari selama 6 minggu, atau
Pada pasien dengan kontraindikasi imunosupresan, IVIG 0,4
g/kg/hari selama 5 hari
3. Kelainan hematologis terkait abnormalitas fungsi trombosit
- Kelainan mieloproliferatif kronis
Polisitemia vera ) lihat pada bab Polisitemia Vera
Trombositosis esensial ) lihat pada bab Trombositosis
Esensial Leukemia mielogenus kronis ) lihat pada bab
Leukemia Mielofibrosis dengan metaplasia mieloid
- Terapi sebaiknya diberikan pada pasien simptomatis, usia
>60 tahun, individu yang akan menjalani operasi, meliputi
koreksi polisitemia, pemeliharaan massa eritrosit, tatalaksana
penyakit yang mendasari. Reduksi trombosit hingga
<400.000/uL dengan plateletferesis atau agen sitoreduktif.
- Leukemia dan sindrom mielodisplasia) Iihat pada bab
Leukemia
Disproteinemia : terapi sitoreduktif, plasmaferesis
- Penyakit von Willebrand didapat: infus DDAVP, vWF-
containing foctor VIII concentrates, IVIG dosis tinggi
4. Kelainan sistemik terkait dengan abnormalitas fungsi
trombositT
- Uremia: agregasi trombosit abnormal, dan BT memanjang
sering terjadi pada pasien uremik tapi bukan merupakan
indikasi intervensi terapeutik. Terapi: dialisis, transfusi
trombosit, recombinanthuman Epo, DDAVB estrogen
konjugasi, kriopresipitat Antibodi antitrombosit (lTP, LES,
alloimunisasi trombosit, trombositopenia)
Card io pulmonary by pass
o Evaluasi preoperatif: riwayat perdarahan pada pasien atau
keluarga
o Transfusi profilaksis komponen darah allogenik tidak
diindikasikan
o Pada pasien anemia preoperatif, dapat diberikan recombi
nant human Epo dan non-anemis dapat diberikan Epo +
donor darah autolog
o Cell savers dan darah yang dikumpulkan dari drainase
chest tube dapat digunakan selama operasi dan di re-infus
untuk mengurangi transfuse allogenik. Keamanan transfusi
dalam jumlah besar dengan teknik ini belum ditetapkan.
o Perdarahan pasca operasi pada pasien dengan BT
memanjang dan kehilangan darah berlebihan dapat merespon
terapi DDVAP, dan perdarahan pasca operasi yang tidak
dapat dikontrol dapat diberikan recombinant facto r Y lla.
o Inhibisi fibrinolisis dengan aprotinin, EACA, asam
traneksamat terbukti mengurangi kehilangan darah
mediastinum dan kebutuhan transfusi.
o Apabila perdarahan pasca operasi non-bedah terjadi,
pastikan pasien tidak dalam keadaan hipotermia dan heparin
telah fully reversed. Pada tahap ini, administrasi obat dan
transfusi trombosit, kriopresipitat, FFP, dan PRC dapat
diberikan.
Kelainan lainnya
o Penyakit hati kronisBT memanjang merespon infusan
DDVAP
9. Edukasi Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, pengobatan
yang akan diberikan dan efek samping dari pengobatan

10. Prognosis Tergantung dari etiologi dan respon terapi

11. Kepustakaan 1. Dorland's lllustrated Medical Dictionary. 23'd Edition.


Philadelphia: Sounders Elsevier. 2002
2. Boz R, Mekhoil T. Bleeding Disorders. ln : Corey W,
Abelson A, Dweik R, et al. Curreni Clinical
Medicine.2nd Edition. The Cleveland Clinic Foundation.
Philadelphia :Elsevier.20l0.
3. Koushonsky K, Selighson U. Classiflcation, Clinical
Manifestations, ond Evaluation of Disorders of
Hemostasis: Overview. ln : Lichtmon M, Beutler E,
Selighson U, et ol. Williams Hematology. 7th
Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
4. McMillon R. Evoluation of the Patient With Possible
Bleeding Disorder. ln: Goldman, Ausiello.
Cecil Medicine. 23'd Edition. Philadelphia. Sounders,
Elsevier. 2008.
5. Konkle B. Disorders of Platelets and Vessel Wall. ln :
Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jameson JL,
Loscolzo J. Harrison's Principles of lnternal Medicine. l8rh
Edition. New York, McGrowHill. 2002.
6. Escobor M, Roberts HR, White ll GC. Hemophilia A ond
Hemophilia B. ln : Lichtmon M, Beutler E,
Selighson U, et ol. Williams Hematology. 7th Edition. New
York, McGrow-Hill. 2007
7. Abroms CS, Bennett JS, Shottil SJ. Acquired Qualitative
Platelets Disorders: Overview. ln: Lichtman
M, Beutler E, Selighson U, et.al. Williams Hematology. 7th
Edition. New York, McGrow-Hill. 2007

Mengetahui/Menyetujui Kuala Tungkal, Juli 2019


Direktur RSUD KH Daud Arif Ka. SMF Penyakit Dalam

dr. Elfry Syahril dr.Douglass Siagian, Sp.PD

Anda mungkin juga menyukai