Anda di halaman 1dari 3

Panduan Praktik Klinis

Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie


2018

ASMA
Penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala
DEFINISI episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak
nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang
dini hari.
Episode berulang sesak nafas dengan atau tanpa mengi dan rasa
ANAMNESIS
berat di dada akibat faktor pencetus.
Tanda-tanda vital: denyut nadi ...x/menit, pernafasan ...x/menit,
tekanan darah ..../..... mmHg. Sesak, wheezing.
Episode berulang sesak nafas dengan atau tanpa mengi dan rasa
berat di dada akibat faktor pencetus. Asma bronkial dibagi menjadi:
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu, asimptomatik, APE di
antara serangan normal, asma malam < 2 kali/bulan, APE > 80%,
variabilitas < 20%.
2. Asma persisten ringan, gejala asma >1 kali/minggu, < 1 kali/hari,
PEMERIKSAAN
asma malam > 2 kali/bulan, APE > 80% variabilitas 20-30%.
FISIK
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari
menggunakan beta 2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu saat
serangan asma malam > 1 kali/minggu, APE 60% dan < 80%
prediksi atau variabilitas > 30%.
4. Asma perisisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam
sering, aktivitas terbatas dan APE < 60% prediksi atau variabilitas >
30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan
derajat asma.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
KRITERIA
pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥15% rasio APE
DIAGNOSIS
sebelum dan sesudah pemberian inhalasi salbutamol.
DIAGNOSIS Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
BANDING
1. Pemeriksaan Laboratorium Klinis
2. Pemeriksaan terhadap jumlah eosinofil darah
3. Pemeriksaan sputum
PEMERIKSAAN 4. Spirometri
PENUNJANG 5. Uji tusuk kulit (skin prick test/SPT)
6. Uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas indikasi
7. Analisis gas darah atas indikasi
8. Pemeriksaan Radiologi: Foto Thorax
TERAPI 1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid
inhalasi 500 ug Budesonide Propionat (BDP) atau ekuivalennya atau
pilihannya: teofilin lepas lambat, kromolin antileukotrin.
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa
kortikosteroid inhalasi 200–1000 ug Budesonide Propionat (BDP)
atau ekuivalennya ditambah dengan beta agonis aksi lama (LABA)
atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500–1000 ug BDP atau
ekuivalennya)+ LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis
ditinggikan (>1000 ug BDP atau ekuivalennya) atau kortikosteroid
inhalasi 500–1000 ug BDP atau ekuivalennya) + antileukotrien.
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid
Inhalasi (> 1000 ug Budesonide propionat atau ekuivalennya) +
LABA.
Inhalasi + salah atau pilihan berikut:
a. Teofilin lepas lambat
b. Antileukotrien
c. LABA oral

Untuk menghilangkan sesak nafas pada pasien inhalasi beta-2


agonis kerja singkat tetapi tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Inhalasi
antikolinergik, agonis beta-2 kerja singkat oral dan teofilin lepas
lambat dapat diberikan sebagai pilihan lain selain agonis beta-2 kerja
singkat inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap
penatalaksanaannya sebagai berikut:
a. Oksigen
b. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya
tergantung respon terapi awal
c. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromide) setiap 4-6 jam
terutama pada obstruksi berat (atau dapat diberikan bersama–
sama dengan agonis beta-2)
d. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg/hari
setara prednisone
e. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan dosis awal 5-6 mg/kgBB
dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6 mg/kgBB/jam)
f. Antibiotik jika ada infeksi sekunder
g. Pasien observasi 1–3 jam kemudian dengan pemberian agonis
beta-2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi terus membaik,
pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari): inhalasi
agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan, penyuluhan dan
pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan bila ada indikasi,
perjanjian kontrol berobat.
h. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien
termasuk golongan risiko tinggi: pemeriksaan fisik tambah berat,
APE (arus puncak ekspirasi) > 50% dan < 70% dan tidak ada
perbaikan hipoksemia (dari hasil analisis gas darah) pasien harus
dirawat.

Pasien dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap upaya


pengobatan di unit gawat darurat atau bertambah beratnya
serangan/buruknya keadaan perawatan 6-12 jam adanya penurunan
kesadaran atau tanda–tanda henti nafas, hasil pemeriksaan analisis
gas darah menunjukkan hipoksemia dengan kadar PO 2 < 60 menit
mmHg dan atau PCO2 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan
oksigen yang adekuat.

EDUKASI 1. Standar Edukasi :


a. Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Diet (hindarkan makanan yang banyak mengandung histamin
seperti seafood, coklat, dll yang memicu serangan asma)
c. Hentikan rokok
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau berenang sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20
menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal
e. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kernampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan
f. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila
mampu.
2. Standar Rehabilitasi
a. Chest fisioterapi
b. Senam asma

Ad vitam : dubia ad bonam


PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
1. PAPDI, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
KEPUSTAKAAN 2. Pusponegoro, H.O., Hadinegoro, S.R.S., Firmanda, D., Tridjaja, B.,
Pudjiadi, A.H., Kosim, M.S. 2004. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Jakarta. IDAI.

Anda mungkin juga menyukai