Anda di halaman 1dari 29

Tirza Sosanta

FAB 118 033


Pembimbing : dr. Artsanto, Sp. An
 Penyakit kronik berupa gangguan inflamasi
saluran pernafasan yang dihubungkan
dengan hiperesponsif, keterbatasan aliran
udara yang reversible dan gejala pernafasan
 Etiologi
-herediter
-alergi
-kebiasaan : polusi udara, stress, makanan
-obat : obat nyeri seperti NSAID
 Patofisiologi asma melibatkan pelepasan
mediator kimiawi ke jalan napas dan adanya
aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf
parasimpatis

 Sel dendritikaktiviasi limfosit T respon


imun pengeluaran sitokin inflamasi
memprovokasi kontraksi otot polos
bronkus
 Kontraksi otot polos saluran respiratorik
diperkuat oleh
-penebalan dinding saluran nafas akibat
edem akut
-infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling
-hiperplasia dan hipertropfi kronis otot
polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta
deposisi matrik pada dinding saluran
respiratorik
Klasifikasi Asma ditinjau dari
berat ringannya penyakit
DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU

INTERMITEN  Gejala < 1x/minggu < 2 kali sebulan VEP1 atau APE >
80%
Mingguan  Tanpa gejala di luar serangan

 Serangan singkat

 Fungsi paru asimtomatik dan


normal di luar serangan.
PERSISTEN  Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari > 2 kali VEP1 atau APE >
80%
RINGAN  Serangan dapat mengganggu seminggu
aktivitas dan tidur. normal
Mingguan
PERSISTEN  Gejala harian > sekali VEP1 atau APE >

SEDANG  Menggunakan obat setiap hari seminggu 60% tetapi < 80%
normal
Harian  Serangan mengganggu aktivitas
dan tidur

 Serangan 2x/minggu, bisa


berhari – hari

PERSISTEN  Gejala terus menerus Sering VEP1 atau APE <


BERAT  Aktivitas fisik terbatas 80% normal
Kontinu  Sering serangan
Terapi farmakologi untuk asma
-Short acting B2 agonist (salbutamol,
terbutalin)
-Antikolinergik
-Kortikosteroid
1.Penanganan anestesi preoperatif
a.Evaluasi preoperatif
b.pengelolaan preoperatif
c.premedikasi
2.Penanganan anestesi intraoperatif
a. Regional anestesi
b. Anestesi umum
-agent inhalasi
-obat induksi intravena
-muscle relaxant
c. Terapi bronkospasme intaroperatif
d. Penanganan post operatif
a. Evaluasi preoperatif
1.)Riwayat penyakit
-lama penyakit , frekuensi serangan, lama
berat serangan, faktor-faktor yang
mempengaruhi, riwayat terakhir kali
serangan, pengobatannya
2)pemeriksaan fisik
-dilihat dari derjat obstruksi jalan nafas yang terjadi
I: sianosis, ekspirasi memanjang, tampak sesak
P: takikardi
P: hipersonor
A: wheezing, ronki
- tanda serangan asma berat dilihat dari penggunaan otot
pernafasan tambahan
3) Lab
-eosnifil total dalam darah sering meningkat
4) Rontgen thorax
-dilakukan bila ada kecurigaan proses
patologi di paru
5)Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)
-untuk mengetahui kondisi klinis asma perlu
dilakukan pengukuran aliran udara ekspirasi
yaitu volume ekspirasi paksa detik
pertama(FEV1) dan arus puncak ekspirasi
(PEFR)
Hubungan asma dengan pemeriksaan spirometri

Keadaan Klinik % FEV/FVC

Normal 80-100

Asma Ringan 75-79

Asma Sedang 50-74

Asma Berat 35-49

Status Asmatikus <35


6) Analisa gas darah
-pemeriksaan gas darah biasanya dilakukan
pada serangan asma yang berat
7) Fisoterapi dada
-keadaan akut untuk dilakukan fisioterapi
adalah pasien-pasien dengan retensi sputum
yang berlebihan atau abnormal akibat batuk
yang terus menerus atau pada pasien yang
batuknya sangat lemah
b. Pengelolaan preoeratif
-persiapan pertama dengan gangguan
pernafasan yang menjalani pembedahan
adalah menentukan reversibilitas kelainan
-proses obstruksi reversible (dengan
bronkodilator) atau ireversible
c. Terapi medis
Preparat yang digunakan untuk asma adalah
-Simpatomimetik atau b2 adrenergik
agonisbronkodilatasi
contoh : albuterol(ventolin) 2 puffs dengan
MDI 3-4 jam
salmeterol (serevent) 2 puff dengan MDI
setiap 12jam
metaproterenol 2 puff dengan MDI 3-4 jam
-Parasimpatolitik bronkodilatasi
contoh Ipratropium bromide inhaler
-metilxantin
teofilin
-kortikosteroid
steroid intravena meliputi hidrokortisone
100mg tiap 8 jam
-kromolin
-mukolitik
Premedikasi
Tujuan untuk menghilangkan cemas,
meminimalkan reflek bronkokontriksi
terhadap iritasi jalan nafas
-sedatif (benzodizepin)
-opioid (fentanil)
-bronkodilator inhaler atau kortikosteroid
inhaler, kortikosteroid parentral
A. Regional Anestesi
 Pada pasien asma yang pernapasannya

tergantung pada penggunaan otot-otot


tambahan (intercostal untuk inspirasi, otot
perut untuk ekspirasi paksa).
 Spinal anestesi dapat memperburuk kondisi

jika hambatan motorik menurunkan FRC,


mengurangi kemampuan untuk batuk dan
membersihkan lendir atau memicu gangguan
respirasi atau bahkan terjadi gagal napas.
 Faktor-faktor penting yang menghalangi
keberhasilan penggunaan regional anestesi
seperti pasien tidak tahan berbaring dimeja
operasi dalam waktu lama, batuk spontan
dan tidak terkendali dapat membahayakan
yaitu pada tahap kritis pembedahan.
B. Anestesi Umum
 Waktu paling kritis pada pasien asma yang
dianestesi adalah selama instrumentasi jalan
napas
 Nyeri, stress, emosional atau rangsangan selama
anestesi dangkal dapat menimbulkan
bronkospasme
 Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan
pelepasan histamin (seperti curare, atracurium,
mivacurium, morfin, meperidin) harus dicegah
atau diberikan dengan sangat lambat jika
digunakan.
1. Agent Inhalasi
Agent inhalasi anestesi seperti
halothan
-menimbulkan pelebaran bronkus sebagai akibat dari blokade
pada reflex bronkokonstruksi bronkodilator yang poten
-halotan tidak ideal pada pasien yang menderita kelainan
jantung karena halotan dapat mengakibatkan disaritmia karena
efek katekolamin release.
MAC :0,72%
Isofluran dan desfluran
-dapat pula menimbulkan bronkodilator dengan derajat yang
setara tetapi harus dinaikkan secara lambat karena sifatrnya
iritasi ringan di jalan napas
ISO MAC :1.12 %
Sevofluran
-tidak terlalu berbau (tidak menusuk) dan
memiliki efek bronkodilator serta sifatnya
tidak iritasi di jalan napas.
MAC : 2.05%
2. Obat-Obat Induksi Intravena
Untuk induksi anestesi dapat digunakan obat-
obat yang mempunyai onset kerja yang cepat
-Contoh obat induksi yang dapat digunakan
adalah ketamin. Dosis induksi 1-3mg/kgBB
OOA 30 detik, DOA 10-20 menit tetapi
memerlukan waktu 60-90 menit untuk
berorientasi penuh
3. Muscle relaxant
-Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunan muscle relaxan adalah perlu tidaknya
mereverse kerjanya
-Dengan menghambat penghancuran ACH
endogen, inhibitor cholinesterase seperti
neostigmin dapat meningkatkan sekresi jalan
napas dan dapat menimbulkan bronkospasme
-Efek ini dapat dicegah dengan penggunaan
antagonis muscarinik seperti atropin 1 mg atau
glycopyrrolate 0,5 mg untuk meminimalkan efek
samping muskarinik.
-suksinilkolin dapat menyebabkan pelepasan
histamin tetapi secara umum dapat digunakan
dengan aman pada kebanyakan pasien asma.
 Terapi bronkospasme intraopratif

Apabila terjadi bronkospasme yang berat terjadi


managemen yang harus dilakukan :

-Oksigenasi dengan pemberian oksigen 100%


-Mendalami anestesi dengan meningkatkan agen
volatile
-Aminophillyn 5-7 mg/kg i.v secara pelan-pelan
-Ipratropium bromide 0,25 mg nebulizer,
adrenalin bolus I.v (10μg=0,1 ml), ketamin 2
mg/kg magnesium 2 gr i.v secara lambat
-Hidrokortison 200 mg i.v.
 Pada akhir pembedahan sebaiknya pasien sudah
bebas wheezing, aksi pelemas otot
nondepolarisasi perlu direvese dengan anticholin
esterase yang tidak memacu terjadinya
bronkospasme, bila sebelumnya diberikan
antikolinergik dengan dosis sesuai
 Ekstubasi dalam perlu dilakukan sebelum terjadi
pulihnya reflek jalan napas normal untuk
mencegah brokospasme atau setelah pasien
asma sadar penuh.
 Lidocain bolus 1,5-2 mg/ kgBB diberikan
intravena atau dengan kontinue dosis 1-2 mg/
mnt dapat menekan reflek jalan napas.2
d. Penanganan postopeartif
-Kontrol nyeri post operasi yang bagus adalah
epidural analgesia. NSAID harus dihindari karena
dapat mencetus terjadinya bronkospasme
-Oksigenasi harus tetap diberikan
-Pasien asma yang selesai menjalani operasi
pemberian bronkodilator dilanjutkan lagi
sesegera mungkin pada pasca pembedahan
-Pemberian bronkodilator melalui nebulator atau
sungkup muka. Sampai pasien mampu
menggunakan MDI (Meteroid Dose Inheler)
sendiri
Pasien akan memperoleh manfaat dari terapi MDI
specer bila memenuhi kriteria sebagai berikut;3
1. Frekuensi pernapasan < 25 kali/menit
2. Mampu menahan napas selama 5 detik atau
lebih
3. Kapasitas vital > 15 ml/kgbb
4. Mampu komunikasi verbal dan mengikuti
instruksi
5. Koordinasi tangan-mulut-inspirasi memadai
6. PEFR ≥ 150 Lt/menit untuk wanita dan > 200
Lt/menit untuk pria
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai