ASMA
❖ Definisi
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperresponsif pada jalan napas yang menyebabkan
gejala episodik berulang seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk
(terutama malam dan atau pagi hari). Obstruksi jalan napas pada asma
seringkali bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
❖ Etiopatogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik pada saluran napas. Sel inflamasi yang
berperan pada asma antara lain sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,
neutrofil dan sel epitel.
Inflamasi Akut
Pencetus asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi
asma tipe cepat dan reaksi asma tipe lambat.
1. Reaksi asma tipe cepat: Alergen akan terikat pada IgE yang menempel
pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
akan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi seperti histamin,
protease leukotrien, dan prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
2. Reaksi asma tipe lambat: Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah
paparan alergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil
dan makrofag.
Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut adalah
limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos
bronkus. Limfosit T yang berperan pada asma adalah limfosit TCD4+.
Limfosit T ini berperan sebagai penyebab inflamasi saluran nafas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 bersama dengan IL-13 akan menginduksi sel limfosit B
mensintesis IgE. Pada pasien asma, sel epitel yang teraktivasi akan
mengeluarkan 5-HETE dan PGE2. Sel epitel akan mengeluarkan membran
markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau
kemokin. Epitel pada asma sebagian akan mengalami shedding.
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process)
yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel - sel mati/rusak
dengan sel-sel yang baru. Perubahan struktur yang terjadi pada pasien asma
antara lain hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan nafas, hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, peningkatan
vaskularisasi, peningkatan fungsi matriks ekstrasel, perubahan struktur
parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor menjadi fibrosis.
❖ Klasifikasi derajat asma
ASMA (GINA 2023)
Jenis Asma
Severity asma
Control assessment GINA 2023
Gejala ×
Bangun malam ×
Obat pelega ×
Serangan akut ×
IGD ×
Efek samping ×
obat
Daytime symptoms None (twice or More than Three or more features of partly
less/week) twice/week controlled asthma present in any
week
❖ Farmakologi asma
Berdasarkan kelompoknya, terapi asma dapat dikelompokkan menjadi
pemberian obat pengontrol (controller), reliever, dan terapi tambahan. Terapi
tambahan digunakan pada pasien dengan asma berat dengan gejala menetap
atau eksaserbasi sering walaupun pasien sudah mendapatkan terapi pengontrol
dosis tinggi.
● Controller
Terapi controller atau pengontrol bertujuan untuk menurunkan derajat
inflamasi, mengendalikan gejala asma, menurunkan risiko eksaserbasi akut,
serta mencegah penurunan fungsi paru. Mengontrol inflamasi atau
memperpanjang waktu bronkodilatasi. Meredakan edema mukosa, sekresi
lender dan menurunkan iritabilitas bronkus. Dipakai secara regular.
● Reliever
Terapi reliever bertujuan sebagai terapi jangka pendek ketika pasien
mengalami serangan asma akut. Untuk, terapi reliever, GINA
merekomendasikan pemberian ICS dosis rendah yang dikombinasikan
dengan formoterol. Reliever hanya digunakan seperlunya. Bekerja pada
saluran nafas yang menyebabkan spasme otot polos saluran napas, bekerja
sebagai bronkodilator dan dipakai saat serangan.
● Terapi tambahan : Penambahan long-acting muscarinic antagonist
(LAMA) berupa kombinasi ICS-LABA-LAMA bila dengan penggunaan
ICS-LABA gejala pasien masih sulit terkontrol.
Gambaran terapi asma menurut GINA terbagi menjadi dua jalur, yakni:
● Jalur pertama: ICS-formoterol dosis rendah sebagai reliever.
Penggunaan ICS-formoterol mengurangi risiko eksaserbasi dibandingkan
SABA sebagai reliever.
● Jalur kedua: SABA dapat dijadikan alternatif reliever apabila jalur pertama
tidak bisa dipilih atau jika pasien stabil, patuh berobat, dan tidak ada
eksaserbasi dalam satu tahun dengan regimen obat terakhir. Sebelum
memilih jalur ini, pastikan pasien patuh terapi kontroler, karena jika tidak
pasien akan mengalami risiko pemakaian SABA sebagai terapi tunggal.
PPOK
❖ Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara bersifat progresif berhubungan dengan inflamasi
kronik saluran napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel
berbahaya. Hambatan aliran udara pada PPOK terjadi karena perubahan struktur
saluran napas yang disebabkan destruksi parenkim dan fibrosis paru.
❖ Etiopatogenesis
Patogenesis PPOK terdiri dari proses ketidakseimbangan inflamasi-anti
inflamasi, protease antiprotease, oksidan-antioksidan dan apoptosis. Keempat
mekanisme dasar tersebut tidak berjalan sendiri tetapi saling berinteraksi
menyebabkan kerusakan saluran napas dan paru yang ireversibel termasuk
diantaranya adalah kerusakan jaringan elastis alveoli, airway remodeling dan
fibrosis.
1. Oksidan-antioksidan
Asap rokok adalah sumber utama agen oksidan di paru-paru tetapi sel
inflamasi dan fagosit yang berada di saluran pernapasan juga
menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) di paru-paru. Peningkatan
aktivitas Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH)
dalam sel epitel, fagosit, dan myeloperoxidase dalam neutrofil
bertanggung jawab untuk produksi ROS pada pasien PPOK. Stres
oksidatif yang dihasilkan oleh asap rokok akan mengaktivasi kappa B
(NF-kB) yang berperan menghasilkan mediator inflamasi sehingga
terjadi kerusakan jaringan. Aktivasi NF-kB akan menginduksi sitokin,
kemokin, dan molekul adhesi sel yang didorong oleh infeksi bakteri atau
virus dan mengakibatkan perburukan gejala penyakit. Stres oksidatif
adalah penyebab utama patogenesis PPOK yang akan memicu terjadinya
apoptosis, remodeling matriks ekstraseluler, inaktivasi protease
inhibitor, sekresi mukus, aktivasi NF-kB, aktivasi Mitogen-Activated
Protein Kinase (MAPK), remodeling kromatin, dan transkripsi gen
proinflamasi. Paru-paru yang sehat memiliki mekanisme antioksidan
enzimatik dan nonenzimatik yang mencegah terjadinya stres oksidatif.
Mekanisme non enzimatik melibatkan glutathione (GSH), vitamin C,
asam urat, vitamin E, dan albumin. Mekanisme enzimatik bergantung
pada Superoksida Dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase
(Gpx). Paparan asap rokok menurunkan kadar GSH intraseluler
sehingga akan meningkatkan terjadinya stres oksidatif pada pasien
PPOK. Transkripsi faktor nuklir faktor eritroid 2 terkait faktor 2 (Nrf2)
sangat penting untuk mengatur respons antioksidan seluler dan
mencegah cedera yang diinduksi ROS. Nrf2 mengatur ekspresi gen yang
mengkode enzim yang mengatur stres oksidatif, termasuk enzim
detoksifikasi fase 2 khas hemoxygenase-1 (HO-1). Penurunan stimulasi
jalur Nrf2 di jaringan paru perifer dan makrofag alveolar dikaitkan
dengan peningkatan kerentanan dan keparahan PPOK
2. Inflamasi dan antiinflamasi
Bronkiolus terminal dan parenkim paru merupakan daerah utama yang
terkena dalam inflamasi PPOK yang ditandai dengan adanya infiltrasi
dari makrofag dan sel T CD8+. Makrofag terutama terdapat di dalam
paru-paru sementara sel T CD8+ menyebabkan apoptosis dan
penghancuran sel epitel alveolar melalui pelepasan perforin dan TNFα.
Makrofag dan neutrofil terlibat dalam pembentukan ROS selama proses
terjadinya PPOK. Di dalam respon terhadap makrofag dan neutrofil, sel
epitel alveolar melepaskan leukotrien B4 (LTB4) yang merupakan
faktor kemotaktik yang menarik sel imun. Makrofag dan paru sel juga
memproduksi IL-8/CXCL8 dan growth-related onkogen
(GROα)/CXCL1 yang memperkuat respon inflamasi dengan menarik
lebih banyak leukosit dari darah ke lokasi peradangan terjadi. Pasien
dengan COPD menampilkan augmentasi ICAM-1 yang terkait dengan
merokok dalam sel epitel. ICAM-1 adalah molekul adhesi yang sangat
penting untuk migrasi dari leukosit. Molekul tersebut sangat
diekspresikan pada pasien dengan aliran udara yang terbatas dan
berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi virus dan bakteri.
Ketidakseimbangan antara protease dan inhibitornya memainkan peran
penting dalam patogenesis dari PPOK.
● Protease termasuk neutrofil elastase (NE) dan proteinase 3
→ menurunkan komponen jaringan ikat terutama elastin yang
menyebabkan terjadinya emfisema. Kerusakan dari serat elastin
tersebut akan menyebabkan deposisi kolagen di parenkim paru
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan septa alveolar dan
distensi dari alveolar. α1-antitrypsin dapat menghambat kinerja
dari NE tetapi pada pasien PPOK secara reduktif tidak aktif
→ NE mengatur ekspresi gen MUC5AC yang mengkode musin
pembentuk gel pada saluran napas melalui mekanisme yang
bergantung pada ROS yang berhubungan dengan obstruksi jalan
napas dan tingkat keparahan dari PPOK
● Metalloproteinase (MMP) yang menyerang matriks
ekstraseluler menyebabkan pelepasan fragmen elastin yang
menarik monosit ke paru-paru. MMP juga terlibat dalam
perekrutan dari makrofag paru sehingga akan meningkatkan
aktivitas proteolitik dan inflamasi yang berperan dalam
perkembangan dari PPOK
● Komponen bakteri seperti lipopolisakarida (LPS) dan sitokin
seperti IL-9, TNF-α, dan IL-1β akan meningkatkan ekspresi
gen MUC5AC sehingga memperkuat proses terjadinya inflamasi.
Oleh karena itu, ROS, mediator inflamasi, dan produksi enzim
proteolitik dapat memulai, meningkatkan, dan memperburuk kerusakan
jaringan, dan memperburuk cedera paru-paru, yang mengakibatkan
perkembangan dan progresi PPOK
3. Apoptosis
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Hepatocyte Growth
Factor (HGF) memiliki peran penting dalam menjaga integritas dari sel
epitel alveolar. Ketika tingkat VEGF dan HGF rendah umumnya
dikaitkan dengan terjadinya apoptosis sel epitel alveolar pada pasien
PPOK. Setelah terpapar iritasi inhalasi, sel epitel saluran napas kecil
akan meningkatkan ekspresi TGF-β yang merangsang fibroblas untuk
berdiferensiasi menjadi myofibroblast yang menghasilkan matriks
ekstraseluler (ECM), sehingga terjadi fibrosis lokal. Sementara MMP-9
dilepaskan oleh sel-sel yang terlibat dalam pertahanan imun seperti
makrofag, MMP-2 disintesis oleh fibroblas, dan memiliki telah
dikaitkan dengan remodeling jaringan kronis, yang menyebabkan
perubahan jaringan abnormal. Selain itu, produksi ROS yang intens
dapat mengganggu sekresi surfaktan oleh sel epitel alveolari alveolar
dan resistensi saluran nafas yang tinggi akibat saling ketergantungan,
tanda khas emfisema. Produksi ROS juga terkait dengan kerusakan
DNA mitokondria, menyebabkan disfungsi mitokondria. Disfungsi
tersebut telah dilaporkan pada sel otot polos saluran napas pada pasien
PPOK. Asap rokok akan menghambat fungsi pernapasan mitokondria,
mengurangi produksi ATP yang menginduksi mitophagy dalam sel
epitel alveolar. ROS mitokondria telah dikaitkan dengan perubahan
surfaktan sehingga mengganggu stabilitas sel epitel alveolar. Agen
toksik yang dihirup merusak sel epitel alveolar, menyebabkan
pelepasan Damage Associated Molecular Patterns (DAMPs), yang
diamati pada Bronchoalveolar Lavage Fluid (BALF) dari pasien PPOK.
Kerusakan pada kapiler alveolar memfasilitasi masuknya patogen,
meningkatkan risiko gejala yang memburuk.
❖ Farmakologi PPOK
1. Macam - Macam Bronkodilator
Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan merelaksasi
otot pernafasan dan melebarkan jalan nafas (bronkus). Umum digunakan
pada penyakit-penyakit paru seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
- Agonis adrenergik inhalasi
Agonis adrenergik yang digunakan untuk terapi bronkospasme, wheezing,
dan obstruksi aliran udara adalah agonis β-adrenergik. Penggunaan klinis
dari agonis β-adrenergik biasanya diberikan melalui inhaler atau nebulizer,
bersifat selektif β2 dan dibagi menjadi terapi kerja pendek dan kerja panjang.
Contoh obat :
● Arformoterol : Durasi aksi 12 jam
● Formoterol : Durasi aksi 12 jam. Formoterol memiliki onset yang
cepat sehingga juga dapat digunakan sebagai reliever.
● Salmeterol : Durasi aksi 12 jam
● Olodaterol : Durasi 24 jam
● Indacaterol :Durasi 24 jam Contoh fixed dose combination :
● Seretide → Salmeterol Xinafoate 50 mcg + Fluticasone Propionate 500
mcg
● Symbicort → Budesonide 160 mcg + Formoterol 4,5 mcg.
LAMA memiliki efek bronkodilator yang lebih lama dari SAMA, yaitu
sekitar 12 – 24 jam namun memiliki onset yang lambat. LAMA dapat
menurunkan eksaserbasi hingga 20 -25%.
Contoh LAMA:
b. Antikolinergik
c. Methylxanthine
● Variabilitas →dilakukan pagi hari sebelum terapi dan pada akhir malam.
7. Penegakan diagnosis setelah diberikan bronkodilator
Variabilitas harian APE perlu dinilai untuk membantu menegakkan diagnosis
Asma atau PPOK setelah diberikan bronkodilator, variabilitas dinilai dengan
rumus perhitungan sebagai berikut:
Variabilitas APE harian dinilai dengan cara mengukur APE terendah pada pagi
hari dan APE tertinggi pada malam hari selama 1-2 minggu.
❖ Pada asma, Variabilitas harian APE> 20%
❖ Pada PPOK, Variabilitas harian APE< 20%