Anda di halaman 1dari 16

Nama : Fitria Afifah

Kelas : 2C Farmasi
NPM : 1810631210092
TUGAS FARMAKOLOGI
1. Buat resume dari profil pengobatan andrenergik dan noradrenergic, tuliskan pustakanya
(Bukan dari blog)
 Prevalensi
 Patofisiologi
 Etiologi
 Symptom
 Terapi Farmakologi disertai dengan mekanisme kerja setiap obat golongan adrenergic
dan noradrenergic
 Indikasi,kontraindikasi,efek samping,dosis dll

Adrenergik (Asma)

Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan


saraf adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang
disebut juga noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat
simpatik atau simpatomimetik yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian )
efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan
noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung sarafnya.

Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :

1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa,
serta kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah
otot rangka
3. Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi
4. Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan
kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan
5. Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis
dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone
hipofisis
7. Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE atau Ach ( acetyl colin ).

 Prevalensi

Prevalensi penyakit asma terus mengalami peningkatan dalam 20 tahun


terakhir, baik di negara maju maupun negara berkembang. Asma menjadi penyebab
mortalitas dan morbiditas kronis dunia dengan estimasi jumlah penderita mencapai
300 juta dengan angka kematian sekitar 250 ribu setiap tahunnya secara global. Asma
tidak hanya diderita oleh orang dewasa namun juga pada anak-anak (Koffuor et al.,
2015). Berdasarkan laporan dari Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) pada
tahun 2013 prevalensi asma di Indonesia mencapai angka 4,5% (Departemen
Kesehatan, 2013).

 Patofisiologi

Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan
pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena
adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran
udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE,
masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells),
kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama
Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin
agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti
histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang
dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan
peningkatan 8 permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang,
hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub
epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat
menginduksi pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur
non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus
vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada
beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung
saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi
 Etiologi
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama
sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten
maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
(hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. Episodik
tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

 Symptom
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala
awal berupa :
- batuk terutama pada malam atau dini hari
- sesak napas
- napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
- rasa berat di dada
- dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala
yang berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun

 Terapi Farmakologi
1) Simpatomimetik
 Mekanisme Kerja

Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :

1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi,


dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.

2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama


jantung.

3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens


mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.

Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan


secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik
selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan
efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi
akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan
memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen,
latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik.
Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik
berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi asma.
Keterangan :
a : potensi molar relatif 1 adalah yang paling kuat
b: semua obat ini mempunyai aktivitas β1 minor
c: dapat digunakan melalui aerosol
 Indikasi
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan dengan obat
antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat
golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan
untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik
 Dosis dan Cara Penggunaan
 Kontraindikasi

Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi terhadap obat dan
komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang berhubungan dengan takikardia,
angina, aritmia ventrikular yang memerlukan terapi inotopik, takikardia atau blok jantung yang
berhubungan dengan intoksikasi digitalis (karena isoproterenol), dengan kerusakan otak organik,
anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan, jari kaki) karena adanya risiko penumpukan cairan
di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit
jantung organik (karena efinefrin); pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan,
glukoma sudut sempit, syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi
atau siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).

2) Kortikosteroid
 Mekanisme Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang
sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel
yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik,
inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan
inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal.
 Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid
sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi
pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak
diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid
lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non
asma.

 Dosis dan Cara Penggunaan

 Kontra Indikasi
Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus atau episode asma akut
lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif terhadap beberapa komponen, infeksi jamur
sistemik, kultur sputum menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans.

Noradrenegik (Hipertensi)

1. Prevalensi
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar
orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi.
Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta
orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada
penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan
terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis
hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak
rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.

2. PatofisiologI
Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensinI oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACEmemegang peran fisiologis
penting dalam mengaturtekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin Idiubah menjadi angiotensin II. (Anggraini, 2009)
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin dalam sel-sel
jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos
yang terletak pada dinding arteriol aferen tepat diproksimal glomeruli. Bila tekanan arteri
menurun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul protein
dalam sel JG terurai dan melepaskan renin.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek-efek lain yang juga
mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II
mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama,
yaitu vasokonstriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan
sedikit lemah pada vena. Cara kedua dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri
adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan air.
Vasopresin, disebut juga antidiuretic hormone (ADH), bahkan lebih kuat daripada angiotensin
sebagai vasokonstriktor, jadi kemungkinan merupakan bahan vasokonstriktor yang paling
kuat dari ubuh. Bahan ini dibentuk di hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson saraf
ke glandula hipofise posterior, dimana akhirnya disekresi ke dalam darah.Aldosteron, yang
disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal, adalah suatu regulator
penting bagi reabsorpsi natrium (Na+) dan sekresi kalium (K+) oleh tubulus ginjal.
Tempat kerja utama aldosteron adalah pada sel-sel prinsipal di tubulus koligentes kortikalis.
Mekanisme dimana aldosteron meningkatkan reabsorbsi natriumsementara pada saat yang
sama meningkatkan sekresi kalium adalah dengan merangsang pompa natriumkalium ATPase
pada sisi basolateral dari membran tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga
meningkatkan permeabilitas natrium pada sisi luminal membran. (Guyton, 1997) Sampai
sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang karena belum
didapat jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya peninkatan tekanan
darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. (Susalit, 2001)
3. Etiologi
1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis
yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab hipertensi
meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap
natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet,
kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).Pada sebagian besar
pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang
utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan
yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer
(Guyton, 2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan
kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan
4. Sympton
Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit
tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
(Price, 2005).Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,
jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging,
tekuk terasa berat, berdebar dan
sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai
meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)
yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).Corwin menyebutkan
bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
adalah nyeri kepala saat terjaga,kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan
peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).
5. Terapi farmakologi disertai mekanisme kerja setiap golongan
Antagonis Reseptor- Beta
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Antagonis Reseptor Beta :
 Asebutol (Beta bloker)
a) Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
b) Sediaan obat : tablet, kapsul.
c) Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin,
menurunka outflow simpatetik perifer.
d) Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati
obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
e) Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus,
bradikardia, depresi.
f) Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
g) Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin.
Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa
alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan
penghambat kalsium
h) Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
 Atenolol (Beta bloker)
a) Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
b) Sediaan obat : Tablet
c) Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada
reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor
di ginjal.
d) Indikasi : hipertensi ringan sedang, aritmia
e) Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia,
syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
f) Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulitkemerahan, impotensi.
g) Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin.
Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat
bila diberi bersama alkaloid ergot.
h) Dosis : 2 x 40-80 mg/hr
 Metoprolol (Beta bloker)
a) Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
b) Sediaan obat : Tablet
c) Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek
pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi
adrenoseptor beta 1 di ginjal.
d) Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya
pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
e) Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta
dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
f) Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
g) Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik,
gagal jantung tersembunyi
h) Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
i) Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
j) Dosis : 50 – 100 mg/kg.
 Propranolol (Beta bloker)
a) Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
b) Sediaan obat : Tablet
c) Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung,
menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat
vasomotor otak.
d) Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya
pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan
protein dan akan bersaing dengan obat - obat lain yang juga sangat mudah berikatan
dengan protein.
e) Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik,
sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat
menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
f) Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik
hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
g) Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung
tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati-hati pemberian pada penderita
biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
h) Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis,
depresi.
i) Interaksi obat : hati- hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah
berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas
miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin,
fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan
metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
j) Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.

Antagonis Reseptor - Alfa


Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap rangsangan
simpatis dengan vasokonstriksi. Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Kalsium
Antagonis:

 Klonidin (alfa antagonis)


a) Nama paten : Catapres, dixarit
b) Sediaan obat : Tablet, injeksi.
c) Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
d) Indikasi : hipertensi, migren Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
e) Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
f) Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol.
Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya.
g) Dosis : 150 – 300 mg/hr
Daftar Pusaka

http://www.depkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-paling-banyak-
diidap-masyarakat.html
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4142/4515
http://digilib.unila.ac.id/2440/9/BAB%20II.pdf
file:///C:/Users/download/Downloads/PC_ASMA%20(1).pdf
file:///C:/Users/download/Downloads/BAB_2_-burn%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai