Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Pasien Asma

A. Definisi
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi
kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit
T. Pada orang yang rentan inflamasi dapat menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada
tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.Nelson mendefinisikan asma sebagai
kumpulan tanda dan gejala mengi serta batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari atau dini hari (nokturnal), musiman.
Adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau
keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.

B. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,
infeksi,endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai individu. Aktivitas bronkokontriktor
neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel
jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya,mencetuskan refleks
arkus cabang aferen, yang pada ujung cabang eferen merangsang kontraksi otot polos bronkus.
Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus.
Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada
terbukanya jalan nafas.
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan
terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Seringkali, kadar IgE
total maupun spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Pada
penderita lainnya dengan asma yang serupa secara klinik tidak ada bukti keterlibatan IgE dimana
uji kulit negatif dan kadar IgE rendah.Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia
2 tahun pertama juga orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut dengan asma intrinsik.

C. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan
pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada
jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah
asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu
dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul
dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh
mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan
trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara
keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan
normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi
progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu
pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah,
duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial
di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-
tanda obstruksi jalan nafas.
Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma
yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan
kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

E. Management

Terapi Non Farmakologi


Terapi non farmakologi adalah bentuk pengobatan dengan cara pendekatan, edukasi dan
pemahaman tentang penyakit asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma
sendiri)

2. Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)

3. Meningkatkan kepuasan

4. Meningkatkan rasa percaya diri

5. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

6. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

Terapi farmakologi
Terapi farmakologi adalah pengobatan asma dengan memberikan obat-obatan tertentu
untuk meringankan, mencegah, mengurangi atau mengobati rasa sakit yang ditimbulkan oleh
penyakit asma. Terapi farmakologi untuk mengobati penyakit asma diantaranya adalah:

1. Simpatomimetik
Agonis bekerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan
dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam
hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh
latihan fisik.
2. Xantin
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasme
reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema, yaitu :

Aminofilin dapat diberikan melalui intravena lambat atau diberikan dalam bentuk infus
(biasanya dalam 100-200 mL) dekstrosa 5% atau injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian
jangan melebihi 25 mg/mL.

Teofilin. Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon
klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru

3. Antikolinergik

Ipratropium Bromida. Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator
lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan
emfisema. 2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh menggunakan dosis tambahan
tetapi tidak boleh melebihi 12 inhalasi dalam sehari.

Tiotropium Bromida. Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang


berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.
Cara penggunaan kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler.

4. Kromolin Sodium dan Nedokromil

Kromolin Natrium. Asma bronchiale (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagaipengobatan


profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala
berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler. Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg
diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang teratur. Efektifitas terapi tergantung pada
keteraturan penggunaan obat.

Nedokromil Natrium. Digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak
usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan sampai sedang. Dosis dan cara penggunaan : 2
inhalasi, empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk mencapai dosis 14 mg/hari.
5. Kortikosteroid
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan
kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik,
terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Yaitu:
Beklometason, Budesonid, Flutikason, Flunisolid, Mometason .

F. Komplikasi
Pneumotoraks
Atelektasis
Gagal nafas
Bronkhitis
Fraktur iga
Dysritmia jantung
Hipoksemia

G. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan
terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul
pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan
tetapipersentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).

H. Pencegahan
Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk mencegah atau menghindari serangan asma
adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri.
Setiap penderita umumnya memiliki ciri khas tersendiri terhadap hal-hal yang menjadi pemicu
serangan asmanya. Setelah terjadinya serangan asma, apabila penderita sudah merasa dapat
bernafas lega akan tetapi disarankan untuk meneruskan pengobatannya sesuai obat dan dosis
yang diberikan oleh dokter.

Anda mungkin juga menyukai