Anda di halaman 1dari 26

Bagian Keperawatan Gawat Darurat

Program Profesi Ners

LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA

OLEH :
KAMALUDDIN
19. 04. 066

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) (Ns. Muh. Zukri Malik, M.Kep)

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang
dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan
saluran pernapasan (Infodatin, 2017).
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi
hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema,
dan hipersekresi kelenjar (Nelson, 2013).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan (Amin & Hardi, 2016).

B. Jenis Asma
Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain
penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial
juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur.

C. Etiologi Asma
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi,
faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Asma merupakan gangguan
kompleks yang melibatkaan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin
dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Pengendalian
diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya
neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh
bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan
napas, disebut reseptor batu atau iritan, tergantung pada lokasinya,
mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1. Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti
debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan
ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan
(artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada
kedua kelompok tersebut. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan
lebih mudahnya mengenali rangsangan pelepasan mediator daripada
asma instrinsik.
2. Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan
menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita
menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3. Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa
yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau sifat-sifat
perilaku yang dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada anak
dengan penyakit cacat kronis yang lain.(Nelson, 2013).
4. Genetik : Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan
5. Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dinginm erupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadangserangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

D. Klasifikasi Asma
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat
yang digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat
dinilai jika pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan.
Yang perlu dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis,
namun bisa berubah dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke
tahun (GINA, 2015). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Asma Ringan : Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1
atau tahap 2, yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat
pengontrol dengan intensitas rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah
atau antogonis leukotrien, atau kromon.
2) Asma Sedang : Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3,
yaitu terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus
long acting beta agonist (LABA).
3) Asma Berat : Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5,
yaitu terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus
long acting beta agonist (LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma
yang tidak terkontrol meskipun telah mendapat terapi.
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma
yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang
tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada
komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan
pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada kondisi asma yang
walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai
kontrol yang baik.

E. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016),
tanda dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
 Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainana bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parial O2
 Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i. Rontgen paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan
dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
k. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop,
batuk produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti
tertekan, ekspirasi memanjang

F.Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara,
dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat
perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan
kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut,
histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik.
Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
     

Gambar 4. Patofisiologi asma


Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor
pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau
idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena
menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki
keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever).
Asma instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh karena faktor-
faktordi luar mekanisme imunitas, dan umumnya dijumpai pada orang
dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana pasien tidak memiliki
riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara
lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khusus untuk asma
yang dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga
dikenal dengan istilah (Zullies, 2016)
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi
saluran napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons
inflamasi, baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik
inflamasi pada asma umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan
limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan
peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga
pada penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena
serangan asma , secara histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri
dari mukus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap
debris yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain
itu terlihat adanya penebalan lapisan subepitelial saluran nafas. Respons
inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran napas, dan trakea samapi
ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet
yang menyebabkan hiperserkesi mukus yang kemudian turut menyumbat
saluran napas (Zullies, 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel
inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel
inflamasi utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada
serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan
mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah histamin,
leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu :
interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari
meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan
dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu
pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator
inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil.
Histamin dan leukotrien merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan
faktorkemotaktik eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil
menuju tempat terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016)
G. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka
akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu
toraks menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks
terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan
hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.
Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama
dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada infeksi akan terjadi
bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung
beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang biasa
disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat
menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.

H. Penatalaksanaan
1. Penobatan Non Farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan pasien
tentang penyakit asthma sehinggan pasien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
pasien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi
dada.
2. Pengobatan Farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
 Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
 Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
 Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
 Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
 Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
 Antibiotik spektrum luas.
(Margaret, 2013).
I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi
para penderita asma, antara lain :
1. Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai
hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti
perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak
flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali
(sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut kemudian
menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2. Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama
kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain.
Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan
berupa hiperinflasi dan atelektasis.
3. Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila
tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji
tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan alergen.
 Gas analisa darah : Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan
tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
4. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Terdapatnya neutrofil eosinofil
5. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada 
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata : Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
5. Pengkajian Primer Asma
a. Airway : Peningkatan sekresi pernafasan, Bunyi nafas krekles,
ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
 Urin output meurun
d. Dissability : Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat
status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran,
reaksi pupil.
6. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar
individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda),
dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat
yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan
yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau
dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
 Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk. Dada diobservasi Tindakan dilakukan dari atas (apeks)
sampai kebawah. Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit
dan kondisinya, skar, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang,
seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
 Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
 Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi
dan fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases
(COPD)
 Kelainan pada bentuk dada
 Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru atau pleura
 Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
 Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit,
dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
 Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
 Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara(Nurarif & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
 Suara perkusi normal : Resonan (sonor) : bergaung, nada
rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
 Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas
bagian jantung, mamae, dan hati
 Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara
 Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
 Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan. (Nurarif & Kusuma, 2015)
d. Auskultasi
 Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal).
 Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
 Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
 Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub,
dan crackles.(Nurarif & Kusuma, 2015)

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut diagnosis keperawatan SDKI (2017), diagnosa keperawatan
yang dapat diambil pada pasien dengan asma adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(keletihan otot pernapasan).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
4. Penurunan curah jantung b/d perubahan Afterload
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksia, kelemahan
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
1 Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Latihan Batuk Efektif
berhubungan dengan hipersekresi selama 1x6 jam, diharapkan bersihan Observasi
jalan napas jalan napas meningkat 1. Identifikasi kemampuan batuk
Dengan Kriteria Hasil : 2. Monitor adanya retensi sputum
1. Batuk efektif meningkat Terapeutik
2. Produksi sputum menurun 3. Atur posisi semifowler atau fowler
3. Mengi, Wheezing menurun Edukasi
4. Dispnea, orthopnea menurun 4. Jelaskan prosedur batuk efektif
5. Frekuensi napas membaik 5. Anjurkan teknik relaksasi dan nafas
dalam
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian mukolitik, dan
ekspektoran jika perlu

2 Pola napas tidak Setelah melakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Napas
efektif selama 1x6 jam, diharapkan pola napas Observasi
berhubungan membaik, Dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas
dengan 1. Ventilasi semenit meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan
hambatan upaya 2. Dipsnea menurun 3. Monitor sputum
napas (keletihan 3. Penggunaan otot bantu napas Terapeutik
otot pernapasan). menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Pemanjangan fase ekspirasi 5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
menurun 6. Lakukan pengisapan lendir
5. Frekuensi napas membaik (18- 7. Berikan oksigen jika perlu
24x/menit) Edukasi
6. Pernapasan cuping hidung 8. Ajarkan teknik batuk efektif
menurun Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik, dan ekspektoran jika perlu

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan, selama 1x6 Pemantauan Respirasi


pertukaran gas jam perawatan di harapkan pertukaran Observasi
berhubungan gas meningkat dengan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dengan Kriteria Hasil : dan upaya napas
ketidakseimban 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor saturasi oksigen
gan ventilasi- 2. Sesak napas menurun 3. Auskultasi bunyi napas
perfusi 3. Bunyi napas tambahan menurun 4. Monitor nilai AGD
4. Pernapasan cuping hidung
Terapeutik
menurun
5. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. PCO2 membaik
6. Atur interval pemantauan respirasi
6. PO2 membaik
sesuai kondisi klien
7. pH arteri membaik

Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian terapi oksigen,
jika perlu
4 Penurunan curah jantung b/d Setelah dilakukan tindakan selama 1x6 Perawatan Jantung
perubahan Afterload jam perawatan diharapkan curah Observasi
jantung meningkat, dengan : 1. Identifikasi tanda/gejala primer
Kriteria Hasil : pernurunan curah jantung (misalnya
1. Kekuatan nadi perifer meningkat dipsnea, kelelahan, edema)
2. Tekanan darah membaik 2. Monitor EKG 12 sadapan
(120/80mmHg) 3. Monitor aritmia
3. Takikardi menurun 4. Monitor enzim jantung (misalnya
4. Edema menurun troponin I)
5. Distensi vena jugularis menurun 5. Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan resiko aritmia (misalnya
kalium, magnesium)
6. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
7. Pertahankan tirah baring minimal 12
jam
8. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi ansietas dan stres
Edukasi
9. Anjurkan segera melaporkan nyeri
dada
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat anti aritmia
jika perlu
5 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan penurunan selama 1x6 jam, diharapkan perfusi Observasi
konsentrasi hemoglobin perifer meningkat dengan 1. Periksa sirkulasi perifer
Kriteria hasil : 2. Indentifikasi faktor risiko gangguan
1. Denyut nadi perifer meningkat sirkulasi
2. Warna kulit pucat menurun 3. Monitor panas, nyeri atau bengkak
3. Edema perifer menurun pada ekskremitas
4. Pengisian kapiler membaik Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus atau
5. Akral membaik
pengambilan darah vena di area
6. Turgor kulit membaik
keterbatasan perfusi
5. Lakukan pencegahan infeksi
Edukasi
6. Anjurkan berhenti merokok
7. Anjurkan minum obat penurun
tekanan darah, kolesterol jika perlu
6 Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi
dengan hipoksia, kelemahan selama 1x6 jam, diharapkan toleransi Observasi
aktivitas meningkat dengan Kriteria 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
hasil : yang mengakibatkan kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat (60- 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
100x/menit 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Saturasi oksigen meningkat Terapeutik
3. Keluhan lelah menurun 4. Lakukan rentang gerak pasif dan aktif
4. Sesak napas saat beraktivitas dan 5. Berikan aktivitas distraksi yang
setelah beraktivitas menurun menyenangkan
5. EKG iskemia membaik Edukasi
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
7 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas
berhubungan selama 1x6 jam, diharapkan tingkat Observasi
dengan ancaman ansietas menurun dengan Kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda ansietas
terhadap 1. Perilaku gelisah menurun 2. Identifikasi saat tingkat ansietas
kematian 2. Perilaku tegang menurun berubah
3. Pola tidur membaik Terapeutik
4. Frekuensi Nadi, pernapasan, dan 3. Ciptakan suasanan terapeutik untuk
tekanan darah menurun menumbuhkan kepercayaan
Edukasi
4. Latih teknik relaksasi
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat ansietas,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis.


Jakarta : EGC
GINA (Global Initiative For Atsma), (2015). Pocket Guide For Atshma
Management and Prevention.
Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan
penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.
Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Infodatin. (2017). Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN
2442-7659.
Kusuma. H, dan Nurarif. A.H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
MediAction.
Nelson. (2013). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC
Ngastiyah. (2013). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Wong. Donna, (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC
Penyimpangan KDM

Faktor Antigen yang Mengeluarkan Edema mukosa,


pencetus terikat IGE pada mediator Permiabilitas
skresi produktif,
- Allergen histamine, kapiler
permukaan sel kontriksi otot
- Stress platelet,
mast atau basofil meningkat
- cuaca
bradikinin, dll
polos meningkat

Spasme otot polos Konsentrasi


sekresi kelenjar O2 dalam
bronkus meningkat darah menurun
Hiperkapnea Gejalah
Ansietas
mpitan/obstruksi proksimal dan bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi
Suplai O2 ke
Koma Hipoksemia
otak menurun

Mucus berlebihanTekanan partial oksigen di alveoli menurun


Gangguan Asidosis Suplai darah dan
Batuk
Pertukaran Gas metabolik O2 ke jantung
Wheezing
berkurang
Sesak napas

Suplai oksigen Perfusi Perifer Tidak


kejaringan menurun Efektif Penurunan cardiac
Bersihan Jalan output
Napas Tidak
Penyempitan
Efektif jalan pernapasan

Tekanan darah menurun


Penurunan Curah
Hiperventilasi Kebutuhan O2 meningkat Jantung
Peningkatan kerja
otot pernapasan

Kelemahan dan keletihan


Retensi O2

Intoleransi
Pola Nafas Tidak Aktivitas
efektif

Anda mungkin juga menyukai