Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN “M”

DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI PADA TN “M”


DI LINGKUNGAN KERJA PUSKESMAS JEMBATAN KEMBAR
TANGGAL 26-31 OKTOBER 2020

OLEH :

AHLAM SALSABL AL-HABSYI


NIM : P07120118003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TINGKAT 3A / SEMESTER 5
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

A.  Konsep Dasar Keluarga


1.         Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan. (Depkes RI 1988).
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan. (Salvicion G bailon dan Aracelis Maglaya 1989).
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :
a)    Unit terkecil masyarakat
b)   Terdiri dari dua orang atau lebih
c)    Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
d)   Hidup dalam satu rumah tangga
e)    Di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga
f)    Berinteraksi diantara sesame anggota keluarga
g)   Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
h)   Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.

2.         Type keluarga


a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-
anak.
b. Keluarga besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena perceraian
atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite), adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation), adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan
tetapi membentuk suatu keluarga.

3.         Struktur Keluarga


Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi
dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan suami atau istri
4.      Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam
keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
a.       Peranan ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota
dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b.      Peranan ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus
rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lngkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya.
c.      Peranan anak
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai tingkat perkembangannya
baik fisik, mental, social dan spiritual

5.      Fungsi Keluarga


Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
a.          Fungsi Biologis
1)      Untuk meneruskan keturunan
2)      Memelihara dan membesarkan anak
3)      Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
4)      Memelihara dan merawat anggota keluarga
b.         Fungsi Psikologis
1)      Memberikan kasih saying dan rasa aman
2)      Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
3)      Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4)      Memberikan identitas keluarga
c.          Fungsi sosialisasi
1)      Membina sosialisasi pada anak
2)      Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
3)      Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
d.       Fungsi ekonomi
1)      Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
2)      Pengaturan penggunaan pengahasilan keluarga untuk memnuhi kebutuhan keluarga
3)      Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan
datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.
e.       Fungsi pendidikan
1)      Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk
perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilkinya.
2)      Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan dating dalam memenuhi
peranannya sebagai orang dewasa.
3)      Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

6.      Ciri – Ciri Keluarga


a.    Diikat dalam suatu tali perkawinan
b.    Ada hubungan darah
c.    Ada ikatan batin
d.   Ada tanggung jawab masing-masing anggotanya
e.    Ada pengambil keputusan
f.     Kerjasama diantara anggota keluarga
g.    Komunikasi interaksi antar anggota keluarga
h.    Tinggal dalam suatu rumah.

7.      Tahap – Tahap Perkembangan Keluarga


Tahap-tahap kehidupan keluarga menurut Duvall adalah sebagai berikut :
a.       Tahap pembentukan keluarga
Tahap ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga
b.      Tahap menjelang kelahiran anak
Tugas keluarga yang utama untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus,
melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang
sangat dinantikan.
c.       Tahap menghadapi bayi
Dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik dan memberikan kasih sayang kepada
anak, karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat tergantung kepada kedua
orangtuanya. Dan kondisinya masih sangat lemah.
d.      Tahap menghadapi anak prasekolah
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah
mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan dalam masalah
kesehatan, karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih.
Dalam fase ini anak sangat sensitive terhadap pengaruh lingkungan dan tugas
keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma
agama, norma-norma social budaya dan sebagainya.
e.       Tahap menghadapi anak sekolah
Dalam tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak,
mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar
secara teratur, mengontrol tugas-tugas sekolah anak, dan meningkatkan
pengetahuan umum anak.
f.       Tahap menghadapi anak remaja
Tahap ini adalah tahap yan paling rawan, karena dalam tahap ini anak
akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri
tauladan dari kedua orangtua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengerti
antara kedua orangtua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.
g.      Tahap melepaskan anak ke masyarakat
Setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan
pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat
dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan
memulai kehidupan berumah tangga

h.      Tahap berdua kembali


Setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri,
tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi dan
bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.
i.        Tahap masa tua
Tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orangtua mempersiapkan
diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.
8.      Tugas – Tugas Keluarga
  Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut :
a.       Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
b.      Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
c.       Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-
masing
d.      Sosialisasi antar anggota keluarga
e.       Pengaturan jumlah anggota keluarga
f.       Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga
g.      Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas
h.      Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga

9.    Tugas –Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan


Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.
Freeman (1981) membagi5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu :
a.    Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya
b.    Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
c.    Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
d.   Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan
kepribadian anggota keluarga
e.    Mempertahankan hubungan timbale balik antara keluarga dan lembaga-lembaga
kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang
ada.

10.  Keluarga Kelompok Risiko Tinggi


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, yang menjadi prioritas utama
adalah keluarga-keluarga yang tergolong risiko tinggi dalam bidang kesehatan, meliputi:
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah sebagai
berikut :
1)      Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah
2)      Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri
3)      Keluarga dengan keturunan yang kurang baik/keluarga dengan penyakit keturunan
b.      Keluarga dengan ibu dengan risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil :
1)      Umur ibu (16 tahun atau lebih 35 tahun)
2)      Menderita kekurangan gizi/anemia, hipertensi
3)      Primipara atau multipara
4)      Riwayat persalinan dengan komplikasi
c.       Keluarga dimana anak manjadi risiko tinggi, karena :
1)      Lahir premature/BBLR
2)      Berat badan sukar naik
3)      Lahir dengan cacat bawaan
4)      ASI kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi
5)      Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya.
d.      Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga
1)      Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan
2)      Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga sehingga sering timbul
cekcok dan ketegangan
3)      Ada anggota keluarga yang sering sakit
A. PENGERTIAN

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan


tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan
angka kematian ( mortalitas ) ( Adib, 2009 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri
(Ruhyanudin, 2007 ).
Definisi TD yang disebut hipertensi sulit ditentukan karena tersebar di populasi
sebagai distribusi normal dan meningkat seiring bertambahnya usia. Pada dewasa
muda TD > 140/90 mmHg bisa dianggap hipertensi dan terapi mungkin bisa
bermanfaat ( Gleadle, 2005 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanann darah di dalaam arteri. Secara
umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi didalam arteti menyebabkan meningkatnya resiko tekanan stroke,
aneurisma, gagaal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Faqih, 2007).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah,
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,2006).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan
angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam waktu yang
lama( Saraswati,2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg.
Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).

Tabel I : Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa di Atas 18 Tahun


Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik/Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Stadium I 140 - 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stadium II > 160 atau > 100

Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka yang
pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang dialami dinding pembuluh
darah ketika darah mengalir saat jantung memompa darah keluar dari jantung. Angka
yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang menunjukkan besarnya tekanan yang
dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir masuk kembali ke dalam
jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan
diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama
pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam prakteknya, terutama
buat orang yang sudah memasuki usia di atas 40 tahun, yang lebih riskan adalah jika
angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90 mmHg (Adib, 2009).

B. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial


(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat
hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan
yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur
yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang
mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola makan,
merokok (M.Adib,2009).
C. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu bermula jaras saraf
simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing ganglia melepaskan
asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat ganglia ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
yang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin yang pada akhirnya menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal yang kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, yaitu suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan oleh
beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan sirkulasi.
Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah jantung menurun dan tekanan
primer yang meningkat, gangguan sirkulasi yang dipengaruhi oleh reflek
kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme
pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan
normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah
sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas
pembuluh darah menurun sesuai umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer, yang kemudian tahanan perifer
meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hipertensi yaitu kegemukan,
yang akan mengakibatkan penimbunan kolesterol sehingga menyebabkan jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Rokok terdapat zat-zat seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat
meningkatkan kadar kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikan tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan
darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka didalam urine
bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan
norepinefrin (Ruhyanudin, 2007).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu: Sakit
kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat
beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering
buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging (tinnitus), vertigo, mual,
muntah, gelisah (Ruhyanudin, 2007).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu :
gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk
terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat
ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).
E. PATHWAYS

Obesitas Merokok Stress Konsumsi Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
ginjal Feokromositoma
garam berlebih raga tahun

Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan Menghasilkan


Tidak mampu
kolesterol monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan hormon epinefrin
membuang
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & dan norepinefrin
sejumlah garam
arteri pembuluh darah
dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi volume darah sel darah merah
pembuluh darah endotel pembuluh Elastisitas
pembuluh dan sirkulasi Efek konstriksi
darah darah pembuluh
arteri perifer Volume darah
Meningkatnya darah menurun
dalam tubuh
viskositas
Aterosklerosis Tahanan meningkat
perifer
meningkat

Jantung bekerja keras


untuk memompa

HIPERTENSI

Otak Ginjal Indera Kenaikan beban


kerja jantung

Vasokonstriksi Retina Hidung


Suplai O2 ke Retensi Telinga
pembuluh darah Hipertrofi otot
otak menurun pembuluh darah ginjal jantung
otak meningkat Spasme Perdarahan Suara
Sinkope arteriole berdenging
Blood flow Penurunan
Tekanan menurun fungsi otot
pembuluh darah Diplopia Gangguan jantung
Resiko tinggi meningkat
keseimbangan
cidera Respon RAA
Nyeri Resiko tinggi Resiko
kepala cidera penurunan curah
Resiko terjadi Vasokonstriksi jatung
gangguan
perfusi jaringan
serebral Gangguan rasa Rangsang
nyaman nyeri aldosteron

Retensi
natrium

Oedem

Gangguan
keseimbangan
volume cairan
F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi tanpa obat


a. Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.

b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)


mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan
kalium yang cukup).

c. Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung.

d. Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.


e. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
f. Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan
darahnya terkendali.

g. Teknik-teknik mengurangi stress


Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.

h. Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita
duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara otomatis
seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita atur gerakannya.
2. Terapi dengan obat
a. Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg
(serpasil, Resapin).

b. Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral),
atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg (concor).

c. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh darah.

d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor


Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25, 50 mg
(capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).

e. Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10 mg (adalat,
codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser, farmabes).

f. Antagonis Reseptor Angiotensin II


Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).

g. Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin) sehingga
volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT) (Corwin, 2001; Adib,
2009; Muttaqin, 2009).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah


Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4. EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5. Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
8. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
9. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
atero matosa (efek kardiovaskuler).
11. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya diabetes.
14. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.
15. Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau takik
aorta, pembesaran jantung.
16. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000; John,
2003; Sodoyo, 2006
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga

Proses keperawatan adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang diajukan atau
dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan
melalui perawatan sebagai sarana/penyalur. (effendy1998:38)
Asuhan keparawatan pada keluarga merupakan bagian penting dalam upaya
menyelesaikan masalah yang dihadapi sasaran, baik sebagai sasaran keluarga sendiri , sasaran
individu maupun sasaran kelompok bahkan sasaran yang lebih luas yaitu masyarakat.
Tahap-tahap dalam proses keperawatan saling bergantungan satu sama lainnya dan
bersifat dinamis, dan disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap,
dengan tahap-tahap sebagai berikut:

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : 1) Frekuensi jantung meningkat
2) Perubahan irama jantung
3) Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup dan
penyakit serebrovaskuler.
Tanda: 1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan
untuk diagnosis.
2) Nadi: Denyutan jelas dari kerotis, jugularis, radialis.
3) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer),
pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia), kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala: 1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah
kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)

2) Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang berkaitan


dengan pekerjaan)
Tanda: 1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian tangisan
yang meledak

2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor mata), gerakan
fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

e. Makanan/Cairan
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju,
telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
f. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing

1) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan


menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
2) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
3) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
4) Episode epistaksis
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: 1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis
pada arteri ekstremitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: 1) dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2) takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3) batuk dengan atau tanpa sputum
4) riwayat merokok
Tanda: 1) distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
2) bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala: 1) gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) episode parestesia unilateral transion
3) hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: 1) faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,


diabetes mellitus, penyakit serebrovaskuler/ginjal.
2) Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat atau alkohol
(Doenges, 2000; Ruhyanudin, 2007).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Doenges, 2000 ; Nathea, 2008)
adalah sebagai berikut:
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebih
sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan
yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi

Tabel Skala Prioritas Dalam Menyusun Masalah Kesehatan Keluarga


No
Kriteria Nilai Bobot
.
Sifat masalah 1
Skala : Ancaman kesehatan 2
1
Tidak atau kurang sehat 3
Krisis 1
Kemungkinan masalah yang dapat diubah 2
Skala : dengan mudah 2
2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
Potensi masalah dapat dicegah tinggi 1
Skala : tinggi 3
3
Cukup 2
Rendah 1
Menonjolnya  masalah 1
Skala : masalah berat harus ditangani 2
4
Masalah tidak perlu ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0
Skoring :
a)      Tentukan skor untuk setiap kriteria
b)      Skor dibagi dengan angka dan dikalikan dengan bobot
c)      Jumlah skor untuk semua kriteria
d)     Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot

C. RENCANA TINDAKAN

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh


darah.
Intervensi:
a. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel
dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/keributan ligkungan,
batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat
efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan


antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter:
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD,
dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau
pingsan.
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress,
aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada
kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas
dan mencegah kelemahan.
3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya:
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat/memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang, dan membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan
sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan.
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan dengan massa tumbuh.
b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak,
garam dan gula sesuai indikasi.
Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan
kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan
komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra
vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.


Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu harus
berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program
sama sekali tidak berhasil.
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir.
Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk
menyesuaikan/penyuluhan.
e. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan
dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
f. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol
(daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet
individual.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan
yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya:
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam
rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan
untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin merupakan
indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu
utama TD diastolik.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi
untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor)
d. Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment terapiutik.
e. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan
seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda inginkan?.
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif terhadap
pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan fokus keluar dapat mengarah pada
kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup
yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan tujuan
diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat
diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup
monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur) pola
hidup penuh stress.
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang
hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera
yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila
klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan
kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi
dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi (Doenges, 2000; Ncithea, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Gleadle, J. (2005). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi
Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai