Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS GASTRITIS

Oleh:

Reni Willi Astuti


20020071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNASIONAL SCHOOL (JIS)
2020/2021
PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan pada kasus……………………………………………………

.....................................................................................................................................

Telah dibuat pada tanggal …………………………………………………………..

Pada pasien diruang………………………………………………………………….

Jember,……………......2021

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

(………………………………………..) (………………..………………………)
NIP/NIK. NIK.

Kepala Puskesmas,

(…………………………...………..)
NIP/NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Gastritis


Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang dapat besifat akut,
kronik,difusi atau lokal. Menurut sebagian besar penelitian sebagian besar
gastritis disebabkan oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis. Selain
itu, beberapa bahan yang sering dimakan dapat menyebabkan rusaknya sawar
mukosa pelindung lambung (Wijaya & Putri, 2013).
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.
Peradangan ini mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai
terlepasnya epitel mukosa seprficial yang menjadi penyebab terpenting dalam
gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya
proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2013)

1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya gastritis sering berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Pemakaian obat anti inflamasi


Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid seperti aspirin, asam mefenamat,
aspilet dalam jumlah besar. Obat anti inflamasi non steroid dapat memicu
kenaikan produksi asam lambung, karena terjadinya difusi balik ion hidrogen
ke epitel lambung. Selain itu jenis obat ini juga mengakibatkan kerusakan
langsung pada epitel mukosa karena bersifat iritatif dan sifatnya yang asam
dapat menambah derjat keasaman pada lambung (Sukarmin, 2013).
2. Konsumsi alcohol
Bahan etanol merupakan salah satu bahan yang dapat merusak sawar pada
mukosa lambung. Rusaknya sawar memudahkan terjadinya iritasi pada
mukosa lambung (Rahayuningsih, 2010).
3. Terlalu banyak merokok
Asam nikotinat pada rokok dapat meningkatkan adhesi thrombus yang
berkontribusi pada penyempitan pembuluh darah sehingga suplai darah ke
lambung mengalami penurunan.Penurunan ini dapat berdampak pada
produksi mukosa yang salah satu fungsinya untuk melindungi lambung dari
iritasi.Selain itu CO yang dihasilkan oleh rokok lebih mudah diikat Hb dari
pada oksigen sehingga memungkinkan penurunan perfusi jaringan pada
lambung.Kejadian gastritis pada perokok juga dapat dipicu oleh pengaruh
asam nikotinat yang menurunkan rangsangan pada pusat makan, perokok
menjadi tahan lapar sehingga asam lambung dapat langsung mencerna
mukosa lambung bukan makanan karena tidak ada makanan yang masuk
(Rahayuningsih, 2010).
4. Uremia
Ureum pada darah dapat mempengaruhi proses metabolisme didalam tubuh
terutama saluran pencernaan (gastrointestinal uremik). Perubahan ini dapat
memicu kerusakan epitel mukosa lambung (Rahayuningsih, 2010).
5. Pemberian obat kemoterapi
Obat kemoterapi mempunyai sifat dasar merusak sel yang pertumbuhannya
abnormal, perusakan ini ternyata dapat juga mengenai sel inang pada tubuh
manusia.Pemberian kemoterapi dapat juga mengakibatkan kerusakan
langsung pada epitel mukosa lambung.
6. Infeksi sistemik
Pada infeksi sistemik toksik yang dihasilkan oleh mikroba akan merangsang
peningkatan laju metabolik yang berdampak pada peningkatan aktivitas
lambung dalam mencerna makanan. Peningkatan HCl lambung dalam kondisi
seperti ini dapat meicu timbulnya perlukaan pada lambung.
7. Iskemia dan syok
Kondisi iskemia dan syok hipovolemia mengancam mukosa lambung karena
penurunan perfusi jaringan lambung yang dapat mengakibatkan nekrosis
lapisan lambung.
8. Konsumsi kimia secara oral yang bersifat asam/basa
Konsumsi kimia secara oral yang bersifat asam/basa Konsumsi asam maupun
basa yang kuat seperti etanol, thiner, obat- obatan serangga dan hama
tanaman, jenis kimia ini dapat merusak lapisan mukosa dengan cepat sehingga
sangat beresiko terjadi perdarahan.
9. Trauma mekanik
Trauma mekanik yang mengenai daerah abdomen seperti benturan saat
kecelakaan yang cukup kuat juga dapat menjadi penyebab gangguan
kebutuhan jaringan lambung.Kadang kerusakan tidak sebatas mukosa, tetapi
juga jaringan otot dan pembuluh darah lambung sehingga pasien dapat
mengalami perderahan hebat, trauma juga bisa disesabkan tertelannya benda
asing yang keras dan sulit dicerna.
10. Infeksi mikroorganisme
Koloni bakteri yang menghasilkan toksik dapat merangsang pelepasan gastrin
dan peningkatan sekresi asam lambung seperti bakteri Helycobacter pylori.
11. Stress berat
Stress psikologi akan meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang dapat
merangsang peningkatan produksi asam lambung. Peningkatan HCl dapat
dirangsang oleh mediator kimia yang dikeluarkan oleh neuron simpatik
seperti epinefrin.

1.3 Klasifikasi gastritis

Menurut jenisnya gastritis dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung sebagian besar
merupakan penyakit ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk
gastritis yang manifestasi klinisnya adalah :
a. Gastritis akut erosive, disebut erosive apabila kerusakan yang terjadi
tidak lebih dalam daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis
lambung)
b. Gastritis akut hemoragic, disebut hemoragic karena pada penyakit ini
akan dijumpai perdarahan mukosan lambung yang menyebabkan erosi
dan perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjasi
erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat,menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut
(Hirlan,2009)
2. Gastritis Kronis
Menurut (Muttaqin,2011) gastritis kronis adalah suatu peradangan mukosa
lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronis diklasifikasikan dengan
tiga perbedaan yaitu:
a. Gastritis superficial, dengan menifestasi kemerahan,edema,serta
perdarahan dan erosi mukosa
b. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi diseluruh lapisan mukosa
pada pekembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kaknker
lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari
penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
c. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul- nodul
pada mukosa lambung yang bersifat ireguler, tipis, dan hemoragik.
1.6 Manifetasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul


perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak
menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik hampir sama,
seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan muntah, sendawa,
hematemesis (Suratun dan Lusianah, 2010).

Tanda dan gejala gastritis adalah :


1. Gastritis Akut
Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa
lambung.
a. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung yang
mengakibatkan mual hingga muntah.
b. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan melena,
kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
2. Gastritis Kronis
Pada pasien gastritis kronis umunya tidak mempunyai keluhan.Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nause dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Suratun, 2010) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gastritis
meliputi :
1. Darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui adanya anemia.
2. Pemeriksaan serum vitamain B12, bertujuan untuk mengetahui adanya
defisiensi B12.
3. Analisa feses, bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
4. Analisa gaster, bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl lambung.
Acholohidria menunjukkan adanya gastritis atropi.
5. Tes antibody serum, bertujuan mengetahui adanya antibodi sel parietal dan
faktor intrinsik lambung terhadap Helicobacter pylori.
6. Endoscopy, biopsy, dan pemeriksaan urine biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
7. Sitologi, bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

1.8 Diagnosa Banding

1. Ulkus Gaster

2. Ulkus Duodeni

3. Varises Esophagus

1.9 Penalatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam
lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan : untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/ reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010).
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan
perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka
penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :
alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer.
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi. terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan
sedative, antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin
diperlukan.
c. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene
atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi
lambungmungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien,
meningkatkan istiratahat, mengurangi stress dan memulai
farmakoterapi. H. Pilory data diatasi dengan antibiotic ( seperti
tetrasiklin atau amoksisilin ) dan garam bismu ( pepto bismo ). Pasien
dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang
disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor instrinsik (Smeltzer,
2002)
3. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:
a. Tirah baring
b. Mengurangi stress
c. Diet
Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral
pada interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti
pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah 12 – 24
jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya ditambahkan secara
bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya
berespon terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang
berbumbu banyak atau berminyak. (Dermawan, 2010).

1.10 Komplikasi

Komplikasi penyakit gastritis menurut (Muttaqin & Sari, 2011)


antara lain :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan
kedaruratan medis.
2. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat.
3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.
4. Anemia pernisiosa, keganasan lambung.

1.11 Proses Keperawatan


Orientasi utama pengobatan gastritis berpaku pada obat-obatan.Obat- obatan
yang digunakan adalah obat yang mengurangi jumlah asam lambung dan dapat
mengurangi gejala yang mungkin menyertai gastritis, serta memajukan
penyembuhan lapisan perut. Pengobatan ini meliputi (Sukarmin, 2013) :

1. Antasida yang berisi alumunium dan magnesium, serta karbonat kalsium dan
magnesium. Antasida dapat meredakan mulas ringan atau dyspepsia dengan
cara menetralisasi asam diperut. Ion H+ merupakan struktur utama asam
lambung. Dengan pemberian alumunium hidroksida maka suasana asam
dalam lambung dapat dikurangi. Obat-obtan ini dapat menghasilkan efek
samping seperti diare atau sembelit, karena dampak penurunan H+ adalah
penurunan rangsangan peristaltik usus.

2. Histamin (H2) blocker, seperti famotidine dan ranitidine. H2 blocker


mempunyai dampak penurunan produksi asam dengan mempengaruhi
langsung pada lapisan epitel lambung dengan cara menghambat rangsangan
sekresi oleh saraf otonom pada nervus vagus.

3. Inhibitor Pompa Proton (PPI), seperti omeprazole, lansoprazole, dan


dexlansoprazole. Obat ini bekerja menghambat produksi asam melalui
penghambatan terhadap elektron yang menimbulkan potensial aksi saraf
otonom vagus. PPI diyakini lebih efektif menurunkan produksi asam lambung
daripada H2 blocker. Tergantung penyebab dari gastritis, langkah-langkah
tambahan atau pengobatan mungkin diperlukan.

4. Jika gastritis disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID


(Nonsteroid Antiinflamasi Drugs) seperti aspirin, aspilet, maka penderita
disarankan untuk berhenti minum NSAID, atau beralih ke kelas lain obat
untuk nyeri. Walaupun PPI dapat digunakan untuk mencegah stress gastritis
saat pasien sakit kritis.

5. Jika penyebabnya adalah Helycobacter pylori maka perlu penggabungan obat


antasida, PPI dan antibiotik seperti amoksisilin dan klaritromisin untuk
membunuh bakteri. Infeksi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kanker atau ulkus diusus.

6. Pemberian makanan yang tidak merangsang. Walaupun tidak mempengaruhi


langsung ada peningkatan asam lambung tetapi makanan yang merangsang
seperti pedas atau kecut, dapat meningkatkan suasana asam pada lambung
sehingga dapat menaikkan resiko inflamasi pada lambung. Selain tidak
merangsang makanan juga dianjurkan yang tidak memperberat kerja
lambung, seperti makanan yang keras (nasi keras).

7. Penderita juga dilatih untuk manajemen stress sebab dapat mempengaruhi


sekresi asam lambung melalui nervus vagus, latihan mengendalikan stress
bisa juga diikuti dengan peningkatan spiritual sehingga penderita lebih pasrah
ketika menghadapi stress.
1.11.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
dilakukan secara sistematisdalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi,
2012). Data tersebut berasal dari pasien (data primer), keluarga (data
sekunder), dan catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan
melihat catatan medis.
Adapun data yang diperlukan pada pasien gastritis yaitu sebagai berikut :
1. Data dasar (Identitas Klien) : Meliputi nama lengkap nama panggilan,
tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, agama, bahasa yang
digunakan, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, sumber dana/
biaya serta identitas orang tua.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Nyeri ulu hati dan perut sebelah kiri bawah.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Meliputi perjalanan penyakitnya, awal
dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara
mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi
masalah tersebut
c. Riwayat kesehatan terdahulu : Meliputi penyakit yang berhubungan
dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit, dan riwayat
pemakaian obat.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Dihubungkan dengan kemungkinan
adanya penyakit keturunan, kecenderungan, alergi dalam satu
keluarga, penyakit menular akibat kontak langsung maupun tidak
langsung. Pada pasien gastritis, dikaji adakah keluarga yang
mengalami gejala serupa, penyakit keluarga berkaitan erat dengan
penyakit yang diderita pasien. Apakah hal ini ada hubungannya
dengan kebiasaan keluarga dengan pola makan, misalnya minum-
minuman yang panas, bumbu penyedap terlalu banyak, perubahan pola
kesehatan berlebihan, penggunaan obat-obatan, alkohol, dan rokok.
e. Riwayat psikososial : Meliputi mekanisme koping yang digunakan
klien untuk mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan
dan cara klien menerima keadaannya.
3. Pola kebiasaan sehari-hari. Menurut Gordon (2009), pola kebiasaan
seharihari pada pasien gastritis, yaitu :
a. Pola nutrisi
b. Pola eliminasi
c. Pola istirahat dan tidur
d. Pola seksual reproduktif
e. Pola hubungan dan peran
f. Pola nilai dan keyakinan
4. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik, yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskiltasi. Menurut Doengoes (2000),
data dasar pengkajian pasien gastritis meliputi :
a) Data Subjektif
Keadaan umum, tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat
nyeri tekan di kwadran epigastrik.
1. Tanda-tanda vital
- B1 (Breath) : Takhipnea
- B2(Blood) : Takikardi, hipotensi, distritmia, nadi perifer lemah,
pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
- B3 (Brain) : Sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
- B4 (Bladder) : Oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
- B5 (Bowel) : Anemia, anoreksia, mual, muntah, nyeri ulu hati,
tidak toleran terhadap makanan pedas.
- B6 (Bone) : Kelelahan, kelemahan.
- Kesadaran : Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari
cenderung tidur, disorientasi/ bingung, sampai koma (tergantung
pada volume sirkulasi/ oksigenasi).
b) Data objektif
a. Kepala dan muka : Wajah pucat dan sayu (kekurangan nutrisi),
wajah berkerut.
b. Mata : Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan
oksigen ke jaringan), konjungtiva pucat dan kering.
c. Mulut dan faring : Mukosa bibir kering (peurunan cairan intrasel
mukosa) bibir pecah-pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap
(penurunan hidrasi bibir dan personal hygiene).
d. Abdomen
- Inspeksi : Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab, besar
dan bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat lutut
sampai dada sering merubah posisi, menandakan pasien nyeri.
- Auskultasi : Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama
perdarahan, dan hipoaktif setelah perdarahan.
- Perkusi : Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan
hypertimpani (bisng usus meningkat).
- Palpasi : Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat
nyeri tekan pada region epigastik (terjadi karena distruksi asam
lambung) (Doengoes, 2000).
e. Integumen : Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah
kehilangan darah), kelemahan kulit/ membrane mukosa
berkeringan (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon
psikologik) (Doengoes, 2000).
f. Pemeriksaan penunjang, menurut Priyanto (2009) yang ditemukan
pada pasien gastritis, yaitu :
g. Endoscopy
h. Pemeriksaan histopatologi
i. Laboratorium
j. Gastroscopi

1.11.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Tujuan pencacatan diagnosa keperawatan yaitu sebagai alat
komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat ini dan
merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap masalah yang
diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi pengembangan rencana
intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Data yang dikelompokan, dianalisa dan dipriositaskan masalahnya
maka ditentukan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien
gastritis. Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada klien dengan
gastritis adalah :
1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen cedera fisiologis d.d tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah.
2. Nyeri kronis (D.0078) berhubungan dengan peradangan pada lambung
ditandai oleh tampak meringis, frekuensi nadi meningkat, gelisah.
3. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien d.d berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal,bising usus hiperaktif,otot menelan lemah.
4. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan fisik d.d
frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat
5. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi d.d
merasa bingung dan tampak gelisah
6. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) d.d intake yang tidak adekuat dan
output cair yang berlebih (mual dan muntah).
7. Defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi d.d menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan
persepsi yang keliru terhadap masalah
1.11.3 Perencanaan

STANDAR INTERVENSI
STANDAR LUARAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDOSESIA
INDOESIA (SLKI)
(SIKI)
1. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan agen selama 1x24 jam masalah nyeri akut teratasi Observasi
cedera fisiologis ditandai oleh Kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
tampak meringis, bersikap Tingkat nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
protektif, gelisah. N S S nyeri
Indikator
o A T 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3 5 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis 3 5 4. Identifikasi faktor yang
3. Sikap protektif 3 5 memperberat nyeri dan
4. Gelisah 3 5 memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur 3 5 Terapeutik

6. Frekuensi nadi 3 5 5. Berikan teknik non farmakologis

7. Pola nafas 3 5 untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

8. Tekanan darah 3 5 Akupresure, terapi music, aroma


terapi, dll)
Keterangan nomer 1-4 Edukasi
1: Meningkat 6. Ajarkan teknik non farmakologi
2: Cukup Meningkat untuk mengurangi rasa nyeri
3: Sedang 7. Jelaskan penyebab,periode, dan
4: Cukup menurun pemicu nyeri
5: Menurun Kolaborasi
Keterangan nomer 5-7 8. Kolaborasi pemberian analgesic,
1: Memburuk jika perlu
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
2. Nyeri kronis (D.0078) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan peradangan selama 1x24 jam masalah nyeri akut teratasi Observasi
pada lambung ditandai oleh Kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
tampak meringis, frekuensi nadi Tingkat nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
meningkat, gelisah. N S S nyeri
Indikator
o A T 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3 5 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang
2. Meringis 3 5 memperberat nyeri dan
3. Sikap protektif 3 5 memperingan nyeri
4. Gelisah 3 5 Terapeutik
5. Kesulitan tidur 3 5 5. Berikan teknik non farmakologis
6. Frekuensi nadi 3 5 untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
7. Pola nafas 3 5 Akupresure, terapi music, aroma

8. Tekanan darah 3 5 terapi, dll)


Edukasi

Keterangan nomer 1-4 6. Ajarkan teknik non farmakologi

1: Meningkat untuk mengurangi rasa nyeri

2: Cukup Meningkat 7. Jelaskan penyebab,periode, dan

3: Sedang pemicu nyeri

4: Cukup menurun Kolaborasi

5: Menurun 8. Kolaborasi pemberian analgesik,

Keterangan nomer 5-7 jika perlu

1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
3. Defisit nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi ( 1.0120)
berhubungan dengan selama 3x24 jam masalah defisit nutrisi Observasi
ketidakmampuan mengabsorbsi teratasi 1. Identifikasi status nutrisi
nutrien d.d berat badan menurun Kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
minimal 10% dibawah rentang Status nutrisi (L.03030) makanan
ideal,bising usus hiperaktif,otot N S S 3. Identifikasi makan yang disukai
Indikator
menelan lemah. o A T 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. Porsi makanan yang 3 5 jenis nutrient
dihabiskan 5. Identifikasi perlunya penggunaan
2. Berat badan 3 5 selang nasogastrik
3. Indeks masa tubuh (IMT) 3 5 6. Monitor asupan makanan
4. Frekuensi makan 3 5 7. Monitor berat badan
5. Nafsu makan 3 5 8. Monitor hasil pemeriksaan

6. Bising usus 3 5 laboratorium

Keterangan nomer 1 Terapeutik

1: Menurun 9. Lakukan oral hygiene sebelum

2: Cukup Menurun makan, jika perlu

3: Sedang 10. Fasilitasi menentukan pedoman

4: Cukup meningkat diet (piramida makanan)


5: Meningkat 11. Berikan suplemen, jika perlu
Keterangan nomer 2-6 Edukasi
1: Memburuk 12. Anjurkan posisi duduk
2: Cukup memburuk Kolaborasi
3: Sedang 13. Kolaborasi dengan ahli gizi
4: Cukup membaik untuk menentukan jumlah
5: Membaik kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan

4. Risiko ketidakseimbangan cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Cairan (1.03098)
(D.0036) d.d intake yang tidak selama 3x24 jam masalah Risiko Observasi
adekuat dan output cair yang ketidakseimbangan cairan teratasi 1. Monitor status hidrasi
berlebih (mual dan muntah). Kriteria hasil: 2. Monitor berat badan harian
Keseimbangan cairan (L.03020) 3. Monitor berat badan sebelum dan
N S S sesudah dialisis
Indikator
o A T 4. Monitor hasil pemeriksaan
1. Asupan cairan 3 5 laboratorium
2. Haluaran urin 3 5 5. Monitor status hemodinamik
3. Kelemabapan membrane 3 5 6. Catat intake dan output dan hitung
mukosa balance cairan 24 jam
4. Edema 3 5 Terapeutik
5. Dehidrasi 3 5 7. Berikan asupan cairan sesuai
6. Turgor kulit 3 5 kebutuhan
Keterangan nomer 1-3 8. Berikan cairan intravena,jika perlu
1: Menurun Kolaborasi
2: Cukup Menurun 9. Kolaborasi pemberian diuretic, jika
3: Sedang perlu
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
Keterangan nomer 4&5
1: Meningkat
2: Cukup Meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun
Keterangan nomer 6
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
5. Intoleransi aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Terapi aktivitas (1. 05186)
berhubungan dengan kelemahan selama 3x24 jam masalah intoleransi Observasi
fisik d.d frekuensi jantung aktivitas teratasi 1. Observasi sejauh mana klien dapat
meningkat > 20% dari kondisi Kriteria hasil: melakukan aktivitas
istirahat Toleransi Aktivitas (L.05047) Terapeutik
N S S 2. Berikan lingkungan yang tenang
Indikator
o A T 3. Berikan bantuan dalam aktivitas
1. Frekuensi nadi 3 5 Edukasi
2. Saturasi oksigen 3 5 4. Jelaskan pentingnya beraktivitas
3. Keluhan lelah 3 5 bagi klien
4. Dispneu saat aktivitas 3 5 5. Tingkatkan tirah baring atau duduk
5. Dispneu setelah aktivitas 3 5 dan berikan obat sesuai dengan

Keterangan nomer 1-3 indikasi

1: Menurun
2: Cukup Menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
Keterangan nomer 4&5
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
6. Ansietas (D.0080) berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi ansietas (1.09314)
dengan kurangnya terpapar selama 3x24 jam masalah ansietas teratasi Observasi
informasi d.d merasa bingung Kriteria hasil: 1. Identifikasi saat ansietas berubah
dan tampak gelisah Tingkat ansietas ( L.09093) 2. Identifkasi kemampuan mengambil
N S S keputusan
Indikator
o A T 3. Monitor tanda-tanda asietas( verbal
1. Verbalisasi kebingungan 3 5 dan non verbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat 3 5 Terapeutik
kondisi yang dihadapi 4. Ciptakan suasana terpeutik untuk
3. Perilaku gelisah 3 5 menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang 3 5 5. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
6. Gunakan pendekatan yang tenang
Keterangan dan meyakinkan
1: Meningkat Edukasi
2: Cukup meningkat 7. Latih kegiatan pengalihan untuk
3: Sedang mengurangi ketegangan
4: Cukup menurun 8. Latih teknik relaksasi
5: Menurun Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian obat
antlansietas
7. Defisit pengetahuan (D.0111) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Eduaksi kesehatan (1.12383)
berhubungan dengan kurangnya selama 3x24 jam masalah defisit Observasi
terpapar informasi d.d pengetahuan teratasi 1. Identifikasi kesiapan dan
menunjukkan perilaku tidak Kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
sesuai anjuran, menunjukkan Tingkat pengetahuan (L.12111) 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
persepsi yang keliru terhadap N S S meningkatkan dan menurunkan
Indikator
masalah o A T motivasi perilaku hidup bersih dan
1. Perilaku sesuai anjuran 3 5 sehat
2. Verbalisasi minat dalam 3 5 Edukasi
dalam belajar 3. Sediakan materi dan media
3. Kemampuan menjelaskan 3 5 pendidikan kesehatan
4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
pengetahuan tentang suatu sesuai kesepakatan
topic 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Kemampuan 3 5 6. Jelaskan factor resiko yang dapat
menggambarkan mempengaruhi kesehatan
pengalaman sebelumnya 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
5. Perilaku sesuai dengan sehat
pengetahuan
6. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi
7. Persepsi yang keliru
terhadap masalah
Keterangan nomer 1-5
1: Menurun
2: Cukup Menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
Keterangan 6&7
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun
DAFTAR PUSTAKA

Hirlan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Gastritis. Dalam : Sudoyo AW

Muttaqin, Arif. 2011. Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin,Arif & Sari,Kumalasari. 2011. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : Salemba Medika

Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah(Sistem Percernaan.Penerbit


Gosyen Publishing: Yogyakarta

SDKI. (2016) . Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi I cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia

Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Kperawatan Edisi 1.


Yogyakarta: Garaha Ilmu

SIKI. (2016) . Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Intervensi


keperawatan. Edisi I cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia

SLKI. (2016) . Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria


Keperawatan. Edisi I cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia

Smeltzer dan Bare. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan &
Suddart. Ed 8. Jakarta : EGC

Sukarmin. 2013. Keperawatan pada sistem pencernaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Suratun, Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta : EGC

Wijaya,A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep, Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai