Anda di halaman 1dari 31

MODUL 3 BLOK 13 – 14

2016

– ASTMA BRONCHIALE
By : Silence Dogood
PRASYARAT : REAKSI HIPERSENSITIVITAS

TFH = T Follicular Helper (Th2)

Th2 akan mensereksi

IL – 4  Stimulasi produksi IgE


IL – 5  Recruited eosinophils
IL – 13  Sekresi muskus dari submucosa
bronkus dan peningkatan produksi IgE dari sel
B

1|Page
Allergen pertama kali ditangkap oleh makrofag  makrofag lalu memomotongnya ( menjadi
epitopes) dan dipresentasikan oleh APC dan berikatan dengan MHC klas II pada CD4+ T cell 
CD 4+ T cell berubah menjadi sel TH2  sel TH2 akan mengeluarkan IL-4, IL-3, IL-5, dan GM-CSF
 IL-4 akan merangsang sel B IgE untuk mengeluarkan antibody  antibody IgE akan berikatan
dengan reseptor IgE Fc pada sel mast  Terjadi pengeluaran mediator-mediator dari sel mast
 Terjadi respon awal (vasodilatasi, kebocoran dari vaskuler ke jaringan sekitar dan spamse otot
polos

Late Response reaction

Leukosit dipanggil untuk memperbesar efek dan mempertahankan rekasi inflamasi tanpa
adanya pajanan dari alergen

Terkena pajanan  sel T helper 2 akan mengeluarkan IL-4, IL-3, IL-5, dan GM-CSF  IL-3 dan IL-
5 dari sel T helper 2 dan sel mast dan GM-CSF dari sel mast merangsang pemanggilan eosinophil
 eosinophil diaktifkan dan mengeluarkan granula  mukosa edema, sekresi mucus
bertambah, inflitrasi leukosit, broncospasm dan kerusakan epitel

Cat : apabila sudah pernah terpapar sebelumnya sel B IgE dapat langsung berekasi tanpa
menunggu perubahan dari sel T. Allergen juga langsung dapat merangsang sel mast yang sudah
berikatan dengan IgE dan menghasilkan reaksi alergi

2|Page
3|Page
4|Page
 Vasoactive amines :
o Histamin  Kontraksi otot polos, peningkatan permiabilitas vaskuler, dan
peningkatan sekresi muskus oleh hidung, bronkus dan asam lambung
 Enzymes
o Mengandung neutral proteases (Chymase, tryptase) dan beberapa asam
hydrolase  kerusakan jaringan
 Proteoglycans
o Mengandung heparin ( anti coagulant)
 Lipid mediators
o Leukotrienes
 Leukotrienes C4 dan D4 adalah yang paling kuat menyebabkan
vasoactive dan spasmogenic (membuat spasme)
 Leukotrienes B4  bersifat kemotatik untuk neutrophil, eosinophilis
dan monocytes
 PGD2 (Prostaglandin D2)  Bronchospasm dan peningkatan muscus

5|Page
 PAF (Platelet activating factor)  Agregrasi platelet, pelepasan
histamine, bronchospasm, peningkatan permiabilitas vascular, dan
vasodilatasi
 Cytokines
o TNF, IL – 1 dan chemokines  leukocyte recruitment
o IL – 4  merangsang Th2

6|Page
PRASYARAT : HISTOLOGI BRONKUS

 Tunika mukosa berkelok-kelok

 Epitel respirasi

 Lamina propria : jar. Ikat padat mengandung serabut kolagen, elastis, retikuler

 Otot polos sirkuler, kelenjar campur& lempeng cartilago hyalin

 Tunika submukosa  limfosit & nodulus lymphatikus

7|Page
 Tunika adventitia  jar. Ikat padat

 Dinding  arteri & vena bronkhialis u/ nutrisi dinding

ASTMHA

DEFINISI

Menurut GINA tahun 2002

Asma  kelainan Inflamasi kronik saluran nafas. Proses inflamsi ini melibatkan berbagai sel
inflamasi antara lain sel mast, eosinophil, limfosit T dan neutrophil. Pada individu yang sensitive
kelainan inflamasi ini menyebabkan gejala-gejala yang berhubungan dengan obtruksi saluran
nafas yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi, yang sering membaik (reversible) secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga menyebabkan hiperreaktivitas bronkus
terhadap berbagai ransangan

PDPI

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-
batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

FAKTOR RESIKO

8|Page
 Atopy
o Merupakan faktor resiko mayor dari asthma
o Pada orang nonatpoic mempunyai faktor resiko yang sangat rendah terkena
asthma
o Atopy dikarenakan secara genetika menentukan produksi IgE antibody yang
spesfik, banyak pasein yang menderita atopy menunjukkan dalam riwayat
keluarganya ada yang terkena atopy
 Genetic predisposition
o Pada Chromosome 5q yang dimana berhubungan dengan atopy

9|Page
 Infection
o Viral infection (terumata rhinovirus) merupakan fatkor yang dapat
mencetuskan eksaserbasi
o Hygiene hypothesis
 Kekurangan paparan infeksi pada anak anak akan menyebabakan Th2
bias yang dimana seringnya terkena paparan infeksi dan endotoxin akan
menyebabkan predominant Th1
 Diet
o Diet rendah vitamin C dan vitamin A, magnesium, selenium, dan omega-3-
polyunsaturaed fats (fish oil) atau tinggi Na dan omega-6-polyunsaturated
meningkatkan terjadinya asma
o Defisensi vitamin D dapat menjadi faktor predisposisi terjadi penyakit asthma
 Air Pollution
o Polusi udara dapat menjadi faktor pencetus terjadi nya asthma
 Obesitas
o Pada orang obese serang astma lebih sering muncul dan sangat susah di control
o Ini desebabkan inflammatory adipokines dan reduced anti inflammatory
adipokins yang lepaskan dari penyimpanan lemak

10 | P a g e
INSIDENSI

 Menyerang : anak laki > anak perempuan


 Setelah pubertas wanita> pria
 8% populasi di AS dengan gejala asma, sebagian besar beronset pada usia <25 tahun
 Anak di daerah pedesaan risiko asma yang lebih rendah dari daerah perkotaan

Klasifikasi

 Klasifikasi berdasarkan etiologi :


1) Asma intrinsic (stress)
2) Asma ekstrinsik (karena adanya allergen; debu,dll)

11 | P a g e
 Klasifikasi asma berdasarkan pola waktu terjadi serangan :
1) Asma intermiten : pada jenis ini serangan asma timbul kadang kadang.
Diantara dua serangan, nilai APE normal, tidak terdapat atau hanya ada
hipereaktivitas bronkus yang ringan
2) Asma persisten : terdapat variabilitas APE antara siang dan malam, serangan
sering terjadi, dan terdapat hipereaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita
asma persisten yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal
meskipun diberikan pengobatan kortikosteroid yang intensif.
3) Brittle asma : Penderita jenis ini mempunyai saluran nafas yang sensitive,
variabilitas obstruksi saluran nafas Dari hari ke hari sangat ekstrim. Penderita
mempunyai risiko untuk eksaserbasi tibatiba yang berat dan mengancam jiwa.
 Klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit

Berat penyakit Gejala Asma malam APE


Asma persisten Terus menerus, Sering <60% prediksi,
berat aktivitas fisik variabilitas >30%
terbatas
Asma persisten Setiap hari sehingga >1x/ minggu 60%<APE<80%
sedang membutuhkan prediksi,
agonis beta 2, variaabilitas > 30%
serangan
mempengaruhi
aktivitas
Asma persisten >1x/ minggu, tetapi >2x/ bulan >= 80% prediksi,
ringan < 1x/ hari variabilitas 20-30%
Asma intermiten <1x/ minggu, tidak <2x/ bulan >= 80% prediksi,
ada gejala dan APE variabilitas <20%
normal di luar
serangan

 Klasifikasi berdasarkan terkontrol tidaknya penyakit

12 | P a g e
 Klasifikasi berdasarkan ringan, sedang, beratnya penyakit

13 | P a g e
PATOGENESIS ASMA BRONCHIALE

Konsep patogenesis asma terkini, yaitu asma adalah suatu proses inflmasi dising saluran
napas yang bersifat kronik yang khas mengakibatkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan
reaktivitas saluran napas.

 Hiperreaktivitas merupakan predisposisi terjadinya penyempitan saluran napas sebagai


respon terhadap stimulasi berbagai macam alergen. Gambaran khas inflmasi saluran
napas adalah adanya aktivitas eosinofil, makrofag, sel mast, dan limfosit T pada mukosa
dan lumen saluran napas. Perubahan ini pun dapat terjadi walaupun asma tidak
bergejala. Munculnya sel-sel tersebut berhubungan dengan derajat beratnya penyakit
secara klinis. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus akan
memicu proses perbaikan saluran napas akan mengakibatkan struktur dan fungsi
saluran napas, yang dikenal dengan istiah remodelling aiways
 Remodelling merupakan hal penting pada patogenesis hiperreaktivitas saluran napas
yang non spesifik. Remodelling saluran napas merupakan serangkaian proses yang
mengakibatkan deposisijaringan penyambung dan mengubah struktur saluran napas
melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinasi
kerusakan dan perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor
profibrotik/Transforming Growth Factor beta (TGF-β) dan proliferasi serta diferensiasi
fibroblast menjadi myofibroblast diyakini merupakan proses yang penting dalam
remodelling. Myofibroblast yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor
pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang mengakibatkan priliferasi sel-sel otot polos
saluran napas dan peningkatan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi,
dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul, termasuk kompleks
proteoglikan pada diniding saluran napas pasien yang meninggal karena asma, yang
secara langsung berhubungan dengan lamanya pernyakit.
 Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, sel goblet kelenjar submukosa
timbul pada bronkus pasien asma, terutama asma kronik yang berat. Secara
keseluruhan, saluran napas pasien asma menunjukan adanya perubahan arsitektur yang
bervariasi dan menebal

14 | P a g e
15 | P a g e
16 | P a g e
PATOFISIOLOGI ASMA

Secara klinis, gangguan asma adalah gangguan saluran pernapasan yang terjadi
disebabkan oleh agen-agen sensitasi dan iritasi ditandai dengan:

a. Obstruksi saluran napas akut yang reversibel akibat bronkokontriksi, edema, dan
peradangan saluran napas
b. Eksresi mukus yang diinduksi oleh pajanan agen-agen tertentu

Umumnya agen sensitasi merangsang produksi suatu imunoglobulin E /IgE spesifik pada individu
yang rentan

 Patofisiologi serangan asma:


o Obstruksi saluran respiratorik secara luas (kombinasi spasme otot polos, edema
mukosa oleh inflamasi saluran respiratorik, sumbatan mukus)  sumbatan
saluran respiratorik  tidak merata  atelektasis segmental
o Sumbatan saluran repiratorik tahanan respiratorik ↑ udara terperangkap
 overdistensi/hiperinflasi paru  penurunan compliance paru  kerja napas
meningkat
o Perubahan tahanan respiratorik tidak merata di seluruh jaringan bronkus 
tidak padu padannya antar ventrilasi dan perfusi (missmatch)
o Meningkatnya tekanan intrapulmonal untuk ekspirasi melalui saluran respirasi
yang menyempit  merangsang penutupan dini saluran respiratorik  risiko
pneumothorax
o Ventilasi dan perfusi yang missmatch  perubahan gas dalam darah  hipoksia
dan asidosis  vasokontriksi pulmonal  sel-sel alveoli rusak  produksi
surfactant berkurang/tidak ada  atelektasis
 Faktor etiologi utama pada asma adalah predisposisi genetik terhadap reaksi
hipersensiitivutas tipe 1, radang saluran pernapasan yang akut dan kronik,
hiperresponsif dari bronkus

17 | P a g e
PENCETUS

Bronkokontriksi, edema
mukosa, hipersekresi mukus

Obtruksi jalan napas

Atelektasis Hiperinflasi paru


Ventiasi tidak
seragam
Gangguan
Penurunan surfactant
Compliance
Ventilasi-perfusi
missmatch

Peningkatan kerja
napas

Hiperventiasi alveolar

Acidosis

Vasokontriksi P02 ↓
Pulmonal PCO2

GEJALA KLINIK

 Waktu ekspirasi yang memanjang


 Membutuhkan otot bantuan pernapasan sehingga dapat menimbulkan retraksi
 Pada saat berbicara akan terputus-putus
 Timbul mengi/wheezing saat ekspirasi atau ketika batuk
 Batuk berdahak

18 | P a g e
INDENTIFIKASI MASALAH

Ny A  insidensi, 58 thn

KU : sesak nafas+batuk berdahak GK asma bronkiale

Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu krn kehujanan  F. pencetus

Berkata-kata berhenti setiap kalimat, tidak terkontrol 1  GK asma sedang berat

Lebih nyaman duduk dibandingkan berdiri  GK asma sedang berat

Sesak jika udara dingin atau kelelahan,  Faktor resiko lingkungan

Sering sesak nafas sejak kecil inflamasi kronis

2 tahun terakhir makin sering memburuk progresif

3 bulan terakhir setiap hari,siang&malam tidak terkontrol 2

Memberat saat malam hari  hormon steroid menurun(23 – 4 ), tidak terkontrol 3

Batuk berdahak

RPD:Pernah dirawat sebanyak 3x dlm setahun ini krn asma

RPK: Kakek menderita asma  faktor resiko genetik

Riwayat Alergi: pasien alergi debu  Faktor resiko alergen, (x) merokok=singkirkan PPOK

Makan obat 4 jenis tidak tahu nama tidak terkontrol

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : compos mentis(tanda asma sedang), sesak berkeringat


 BB/TB : 57kg/155cm BMI= 25,1, obese 1, Faktor resiko
 Tek. Darah : 120/80 mmhg
 Nadi : 120 x/menit  takhikardi,100-120, tanda asma sedang
 Respirasi : 38 x/menit  takhipnoe, >30, tanda asma berat

Suhu : 36,8c

KEPALA

 Mata : DBN
 Telinga : DBN
 Hidung : tampak pernapasan cuping hidung= usaha bernapas meningkat
 Mulut : DBN

LEHER

 Retraksi suprasternal (+)= ada respirasi paksa, GK asma sedang - berat


 Trakea : DBN

19 | P a g e
 KGB :DBN
 JVP : DBN

TORAKS

• Pulmo : Inspeksi : dbn

Palpasi :dbn

Perkusi : dbn

Auskultasi : suara napas : ekspirasi memanjang, ka=ki, bronkhial wheezing


expiratoir ka=ki (tanda asma sedang)GK khas asma bronkiale

 Cor : DBN
 Abdomen : DBN
 Ekstremitas : DBN

LABORATORIUM

 HB : 14,5 g/dl
 PCV/Hematokrit: 41,5%
 Leukosit : 16.300/mm3  inflamasi
 LED : 20mm/1jam  inflamasi
 Hitung jenis : 0/10/2/60/26/1 eosinofilia, rx alergi
 Urine rutin : DBN

DASAR DIAGNOSIS

Anamesis

 Sesak nafas+batuk berdahak


 Sesak pada saat hujang (Faktor pencetus)
 Berkata-kata berhenti setiap kalimat
 Lebih nyaman duduk dibandingkan berdiri
 Sesak jika udara dingin atau kelelahan
 Sering sesak nafas sejak kecil
 2 tahun terakhir makin sering
 Memberat saat malam hari

Pemeriksaan Fisik

 Takikardi
 Takhinophe
 Pernafasan cuping hidung
 Retraksi suprasternal = otot tambahan respirasi
 Wheezing

20 | P a g e
oTerjadi karena adanya tuburlensi aliran udara dan vibrasi dari saluran nafas kecil
yang dimana ada obstruksi parsial (bronchospasm, edema, collapse, neoplasma,
atau benda asing)
 Leukositosis
 LED meningkat
 Eosinofilia

Klasifikasi berdasarkan terkontrol tidaknya penyakit

Klasifikasi berdasarkan ringan, sedang, beratnya penyakit

21 | P a g e
DIAGNOSIS BANDING

• Suspek Asma Bronkhiale serangan akut derajat berat pada asma tidak terkontrol

• Suspek Asma Bronkhiale serangan akut derajat sedang pada asma tidak terkontrol

• Suspek Asma Bronkhiale serangan akut derajat ringan pada asma tidak terkontrol

DIAGNOSIS KERJA

 Asma bronkhiale serangan akut derajat sedang-berat pada asma tidak terkontrol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Uji Faal paru


o Pemeriksaan objektif yang dimana dapat mengethaui derajat obstruksi saluran
nafas
o Pemeriksaan ini berguna
 Penunjang diagnosis
 Menentukan derajat penyakit
 Evalusai hasil pengobatan
 Penetuan prognosis
o Pemeriksaan yang sederhana adalah Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan alat
Peak Flow Meter
o Varibialitas nilai APE sebsear 20 % atau lebih antara pagi dan sore merupakan
diagnostic asma
o Pemeriksaan faal paru yang lebih lengkap dengan spirometry yaitu
 Menentukan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1 / FEV1)
 Menentukan Vital paska (KVP/FVC)
 Menentukan perbandingan rasio FEV1 / FVC < 80 %
o Reversibilitas asma dapat dilihat dnegan pengukuran faal paru (APE atau VEP1 )
sebelum dan seusah pemberian bronkodilator
o Jika APE dan VEP1 meningkat 15 % atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator
maka menunjukan reversibilitas saluran nafas, yang merupakan karakterisitik
asma
 Pemeriksaan skin prick (puncture testing)
o Dilakukan dengan meneteskan ekstrak allergen pada permukaan kulit voler
lengah bawah sisi dalam atau punggung yang sudah di tandai dan digores
dengan jarum sebelumnya didesinfeksi kapas dengan alcohol 70%
o Hasil reaktif ditunjukan dnegan munculnya benjolan merah dengan diameter
tertentu, disertai rasa gatal di area kulit tempat tusukan tadi dalam waktu 15 –
20 menit
o Tes tusuk kulit sangat bermanfaat terutama untuk menentukan allergen inhalan,
seperti debu, bulu hewan peliharaan, polen dan sebagainya
 Intracutaneous Test
o Tes kulit dilakukan apabila terdapat dugaan alergi terhadap obat dengan
menyuntikan obat tersebut di kulit lengan bawah hingga dapat memasuki
lapisan bawah kulit

22 | P a g e
oHasil dapat diperoleh dalam waktu 15 menit, bila positif maka akan timbul
benjolan warna merah disertau rasa gatal
o Test ini lebih baik dari Skin Prick, namu resiko lebih tinggi untuk terjadi nya
reaksi sistemik, serta seringkali memerikan reaksi positif palsu
o Indikasi intracutaneous test, bila ekstra allergen skin prick tidak memberikan
hasil reaktif cukup kuat
 Patch Test
o Dilakukan bila diduga reaksi alergi akibat kontak dengan bahan kimia atau
dermatitis kontak alergika
o Dilakukan dengan meletakan bahan bahan kimia pada fin chamber (plaster) lalu
ditempelkan pada punggung kulit
o Hasil test dapat dibaca setelah 48 s/d 72 jam, selama tes dianjurkan agar tidak
melakukan aktivitas berat dan mengeluarkan keringat, tidak bolhe mandi, posisi
tidur terlungkup dan usahakan punggung tidak bergesekan dengan apa pun
o Hasil posiitf ditunjukkan dnegan munculnya bercak kemerahan pada kulit
tersebut
 Persentase eosinofiul
o Diketahui melalui pemeriksaan hitung jenis leukosit, jumlah eosinophil absolut
yang dapat di baca pada pemeriksaan dengan hemositometer atau secara
otomatis dengan cell counter
 Pemeriksaan sputum
o Pada penderita asma bronkial dengan loop dapat ditemukan Kristal Charcot
Leiden dan Spiral Cruschmann
 Kadar IgE
o Pada pendeirta asthma mengalami peningkatan kadar IgE
o Diperiksan dnegan metode ELISA
 Spesifikasi IgE terhadap satu jenis allergen
o Pemeriksaan IgE-RAST (Radioallergosorbert Test) dalam sampel serum melalui
enzyme linked human IgE antibodu pada reaski kolorimetrik
 Chest X-ray
o Menyingkirkan penyakit paru lain yang bergejala seperti asma atau
penyakit penyerta
o Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa
pulmonary shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis

PENATALAKSAAN

Tujuan :

- Jangka pendek
o Menghilangkan gejala
- Jangka panjang :
o Mengontrol gejala
o Mengurangi eksaserbasi

23 | P a g e
Non Farmakologi

 Avoidance of tobacco smoke exposure


o Provide advice and resources at every visit; advise against exposure of children
to environmental tobacco smoke (house, car)
 Physical activity
o Encouraged because of its general health benefits. Provide advice about
exercise-induced bronchoconstriction
 Occupational asthma
o Ask patients with adult-onset asthma about work history. Remove sensitizers as
soon as possible. Refer for expert advice, if available
 Avoid medications that may worsen asthma
o Always ask about asthma before prescribing NSAIDs or beta-blockers
 Breathing techniques (no specific technique)
o May be a useful supplement to asthma medications
 (Allergen avoidance)
o (Not recommended as a general strategy for asthma)

Obat Asma
 Dikelompokkan menjadi dua golongan :
o Reliever / pelega : untuk mengatasi serangan akut asma
o Controller : untuk mengontrol asma tersebut untuk jangka waktu yang
lama
 Yang termasuk obat reliever / pelega :
o Short Acting Beta Agonis (SABA) inhalasi (Ventolin Inhaler)
o SABA oral (Salbutamol)
o Anti kolinergik inhalasi (Ipratropium Bromida)
o Kortikosteroid Sistemik (Metil Prednisolon, Prednison)
o Metil Xantin (Teofilin lepas cepat)
 Yang termasuk obat controler :
o Kortikosteroid Inhalasi (Budesonide, Flutikason)
o Kortikosteroid Sistemik
o Long Acting Beta Agonis(LABA) Inhalasi (Formoterol)
o LABA oral (prokaterol, bambuterol)
o Metil Xantin ( Teofilin lepas lambat)
o Kombinasi Beta Agonis kerja lama dan Kortikosteroid Inhalasi ( Seretide ,
Symbicort )
1. Golongan simpatomimetik : Agonis alfa dan beta adrenergik.
 Mekanisme Kerja :
1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya
vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.

24 | P a g e
2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan
kontraktilitas dan irama jantung.
3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan
klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu
utama penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping
yang umum. Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang
besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang
minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan
meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan
memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan
(misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme
dibandingkan bila diberikan secara sistemik.
2. Xantin
 Mekanisme Kerja :
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan
merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah
pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi
asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan
menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat
pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma
pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta
memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran
pernapasan kronik.
3. Antikolinergik (Ipratropium Bromida)
 Mekanisme Kerja :
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara
mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada
tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.Ipratropium bromida (semprot
hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat
sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
A. Kromolin Natrium
 Mekanisme Kerja :
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai
aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas
glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan

25 | P a g e
SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin
bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
B. Nedokromil Natrium
 Mekanisme Kerja :
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma.
Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator
dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil,
makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat
perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap
antigen terinhalasi.
5. Kortikosteroid
 Mekanisme Kerja :
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan
cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat
menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan
efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme
bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan
inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik
minimal.
Menurut GINA 2014

Penata yang dilakukan saat terjadi asma akut (jangka pendek):

26 | P a g e
27 | P a g e
Penata untuk mengontrol gejala (jangka panjang)

Pemberian pengontrol jangka panjang digunakan biasanya mulai dari step 3, yaitu memberikan
kontroler kortikosteroid inhalasi/LABA dosis rendah dengan reliever SABA/
kortikosteroidinhalasi dosis rendah/ formoterol. Obat yang biasa diberi adalah symbicort
(budesonide (ICS)/formoterol (LABA) )

Penata pada kasus:

- Berikan oksigen melalui nasal kanul 2l/ menit sampai saturasi oksigen 90-95%
- Berikan obat golongan SABA (Salbutamol) inhalasi 4-10 puff setiap 20 menit selama 1
jam 100 microgram per puff
- Prednisolon 1mg/kgbb (maksimal dosis 50 mg dewasa, 40 mg anak-anak) sediaan: tablet
5 mg, 25 mg

28 | P a g e
PENCEGAHAN

Pada penderita asma biasanya pencegahan lebih mengarah pada pencegahan serangan

 Edukasi pasien berupa


o Edukasi yang terintegrasi dalam setiap aspek asma (serangan, non-serangan,
cara menggunakan obat asma)
o Membawa obat asma bila perlu
o Menjalankan terapi sesuai rencana terapi yang sudah ditetapkan dokter
 Menghindari/ mengurangi kontak dengan faktor pemicu dan alergen sebisa mungkin
o Hindari bulu hewan
o Bersihkan karpet dari debu
o Hindari asap rokok
o Hindari polutan

KOMPLIKASI

 Airway remodelling  COPD


 Batuk kronik
 Acidosis respiratorik  Atelektasis
 Hipertensi pulmonal  Cor Pulmonale

PROGNOSIS

 Quo ad vitam : ad bonam


o Masih ada kompensasi tubuh dilihat dari adanya takipnoe dan takikardi , bila
sudah terjadi kedaan mengancam jiwa (ada di tabel serangan akut) baru
prognosisnya ad malam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
o Pada pasien asma saluran pernapasannya sensitif terhadap faktor pencetus
asma, jadi bila terjadi kontak dengan pencetus asma akan timbul serangan asma
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
o Aktivitas sehari-hari akan sedikit terganggu karena pasien mudah mengalami
serangan asma (bila kontak dengan faktor pencetus)

Selamat Belajar! GBU !!


Believe you can and you’re halfway there. –
Theodore Roosevelt

29 | P a g e
30 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai