Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

PRATIKUM VI
PENYAKIT ASMA

OLEH:

Vincent Gunawan 161200098


Yunita Triani 161200099
Putu Ari Krisna Wiratama 161200101
Renaldi Pebridiansyah Irawan 161200102
Sang Ayu Made Meildawati 161200103

A1-D FARMASI KLINIS


Tanggal praktikum:Kamis, 20 Desember 2018
Dosen Pengampu:
Ni Putu Aryati Suryaningsih, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2018
PENYAKIT ASMA

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi Asma.
2. Mengatahui patogenesis Asma.
3. Mengetahui Klasifikasi Asma.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit Asma.
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait Asma secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.

B. DASAR TEORI
1. Definisi Asma
Penyakit asma berasal dari kata "asthma" dari bahasa Yunani yang berarti
"sukar bernafas". Menurut Scadding dan Godfrey, asma merupakan penyakit
yang ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya
aliran udara dalam saluran nafas paru yang bermanifestasi sebagai serangan
batuk berulang dan sesak nafas biasanya terjadi di malam hari. Penyakit asma
merupakan penyakit lima besar penyebab kematian di dunia yang bervariasi
antara 5-30% (berkisar 17,4%) (Ratih,et.al,2010).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Gambar 1.2 Mekanisme Dasar Kelainan Asma
2. Patogenesis Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel
inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,
neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain
berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada
berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja
dan asma yang dicetuskan aspirin.
I. INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons
inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada
sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
a) Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut
mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan
newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF
yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi.
b) Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil
dan makrofag.
II. INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel
tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel,
fibroblast dan otot polos bronkus seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.1 berikut.

Gambar 2.1 Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodeling

Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-
CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan
bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3,
IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.

Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau
khemokin. Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme
terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi
plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa,
mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.

Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma
tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas
penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan
sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5,
IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan
PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi,
aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang
mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP),
major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.

Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi.
Cross-linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast
mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly
generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel
mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5
dan GM-CSF.

Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik
pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan
seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai
mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain
berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi
airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth-
promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.

3. Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan
jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan; dan pengobatan
yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan
akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu
penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus
mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Bila pengobatan yang
sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat
berat asma naik satu tingkat.
Contoh seorang penderita dalam pengobatan asma persisten sedang
dan gambaran klinis sesuai asma persisten sedang, maka sebenarnya
berat asma penderita tersebut adalah asma persisten berat. Demikian pula
dengan asma persisten ringan. Akan tetapi berbeda dengan asma persisten
berat dan asma intemiten.Penderita yang gambaran klinis menunjukkan
asma persisten berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang dijalani
tidak mempengaruhi penilaian berat asma, dengan kata lain penderita
tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula penderita dengan
gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai
dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten.
Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis
sebelum pengobatan dimulai, seperti ditunjukkan pada Gambar
3.1berikut.

Gambar 3.1 Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala Klinis yang Muncul Pada
Penderita
4. Tatalaksana Terapi Asma
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
A. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
B. Mencegah eksaserbasi akut
C. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
D. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
E. Menghindari efek samping obat
F. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
G. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma
dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal
(idealnya tidak diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma
adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas
yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat
episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai
pendekatan yang dapat dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat,
aman dan dari segi harga terjangkau. Integrasi dari pendekatan tersebut
dikenal dengan :
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Gambar 4.1Algoritma Terapi Asma di Rumah Sakit

Gambar 4.2 Algoritma Terapi Seramgan Asma di Rumah


PERENCANAAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan (asma terkontrol, lihat program penatalaksanaan)
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 3
faktor yang perlu dipertimbangkan :
 Medikasi (obat-obatan)
 Tahapan pengobatan
 Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :
 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikosteroid sistemik
 Sodium kromoglikat
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
 Agonis beta-2 kerja lama, oral
 Leukotrien modifiers
 Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Termasuk pelega adalah :
 Agonis beta2 kerja singkat
 Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
 Antikolinergik
 Aminofillin
 Adrenalin

E. STUDI KASUS
Pasien rawat jalan An. S (5 tahun) mrs 24 juli 2017 mengeluh batuk, flu,
dan nafasbunyi grok2. Berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 36,5 celciusm
tinggi badan 99 cm. Pasien didiagnosis asma dan mendapat terapi intrizinsyr
1 x 5ml dan singulair sachet 1 x 1.
BAB II
FORM SOAP

PHARMACEUTICAL CARE

PATIENT PROFILE

Tn./Ny. :S

Jenis Kelamin : Tgl. MRS: 24 Juli 2017


Usia : 5 tahun Tgl. KRS:
Tinggi badan : 99 cm
Berat badan : 19 kg
Presenting Complaint
Pasien mengeluh batuk, flu, nafas bunyi grok-grok

Diagnosa kerja : Asma


Diagnosa banding :-

 Relevant Past Medical History:


Drug Allergies: Tidak ada riwayat alergi obat

Tanda-Tanda Vital Tgl 24/7


Tekanan darah (mmHg) -
Nadi -
Suhu (oC) 36,5
RR -

MEDICATION
No Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi
digunakan (literatur)
1 Intrizi Syr Antihistamin 1x5 ml 1x1 2,5mg (½ 3 dt)
Singulair Leukotriend
2 1x1 1x1 4mg (malam hari)
Sachet Madifier

Further
No Information Alasan Jawaban
Required
Apakah pasien sudah Belum mendapat
Untuk menghindari
mendapatkan pengobatan
1. reaksi obat yang tidak
pengobatan
diinginkan.
sebelumnya?
Untuk menegakkan Intermiten/Presisten
Pasien didiagnosa diagnosa Asma pasien
2.
derajat asma apa? dan memudahakan dalam
pemberian terapi.
Apakah pasien Untuk mengetahui faktor Ibu pasien memiliki
3. memiliki riwayat resiko pasien mengalami riwayat Asma
penyakit Asma? Asma.
Apakah pasien Untuk membantu Pasien mengalami
4. mengalami keluhan pemberian terapi pada asma dalam rungan
lain? pasien. berdebu
Bagaimana keadaan Untuk mengetahui APE 75%
5.
faal paru pasien? keadaan faal paru pasien

Problem List (Actual Problem)


Medical Pharmaceutical
Asma - P1.1 Kesalahan terapi
- C1.1 Terapi Obat tidak sesuai
Guideline
Batuk - P1.3 Ada indikasi tidak
diterapi
- C1.6 Tidak ada obat untuk
indikasi

PHARMACEUTICAL PROBLEM

Subjective (symptom)
Pasien mengeluh batuk, flu, nafas bunyi grok-grok
Objective (signs)
Tanda-Tanda Vital Tgl 24/7
Tekanan darah (mmHg) -
Nadi -
Suhu (oC) 36,5
RR -
Faal Paru (APE %) 75 (Asma Presisten Sedang)

Assesment (with evidence)


 Asma : - P1.1 Kesalahan terapi
- C1.1 Terapi Obat tidak sesuai Guideline
 Batuk : - P1.3 Ada indikasi tidak diterapi
- C1.6 Tidak ada obat untuk indikasi

Plan (including primary care implications)


a) Terapi Farmakologi

Problem Medik Planning Treatment

Masker Oksigen
Kortikosteroid→ Methyl Prednisolon
Asma Presisten Sedang 2x1mg, 3-4 hari(dimonitoring)
 Beta 2-agonis → Ventolin(salbutamol)
1x1ml
Batuk  Ambroxol Syr 3x2,5ml
Alergi  Centrizine Syr 1x5 ml
b) Terapi Non Farmakologi
 Edukasi
 Makan makanan bergizi dan mInum air
 Menghindari berada dilingkungan berdebu dan asap rokok
Monitoring
a) Evektivitas
- Meningkatkan faal paru faal paru (APE≥80%)
- Monitoring batuk dahak dan bunyi nafas
- Monitoring tanda vital pasien (RR)
b) Efek Samping Obat
- Ambroxol : mual, muntah, dyspepsia
- Cetirizine : pusing, muntah, diare
- Salbutamol : denyut jantung tidak teratur, nyeri dada
- Methyl Prednisolon : edema, pusing, insomnia
BAB III
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan analisa kasus terkait penyakit Asma
dengan menggunakan metode SOAP. Asma adalah gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Analisis dalam kasus
ini menggunakan metode SOAP. Analisis tersebut antara lain:
Subjektif dari kasus ini adalah Pasien rawat jalan An. S berusia 5 tahun
mengeluh batuk, flu, dan nafas bunyi grok-grok. Data objektif pasien diketahui
tanda vital dengan suhu tubuh pasien 36,50C dan setelah melakukan FIR diketahui
pasien sudah melakukan pemeriksaan faal paru yaitu APE 75%. Dengan
diketahuinya faal paru pasien bila digolongkan berdasarkan gejala klinis pasien
menderita Golongan derajat Asma Presisten sedang. Selain itu pasien juga
memiliki riwayat penyakit asma dari ibunya. Assesment pada pasien dinyatakan
bahwa pasien menunjukkan adanya DRP yang terjadi yaitu pada terapi asma :
P1.1 Kesalahan terapi, C1.1 Terapi Obat tidak sesuai Guideline dan terapi
batuk :P1.3 Ada indikasi tidak diterapi, C1.6 Tidak ada obat untuk indikasi. Dari
data subjektif, objektif dan assessment maka rencana pengobatan yang dilakukan
adalah pemberian masker oksigen, Methyl Prednisolon 2x1mg, Ventolin
(salbutamol) 1x1ml, Ambroxol Syr 3x2,5mldan Centrizine Syr 1x5 ml.
Maka terapi Farmakologi yang dapat disusun dalam Planning Therapy
pasien An. S adalah sebagai berikut:
1.Terapi Asma presisten sedang
a. Masker oksigen
Pada pasien An. S diketahui APE 75% dimana pemantauan
saturasi oksigen sebaiknya dilakukan terutama pada penderita anak,
karena saturasi O2 92 % adalah prediktor yang baik yang
menunjukkan kebutuhan perawatan di rumah sakit. Terapi oksigen
adalah perawatan/treatment yang memberikan pasien oksigen
tambahan yang dibutuhkan oleh tubuh ketika tubuh tidak dapat cukup
oksigen dari udara karena berbagai penyakit dan kondisi.
b. Kortikosteroid (Methly Prednisolon)
Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi yang poten
dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini
diberikan baik yang bekerja secara topikal maupun secara sistemik.
Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi di saluran napas,
termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel dendritik. Efek ini
dicapai dengan menghambat penarikan sel inflamasi ke saluran napas
dan menghambat keberadaan sel inflamasi di saluran napas. Oleh
karena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi spektrum
luas, sehingga berdampak pada berkurangnya aktivasi inflamasi,
stabilisasi kebocoran vaskular, penurunan produksi mukus dan
peningkatan respon β-adrenergik. Salah satu golongan kortikosteroid
adalah Methly Prednisolon dengan dosis 2x1mg, 3-4 hari
(dimonitoring).
c. Beta 2-agonis
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,
dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu
mulai kerja (onset) yang cepat. Pemberian dapat secara inhalasi atau
oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
samping minimal/ tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis
beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Pemberian salbutamol (ventolin )
sesuai literature adalah 1x1ml.
2.Batuk
Ambroxol HCl (hidroklorida), atau lebih dikenal dengan ambroxol
adalah obat dari golongan mukolitik yang berfungsi untuk mengecerkan dahak
yang banyak dan kental hingga menyumbat saluran pernapasan. Dengan
menggunakan obat batuk ambroxol HCl, maka dahak akan lebih encer
sehingga memudahkan untuk mengeluarkannya dari tenggorokan saat batuk.
Hal ini membuat pasien lebih mudah untuk bernapas karena saluran
pernapasan sudah tidak ada lagi penyumbatan. Pemberian ambroxol syr sesuai
kondisi pasien yaitu 3x2,5ml.
3.Alergi
Pemberian obat Cetirizine adalah obat antihistamin dengan fungsi untuk
meredakan gejala alergi seperti gatal-gatal, mata berair, pilek, dan
mata/hidung gatal. Obat ini bekerja dengan menghalangi zat alami tertentu
(histamin) yang diproduksi tubuh selama reaksi alergi. Pemberian obat ini
untuk meredakan flu akibat alergi debu yang diderita pasien dengan dosis
cetirizine sry 1x 5ml.

Terapi Non Farmakologi


Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
- Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan
pola penyakit asma sendiri)
- Meningkatkan kepatuhan (compliance)
- Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
Minum air
Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
 Menghindari berada dilingkungan berdebu dan asap rokok untuk mencegah
kekambuhan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Eni Dian. 2009. Kajian Penggunaan Obat Golongan Kortikosteroid Pada
Pasien Asma Pediatri Di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang
Boyolali Tahun 2008.Surakarta:Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.2007.Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Asma.Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan
Klinik
https://hellosehat.com/
Krisna Adi Jaya,Made dkk.2017.Modul Pratikum Farmakoterapi II (Penyakit
System Pencernaan, Saluran Pernafasan, Dan Infeksi).Denpasar:Institut
Ilmu kesehatan Medika Persada Bali
Menkes RI.2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1023/Menkes/SK
XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2003. ASMA;Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia.Indonesia:PDPI
Ratih Oemiati., Marice Sihombing., Qomariah.2010.Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penyakit Asma Di Indonesia. Media Litbang Kesehatan Volume
XXNomor 1

Anda mungkin juga menyukai