Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

PRAKTIKUM II
PEPTIC ULCER DISEASE / TUKAK LAMBUNG

Oleh :
Kelompok 2 / A4B

Maria Nindyahni Gago (19021036)


Ngakan Made Gede Dwi Suputra (19021037)
Ni Kadek Anggita Putri (19021038)
Ni Kadek Ani Susilawati (19021039)
Ni Kadek Anita (19021040)
Ni Kadek Arinda Jayanthi (19021041)
Ni Kadek Candra Dwidjayanti (19021042)

Dosen Pengampu : Ni Made Maharianingsih., S. Farm., M.Farm-Klin

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I TUJUAN PRAKTIKUM..............................................................1
BAB II DASAR TEORI............................................................................1
2.1 Definisi PUD........................................................................1
2.2 Klasifikasi PUD....................................................................
2.3 Patofisiologi PUD.................................................................
2.4 Etiologi PUD........................................................................
2.5 Faktor Resiko PUD..............................................................
2.6 Tatalaksana PUD..................................................................
BAB III STUDI KASUS..........................................................................
BAB IV LEMBAR SOAP.......................................................................
BAB VPEMBAHASAN..........................................................................
BAB VI PENUTUP.................................................................................
6.1 Kesimpulan.........................................................................
6.2 Saran...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
PRAKTIKUM II
PEPTIC ULCER DISEASE / TUKAK LAMBUNG

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahi Definisi PUD
2. Mengetahi Klasifikasi PUD
3. Mengetahu Patofisiologoi PUD
4. Mengertahui Tatalaksana PUD ( Farmakologi & Non Farmakologi )
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait PUD secara mandiri dengan menggunakan
metode SOAP
II. DASAR TEORI
II.1........................................................................................................Definisi PUD
Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah salah satu penyakit pada saluran cerna
bagian atas, yang ditandai adanya defek pada lambung (gastric ulcer) atau duodenum
(duodenal ulcer), yang diakibatkan karena gangguan sekresi asam lambung dan
pepsin. Penyakit terkait asam (gastritis, erosi dan tukak lambung) dari saluran
gastrointestinal (GI) bagian atas diinduksi oleh adanya asam lambung. Penyakit ulkus
peptik berbeda dengan gastritis dan erosi pada ulkus yang biasanya meluas lebih
dalam ke mukosa muscularis. Ada tigapenyebab umum ulkus peptik yaitu
Helicobacter pylori (H. pylori), obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan stress
ulcers (Dipiro, J.T., et al. 2008)
PUD (Peptic Ulcer Disease) merupakan salah satu kelainan ulceratif pada
saluran cerna bagian atas yang membutuhkan asam dan pepsin untuk
pembentukannya (Dipiro dkk, 2008).
PUD kronis berbeda dari erosi dan gastritis dimana PUD kronis merusak ke
mukosa lebih dalam sampai ke mukosa muskularis. Hal ini terjadi karena faktor
agresif (asam lambung, pepsin, dan infeksi H. pylori) lebih dominan dari pada faktor
independen pelindung mukosa (prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat dan aliran
darah mukosa) (Kasper, 2005).
Tiga penyebab umum dari PUD yaitu Helycobacter pylori (100%
menyebabkan Duodenal Ulcer dan 80% menyebabkan Gastric Ulcer, obat anti
inflamasi non steroid (NSAID), dan Stres ulcer yaitu sters yang berhubungan dengan
kerusakan mukosa (Stresss-releted mucosal damage / SRMD) (Dipiro dkk, 2008).

Gambar 2.1.1 Lokasi gastric ulcer dan duodenal ulcer (Dipiro, J.T., et al. 2008)

Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah:


 Salah satu penyakit yang paling umum pada saluran cerna bagian atas, yang
ditandai adanya defek pada lambung (GastricUlcer) atau duodenum (Duodenal
Ulcer) akibat gangguan sekresi asam lambung. (Lippincott Williams & Wilkins,
2013)
 Biasanya terdapat kerusakan pada lapisan lambung atau usus halus (terjadi tukak
di mukosa saluran cerna yang meluas sampai ke muscularismucosae) karena
aktivitas asam lambung dari sistem pencernaan yang dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri Helicobacter pylori dan penggunaan obat NSAIDs (Dipiro dkk, 2008).
II.2........................................................................................................Klasifikasi PUD
Berdasarkan letak tukaknya, PUD dibagi menjadi :

 Gastric ulcer (GU)


- Tukak terjadi pada lambung.
- 80% kasus berhubungan dengan infeksi H.pylori dan penggunaan
NSAIDs. Pada pasien dengan GU biasanya sekresiasam normal atau
berkurang (David, 2011).
 Duodenal ulcer (DU)
- Tukak terjadi pada usus halus.
- 95% kasus berhubungan dengan infeksi bakteri H.pylori.
Meningkatnya sekresi asam diamati pada pasien dengan DU dan
diduga akibat infeksi H.pylori (David, 2011).
II.3........................................................................................................Patofisiologi PUD
Keseimbangan antara sekresi asam lambung dan pertahanan mukosa
gastroduodenal ada pada individu sehat. Ulkus peptik terjadi bila keseimbangan antara
faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan
mekanisme defensif mukosa (aliran darah mukosa, lendir, sekresi bicarbonat mukosa,
restitusi sel mukosa, dan pembaharuan sel epitel) terjadi gangguan. Pepsin adalah
kofaktor penting yang berperan dalam aktivitas proteolitik yang terlibat dalam
pembentukan ulkus. Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi
mukosa gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya (Alldredge et al.,
2013). Pepsinogen merupakan prekursor tidak aktif dari pepsin yang disekresi utama
oleh sel fundus lambung. Pepsin diaktivasi pada pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan
dikembalikan menjadi aktif pada pH 4 kemudian akan rusak pada pH 7 (Dipiro et al.,
2009).
Asam lambung disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor
untuk histamin, gastrin, dan asetilkolin. Asam (dan juga infeksi H. pylori dan
penggunaan NSAID) adalah faktor independen yang berkontribusi terhadap
terganggunya integritas mukosa. Peningkatan sekresi asam telah diamati pada pasien
dengan ulkus duodenum dan mungkin merupakan konsekuensi dari infeksi H. pylori
(Dipiro et al., 2009). Ketika faktor agresif mengubah mekanisme pertahanan mukosa,
difusi kembali ion hidrogen terjadi bersamaan dengan cedera mukosa. H. pylori dan
NSAID menyebabkan perubahan pertahanan mukosa dengan mekanisme yang
berbeda dan merupakan faktor penting dalam pembentukan tukak lambung (Alldredge
et al., 2013).
Pelepasan asetilkolin, gastrin dan histamin dapat dipicu oleh stress dan
makanan, yang dimana asetilkolin, gastrin dan histamin akan berikatan dengan
reseptornya, sehingga dapat mengaktifkan pompa H+ /K+ ATPase dan akan
mensekresikan asam (H+) ke lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan
Cl- sehingga membentuk asam lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan
basal, sekresi asam bervariasi sesuai dengan waktu dan keadaan psikologis individu,
usia, jenis kelamin, dan status kesehatan. Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme
sirkadian yaitu terjadi sekresi asam tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah di
pagi hari., Maximal Acid Output (MAO) dan adanya stimulasi dari makanan. Ketiga
faktor tersebut berbeda tiap individu dalam mempengaruhi sekresi asam tergantung
status psikologis, umur, jenis kelamin dan status kesehatan. Peningkatan rasio antara
BAO:MAO hipersekresi basal pada pasien ZES (Dipiro et al., 2008).
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa (sekresi lendir dan bikarbonat,
pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa) melindungi mukosa
gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya. Sifat kental dan pH netral
dari penghalang lendir bikarbonat melindungi perut dari kandungan asam lumen
lambung. Sebagian besar Gastric Ulcer terjadi karena asam lambung dan pepsin,
H.pylori (Helicobacter Pylori), NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan
mukosa normal dan mengganggu proses penyembuhan. Hipersekresi asam merupakan
faktor independen yang memberikan kontribusi terhadap gangguan integritas mukosa
(Dipiro et al., 2008).
Helicobacter pylori di dalam lambung memproduksi enzim urease yang
menghidrolisis urea dalam asam lambung serta mengonversi menjadi keammonia dan
karbondioksida. Efek yang dihasilkan dapat menciptakan lingkungan mikro yang
netral dalam dan sekitar lambung. Hal itu bertujuan untuk melindungi H. pylori dari
efek asam lambung yang mematikan sehingga H. pylori dapat hidup bebas pada
suasana asam. Bakteri ini juga menghasilkan protein yang menghambat asam yang
berfungsi untuk beradaptasi dalam pH rendah. Secara umum, ada 3 mekanisme infeksi
bakteri H. pylori yang menyebabkan tukak lambung. Pertama, H. pylori menginfeksi
bagian bawah lambung antrum. Kedua, setelah infeksi akan terjadi peradangan bakteri
yang mengakibatkan peradangan lendir lambung (gastritis), peristiwa ini seringkali
terjadi tanpa penampakan gejala (asimptomotik). Ketiga, terjadinya peradangan dapat
berimplikasi terjadinya tukak lambung atau usus 12 jari. Hal ini dapat terjadi
komplikasi akut, yaitu luka dengan pendarahan dan luka berlubang (Dipiro et al.,
2008).

Penggunaan obat golongan NSAID nonselektif, misalnya aspirin dapat


menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung oleh dua mekanisme penting: (a)
iritasi langsung atau topikal pada epitel gastrik dan (b) penghambatan sistemik sintesis
prostaglandin mukosa endogen. Meskipun cedera awal diawali secara topikal oleh
sifat asam dari banyak NSAID, penghambatan sistemik prostaglandin protektif
memainkan peran utama dalam perkembangan tukak lambung. Siklooksigenase
(COX) adalah enzim pembatas laju dalam konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin dan dihambat oleh NSAID (Dipiro et al., 2008).
Pada pasien DU biasanya sekresi asam meningkat dimana sekitar 2/3 kasus
tukak lambung akibat dari infeksi H.pylori, sedangkan pasien dengan GU ringan
biasanya memiliki tingkat sekresi asam normal atau berkurang dapat terjadi dimana
saja diperut, meskipun sebagian besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature)
dan mukosa lambung bagian antral (Dipiro et al., 2008).
II.4........................................................................................................Etiologi PUD
Perkiraan 95% tukak duodenum dan 70% tukak lambung disebabkan oleh
H.pylori. sekitar 14%-25% ulkus lambung dan duodenum ditemukan terkait dengan
penggunaan NSAID. Data interaksi dan uji coba secara acak dengan NSAID dan H.
Pylori terapi eradikasi mengungkapkan bahwa efek ulkus dari kedua faktor risiko
tersebut bersifat kumulatif. Namun, interaksi potensial mereka dalam induksi penyakit
maag tetap tidak teridentifikasi. Pemberantasan H. Pylori tidak mengurangi tingkat
kekambuhan ulkus pada pengguna NSAID jangka panjang yang ada. PUD memiliki
jalur penyakit multifactorial yang sebagian besar diatur oleh ketidakseimbangan asam
dan rendah pertahanan mukosa yang mengarah ke peradangan. Ini diwakili oleh
hiperseksi hidroklorik asam dan pepsin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
antara faktor luminal lambung dan degradasi pada fungsi defesif dari penghalang
mukosa lambung seperti lendir, sekresi bikarbonat, mukosa aliran darah, dan
pertahanan sel epitel. Pada invasi asam dan pepsin melalui urea yang melemah
penghalang mukosa menyebabkan pelepasan histamine. Histamine merangsang sel
parietal untuk mengeluarkan lebih banyak asam. Dengan kelanjutan dari siklus ini
menghasilkan erosi untuk membentuk tukak lambung (Dipiro et al., 2008).
II.5........................................................................................................Faktor Resiko PUD
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko tinggi Peptic Ulcer Disease
(PUD) antara lain (Dipiro, 2008):
a. AdanyainfeksiH.pylori,hanya20%daripasienyangterinfeksiH.pyloriberkembangme
njadi gejala PUD
b. Penggunaan obat NSAID
c. Merokok, dapat menyebabkan penundaan waktu pengosongan
lambung,menghambah sekresi bikarbonat dari pancreas dan pemicu dari
duodenogastric reflux.
d. Faktor psikologi (stress)
e. Faktor makanan dan minuman, sering mengkonsumsi kafein, susu, alcohol
danmakanan pedas dapat memicu terjadinya PUD
II.6 Tatalaksana PUD
Tujuan terapi untuk menangani PUD pada orang dewasa bergantung pada
ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan
berbeda tergantung ulkus baru atau berulang/kambuhan dan ada atau tidaknya
komplikasi yang terjadi. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala ulkus,
menyembuhkan ulkus, mencegah kambuh berulang, dan mengurangi komplikasi
ulkus. Tujuan terapi pada pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh NSAID adalah
menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Pasien yang berisiko tinggi terkena ulkus
NSAID harus menerima terapi profilaksis atau beralih ke inhibitor COX-2 (jika ada)
untuk mengurangi risiko maag dan komplikasi terkait. Bila memungkinkan, rejimen
obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge et al., 2013).
1. Terapi Farmakologi
Tujuan terapeutik untuk mengobati PUD pada orang dewasa
bergantung padaapakah ulkus berhubungan dengan H. pylori atau
dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan mungkin berbeda tergantung
apakah ulkus itu awal atau berulang dan apakah komplikasi telah terjadi.
Seluruh terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati
ulkus, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko komplikasi akibat
peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien ulkus dengan infeksi H.pylori
adalah untuk mengeradikasi bakteri H.pylori dan menyembuhkan ulkus.
Kesuksesan eradikasi sangatmenentukan proses penyembuhan ulkus
selanjutnya dan dapat mengurangi resiko kekambuhan sebesar ±10%.
Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat penggunaan NSAID adalah
untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Bila memungkinkan,
rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge et
al., 2013).
Dalam penatalaksaan PUD, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk penegakan diagnosa PUD pada pasien yang
memperlihatkan alarm sign. Tahapan awal penatalaksanaan PUD
berdasarkan lokasi tukak dapat dibagi menjadi penatalaksanaan terhadap
Gastric Ulcer (GU) dan Duodenal Ulcer (DU) dapat dilihat pada bagan
berikut:

Gambar 2.6.1 Bagan Penatalaksanaan PUD berdasarkan


Lokasi Tukak

Pengobatan PUD bertujuan pada penyembuhan tukak dan mengurangi


risiko kambuh berulang dan komplikasi terkait. Regimen obat yang
mengandung antimikroba seperti klaritromisin, metronidazol, amoksisilin,
dan garam bismut dan obat antisecretory (PPI atau H2RA) dapat
mengurangi gejala maag, menyembuhkan maag, dan membasmi infeksi
H.pylori. PPI lebih dipilh daripada H2RA atau sukralfat untuk
penyembuhan ulkus NSAID negatif H. pylori karena mempercepat
penyembuhan maag dan memberikan kelegaan gejala yang lebih efektif.
Pengobatan dengan PPI harus diperpanjang sampai 8 sampai 12 minggu
jika NSAID harus diteruskan. Suatu rejimen pemberantasan H. pylori
berbasis PPI dianjurkan pada pasien positif H.pylori dengan ulkus aktif
yang juga memakai NSAID. Strategi terapeutik optimal untuk pasien
yang berisiko tinggi terhadap kejadian GI terkait NSAID tidak diketahui,
namun pasien yang dipilih dapat memanfaatkan penggunaan inhibitor
COX-2 dan PPI (Dipiro et al., 2008).

Gambar 2.6.2 Bagan Penatalaksanaan DU (Dyspepsia:


managing dyspepsia in adults in primary care). (National
Institute for Clinical Excellence, 2004)

Terapi Farmakologi PUD yang Tidak Disebabkan oleh H.pylori.


Sebuah penelitian sytematic review yang membandingkan terapi
menggunakan PPI (omeprazole) vs H2RA (Ranitidine), yang hasilnya
terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek
yang lebih baik untuk terapi Gastric Ulcer jika dibandingkan dengan
H2RA (Ranitidine) (RR 0.32; 95% CI 0.17 to 0.62). Untuk terapi
Duodenal Ulcer terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole)
memiliki efek yang lebih baik jika dibandingkan dengan H2RA
(Ranitidine) (RR 0.11; 95% CI 0.01 to0.89) (Dipiro et al., 2008).

Terapi eradikasi H. pylori.


a. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung
dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan
reseptor H2 pada sel pariental lambung. Bila histamin berikatan
dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat
ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat
ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan
ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan
konstipasi (Dipiro et al., 2008).
b. PPI (Proton Pump Inhibitor)
Mekanisme kerja PPI adalah menghambat pompa proton yang
aktif mensekresi asam, yang dimana memblokir kerja enzim KH
ATPase yang akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi
yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari sel pariental ke
dalam lumen lambung. Pada manusia belum terbukti gangguan
keamanannya pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001
dalam Putri, 2010). Penghambat pompa proton dimetabolisme
dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita
disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver
dan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol
15-30 mg/hr, Rabeprazol 20 mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr dan
Esomeprazol 20-40 mg/hr. Efek samping obat golongan ini jarang,
meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah
pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari
penggunaan PPI (Lacy dkk, 2008).
c. Sulkrafat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam,
hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut
berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa.
Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain
menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga
memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi
lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal. Dosis
sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang
sering dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Dipiro
et al., 2008).
d.Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan
bersama protein pada dasar tukak dan melindungi terhadap
rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek
samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan dengan
pendarahan (Tarigan, 2001).
e. Analog Prostaglandin (Misoprostol)
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah
sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah
mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak
gaster pada pasien yang menggunakan NSAID. Dosis 4 x 200 mg
atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual,
muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak
dianjurkan pada wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001).
f. Antasida
Penggunaan antasida yakni untuk menghilangkan keluhan nyeri
dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam
lambung secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan
menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan
konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh
sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x
30 cc (3 kali sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping diare,
berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin
(Tarigan, 2001).
2. Terapi Non-Farmakologi (Tarigan, 2001).
1. Modifikasi gaya hidup termasuk mengurangi stress, karena stres
menyebabkan sekresi asam dalam lambung meningkat.
2. Apabila pasien dengan PUD menggunakan NSAID harus dihentikan
penggunaanya (termasuk aspirin). Jika memungkinkan pasien dapat
menggunakan terapi alternatif seperti acetaminophen, a non-acetylated
salicylate (e.g.,salsalate), atau COX-2 selective inhibitor.
3. Mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat
mengganggu penyembuhan luka atau ulkus.
4. Menghindari makanan pedas. Makan makanan secara teratur
membantu mengurangi konsentrasi asam dalam perut. Sebuah makanan
kecil sebelum tidurdapat meredakan rasa sakit yang dialami oleh ulkus
peptikum pasien. Pasien juga disaran untuk tidak makan secara
berlebihan atau menghindari makanan berat karena isi lambung yang
tinggi memicu sekresi asam.
5. Makan makanan dengan kalori rendah.
6. Dianjurkan mempertahankan diet yang tepat dan menghindari makanan
atauminuman yang mempengaruhi mukosa lambung seperti kopi, teh,
cola, dan alkohol.
III. KASUS
Tn Y MRS (UGD) 14 Agustus 2013, sore hari. Pengobatan direview (by pharmacist) 15
Agustus 2013, pagi hari. Usia pasien 54 tahun. Riwayat penyakit terdahulu
Hiperurisemia, Dislipidemia dengan riwayat pengobatan terdahulu Ziloric®, Lipitor®,
Entrostop®. Tidak ada riwayat alergi obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi
atas dan bawah. Pemakaian Obat di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
Nama Obat Dosis Frekuensi Rute Wakt Tanggal
u 14/8 15/8 16/8 17/8

Fleet Oral Pagi


Siang
Phosphosoda®
Sore √
Malam √

Pasien diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali
perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Enterostop®. Selain itu, pasien
mengeluh perut terasa kembung, fesesnya ada darahnya, feses tidak mengandung lendir,
feses cair, dan ada ampasnya. Endoskopi atas dan bawah pada tanggal 15/8menunjukkan
hasil : Duodenal ulcer, gastritis erosive, colon polip, colitis, internal hemorrhoid grade 1-
2.Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah sebagai berikut.
Parameter Hasil Pemeriksaan Keterangan

14/8 15/4

Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 Normal

Nadi (kali/Menit) 80 88 Normal

Tempratur (0C) 36,2 36,2 Normal

Laju Pernafasan 18 - Normal


(kali/Menit)

Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium


Parameter Nilai Normal Nilai Hasil Keterangan
Pemeriksaan (14/8)
Leukosit 7,5 ± 3,5 (x 109/L) 11,66 (x 109/L) Tinggi
Eritrosit 4,5-5,5 (x 1012/L) 5,0 (x 1012/L) Normal

Hemoglobin 13,0-17,5 (g/dL) 14,4 (g/dL) Normal

Hematokrit 40 - 52 (%) 44,1 (%) Normal

Platelet 150-400 (x 109/L) 287 (x 109/L) Normal

LED <6 ; <10 (mm/Jam) 14-29 (mm/Jam) Tinggi

Natrium 135-145 (mg/dL) 139 (mg/dL) Normal

Kalium 3,6-5 (mg/dL) 3,63 (mg/dL) Normal

Kreatinin 0,6-1,1 (mg/dL) 0,87 (mg/dL) Normal

BUN 6-20 (mg/dL) 16,8 (mg/dL) Normal

Asam Urat 3,4-7 (mg/dL) 8,5 (mg/dL) Tinggi

Kolesterol Total < 200 (mg/dL) 283 (mg/dL) Tinggi

TG (trigliserida) < 195 (mg/dL) 212 (mg/dL) Tinggi

HDL > 40 (mg/dL) 62,5 (mg/dL) Baik

LDL < 77,3 (mg/dL) 155,4 (mg/dL) Borderline

Gula Puasa 59 – 150 (mg/dL) 81 (mg/dL) Normal

Gula 2 Jam PP < 125 (mg/dL) 118 (mg/dL) Normal

Dif :
Eo 1–2% -
Ba 0–1% -
Stab 3–5% 4% Stab. dbn
Seg 54 – 66 % 82 % Seg. Tinggi
Lym 25 – 33 % 12 % Lym. Rendah Mo.
dbn.
Mo 3–7% 2%

IV. LEMBAR SOAP


PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE

Tn Y

Jenis kelamin : Laki-laki Tgl. MRS : 14 Agustus 2013

Usia : 54 tahun Tgl KRS :

Tinggi badan :-

Berat badan :-

Relevant Past Medical History : Ziloric®, Lipitor®, Entrostop®

Presenting Complaint
Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali per- hari.
Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Enterostop®. Selain itu, pasien mengeluh
perut terasa kembung, fesesnya berwarna hitam dan ada darahnya, feses tidak mengandung
lendir, feses cair, dan ada ampasnya

Medication
No Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi
digunakan (Literatur)
1 Entrostop Antidiare -
2 Zyloric 100 mg Asam urat 1x sehari 1 tablet
3 Lipitor 10 mg Kolesterol total 1x sehari 1 tablet

Diagnosa : Duodenal ulcer, gastritis erosive, colon polip, colitis, internal hemorrhoid
grade 1-2
Diagnosa banding :

Drug Allergies : Tidak ada alergi

 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah sebagai berikut.


Hasil Pemeriksaan Keterangan
Parameter
14/8 15/4

Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 Normal

Nadi (kali/Menit) 80 88 Normal

Tempratur (0C) 36,2 36,2 Normal

Laju Pernafasan 18 - Normal


(kali/Menit)

 Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium


Parameter Nilai Normal Nilai Hasil Keterangan


Pemeriksaan (14/8)
Leukosit 7,5 ± 3,5 (x 109/L) 11,66 (x 109/L) Tinggi
Eritrosit 4,5-5,5 (x 1012/L) 5,0 (x 1012/L) Normal
Hemoglobin 13,0-17,5 (g/dL) 14,4 (g/dL) Normal
Hematokrit 40 - 52 (%) 44,1 (%) Normal
Platelet 150-400 (x 109/L) 287 (x 109/L) Normal
LED <6 ; <10 (mm/Jam) 14-29 (mm/Jam) Tinggi
Natrium 135-145 (mg/dL) 139 (mg/dL) Normal
Kalium 3,6-5 (mg/dL) 3,63 (mg/dL) Normal
Kreatinin 0,6-1,1 (mg/dL) 0,87 (mg/dL) Normal
BUN 6-20 (mg/dL) 16,8 (mg/dL) Normal
Asam Urat 3,4-7 (mg/dL) 8,5 (mg/dL) Tinggi
Kolesterol Total < 200 (mg/dL) 283 (mg/dL) Tinggi
TG (trigliserida) < 195 (mg/dL) 212 (mg/dL) Tinggi
HDL > 40 (mg/dL) 62,5 (mg/dL) Baik
LDL < 77,3 (mg/dL) 155,4 (mg/dL) Borderline
Gula Puasa 59 – 150 (mg/dL) 81 (mg/dL) Normal
Gula 2 Jam PP < 125 (mg/dL) 118 (mg/dL) Normal
Dif :
Eo Ba 1–2% -
Stab 0–1% -
Seg 3–5% 4% Stab. dbn
Lym 54 – 66 % 82 % Seg. Tinggi
Mo 25 – 33 % 12 % Lym. Rendah

3–7% 2% Mo. dbn.

No Further Information Required Alasan


1 Apakah pasien masih mengkonsumsi Untuk mempermudah pemberian terapi
obat sebelumnya ? farmakologi pada pasien

2 Apakah paien masih mengalami Untuk dapat memberikan rekomendasi


penurunan berat badan? terapi yang baik

3 Apakah pasien menyukai makanan Untuk dapat memberikan rekomendasi


berlemak? terapi yang baik

4 Apakah pasien masih mengalami keluhan Untuk dapat memberikan rekomendasi


feses berdarah? terapi yang baik

5 Apakah pasien masih mengkonsumsi Untuk dapat memberikan rekomendasi


obat sebelumnya? Jika iya berapa dosis terapi yang baik
yang diberikan sebelumnya?

6 Apakah pasien sudah melakukan H. Untuk dapat memberikan rekomendasi


pylori test? terapi yang baik

Problem List
(Actual Problem)
Medical Pharmaceutical

PHARMACEUTICAL PROBLEM

Subjective (Symptom)

Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali per- hari. Untuk
mengatasi diare tersebut, pasien minum Enterostop®. Selain itu, pasien mengeluh perut terasa
kembung, fesesnya berwarna hitam dan ada darahnya, feses tidak mengandung lendir, feses cair,
dan ada ampasnya

Objective (Signs)

1. PUD Duodenal Ulcer Eradikasi H. pylori


- Endoskopi atas dan bawah pada tanggal 15/8 menunjukkan hasil : Duodenal
ulcer, gastritis erosive, colon polip, colitis, internal hemorrhoid grade 1-2.
- Leukosit : 11,66 (x 109/L)
- LED : 14-29 (mm/Jam)
- H. pylori test : Positif (+)
2. Hiperurisemia
- Asam Urat : 8,5 (mg/dL)
3. Hiperdislipidemia
- Kolesterol Total : 283 (mg/dL)
- TG (trigliserida) : 212 (mg/dL)
- LDL : 155,4 (mg/dL)

Current Medication
Assesment (With evidence)

Problem Medik Evidence Based Medicine


PUD Duodenal Ulcer Eradikasi H. pylori Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah luka
yang terdapat pada lapisan lambung atau
duodenum. Duodenum merupakan bagian
pertama dari usus kecil. Apabila peptic ulcer
ditemukan di lambung maka disebut gastric ulcer
dan apabila dijumpai pada duodenum disebut
duodenal ulcer (NIDDK, 2004). PUD Duodenal
Ulcer (DU) dimana letak tukaknya terjadi pada
usus halus dan 95% kasus berhubungan dengan
infeksi bakteri H.pylori (Dipiro, et al., 2011).
Meningkatnya sekresi asam diamati pada pasien
dengan DU dan diduga akibat infeksi H.pylori
(David E.R., et al., 2011).

Colitis Kolitis ulseratif adalah Inflammatory Bowel


Disease (IBD) yang bersifat kronis dan ditandai
dengan ulserasi mukosa superfisial, perdarahan
rektal, diare, dan nyeri perut. Berbeda dengan
penyakit Crohn, kolitis ulseratif terbatas pada
kolon dan inflamasi terbatas pada lapisan
mukosa. Pasien dating dengan keadaan umum
sedang dan kesadaran composmentis
cooperative, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
80x/menit, nafas 18x/menit, suhu 36,2ºC. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
hemoglobin 14,4 (g/dL), leukosit 11,66 (x
109/L), hematokrit 44,1 (%), LED 14-29
(mm/jam) (Conrad, 2014).

Hiperurisemia Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi


peningkatan kadar serum asam urat (hingga di
atas 7,0 mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk
wanita) dalam tubuh. Nilai normal kadar asam
urat 2,4 - 6,0 mg/dl pada wanita dan 3,5 - 7,0
mg/dL pada pria (Murray, 2005).

Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang


menunjukkan adanya peningkatan lemak darah
termasuk kolesterol dan trigliserida atau
peningkatan dari lipoprotein-lipoprotein khusus.
Berdasarkan kasus diatas Tn. Y MRS mengalami
hiperlipidemia karena trigliserida pasien
melebihi dari normal, kadar trigliserida pasien
adalah 212 mg/dl dimana kadar normal
trigliseruda normal <195 mg/dl dan dapat juga
diliat dari kolesterol total pasien adalah 219
mg/dl nilai total ini dinyatakan tinggi dimana
kadar normal kolesterol total <200mg/dl, serta
kadar LDL pasien yang tinggi yaitu 155,4 mg/dl
dimana kadar normal LDL adlah <77,3mg/dl.
Maka dari itu pasien dapat dikatakan mengalami
hiperlipidemia (Mason, 2005).

Problem Medik Terapi DRP Saran


PUD Duodenal Ulcer - P1.4 Indikasi yang Diberikaan antibiotik
Eradikasi H. pylori tidak tertangani karena sesuai
C1.8 Tidak tatalaksana first line
menerima obat yang untuk PUD eradikasi
dibutuhkan H.pylori diberikan
C1.9 Dibutuhkan PPI, Amoxicillin,
indikasi obat yang Clarithromicyn atau
baru metronidazol selama 7
hari, 2 kali sehari
Colitis Entrostop P4.2 Masalah yang Entrosotop diganti
tidak selesai. Perlu dengan loperamid
Klarifikasi leboih karena diare
lanjut berlangsung cukup
C1.8 Tidak lama yaitu kurang
menerima obat yang lebih 2 minggu.
dibutuhkan
C1.9 Dibutuhkan
indikasi obat yang
baru
Hiperurisemia Zyloric 100 mg - Penggunaan zyloric
1x sehari 1
dilanjutkan untuk
tablet
mengatasai
hiperurisemia
Hiperlipidemia Lipitor 10 mg - Penggunaan lipitor
1xsehari 1 tablet dilanjutkan untuk
mengatasi
hiperlipidemia
Plan (With Evidence Based Medicine)

1. PUD Eradikasi H. pylori : Diberikan PPI, Amoxicillin, Clarithromicyn atau metronidazol


selama 7 hari, 2 kali sehari.
a. Lansoprazole 30mg 2 kali sehari 1 kapsul sebelum makan
Lansoprazol menjadi pilihan utama dibandingkan agen PPI lainnya, hal ini
dikarenakan dengan dosis rendah lansoprazol memiliki aksi yang lebih cepat
dibandingkan dengan dosis rendah agen PPI lainnya seperti omeprazol, pantoprazol dan
rebeprazol. Lansoprazol merupakan obat golongan PPI yang memiliki bioavaibilitas
tinggi, waktu konsentrasi puncak plasma yang cepat, harga ekonomis, dan memiliki efek
samping minimal, hal ini yang mungkin menjadikan lansoprazol banyak digunakan
(Nurrokhmawati dkk., 2012).
b. Amoxicillin 1000 mg (2 kali sehari 1 tablet) dan Klaritromisin 500 mg (2 kali sehari 1
tablet) Setelah Makan diberikan selama 7 hari.
Terapi eradikasi H. pylori menggunakan kombinasi antibiotik amoksisilin,
klaritromisin, hal ini dikarenakan kombinasi tersebut bersifat sinergis, karena mekanisme
aksi dari amoksisilin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara
mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs), sehingga menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir sintesis transpeptidase peptidoglikan dalam dinding sel
bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel menjadi terhambat, permeabilitas meningkat dan
sel bakteri menjadi pecah (lisis). Pada saat dinding sel rusak inilah, kemudian
klaritromisin ataupun metronidazol dapat masuk dan mulai bekerja. Mekanisme aksi dari
klaritromisin adalah dengan cara mengikat subunit ribosom 50s yang mengakibatkan
penghambatan sintesis protein bakteri (American Pharmacist Association, 2008).
Pemilihan kombinasi terapi tersebut karena Lansoprazole 30 mg yang dikombinasi
dengan amoksisilin I gram, klaritromisin 250 atau 500 mg, 2 kali sehari menghasilkon
angka eradikasi antara 71-94% dan angka penyembuhan ulkus >80% (Soewiqnyo, 1997).
c. Loperamid 4 mg dan diikuti 2 mg setiap setelah buang air besar selama 5 hari
Diare juga menjadi salah satu gejala non spesifik dari PUD itu sendiri sehingga
diharapkan dengan merekomendasikan terapi farmakologi yang sesuai maka diare yang
dialami pasien segera berkurang. Loperamid merupakan derivat sintetik dari phedtidine
inhibitor yang digunakan untuk motilitas usus dan mengurangi sekresi gastrointestinal.
Loperamid diberikan secara oral sebagai antidiare tambahan dalam pengelolaan diare akut
dan kronis. Selain itu dapat digunakan dalam pengelolaan kolostomi untuk mengurangi
volume pembuangan. Sekitar 40% dosis loperamid diserap dari saluran pencernaan untuk
di metabolisme di hati dan di ekskresikan melalui empedu sebagai zat tidak aktif. Pada
diare akut diberikan loperamid Obat dengan dosis awal 4 mg diikuti 2mg setiap setelah
buang air besar selama 5 hari. Dosis pemberian tidak melebihi dari 16 mg sehari
(Sweetman C., 2009).
2. Hiperurisemia : Penggunaan Zyloric 100 mg Tetap Dilanjutkan 1 x I tablet
Ziloric merupakan obat yang mengandung allopurinol, dimana allopurinol adalah obat
asam urat yang bekerja dengan cara menurunkan kadar asam urat melalui mekanisme
penghambat XO, enzim XO ini bekerja dengan menghambat hipoksantin menjadi xanthine
dan selanjutnya menjadi asam urat (Alegantina, 2000). Metabolit alopurinol-l-ribonukleutida
bertanggung jawab terhadap inhibisi tambahan dari sintesis de novo purin (Schunack et
al.,1990).
Oleh karena waktu paruhmetabolitnya panjang dan mampu mempertahankan
hambatan xanthin oxidaselebih dari 24 jam dengan dosis harian tunggal, Zyloric
(allopurinol )cukup diberikan satu kali sehari 100 mg (Sukandar,dkk. 2002).
3. Hiperlipidemia : Penggunaan Lipitor 10 mg Tetap Dilanjutkan 1 x I tablet pada malam hari
Lipitor mengandung atorvastatin, dimana atorvastatin merupakan salah satu golongan
obat dari statin yang digunakan untuk terapi hiperlipidemia (Dipiro, et al., 2008). Statin
bekerja menurunkan kadar kolesterol dengan menghambat kerja HMGCR di hepatosit.
HMGCR merupakan enzim yang membatasi jalur sintesis kolesterol hepatik dan
mengkonversi 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) menjadi asam `
mevalonat, suatu prekursor dalam jalur biosintesis kolesterol de novo. Statin berkompetisi
secara reversibel dengan substrat endogen HMG CoA, untuk menduduki bagian aktif dalam
reduktase. Statin yang berikatan dengan bagian aktif dari enzim reduktase akan menimbulkan
perubahan bentuk yang menurunkan fungsi enzim. Statin dengan afinitas tinggi akan berperan
sebagai kompetitor antagonis sehingga mencegah substrat endogen HMG-CoA yang
memiliki afinitas lebih rendah untuk berikatan dengan bagian aktif enzim. (Davies, 2016).
Statin yang direkomendasikan adalah Atorvastatin dengan dosis awal terapi diberikan 10 mg
(dosis rendah) 1 kali sehari (diminum pada malam hari). Dosis dapat dinaikkan apabila
ditinjau memerlukan penurunan kadar kolesterol lebih besar lagi (Pedoman tata laksana
dislipidemia, 2013).
 Terapi Non-Farmakologi
1. PUD Eradikasi H. pylori
Pasien yang terdiagnosis PUD dan sedang menggunakan obat NSAID harus
menghentikan penggunaan obat NSAID jika memungkinkan. Mengurangi konsusmsi
beberapa makanan tertentu (seperti makanan pedas, alkohol, dan kopi) serta menjalani
diet. Diet dilakukan dengan cara makan dengan porsi kecil dan berulang kali. Pasien
dengan PUD juga sebaiknya menjalankan perubahan gaya hidup, yakni dengan
mengurangi stress, istirahat yang cukup, dan mengurangi atau bahkan berhenti merokok
(Anderson,2002).
2. Hiperurisemia
Modifikasi terhadap gaya hidup yaitu memberikan saran kepada pasien untuk
menurunkan berat badan, menghentikan konsumsi alkohol dan diet rendah purin (Dincer
et al., 2002).
3. Hiperlipidemia
Dianjurkan seperti berhentimerokok, mengurangi konsumsi alkohol, meningkatkan
aktivitas fisik,menurunkan berat badan, diet rendah lemak, tinggi serat, mengonsumsi
sayur danbuah dapat mencegah tingginya kadar kolesterol.14,15 Saat ini penggunaan
bahanalami seperti konsumsi buah, sayuran, atau bahan alami lainnya sangat
banyakdigunakan untuk mengelola suatu penyakit. Salah satunya yakni penggunaanbahan
alami untuk menurunkan dan mencegah naiknya kadar kolesterol(Depkes, RI 2004).
4. Mengurangi makanan pedas, mengurangi aktivitas duduk, mengatur pola makan, lebih
banyak mengkonsumsi air, rendah air hangat, mengkonsumsi herba daun ungu
 Monitoring Efek Samping
1. Perhatikan apabila pasien menerima terapi lanjutan berupa eradikasi H.pylori (terapi first
line) apakah menerima respon yang baik atau tidak, apabila terapi firstline tidak
memberika respon dengan baik maka dilanjutkan dengan second line terapi eradikasi
H.pylori
2. Monitoring efek samping dan efektivita Lansoprazole. Penghambat pompa proton
dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi
hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver dan penyakit ginjal. Inhibitor
pompa proton memiliki efek yangsangat besar terhadap produksi asam. Efek samping
obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah
pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Lacy dkk.
2008).
3. Monitoring timbulnya ruam pada kulit saat allopurinol berinteraksi dengan amoxicillin,
kemungkinan adanya interaksi obat kecil tergantung dengan sebaran amoxicilinnya
(Stockleys, 2010).
4. Monitoring internal hemorrhoid grade 1-2 pasien
5. Monitoring efektivita penggunaan loperamid, frekuensi BABnya,
6. Monitoring efektivitas obat giperliidemia yaitu seperti kadar trigliserida, LDL, kolesterol
total
7. Monitoring efektivitas zyloric yaitu dengan memonitor kadar asam urat harus di bawah
7,0 mg/dL
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisa kesesuaian terapi terkait yang
diberikan dengan kondisi medis pasien dimana kasus pada praktikum kali ini
terkait gejala Peptic Ulcer Disease. Tujuan praktikum ini antara lain
mengetahui definisi PUD, mengetahui patofisiologi PUD, mengetahui
tatalaksana PUD baik terapi farmakologi maupun non farmakologi dan dapat
menyelesaikan kasus terakait PUD secara mandiri dengan menggunakan
metode SOAP.
Pada praktikum kali ini berdasarkan kasus pasien atas namaTn Y, 54
tahun,pergi ke UGD pada tanggal 14 Agustus 2013, sore hari. Pengobatan
direview (by pharmacist) 15 Agustus 2013, pagi hari. Usia pasien 54 tahun.
Riwayat penyakit terdahulu Hiperurisemia, Dislipidemia dengan riwayat
pengobatan sebelumnya Ziloric®, Lipitor®, Entrostop®. Tidak ada riwayat
alergi obat pada pasien. Pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan
bawah. Pemakaian Obat di Rumah Sakit ialahFleet Phosphosoda®.Pasien
mengeluhkan diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi
diare 3-4 kali perhari.Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum
Enterostop®.Selain itu, pasien mengeluh perut terasa kembung, fesesnya ada
darahnya, feses tidak mengandung lendir, feses cair, dan ada
ampasnya.Riwayat pengobatan pasien sebelumnya Ziloric®, Lipitor®,
Entrostop® . Pada tanggal 15/8 Tn. Y melakukan Endoskopi atas dan bawah
menunjukkan hasil Duodenal ulcer, gastritis erosive, colon polip, colitis,
internal hemorrhoid grade 1-2.
Penyelesaian farmasis review dari kasus ini adalah dengan menggunakan
metode SOAP, dimana metode SOAP merupakan singkatan dari Subjective,
Objective, Assement, dan Plan. Subjective dari metode SOAP itu sendiri
adalah data-data yang dirasakan oleh pasien yang bersifat subjectif seperti
gambaran apa adanya mengenai pasien yang dapat diperoleh dengan cara
mengamati, berbicara, dan berespon terhadap pasien.
Sebelum melakukan analisis dan pemberian rekomendasi terapi lebih
lanjut, maka perlu diajukannya FIR (Further Information Required) kepada
pasien yang ditujukan untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat
digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan kasus. Fir yang ditanyakan
ialah sebagai berikut.
1. Apakah pasien masih mengkonsumsi obat sebelumnya ?, dimana
pertanyaan ini bertujuan untuk mempermudah pemberian terapi
farmakologi pada pasien
2. Apakah pasien masih mengalami penurunan berat badan ?, dimana
pertanyaan ini bertujuan untuk dapat memberikan rekomendasi terapi yang
baik
3. Apakah pasien menyukai makanan berlemak ?, dimana pertanyaan ini
bertujuan untuk dapat memberikan rekomendasi terapi yang baik
4. Apakah pasien masih mengalami keluhkan feses berdarah ?, dimana
pertanyaan ini bertujuan untuk dapat memberikan rekomendasi terapi yang
baik
5. Apakah pasien masih mengkonsumsi obat seelumnya ? jika iya berapa
dosis yang diberikan sebelumnya ?, dimana pertanyaan ini bertujuan untuk
dapat memberikan rekomendasi terapi yang baik
6. Apakah pasien sudah melakukan H. pylori test ?, dimana pertanyaan ini
bertujuan untuk dapat memberikan rekomendasi terapi yang baik
Setelah dilakukannya FIR kepada pasien didapatkanlah hasil sebagai berikut:
1. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun pada tanggal 15/8
2. Tidak
3. Suka makanan berlemak dan makanan pedas
4. Feses dari kemarin berwarna hitam dan ada darah
5. Pasien masih mengkonsumsi obat, tetapi pada tanggal 14/8 dan 15/8
pasien tidak mengkonsumsi obat apapun. Dosis : Ziloric®, Lipitor®,
Entrostop®
6. Sudah melakukan test dan hasilnya positif H. pylori
Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah salah satu penyakit pada saluran
cerna bagian atas, yang ditandai adanya defek pada lambung (gastric ulcer)
atau duodenum (duodenal ulcer), yang diakibatkan karena gangguan
sekresi asam lambung dan pepsin. Berdasarkan kasus yang kami bahas,
dengan pasien bernama Tn. Y, 54 tahunyang telah melakukan endoskopi
atas bawah dengan hasil pemeriksaan yaituDuodenal ulcer, gastritis
erosive, colon polip, colitis, internal hemorrhoid grade 1-2. Penyakit
terkait asam (gastritis, erosi dan tukak lambung) dari saluran
gastrointestinal (GI) bagian atas diinduksi oleh adanya asam lambung.
Penyakit ulkus peptik berbeda dengan gastritis dan erosi pada ulkus yang
biasanya meluas lebih dalam ke mukosa muscularis. Ada tiga penyebab
umum ulkus peptik yaitu Helicobacter pylori (H. pylori), obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan stress ulcers (Dipiro, J.T., et al.
2008)
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar serum
asam urat (hingga di atas 7,0 mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita)
dalam tubuh. Nilai normal kadar asam urat 2,4 - 6,0 mg/dl pada wanita dan
3,5 - 7,0 mg/dL pada pria (Murray, 2005).
Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang menunjukkan adanya
peningkatan lemak darah termasuk kolesterol dan trigliserida atau
peningkatan dari lipoprotein-lipoprotein khusus. Berdasarkan kasus diatas
Tn. Y MRS mengalami hiperlipidemia karena trigliserida pasien melebihi
dari normal, kadar trigliserida pasien adalah 212 mg/dl dimana kadar
normal trigliseruda normal <195 mg/dl dan dapat juga diliat dari kolesterol
total pasien adalah 219 mg/dl nilai total ini dinyatakan tinggi dimana kadar
normal kolesterol total <200mg/dl, serta kadar LDL pasien yang tinggi
yaitu 155,4 mg/dl dimana kadar normal LDL adlah <77,3mg/dl. Maka dari
itu pasien dapat dikatakan mengalami hiperlipidemia (Mason, 2005).
Colitis ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang
berganti-ganti.
(Syvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006). Colitis ulseratif adalah penyakit
inflamasi primer dan membran mukosa kolon (Monica Ester, 2002). Dari
beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa colitis usertif adalah suatu
penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan rectum yang menyebabkan
luka atau lesi dan berlangsung lama.
Adapun terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien ini adalah sebagai
berikut.
1. Lansoprazole 30mg 2 kali sehari 1 kapsul sebelum makan
Lansoprazol menjadi pilihan utama dibandingkan agen PPI lainnya, hal ini
dikarenakan dengan dosis rendah lansoprazol memiliki aksi yang lebih
cepat dibandingkan dengan dosis rendah agen PPI lainnya seperti
omeprazol, pantoprazol dan rebeprazol. Lansoprazol merupakan obat
golongan PPI yang memiliki bioavaibilitas tinggi, waktu konsentrasi
puncak plasma yang cepat, harga ekonomis, dan memiliki efek samping
minimal, hal ini yang mungkin menjadikan lansoprazol banyak digunakan
(Nurrokhmawati dkk., 2012).
2. Amoxicillin 1000 mg (2 kali sehari 1 tablet) dan Klaritromisin 500 mg (2
kali sehari 1 tablet) Setelah Makan diberikan selama 7 hari.
Terapi eradikasi H. pylori menggunakan kombinasi antibiotik amoksisilin,
klaritromisin, hal ini dikarenakan kombinasi tersebut bersifat sinergis,
karena mekanisme aksi dari amoksisilin adalah dengan menghambat
sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih pada
ikatan penisilin-protein (PBPs), sehingga menyebabkan penghambatan
pada tahapan akhir sintesis transpeptidase peptidoglikan dalam dinding sel
bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel menjadi terhambat, permeabilitas
meningkat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Pada saat dinding sel
rusak inilah, kemudian klaritromisin ataupun metronidazol dapat masuk
dan mulai bekerja. Mekanisme aksi dari klaritromisin adalah dengan cara
mengikat subunit ribosom 50s yang mengakibatkan penghambatan sintesis
protein bakteri (American Pharmacist Association, 2008).
Pemilihan kombinasi terapi tersebut karena Lansoprazole 30 mg yang
dikombinasi dengan amoksisilin I gram, klaritromisin 250 atau 500 mg, 2
kali sehari menghasilkon angka eradikasi antara 71-94% dan angka
penyembuhan ulkus >80% (Soewiqnyo, 1997).
3. Loperamid 4 mg dan diikuti 2 mg setiap setelah buang air besar selama 5
hari
Diare juga menjadi salah satu gejala non spesifik dari PUD itu sendiri
sehingga diharapkan dengan merekomendasikan terapi farmakologi yang
sesuai maka diare yang dialami pasien segera berkurang. Loperamid
merupakan derivat sintetik dari phedtidine inhibitor yang digunakan untuk
motilitas usus dan mengurangi sekresi gastrointestinal. Loperamid
diberikan secara oral sebagai antidiare tambahan dalam pengelolaan diare
akut dan kronis. Selain itu dapat digunakan dalam pengelolaan kolostomi
untuk mengurangi volume pembuangan. Sekitar 40% dosis loperamid
diserap dari saluran pencernaan untuk di metabolisme di hati dan di
ekskresikan melalui empedu sebagai zat tidak aktif. Pada diare akut
diberikan loperamid Obat dengan dosis awal 4 mg diikuti 2mg setiap
setelah buang air besar selama 5 hari. Dosis pemberian tidak melebihi dari
16 mg sehari (Sweetman C., 2009).
4. Zyloric 100 mg Tetap Dilanjutkan 1 x I tablet
Ziloric merupakan obat yang mengandung allopurinol, dimana allopurinol
adalah obat asam urat yang bekerja dengan cara menurunkan kadar asam
urat melalui mekanisme penghambat XO, enzim XO ini bekerja dengan
menghambat hipoksantin menjadi xanthine dan selanjutnya menjadi asam
urat (Alegantina, 2000). Metabolit alopurinol-l-ribonukleutida
bertanggung jawab terhadap inhibisi tambahan dari sintesis de novo purin
(Schunack et al.,1990).
Oleh karena waktu paruhmetabolitnya panjang dan mampu
mempertahankan hambatan xanthin oxidaselebih dari 24 jam dengan dosis
harian tunggal, Zyloric (allopurinol )cukup diberikan satu kali sehari 100
mg (Sukandar,dkk. 2002).
5. Lipitor 10 mg Tetap Dilanjutkan 1 x I tablet pada malam hari
Lipitor mengandung atorvastatin, dimana atorvastatin merupakan salah
satu golongan obat dari statin yang digunakan untuk terapi hiperlipidemia
(Dipiro, et al., 2008). Statin bekerja menurunkan kadar kolesterol dengan
menghambat kerja HMGCR di hepatosit. HMGCR merupakan enzim yang
membatasi jalur sintesis kolesterol hepatik dan mengkonversi 3-hydroxy-
3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) menjadi asam mevalonat,
suatu prekursor dalam jalur biosintesis kolesterol de novo. Statin
berkompetisi secara reversibel dengan substrat endogen HMG CoA, untuk
menduduki bagian aktif dalam reduktase. Statin yang berikatan dengan
bagian aktif dari enzim reduktase akan menimbulkan perubahan bentuk
yang menurunkan fungsi enzim. Statin dengan afinitas tinggi akan
berperan sebagai kompetitor antagonis sehingga mencegah substrat
endogen HMG-CoA yang memiliki afinitas lebih rendah untuk berikatan
dengan bagian aktif enzim. (Davies, 2016). Statin yang direkomendasikan
adalah Atorvastatin dengan dosis awal terapi diberikan 10 mg (dosis
rendah) 1 kali sehari (diminum pada malam hari). Dosis dapat dinaikkan
apabila ditinjau memerlukan penurunan kadar kolesterol lebih besar lagi
(Pedoman tata laksana dislipidemia, 2013).
Selain terapi farmakologi yang dapat diberikan dengan obatobat di
atas, adapun terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien Tn.
Y adalah sebagai berikut.
1. PUD Eradikasi H. pylori
Pasien yang terdiagnosis PUD dan sedang menggunakan obat NSAID
harus menghentikan penggunaan obat NSAID jika memungkinkan.
Mengurangi konsusmsi beberapa makanan tertentu (seperti makanan
pedas, alkohol, dan kopi) serta menjalani diet. Diet dilakukan dengan
cara makan dengan porsi kecil dan berulang kali. Pasien dengan PUD
juga sebaiknya menjalankan perubahan gaya hidup, yakni dengan
mengurangi stress, istirahat yang cukup, dan mengurangi atau bahkan
berhenti merokok (Anderson,2002).
2. Hiperurisemia
Modifikasi terhadap gaya hidup yaitu memberikan saran kepada pasien
untuk menurunkan berat badan, menghentikan konsumsi alkohol dan
diet rendah purin (Dincer et al., 2002).
3. Hiperlipidemia
Dianjurkan seperti berhentimerokok, mengurangi konsumsi alkohol,
meningkatkan aktivitas fisik,menurunkan berat badan, diet rendah
lemak, tinggi serat, mengonsumsi sayur danbuah dapat mencegah
tingginya kadar kolesterol.14,15 Saat ini penggunaan bahanalami
seperti konsumsi buah, sayuran, atau bahan alami lainnya sangat
banyakdigunakan untuk mengelola suatu penyakit. Salah satunya yakni
penggunaanbahan alami untuk menurunkan dan mencegah naiknya
kadar kolesterol(Depkes, RI 2004).
4. Mengurangi makanan pedas, mengurangi aktivitas duduk, mengatur
pola makan, lebih banyak mengkonsumsi air, rendah air hangat,
mengkonsumsi herba daun ungu
Monitoring terhadap efek samping terapi yang dapat dilakukan pada kasus ini
adalah sebagai berikut.
1. Perhatikan apabila pasien menerima terapi lanjutan berupa eradikasi
H.pylori (terapi first line) apakah menerima respon yang baik atau
tidak, apabila terapi firstline tidak memberika respon dengan baik
maka dilanjutkan dengan second line terapi eradikasi H.pylori
2. Monitoring efek samping dan efektivita Lansoprazole. Penghambat
pompa proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan
pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis
pada penyakit liver dan penyakit ginjal. Inhibitor pompa proton
memiliki efek yangsangat besar terhadap produksi asam. Efek samping
obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi,
muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui
sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Lacy dkk. 2008).
3. Monitoring timbulnya ruam pada kulit saat allopurinol berinteraksi
dengan amoxicillin, kemungkinan adanya interaksi obat kecil
tergantung dengan sebaran amoxicilinnya (Stockleys, 2010).
4. Monitoring internal hemorrhoid grade 1-2 pasien
5. Monitoring efektivita penggunaan loperamid, frekuensi BABnya,
6. Monitoring efektivitas obat giperliidemia yaitu seperti kadar
trigliserida, LDL, kolesterol total
7. Monitoring efektivitas zyloric yaitu dengan memonitor kadar asam
urat harus di bawah 7,0 mg/dL
VI. KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
Saran yang dapat praktikan berikan adalah pada praktikum
selanjutnya agar lebih teliti dalam menganalisis SOAP dan dapat
memberikan terapi pada pasien berdasarkan guidelines serta Evidence-
Based Medicine agar dapat memberikan terapi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,

Kradjan, W.A., et al., 2013. Koda-Kimble & Youngs. Applied.

Therapeutics The Clinical Use of Drug. Lippincott Williams & Wilkins,

Awolters Kluwer Business.

Conrad K, Roggenbuck D, Laass MW. Diagnosis and classification of ulcerative

colitis Autoimmun Rev. 2014;13(4–5):463–6.

David E.R., et al. 2011. Practice Parameter for the Management of Hemorrhoids.

Diseases of the Colon and Rectum; (54)9:1059-64.

Dipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach, Seven

Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, longo DL, Jameson JL. 2005.

Harrison’s manual of medicine 1 6th ed. New York: McGraw-Hill.

Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. Drug information handbook.

20th ed. New York: Levi-Comp; 2011-2012.

Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I.

Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai