OLEH
Putu Wijaya Kusuma
I Putu Surya Trisna Lova
I Made Arya Wira Guna
Cokodra B. Arys Cahaya Sukawati
A.A Mirah Aristi Mas Putra
(1308505039)
(1308505041)
(1308505046)
(1308505049)
(1308505071)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
A.
reumatik mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejala peradangan. Obat-obat ini
juga mempunyai efek antipiretik dan analgesik, tetapi efek anti-inflamasinya yang membuat
obat-obat ini paling bermanfaat dalam tatalaksana kelainan disertai nyeri yang berhubungan
dengan intensitas proses peradangan (Katzung, 2007).
Meskipun semua obat antiinflamasi non steroid (NSAID) tidak disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk semua penyakit reumatik, namun mungkin efektif dalam
rheumatoid arthritis, spondiloartropi seronegatif (misalnya, arthritis psoriatik dan arthritis yang
terkait dengan penyakit usus inflamatorik), osteoatritis, sindrom musculoskeletal terlokalisasi
(misalnya terkilir dan teregang, nyeri punggung bawah) dan gout. Sejak aspirin memiliki
berbagai efek samping, banyak NSAID telah dikembangkan dalam usaha untuk meningkatkan
efekivitas aspirin dan menurunkan toksisitasnya (Katzung, 2007).
Hubungan antara struktur dan aktivitas obat tersebut jika terjadi penambahan subtituen
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek samping
modifikasi struktur turunan asam salisilat telah dilakukan melalui empat cara yaitu:
1. Mengubah gugus karboksilmelalui pembentukan garam, ester atau amida. Turunan tipe ini
mempunyai efek antipiretik rendah dan lebih banyak utnuk penggunaan setempat sebagai
counterirritant dan obat gosok karena diabsorpsi dengan baik melalui kulit. Contoh:
metilsalisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat dan
salisilamid.
2. Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh: asam asetilsalisilat (aspirin) dan salsalat.
3. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini berdasarkan pada prinsip salol,
dan pada in vivo senyawa dihidrolisis menjadi aspirin. Contoh: aluminium aspirin dan
karbetil salisilat.
4. Memasukkan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah
gugus-gugus fungsional. Contoh: flufenisal, difunisal dan meseklazon.
R2
OH
OCH3
NH2
OH
Nama Obat
Asam salisilat
Metil salisilat
Salisilamid
Asam asetilsalisilat
Gugus
Amino
Gambar 3 : 2-Hydroxu-4-aminobenzoic acid
c. Pemasukan gugus
metil
pada posisi
menyebabkan
Sumber
: Siswandono
dan3 Soekardjo,
2008metabolisme atau hidrolisis
gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
Gugus Metil
Gambar 4 : Hydroxyl-3-methylbenzoic
: Siswandono
Soekardjo,
2008 meningkatkan aktivitas.
d. Adanya gugus arilSumber
yang bersifat
hidrofobdan
pada
posisi 5 dapat
Gambar 5 : Flufenisal
Sumber : Siswandono dan Soekardjo, 2008
Gugus Aril
e. Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflusinal) dapat
meningkatkan
aktivitas
analgesik,
memperpanjang
masa
kerja
obat
dan
menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu
pembekuan darah.
Gugus Difluorofenil
pada posisi meta
Gambar 6 :Diflusinal
f. Efek iritasi lambung
dari
aspirin
dihubungkan
dengan2008
gugus karboksilat. Esterifikasi
Sumber : Siswandono
dan Soekardjo,
gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester
karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak
berasa.
gugus metil (metil salisilat) menyebabkan metabolism atau hidrolisis gugus etil menjadi lebih
lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
3. Salisilamid
Modifikasi struktur turunan asam salisilat yang dilakukan dengan mengubah gugus
karboksil melalui pembentukan garam, ester atau amida. Salah satu contoh: salisilamid.
a,b
c
Gambar 10 : Salisilamid
Sumber : Rainsford, 1984
toksisitas
yang
relative
dikombinasikan dengan obat analgesik lain seperti asetaminofen. Absorbsi obat dalam
saluran cerna cepat, kadar plasma tertinggi dicapai dalam waktu 0,3-2 jam dengan
waktu paruh 1 jam. Dosis analgesik 500 mg 3 dd (Siswandono dan Soekardjo,
2008).
Salisilamid merupakan turunan asam salisilat yang diperoleh dengan cara modifikasi
struktur turunan asam salisilat dilakukan dengan mengubah gugus karboksil melalui
pembentukan amida. Turunan tipe ini mempunyai efek antipiretik rendah dan lebih banyak
untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat gosok karena diabsorbsi baik
melalui kulit. Berikut ini adalah reaksi pembentukan salisilamid yaitu dengan mereaksikan
salisilat klorida dengan ammonia:
-OCH3
Gambar 12 : Asam Salisilat
Gambar 13 :Asam Asetil Salisilat
Sumber : Siswandono dan
Sumber : Siswandono dan Soekardjo,
Soekardjo, 2008
2008
Hubungan Struktur-Aktivitas Asam Asetilsalisilat:
a. Asam Asetil Salisilat diperoleh dengan cara modifikasi struktur turunan
asam salisilat yang dilakukan dengan mensubstitusi gugus hidroksil dengan OCH3.
b. Efek samping aspirin, terutama gangguan pada GI tampaknya terkait dengan fungsi
asam karboksilat.
c. Pergantian baik pada karboksilat
mempengaruhi potensi dan toksisitas.
atau kelompok
fenolik
hidroksil dapat
d. Menempatkan kelompok hidroksil fenolik dalam posisi meta atau para, akan
menghapuskan aktivitas aspirin.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Aspirin (Asam asetil salisilat, asetosal, aspro, rhonal), digunakan sebagai analgesikantipiretik dan antirematik. Pemberian aspirin dalam dosis rendah dan dalam waktu yang
lama dapat digunakan untuk mencegah serangan jantung. Aspirin juga digunakan untuk
pengobatan trombosis karena mempunyai efek antiplatelat. Absorpsi aspirin dalam saluran
cerna cepat, terutama pada usus kecil dan lambung, dan segera terhidrolisis menjadi asam
salisilat yang aktif. Asam salisilat terikat oleh protein plasma 90%, kadar plasma tertinggi
aspirin dicapai dalam waktu 14 menit, sedangkan asam salisilat 0,5-1 jam. Waktu paruh
aspirin 17 menit sedangkan asam salisilat 3,15 jam. Dosis analgesik: 500 mg, setiap 4
jam, bila diperlukan (Foye WO, 1989).
Stabilitas maksimum aspirin terjadi pada suhu kamar (25 C) dan dalam suasana pH 2,5
atau pH 7,0. Pada kondisi ini konstanta kecepatan reaksi peruraian aspirin adalah 3,7 x 10 6
/detik. Bahkan pada kondisi ini, aspirin mampu berada dalam kestabilan dengan waktu
paruh (t ) 52 jam dan t90 = 8 jam (Connors, dkk. 1979). Katalisis yang disebabkan oleh
suasana asam terjadi pada pH <2, dan pada suasana basa terjadi pada pH >9. Sedangkan
pada pH 5-9, katalisis senyawa aspirin menunjukkan profil yang stabil (Connors, dkk.
1979).
Aspirin dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan asam asetat dengan
adanya katalis asam. Kelompok fenol pada asam salisilat membentuk ester dengan
kelompok karboksil pada asam asetat. Namun, reaksi ini lambat dan memiliki hasil yang
relatif rendah. Jika anhidrida asetat digunakan sebagai pengganti asam asetat, reaksi jauh
lebih cepat dan memiliki hasil yang lebih tinggi (karena anhidrida asetat jauh lebih reaktif
daripada asam asetat) (Soekardjo dkk., 2009). Berikut reaksi pembuatan aspirin:
Pada penelitian sebelumnya pula telah dilakukan modifikasi struktur dari asam
asetilsalisilat, yaitu dengan penambahan gugus benzoil klorida sehingga dihasilkan senyawa
asam benzoil salisilat yang mempunyai efek antiinflamasi dan efek analgesik yang lebih
tinggi terhadap asam asetilsalisilat (Soekardjo dkk., 2009).
Aspirin Dosis 80 mg
Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik dan antipiretik adalah 300900mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimum 4 g sehari dan konsentrasi dalam
plasma 150-300mg/ml. Untuk mendapatkan efek antiinflamasi, dosis yang digunakan adalah
4-6 g secara oral per hari. Untuk mendapatkan efek antiagregasi platelet, dosis yang
digunakan adalah 60 80 mg seacara oral per hari (Katzung, B.G. 2003).
Aspirin sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih
tinggi selaian meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga menjadi kurang efektif
karena selain menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin (FKUI.
2007).
Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus yang terutama sering ditemukan pada
sistem arteri.
yang
telah
dijelaskan
di
atas,
salisilamida
yang
tidak
terhadap
zat
sebaiknya
tidak
mengkonsumsi salisilamida. Rumus kimia dari zat ini adalah C 7H7NO2. Seseorang
yang memiliki masalah pendarahan, seperti hemofilia, penyakit von Willebrand, atau
trombosit
darah rendah
sebaiknya
tidak mengkonsumsi
obat
ini. Begitu
juga
dengan penderita ruam parah, gatal, sesak napas dan pusing (Anonim, 2007)
B.
1.
Obat Target
Traztuzumab (Herceptin) HER-2
Reseptor HER2 (Human Epidermal Growth Factor 2) atau dikenal juga dengan Neu
atau ErbB2 merupakan reseptor transmembran yang merupakan salah satu dari golongan
EGFR (Epithelial Growth Factor) yang merupakan
(Hudis, 2007). Dari keempat subtype reseptor EGFR, HER2 merupakan reseptor yang
paling banyak dihubungkan dengan kejadian kanker (Ikawati, 2008). Jalur HER2
mendorong pertumbuhan dan pembelahan sel ketika berfungsi normal, namun bila
seperti inilah yang diharapkan terjadi, karena selama ini obat kanker yang ada, menstimulasi
apoptosis tidak hanya pada sel yang terkena kanker namun juga sel normal (Clynes et al.,
2000).
2.
3.
TositumomabSel B-NHLimunoterapi
Non-Hodgkins Lymphoma (NHL) yang berasal dari sel B merupakan penyebab
kematian paling umum keenam yang diakibatkan oleh kanker dan frekuensinya terus
meningkat, yang bermula dari 85% hingga menjadi 90%. Jenis atau tingkat dari limfoma
dapat berubah ke kelas histologis yang lebih tinggi dan kemudian sangat agresif dan bahkan
lebih sulit untuk diobati (Wahl, 2005).
Pada Non-Hodgkins Lymphoma, limfosit mulai berperilaku seperti sel kanker dan
tumbuh serta berlipat ganda secara tidak terkontrol, dan tidak mati seperti pada proses yang
seharusnya. Karena hal ini, limfoma non Hodgkin sering disebut sebagai kanker. Limfosit
abnormal ini kerap terkumpul dalam kelenjar getah bening, yang mengakibatkan
pembengkakan. Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, kumpulan limfosit abnormal
atau limfoma juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya di luar dari kelenjar getah
bening (Dillman, 2001).
Radioimmunotherapi (RIT) menggunakan antibodi anti-CD20 radiolabeled telah
dieksplorasi paling luas di limfoma folikular dan limfoma folikular tersebut telah berubah ke
kelas yang lebih tinggi. Saat ini dua radiolabeled antibodi anti-CD20 disetujui oleh Food
and Drug Administration AS untuk penggunaan secara klinis di Amerika Serikat yakni
diantaranya Tositumomab dan
131
90
dosimetrik, tositumomab berlabel diinfuskan pertama, diikuti dengan dosis dosimetrik dari
131
I-tositumomab. Pada langkah terapi, tositumomab tanpa label diikuti dengan dosis terapi
131
massa protein yang relatif rendah (biasanya sekitar 15-30 mg) dari radioantibody mungkin
menghasilkan antibodi radiolabeled yang dialihkan dari mencapai tumor karena mengikat
CD20- B-sel positif dalam sirkulasi atau limpa (Wahl, 2005).
4.
relaps pertama pada pasien usia 60 tahun atau lebih yang mana tidak dipertimbangkan untuk
melakukan jenis kemoterapi sitostoksik lainnya. Dalam model praklinis, GO selektif dan
poten menghambat jalur sel CD33+ AML dan sel AML utama. Fase penting II uji klinis
mengungkapkan bahwa GO monoterapi, diberikan sebagai dua dosis terpisah selama 14
hari, menginduksi complete remission (CR) atau CR dengan pemulihan trombosit lengkap di
sekitar 30% dari orang dewasa yang disertai dengan relaps CD33 + AML. Toksisitas non
hematologik utama pada pasien yang mendapatkan infus demam, menggigil dan hipotensi,
dan kelainan tes fungsi hati sementara (Larson, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Sintesis Asetil salisilat (aspirin) dari Asam Salisilat dan Asetat Anhidrida.
Ashutosh Kar. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis. New Delhi: New Age International Limited
Publishers.
Bonavida B, and Vega MI. 2005. Rituximab-mediated chemosensitization of AIDS and nonAIDS non-Hodgkins Lymphoma. Drug Resist Update.
Clynes, RA; Towers, TL; Presta, LG; Ravetch, JV. 2000. Inhibitory Fc receptors modulate in
vivo cytoxicity against tumor targets. Articles. USA: Nature America Inc.
Connors, K.A., et al. (1986). Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi II. Jilid Kedua. Jakarta:
Jhon willey and Sons. Halaman 180, 197-201.
Czuczman et al. 001. Progression Free Survival after Six Years (Median) Follow-Up of the First
Clinical Trial of Rituximab/CHOP Chemoimmunotherapy. Orlando, Florida, US.
Czuczman MS, Grillo-Lopez AJ, White CA. 1999. Treatment of patients with low-grade B-cell
lymphoma with the combination of chimeric anti-CD20 monoclonal antibody and
CHOP chemotherapy. J Clin Oncol.
Departemen Farmakologi FKUI. 2007. Antikoagulan, antitrombotik, trombolitik dan
hemostatik : Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2011 ; 813.
Dillman, R.O. Monoclonal antibody therapy for lymphoma: an update. Cancer Pract.
2001;9:71 80.
Foye W.O., Principles of Medicinal Chemistry, Phila delphia, London: Lea & Febiger, 1989;
737.
Hudis, CA. 2007. Trastuzumabmechanism of action and use in clinical practice. N Engl J Med.
357 (1): 3951.
Ikawati, Zullies. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. Jogjakarta : UGM Press.
Jazirehi AR, Vega MI, and Bonavida B. 2007. Development of rituximab-resistant lymphoma
clones with altered cell signaling and cross-resistance to chemotherapy. Cancer Res.
Katzung, B.G. 2003. Drugs Used in Disorder of Coagulation, In : Basic & Clinical
Pharmacology. McGraw-Hill. 9thed.p.775-776.
Khalilullah SA. 2011. Penggunaan Antiplatelet (aspirin) Pada Akut Stroke Iskemik. Co-ass
Clinical at neurology departement dr. Zainoel Abidin Teaching Hospital: Faculty of
Medicine University of Syiah Kuala.
Kute, T; Lack CM, Willingham M, Bishwokama B, Williams H, Barrett K, Mitchell T, Vaughn
JP. 2004. Development of herceptin resistance in breast cancer cells. Cytometry 57A
(2): 8693. Willey-Liss Inc.
Larson, R.A, Boogaerts M., Estey E., Karanes C., Stadtmauer E.A., Sievers E.L., et al. 2002.
Antibody-targeted chemotherapy of older patients with acute myeloid leukemia in first
relapse using Mylotarg (gemtuzumab ozogamicin). Leukemia. 16: 16271636.
Nahta, R; Esteva1 FJ. 2003. HER-2-Targeted TherapyLessons Learned and Future Directions.
Clinical Cancer Research 9 (14): 50785048.
Rainsford, 1984, Aspirin and The Salicylates, 32 108, Butter Worths, London.
Sievers, E.L. 2003. Antibody-targeted chemotherapy of acute myeloid leukemia using
gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg). Science Direct. Vol 7 (10).
Siswandono dan Soekardjo, B., 2008. Kimia Medisinal. Ed.2. Surabaya : Airlangga University
Press.
Sukardjo dkk.2009. Landasan Pendidikan. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Wahl, R.L. 2005. Tositumomab and
131