Oleh
KELOMPOK II / A3D FARMASI KLINIS
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi epilepsi
2. Mengetahui klasifikasi epilepsi.
3. Mengetahui patofisiologi epilepsi.
4. Mengetahui tatalaksana epilepsi (Farmakologi dan Non-Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait epilepsi secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP
IV. KASUS
Nama Pasien : Tn. AR
Umur : 24 Tahun
MRS : 25 September 2017
KRS : 08 Oktober 2017
Kurang lebih 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang 15
menit sekitar jam12.00 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan
terguncang naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. Mata
terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh
pada sisi tubuh sebelah kanan dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur batu,
bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata, Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit,
selama masa kejang pasien tidak sadarkan diri.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat epilepsi sejak kecil (+) namun tidak terkontrol
TERAPI SAAT MRS : IVFD D5% + fenitoin 3 ampul/8jam Ceftriaxone 2x1 ampul
(iv) Paracetamol drip 3x1 Fl. (bila panas)
Burns, M.A., et al., 2016. Pharmacotherapy Principle and Practices : Forth Edition.
McGraw-Hill Education
Chen DK, So YT, Fisher RS. 2005. Use of serum prolactin in diagnosing epileptic
seizures: report of the Therapeutics and Technology Assessment
Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology. Vol.
65:668–75.
Dipiro.JT. 2009. Pharmacoterapy Handbook 7th edition. New York: Mc Graw Hill.
Gurnett, C.A. dan Dodson, W.E., 2009, Definitions and Classification of Epilepsy
dalam Shorvon, S., Perucca, E. dan Engel, J., (Eds.), The Treatment of
Epilepsy, 3th Edition, 3, Wiley-Blackwell, United States of America.
Repindo, A., Z. Zanariah, dan Oktafany. 2017. Epilepsi Simptomatik Akibat Cidera
Kepala pada Pria Berusia 20 Tahun. Medula.Vol 7. No. 4. Lampung: Fakultas
Kedokteran
Roth 2018. Status Epilepticus Treatment & Management. Neurologist, Epilepsy and
General Neurology, Comprehensive Epilepsy Program. Available at
https://emedicine.medscape.com/. “Diakses Pada tanggal 17 April 2018”
Shih, T., 2007, Epilepsy and Seizures, dalam Brust, John C., (Ed.), Lange Medical
Book: Current Diagnosis and Treatment in Neurology, 35-62, McGrawHill
Companies, Inc., Amerika.
NAMA KELOMPOK :
1. Dewa Gede Agung Yogastha M.Y (18021113)
2. Ni Made Swariyani (18021114)
3. Ni Putu Intan Sarasmitha Dewi (18021115)
4. Alma Lystia Savitri Mahayasa (18021116)
5. Made Floreta Asri Sanjiwati (18021117)
6. Ni Kadek Indira Indrayani (18021118)
7. Putu Sanitha Jayanti (18021119)
KASUS
Nama Pasien : Tn. AR
Umur : 24 Tahun
MRS : 25 September 2017
KRS : 08 Oktober 2017
Kurang lebih 5 jam SMRS pada saat akan makan siang tiba tiba pasien kejang 15
menit sekitar jam12.00 siang, pada saat pasien kejang tangan pasien mengepal dan
terguncang naik turun kaki pasien juga terguncang naik turun secara bersamaan. Mata
terbelalak, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit, saat kejang terjadi pasien terjatuh
pada sisi tubuh sebelah kanan dengan bibir dan kepala sisi kanan membentur batu,
bibir luka sebesar 1 cm tepi tidak rata, Kejang terjadi hingga 3 kali sekitar 15 menit,
selama masa kejang pasien tidak sadarkan diri.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat epilepsi sejak kecil (+) namun tidak terkontrol
TERAPI SAAT MRS : IVFD D5% + fenitoin 3 ampul/8jam Ceftriaxone 2x1 ampul
(iv) Paracetamol drip 3x1 Fl. (bila panas)
ASSESMENT :
1. Pasien menderita penyakit Epilepsi Bangkitan Umum Tipe Tonik-Klonik
2. Pemberian fenitoin dihentikan, dan diganti dengan obat lain
3. Pemberian IVFD D5% dilanjutkan
4. Pemberian ceftriaxone dihentikan
5. Pemberian Paracetamol dilanjutkan
PLANNING :
Terapi Farmakologi
1. IVFD D5% Dilanjutkan
Terapi tetap dilanjutkan. Berdasarkan literatur, “Epilepsy: a Review of Reports, guidelines, Recommendations and models for the provision of care for
patients with epilepsy” menjelaskan pada manajemen awal kejang, jika pasien mengalami kejang maka pasien dicurigai mengalami hipoglikemik dimana
pada kasus demam biasanya terjadi kenaikan suhu 1ºC yang akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa. Pemberian glukosa harus diberikan
segera (Rebecca LM et al., 2008). Pemilihan dextrose infuse didasarkan pada penelitian tentang penanganan hipoglikemi pada keadaan emergency yaitu
“A review of the efficacy of 10% dextrose as an alternative to high concentration glucose in the treatment of out-of-hospital hypoglycaemia” yang
menyatakan bahwa pada penelitian kemanjuran dextrose 10% intravena dalam pengelolaan hipoglikemia pencarian menghasilkan 3.651 artikel potensial
dengan 24 memenuhi kriteria inklusi atau pengecualian. Dextrose 10% telah menunjukkan waktu yang sama untuk pemulihan keadaan sadar pada dosis
yang lebih kecil dengan pengurangan kadar gula darah pasca perawatan daripada konsentrasi 50% yang lebih tinggi. Risiko cedera ekstravasasi dan
konsekuensi klinis potensial pada pediatri adalah alasan kuat untuk mempertimbangkan pergeseran dari konsentrasi glukosa yang lebih tinggi. Titrasi
10% dextrose keadaan pasien sadar telah digunakan oleh penyedia perawatan pra-rumah sakit lain dalam penggantian dosis bolus persiapan 50%.
MONITORING
Monitoring efektivitas obat :
1. IVFD D5%
2. Lorazepam bekerja cukup cepat untuk menghentikan kejang dengan cepat. Ini juga memiliki efek antikonvulsan yang lebih lama. (Beberapa
dokter menganggapnya memenuhi persyaratan untuk gangguan akut SE dan perlindungan berkepanjangan terhadap kekambuhan). Tidak
memiliki metabolit aktif yang mengganggu
3. Asam valproate sangat efektif untuk kejang abence. Valproate lebih cenderung digunakan jika pasien kejang absence kemudian menderita
serangan umum tonik-klonik. Valproate menghambat kerja metabolism beberapa obat seperti fenobarbital, fenitoin, dan karbamazepin
sehingga dapat menyebabkan konsetrasi dalam obat-obat tersebut dalam keadaan stabil meningkat.
4. Paracetamol merupakan analgesik yang efektif dalam penatalaksanaan nyeri. Paracetamol memiliki efek analgesik yang tidak berbeda
dengan OAINS maupun opioid serta lebih aman dari efek samping, sehingga paracetamol menjadi analgesik first line dalam tata laksana
nyeri, termasuk nyeri muskuloskeletal akut.