OLEH:
Ni Kadek Dwi Fitri Sumandari (161200031)
Ni Ketut Indah Cahaya Dewi (161200032)
Ni Komang Intan Prima Asri (161200033)
Ni Komang Kartika Saraswati (161200034)
Ni Komang Sinta Dewi (161200035)
Ni Komang Sri Wahyuni (161200036)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi infeksi (Pneumonia)
2. Mengetahui pathogenesis dan patologi infeksi (Pneumonia)
3. Mengetahui klasifikasi pneumonia
4. Mengetahui tatalaksana penyakit pneumonia (Farmakologi & Non-
Farmakologi.
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait infeksi (Pneumonia) secara mandiri
dengan menggunakan metode SOAP.
B. DASAR TEORI
1. Definisi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mendefinisikan
pneumonia sebagai inflamasi dan konsolidasi jaringan paru disebabkan
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit). Pneumonia yang
disebabkan Myobacterium tuberculosis tidak termasuk, sedangkan
peradangan paru disebabkan nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bakan toksik, dan obat-obatan) disebut Pneumonitis (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2014).
3. Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya maupun
berdasarkan klinis dan epidemiologis.
a. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya, pneumonia dibedakan menjadi bacterial
pneumonia dan non bacterial pneumonia.
1) Bacterial Pneumonia
Bacterial pneumonia terutama disebabkan oleh streptokokus gram
positif dan organisme gram negative yang biasanya menghuni
saluran pencernaan (enteric) serta tanah dan air (nonenterik).
Sebagai tambahan, Legionella yang merupakan organisme
nonenterik dengan pewarnaan gram negative, menyumbang
sebagian kecil Bacterial pneumonia berupa community-and
hospital-acquired bacterial pneumonia, walaupun kejadian
sebenarnya mungkin tidak dilaporkan. Akhirnya, Myobacterium
tuberculosis, acid-fast staining bacillus, telah muncul kembali
sebagai penyebab penting pneumonia dipusat kota seluruh Amerika
Serikat.
2) Non-Bacterium Pneumonia
Virus, species Myocoplasma, species Chlamydia, dan jamur
diketahui merupakan penyebab sindrom pneumonia pada semua
kelompok umur. Penyebutan atypical pneumonia, berbeda dari
typical bacterial pneumonia yang paling sering terlihat pada orang
dewasa, telah digunakan untuk menggambarkan penyakit yang
disebabkan oleh banyak agen ini.
b. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Klinis Dan Epidemiologis
Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia diklasifikasikan
menjadi Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia),
Pneumonia nosocomial (hospital-acquired pneumonia.nosocomial
pneumonia). Pneumonia aspirasi, Pneumonia pada penderita
Immunocompromised
1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat
dimasyarakat. Menurut kepustakaan penyebab pneumonia
komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula
bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negative. Berdasarkan laporan 5 tahun terakfir dari beberapa
pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan
Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan
mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum
sebagai berikut:
a) Klebsiella pneumonia 45,18%
b) Streptococcus pneumonia 14,04
c) Streptococcus viridans 9,21%
d) Staphylococcus aureus 9%
e) Pseudomonas aeruginosa 8,56%
f) Streptococcus hemolyticus 7,89%
g) Enterobacter 5,26%
h) Pseudomonas spp 0,9%
2) Pneumonia nosocomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia)
Pneumonia nosocomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi
setelah pasien 48 jam dirawat dirumah sakit dan disingkirkan
semua ineksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Setelah
saluran kemih dan aliran darah, paru-paru adalah tempat infeksi
yang paling sering didapat dirumah sakit. Pneumonia nosocomial
terlihat paling sering terjadi pada pasien dengan critically ill.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien terhadap perkembangan
pneumonia nosocomial meliputi tingkat keparahan penyakit, durasi
rawat inap, posisi terlentang, aspirasi yang disaksikan, koma,
sindrom gangguan pernafasan akut, transportasi pasien, dan
paparan antibiotic sebelumnya.
Faktor predisposisi terkuat, adalah ventilasi mekanis (intubasi),
yang melewati pertahanan alami dari saluran napas terhadap
migrasi organisme saluran pernapasan bagian atas ke saluran
bawah. Keadaan ini diperparah oleh penggunaan agen penghambat
reseptor H2 secara luas diunit ICU, yang meningkatkan PH sekresi
lambung dan dapat meningkatkan proliferasi
mikroorganismedisaluran cerna bagian atas. Mikroaspirasi
subklinis adalah kejadian yang terjadi secara rutin pada pasien
intubasi dan mengakibatkan inokulasi kandungan lambung yang
terkontaminasi bakteri ke paru-paru dan kejadian pneumonia
nosocomial yang lebih tinggi.
Ventilator-associated pneumonia dapat didiagnosis secara akurat
oleh salah satu dari beberapa kriteria standar, termasuk
pemeriksaan histopatologis jaringan paru yang diperoleh dengan
open-lung biopsy, kavitasi cepat infiltrasi paru tanpa kanker atau
tuberculosis, kultur cairan pleura positif, dan species yang sama
dengan antibiogram identic untuk patogen yang diisolasi dari darah
dan sekresi pernapasan tanpa sumber bakteriemia lain yang dapat
diidentifikasi.
Organisme yang paling sering dikaitkan dengan pneumonia
nosocomial adalah S.aureus dan bakteri gram negative enteric
(misalnya Klebsiella atau E.coli) dan bakteri gram negative
nonenterik (misalnya Pseudomonas), organisme yang menjajah
faring pasien yang dirawat dirumah sakit dan kritis. Diagnosis
pneumonia nosocomial biasanya ditemukan dengan adanya
infiltrasi baru pada radiografi dada, demam. Status pernafasan yang
memburuk, daan munculnya sekresi pernafasan kental dan
neutrophil. Sebenarnya diagnosisnya seringkali sulit dilakukan
pada pasien yang sakit parah dengan patologi paru yang
mendasarinya yang dapat dikaitkan dengan radiografi perubahan
abnormal, seperti yang terjadi pada gagal jantung kongesif atau
penyakit paru-paru kronis. Antibiotic spectrum luas sering dimulai
secara empiris bahkan dalam keadaan samar, dengan bronkoskopi
yang diperuntukkan bagi pasien dengan responsif yang buruk.
Pneumonia aspirasi
3) Pneumonia aspirasi merupakan pneumonia akibat regurgitasi
cairan saluran cerna ke paru, terjadi pada penderita penurunan
kesadaran seperti penyalahgunaan obat, kejang, gangguan
serebrovaskular atau dalam pengaruh pembiusan.
4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pneumonia pada penderita immunocompromised merupakan
pneumonia yang terjadi pada seseorang dengan defek system imun
humoral dan selular.
Tabel 2. Terapi antibiotic awal secara empiric untuk HAP atau VAP untuk
semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat factor
resiko pathogen MDR (mengacu ATS/IDSA 2004)
Patogen potensial Terapi Antibiotik kombinasi
Patogen MDR tanpa atau dengan Sefalosporin antipseudomonal
pathogen pada Tabel 1 (Sefepim, seftasidim, sefpirom)
Pseudomonas aeruginosa Atau
Klebsiella pneumonia Karbapenem antipseudomonal
(ESBL) (Meropenem, imipenem)
Acinetobacter sp Atau
β-laktam penghambat β lactamase
(Piperasilin-tasobaktam)
ditambah
Fluorokuinolon antipseudomonal
(Siprofloksasin atau levofloksasin)
atau
Methicillin resisten Aminoglikosida ( Amikasin,
Staphylococcus aureus gentamisin atau tobramisin)
(MRSA) ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin
Tabel 3. Dosis antibiotic intravena awal secara empiric untuk HAP dan
VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat factor resiko pathogen
MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)
Antibiotik Dosis
Sefalosporin antipseudomonal
- Sefepim 1-2 gr setiap 8-12 jam
- Seftasidim 2 gr setiap 8 jam
- Sefpirom 1 gr setiap 8 jam
Karbapenem
- Meropenem 1 gr setiap 8 jam
- Imipenem 500 mg setiap 6 jam, 1 gr setiap
8 jam
Β-laktam penghambat β-laktamase
- Piperasilin-tasobaktam 4,5 gr setiap 6 jam
Aminoglikosida
- Gentamisin 7 mg/kg BB/hr
- Tobramisin 7 mg/kg BB/hr
- Amikasin 20 mg/kg BB/hr
Kuinolon antipseudomonal
- Levofloksasin 750 mg setiap hari
- Siprofloksasin 400 mg setiap 8 jam
15 mg/kg BB/12 jam
Vankomisin 15mg/kgBB/12bjam
Tidak Ya
Lama Terapi
Pasien yang mendapat antibiotic empiric yang tepat, optimal dan adekuat,
penyebabnya bukan P. aeruginosa dan respon klinis pasien baik serta terjad
resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari
atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan
Enterobacteriaceae maka lama terapi 14-21 hari.
Respons Terapi
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun
mikrobiologi. Respons klinis terlihat setelah 48-72 jam pertama pengobatan
sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotic dalam kurun waktu
tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.
Rawat inap:
Tanpa faktor modifikasi
Golongan B laktam + anti B laktamase iv atau
Sefalosporin G2, G3 iv atau
Fluorokuinolon respirasi iv
Dengan faktor modifikasi:
Sefalosporin G2, G3 iv atau
Fluorokuinolon respirasi iv
Bila dicurigai disertai infeksi bakteri atipik ditambah makrolid
baru
EVALUASI PENGOBATAN
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak
ada perbaikan, kita harus meninjau kembali didiagnosis, faktor-faktor
penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya seperti
dapat dilihat pada gambar 1.
D. STUDI KASUS
Pasien NN didiagnosa dengan pneumonia CAP, asma bronchial sedang (MRS
11 januari 2017). Asma terakhir kambuh 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh
sesak sejak kemarin, demam sejak 8 januari 2017, sudah berobat, sakit
dirasakan menetap, sudah diberikan nebul ventolin di rumah tidak membaik.
Pasien batuk, mual dan muntah 1x. Ketika MRS, TD:120/70, Temp: 36,3
celcius : HR : 120 x/minute, RR : 18 x/minute, saturasi O2 : 98%. Kultur
sputum: streptococcus viridran. Hasil pemeriksaan henatologi adalah sebagai
berikut.
Hb: 12,7; WBC: 290; Sodium:142; Potassium: 3,3; Chloride: 103; CRP
quantitstive: 47,16 ; Kalium: 3,27
Blood gas:
- pH : 7,298
- PO2 : 49,1
- SO2 : 87
- T CO2 : 25
Terapi yang diberikan adalah sebagai berikut
- Infus odana 1 amp + ns 500 ml/ 8 jam
- Infus aminophyllin 240 mg inj dalam ns 500/8 jam
- ns 3% 3x5 ml for nebul (stop tgl 14 jan)
- paracetamol inj 3 x 500 mg
- codein 10 mg tab 3 x 1 (stop tgl 14 jan)
- acetlysisteine 200 mg tab tab 3 x 1
- asam tranexamat 500 mg inj 3 x 1
- levofloxacin inj 1 x 750 mg
- cefoperazone inj 2 x 1 gram
- combivent reps setiap 4 jam 1 reps
- flixotide reps 3 x 1 rep
- methylprednisolon inj 3 x 625 mg
- sulcrafat syr 3 x 15 ml
- omeprazole 40 mg inj 2 x 40 mg
- acitral syr 3 x 15 ml
E. Form SOAP
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn./Ny. : NN
Presenting Complaint
Pasien menegeluh sesak napas sejak kemarin, rasa sakit menetap, batuk, mual,
muntah 1x
Drug Allergies:
Tidak ada
No
Further Information Required Alasan
.
1 Apa jenis kelamin pasien, berapa Untuk menentukan dosis serta
umur, berat badan, tinggi badan agar pemberiannya tepat pasien
pasien?
Laki-laki, 66 th, 65Kg, 160cm
2 Apakah ada riwayat alergi obat?Agar dapat memberikan terapi
Tidak ada yang sesuai dengan keadaan
pasien
3 Apakah pasien memiliki riwayat Untuk menentukan tepat indikasi
penyakit lain? terhadap penggunaan obat oleh
Ada, asma pasien
Problem List (Actual Problem)
No
Medical Pharmaceutical
.
- Asam tranexamat inj C1.3: Ada obat tanpa indikasi
- Codein tab
- Infus adona
1
- Sulcrafat syr
- Nebul ns 3%
- methylprednisolone inj
- Omeprazole inj C1.5: Ada duplikasi dari obat yang
2
tidak sesuai
Subjective
1. Pasien menegeluh sesak napas sejak kemarin,
2. rasa sakit,
3. batuk,
4. mual,
5. muntah 1x
Objective
1. pH darah = 7,298 (dibawah 5. HR = 120x/menit (diatas normal)
normal) 6. BMI = 25,39 (overweight)
2. PO2 =60,1 mmHg (dibawah 7. WBC = 290 mm3 (rendah)
8. Hb = 12,7 mg/dL (rendah)
normal)
9. Kalium = 3,3 mEq/L(rendah)
3. PCO2 =49,1 mmHg (diatas
10. CRP Quantitative = 47,16 mg/L
normal)
(tinggi)
4. SO2 =87% (dibawah normal)
11. Pemeriksaan lainnya: kultur sputum terdapat Streptococcus viridran
(bakteri gram positif)
Assessment
1. C1.3 Ada obat tanpa indikasi (Asam tranexamat inj, Codein tab,
Infus adona, Sulcrafat syr, methylprednisolone inj, nebul ns 3%)
2. C1.5 ada duplikasi dari obat yang tidak sesuai (Omeprazole inj –
Acitral syr)
3. Obat tanpa DRP: infus aminophylline, Paracetamol inj, Acetylcystein tab.
Levofloksasin inj, cefoperazone inj, combivent resp, flixotide resp, acitral
syr.
Plan
A. Terapi Farmakologi
1. UGD
Bronkospasme:Infus aminophyllin dengan dosis2 x 5-7
mg/KgBB(medscape application)
Streptococcus viridran (bakteri gram positif: diberikan dosis
kombinasi antibiotic cefoperazone inj dengan levofloxacin inj 750
mg/hari iv selama 1 hari(Medscape application)
2. Rawat inap (maintenance)
Rasa sakit: paracetamol inj dengan dosis 650 mg setiap 4 jam iv
(prn) (Medscape appliation)
Batuk: acetlysisteine dengan dosis 200 mg tab 3 x 1 (Medscape
application)
Mual dan muntah : acitral syr dengan dosis 3 x 15 ml (prn)
sebelum makan(Medscape application)
Streptococcus viridran (bakteri gram positif) : levofloxacin inj dan
cefoperazone inj 750 mg/hari iv, selama 2 hari (untuk maintenance
diberikan dosis tunggal antibiotic golongan sefalosporin yaitu
cefixime dengan dosis 2 x 200mg PO selama 11 hari) (Medscape
application)
Dyspnea (gangguan saluran nafas yang disebabkan oleh
levofloxacin): diberikan obat dengan dosis kombinasi yaitu
flixotide 2x1 resp dan combivent repsdi nebul 3 ml setiap 6 jam
(prn) (Medscape application).
3. Rawat Jalan
Vaksinasi (vaksin pneumokokal 0.5 ml/IM dan vaksin influenza
1ml/IM) diberikan ulang dalam rekomendasi setelah > 2 tahun dari
pemberian awal.
4. Terapi Non-Farmakologi
Hindari lingkungan yang merupakan faktor pajanan
Rehabilitasi paru secara komprehensif
Memperbaiki nutrisi
Memberikan edukasi kepada pasien
Monitoring
A. Evektivitas
Infus aminophyllin bronkodilator terkait asma
Paracetamol injuntuk mengurangi rasa sakit
Acetlysisteineagarpengencer dahak
Acitral syr untuk mengatasi gejala nyeri lambung, mual, muntah
Kombinasi Levofloxacin inj – Cepaferazone inj untuk obat anti bakteri
(Antibiotic gol. Quinolone - Sefalosporin)
Cefixime untuk obat anti bakteri pada terapi sulih (Antibiotic gol.
sefalosporin)
Flixotide untuk mencegah dan mengobati asma.
Combivent reps untuk mengatasi penyakit saluran nafas.
B. Efek Samping Obat
Infus Aminophyllin: diare, mual,muntah, takikardia
Acetlysisteine:Mengantuk, Mual, Muntah, Sariawan,Pilek,Demam
Paracetamol inj: mual, muntah, insomnia,sakit kepala
Acitral syr: Sembelit, Penyakit Alzheimer, Kelemahan otot, Mual,
Refleks lambat,Muntah,Diare
Kombinasi Levofloxacin inj – Cepaferazone inj: mual, sakit kepala,
diare, insomnia, monitoring penggunaan tidak boleh lebih dari 3 hari
agar tidak terjadi resistensi antibiotic.
Cefixime: diare, mual, muntah, sakit kepala
Flixotide: ruam, kesulitan bernapas, pembengkakan wajah, bibir, lidah,
atau tenggorokan, Mimisan yang parah atau berkelanjutan.
Combivent reps: bronchitis,infeksi saluran nafas atas, penyakit paru,
sakit kepala