Anda di halaman 1dari 26

EMULSI

(FARMASI FISIKA)

OLEH:
ANAK AGUNG MAS SITI SUNARI 16.1.200081
NI PUTU MONICA PRADNYANITA ANTARA 16.1.200087
NOVITA SARI 16.1.200091
PRANADIKA HARDIYANTO 16.1.200092
PUTU ITA YULIANA WIJAYANTI 16.1.200095
S.A.N. WAHYU ASTIKA DEWI 16.1.200097
YUNITA TRIANI 16.1.200099
SANG AYU MADE MEILDAWATI 16.1.200103
NI PUTU DEVY PRADNYA GUNAWATI 16.1.200112
I GUSTI AYU ARI CANDRAWATI 16.1.200118

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2017
ii
KATA PENGANTAR

Dengan semangat dan kesungguhan hati, kami dapat menyelesaikan


makalah ini. Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa berkat rahmat yang
dilimpahkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan yang Maha Esa, untuk itu puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat-Nya.

Makalah Farmasi Fisima ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari
bantuan banyak pihak, melalui kesempatan ini dengan penuh rasa hormat kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak
Putu Yudhistira Budhi Setiawan, S.Farm., M.Sc., Apt sebagai dosen Farmasi
Fisika kami. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besar kepada yang telah berjasa membantu kami selama proses
pembuatan makalah ini.

Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari
teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan
hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca serta demi
perbaikan makalah ini kedepannya.

Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran makalah Farmasi Fisika ini
dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca dan yang terpenting
adalah semoga dapat turut serta memajukan ilmu pengetahuan.

Denpasar, 22 Desember 2017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 3


2.1 Definisi Emulsi .......................................................................... 3
2.2 Meknisme Emulsi ....................................................................... 4
2.3 Teori Emulsifikasi ....................................................................... 5
2.4 Peranan Emulgator ..................................................................... 7
2.5 Bahan Tambahan Emulsi ............................................................ 13
2.6 Cara Memprediksi Emulsi .......................................................... 16
2.7 Kestabilan Emulsi ....................................................................... 18
2.8 Peranan Emulsi Dalam Kehidupan ............................................. 20

BAB III PENUTUP .......................................................................... 21


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama


dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang
penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling
melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala
besar.Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan dalam
industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan dibutuhkan
zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar
dan cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di
mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein
yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah
pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem
emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih
mudah juga untuk mengetahui zat – zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk
menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor – faktor yang
menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut
juga

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi dari emulsi serta tipe tie dari emulsi?
2. Mekanisme emulsi secara fisika dan kimia?
3. Teori emulsifikasi?

1
4. Pengertian emulgator dan peranan?
5. Bahan tambahan emulsi?
6. Cara memprediksi emulsi?
7. Kestabilan emulsi?
8. Penerapan emulsi dalam kehidupan?

1.3 Tujuan Penuliasan


1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari emulsi serta tipe tie dari emulsi
2. Agar mahasiswa mengatahui mekanisme emulsi secara fisika dan kimia
3. Agar mahasiswa menegtahu teori emulsifikasi
4. Agar mahasiswa mengetahui pengertian emulgator dan peranan
5. Agar mahasiswa mengetahui bahan tambahan emulsi
6. Agar mahasiswa mengetahui cara memprediksi emulsi
7. Agar mahasiswa mengetahui kestabilan emulsi
8. Agar mahasiswa mengetahui penerapan emulsi dalam kehidupan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Emulsi

Emulsi merupakan suatu system yang tidak stabil secara termodinamika


yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu
diantaranya di dispersikan sebagai globul dalam fase cair lain. System ini dibuat
stabil dengan bantuan zat pengemulsi atau emulgator (Martin, 1993 ). Emulsi
mempunyai 3 komponen umum yaitu ; fase terdispersi atau fase internal, fase
kontinyu atau fase eksternal, dan bahan pengemulsi. Tipe-tipe Emulsi dan
Ukuran Tetesan Emulsi

1. M/A (minyak/air) Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-


tetesan dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
2. A/M (air/minyak) Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah
medium pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
3. Emulsi ganda telah dikembangkan berdasarkan pencegahan pelepasan
bahanaktif. Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase yang disebut bentuk
emulsi A/M/A atau M/A/M atau disebut emulsi dalam emulsi.
Kebanyakan emulsi yang berlaku dalam farmasi mempunyai partikel
terdispersi dengan diameter dalam range 0,1-100 m.

Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga


mempunyai nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut:

a) Emulsi gas (aerosol cair )


Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya
berupa fase cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah
satu contohnya hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas

3
yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong atau
propelan aerosol
b) Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya
maupun pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling
melarutkan karena kedua fase bersifat polar dan non polar.Emulsi
ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam
air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air
jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak
contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam
minyak.
c) Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase
terdispersinnya cair dengan fase pendispersinnya berupa fase
padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic dan gel non
elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan
non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen
yang kuat.
Gel elastic dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil
yang pekat contoh gel ini adalah gelatin dan sabun.Sedangkan gel
non-elastis dapat dibuat secara kimia sebagai contoh gel silica yang
terbentuk karena penambahan HCl pekat dalam larutan natrium
silikat sehingga molekul – molekul asam silikat yang terbentuk
akan terpolimerisasi dan membentuk gel.

2.2 Mekanisme Secara Kimia Dan Fisika


1. Mekanisme secara kimia
Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan
minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila
suatu pengemulsi ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse
air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang

4
digunakan harus dapat larut dalam air maupun minyak. Contoh
pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang mempunyai gugus
hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan
minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah
emulsi yang stabil.
2. Mekanisme secara fisika
Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan
tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan
maka fase terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium
pendispersinya. (Ian, 2009)

2.3 Teori Emulsifikasi


Dalam semua cairan terdapat tekanan yang menyebabkan tetesan dari
cairan yang mempunyai bentuk pada permukaan paling bawah dengan
hubungannya dengan ukuran yaitu bentuk bola. Karena itu, jika dua tetesan dalam
kontak satu sama lain, mereka berkoalesen membentuk satu tetesan yang lebih
besar karena hasil ini dalam penurunan total permukaan ditunjukkan oleh massa
cairan yang dihadirkan kembali. Tanggung jawab kekuatan untuk keadaan ini
dapat diukur dan dikenal sebagai tegangan permukaan dari cairan jika kontak
dengan udara atau dengan uapnya sendiri dan Tegangan antar muka jika cairan
kontak dengan cairan yang lainnya. Bahan yang mana bila ditambahkan ke dalam
cairan, tegangan antar mukanya lebih rendah apada batas cairan disebut juga
surface agent atau bahan pembasah.

Tegangan antar muka ini dapat diatasi dengan cepat untuk membuat cairan
hancur menjadi globul yang lebih kecil. Bagaimanapun, jika tidak dilakukan
sesuatu untuk mencegah efek dari tegangan ini, globul akan berkoalesens dan
emulsi akan pecah. Dapat dilihat bahwa efek dari tegangan ini dapat dicegah
dengan tiga cara ; dengan maksud agar beberapa bahan yang akan menurunkan
tegangan antar muka antar cairan; dengan maksud agar beberapa bahan dapat
memutuskan teangan antar muka dari dua cairan dan menahannya bersama-sama

5
melalui kekuatan yang dahsyat; atau dengan maksud agar beberapa bahan akan
membentuk lapisan sekitar globvul dari fase terdispersi dan menjaganya secara
mekanik dari pembentukan koalesen.

 Teori tegangan permukaan :

Pendek kata, dasar teori ini adalah bahwa analisis dihasilkan jika beberapa
bahan dimasukkan ke tegangan antar muka yang lebih rendah antara cairan. Teori
ini kurang diterima dan membuatnya mungkin untuk menghasilkan system dua
fase yang stabil. Suatu surfaktan yang memiliki tegangan antar muka yang lebih
rendah dan menghambat kecendrungan tetesan-tetesan dari fine berkoalesen dan
mempertahankan ukurannya yang kecil sebagai gayaq penstabil dalam emulsi.

 Teori Oriented-Wedge :

Teori ini menjelaskan fenomena dari pembentukan emulsui berdasarkan


kelarutan sedikit dari sejumlah bahan pengemulsi. Jumlah ini memiliki afinitas
yang besar dari air dan vice versa. Dugaan bahwa bahan pengemulsi seperti sabun
mengubahnya menjadi lapisan monomolekuler dari semua kelompok dari
polaritas yang sama dari sisi lapisan. Pengubahan dari setiap molekul setiap
tetesan air, memberikan bentuk Wedge. Oleh karena itu,kurva dari lapisan
molekul dan pembentukan suatu minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak
yang tergantung pada baik kelarutan minyak atau sejumlah kelarutan dari molekul
yang lebih besar. Tahun ini telah dikritik bahwa tidak mungkin pembentukan
lapisan monomolekuler dalam system emulsi; dengan tidak adanya kelompok
polar tertentu dalam banyak bahan pengemulsi yang umum; dan tidak dijelaskan
kenapa beberapa bahan yang bukan bahan pengemulsi untuk bahan tersebut dalam
pembentukan emulsi.

 Teori lapisan plastis :


Berdasarkan teori ini bahan pengemulsi disimpan pada permukaan sertiap
tetesan dari fase terdispersi dalam membentuk lapisan plastis. Lapisan ini
mencegah kontak dan koalesen cairan yang terdifusi. Oleh karena itui, efek dari

6
bahan pengemulsi murni secara mekanik dan tidak tergantung pada tegangan antar
muka apapun. Pembentukan emulsi air dal;am minyak atau minyak dalam air
dijelaskan berdasarkan kelarutan selektif dari bahan pengemulsi yang digunakan
bahwa kelarutan memberikan peningkatan kepada emulsi minyak dalam air dan
kelarutan minyak membentuk emulsi air dalam minyak. Emulsifikasi dapat
digambarkan lalu keterlibatannya pertama dalam pembentukannya baik dalam
larutan koloidal atau larutan sejati dari bahan pengemulsi dalam salah satu cairan
dan berikutnya dalam pengendapan sejumlah kecil bahan ini melalui kontak
dengan cairan lain. Oleh karena itu, lapisan yang terbentuk dipertahankan dalam
kondisi plastis melalui kontak dengan cairan dimana dia larut. Setiap globul akan
disediakan bersama penyaluran pelindung yang kan melindunginya dari kontak
dengan globul lain dari cairan yang sama dan mencegah koalesen. Peningkatan
viskositas dari fase kontinu melalui penambahan sejumlah zat tambahan dari
bahan pengemulsi yang sama yang akan menambah stabilitas sediaan melalui
perintangan pergerakan dari partikel yang disalut dan mencegahnya kontak satu
sama lain. Sebaliknya penambahan beberapa bahan akan menurunkan viskositas
ataupun mengembalikan bahan pengemulsi yang kurang larut dalam fase kontinu
baik secara fisik atau kimia akan membuat produk kurang stabil dan jika
digunakan dalam jumlah yang cukup akan menyebabkan emulsi pecah. (Scovilles
:316-317)

2.4 Pengertian Emulgator


Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang menurunkan tegangan antar
muka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan terdispersi dengan
membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah koalesensi dan pemisahan fase
terdispersi. (Parrot : 313)
 Emulgator dapat dibagi atas tiga (3) golongan, yaitu :
a. Zat-zat yanng aktif pada permukaan yang teradsorpsi pada antar muka
minyak atau air membentuk lapisan monomolekuler dan mengurangi
tegangan antar muka.

7
b. Koloid hidrofilik yang membentuk lapisan monomolekuler disekitar
tetesan yang terdispersi dari minyak dalam suatu emulsi M/A
c. Partikel padat yang terbagi halus yang diadsorpsi pada batas antar muka 2
fase cair yang tidak bercampur dan membentuk lapisan partikel di sekitar
bola-bola terdispersi
 Beberapa sifat yang dipertimbangkan dari bahan pengemulsi :
a. Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka
sampai di bawah 10 dyne/cm.
b. Harus diabsorbsi cepat di sekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan kental
mengadheren yang dapat mencegah koalesensi
c. Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup sehingga
terjadi saling tolak-menolakHarus meningkatkan viskositas emulsi
d. Harus efektif pada konsentrasi rendah (RPS 18 th : 300)

Tidak ada bahan pengemulsi yang memenuhi syarat sifat-sifat ini pada
tingkat yang sama, nyatanya tidak semua emulgator yang baik perlu memiliki sifat
di atas.
 Mekanisme Kerja Emulgator
1. Penurunan Tegangan Permukaan
Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas
antarmuka yang dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai
batang antarmuka adalah yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan
jelas bila seseorang memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan
yang terbagi halus, tidak efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka,
membentuk pembatas antarmuka yang baik sekali, bertindak untuk
mencegah penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi.
2. Pembentuk Lapisan Antarmuka
Pembentukan lapisan lapisan oleh suatu pengemulsi pada
permukaan tetesan air atau minyak tidak dipelajari secara terperinci.
Pengertian dari suatu lapisan tipis monomolekuler yang terarah dari zat
pengemulsi tersebutpada permukaan fase dalam suatu emulsi. Cukup

8
beralasan untuk mengharapkan molekul amfifilik untuk mengatur dirinya
pada suatu antarmuka air, minyak dan bagian hidrofilik pada fase air. Juga
sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif permukaan cenderung
berkumpul pada antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi pada antar muka
minyak dan air sebagai lapisan monomolekuler. Jika kensentrasi zat
pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu lapisan yang
kaku antara fase fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang
bertindak sebagai suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi
maupun menggabungnya tetesan tetesan emulsi.
3. Penolakan Elektrik
Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair
lamellar mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai
pembatas. Disamping itu, lapisan yang sama atau serupa dapat
menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan yang mendekat. Penolakan
ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari
gugus – gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-
bola yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-
molekul surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat
polarnya, molekul-molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah
hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak, sedangkan kepala
(ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan tetesan
tersebut ditabur dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini gugus
karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik
pada permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai
lapisan listrik rangkap.

Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu


pengaruh tolak menolak antara tetesan - tetasan minyak, sehingga mencegah
penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara
langsung untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan,
potensial zet dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan

9
dengan surfaktan sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil
perhitungan. Tambahan pula, perubahan dalam potensial zeta parallel dengan
perubahan potensial lapisn rangkap jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yng
berhubungan dengan besarnya potensial pada antarmuka dapat digunakan untuk
menghitung penolakan total atara tetes-tetes minyak sebagai suatu fungsi dari
jeruk antara tetesan tersebut. (Lachman : 1034)

 .Pembagian Emulgator
A. Berdasarkan Struktur Kimianya
1. Bahan pengemulsi sintetik
 Anionik pada sub bagian ini ialah sulfaktan bermuatan (-)
Contoh : Na, K dan garam-garam ammonium dari asam oleat dan
laurat yang larut dalam air dan baik sebagai bahan pengemulsi
tipe o/w. Bahan pengemulsi ini rasanya tidak menyenangkan dan
mengiritasi saluran pencernaan
 Kationik. Aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+).
Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga
menghasilkan emulsi antiinfeksi sepertimpada lotion kulit dan
krem
 Non ionic. Merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar
luas digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja
keseimbangan molekul antara hidrofik dan lipofilik
2. Emulgator alam
Banyak emulgator alam (tumbuhan, hewan). Bahan alam yang
diperkirakan hanyalah gelatin, kritin dan kolesterol.
Emulgator ini dapat dibagi menjadi beberapa kelompok :
a. Berasal dari tumbuhan
 Karbohidrat seperti akasia, tragakan, condius, pektin
 Derivat selulosa
b. Berasal dari hewan
 Gelatin

10
 Kuning telur da kasein
 Lemak bulu domba dan kolesterol
3. Padatan terbagi halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekelilin tetesan
terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutr kasar,
mempunyai stabilitas pisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat
bekerja sebagai emulgator dari efek yang ditimbulkan dari pewarna
dan serbuk halus. (RPS : 300-301)
4. Padatan yang terbagi merata
5. Emulgator sintetik
a. Anionik
b. Nonionik
c. Kationik
6. Karbohidrat
Gum dan bahan-bahan mucilago cocok untuk digunakan dalam
emulsi farmasetik. Mereka mempunyai kemampuan mengemulsi
banyak substansi secara murni dan menghasilkan emulsi yang
Bisaanya bekerja baik jika dilindungi dari fermentasi dengan
pengawet. Namun demikian, alkali, sodium borat, caitan alkohol dan
garam metalik harus ditambahkan ke dalam gum sangat kationik dan
encer, mencegah pemecahan karbohidrat yang banyak digunakan
adalah akasia, tragakan, agar, chondrus, dextrum, malt ekstrak dan
pektin membentuk minyak dalam air.
7. Protein
 Gelatin mengemulsi cairan petrolatum dengan lebih mudah
dibanding minyak lain dan membuat suatu sediaan yang sangat
putih dan lembut serta rasa yang enak. Protein juga membentuk
emulsi yang jika digunakan dalam konsentrasi rendah.
Kerugian Emulsi gelatin sulit dijaga dari kerusakan yang
membatasi nilainya

11
 Kuning telur
Keuntungan : Emulsi yang dibuat dengan kuning telur, stabil
dengan asam dan garam. Jika kuning telur cukup segar, dapat
membentuk emulsi yang creaming yang menunjukkan sedikit
kecenderungan untuk memisah
Kerugian : Jika digunakan kuning telur, emulsi dapat
membentuk koalesens dan dapat terwarnai lebih dalam
 Albumin atau putih telur
Keuntungan :Serbuk putih telur lebih efektif dari pada putih
telur segar karena lebih kental
Kerugian : Diendapakan oleh banyak bahan
 Kasein
Protein dan susu telah digunakan sebagai bahan pengemulsi
tapi tidak memiliki keuntungan di bandingkan akasia dan
kurang stabil daripada akasia, tidak digunakan untuk tujuan
berarti
 Susu kondensasi merupakan emulgator yang memiliki
kemampuan mengemulsi sebanyak 15 kali dari beratnya sendiri
terhadap campuran minyak atau sekitar 5 kali lebih besar dari
minyak menguap.
Karena kecenderungan untuk menjadi masam, sehingga hanya
digunakan jika bahan-bahn akan dikonsumsi untuk 1 hari atau 2
hari, semua susu terlalu encer untuk sediaan emulsi
8. Sabun dan Basa
Keuntungan : Sering digunakan dalam dermatologi untuk penggunaan
luar. Sabun adalah emulgator yang lebih kuat khususnya sabun lembut
sebagai bahan yang mengurangi tegangan permukaan dari air
Kerugian : Menghasilkan sediaan yang tidak bercampur dengan
asam dengan berbagai tipe

12
9. Alkohol
Ada beberapa alkohol berberat molekul tinggi yang ditambahkan
untuk mengemulsi meski tidak digunakan sebagai emulgator, termasuk
cetyl dan gliseryl monostearat. Prescription : 215
B. Berdasarkan Mekanisme aksinya
1. Lapisan Monomolekuler
Emulgator ini mampu menghasilkan emulsi dengan membentuk
lapisan tunggal dari molekul atau ion antar muka air atau minyak yang
diadsorpsi.
2. Lapisan Multimolekuler
Lapisan liofilik yang terhidrasi membentuk lapisan multimolekuler di
sekeliling tetesan dari minyak yang terdispersi
3. Lapisan Partikel Padat
Partikel padat yang kecil dibasahi sampai beberapa derajad baik oleh
fase cair dean non cair yang beraeaksi sebagai emulgator. Jika partikel
terlalu hidrofilik partikel tersebut tinggal dalam fase cair tapi jika
terlalu hidrofobik partikel tinggal, terdispersi dengan sempurnah
dalam fase minyak. Syarat yang kedua adalah bahwa partikel kecil
dalam hubungannya dengan tetesan dan fase terdispersi.

2.5 Bahan tambahan dalam emulsi


1. Pengawet
Beberapa pengawet dibutuhkan dalam emulsi yang disimpan untuk
mencegah proses pembusukan protein dan proses fermentasi pada gum
dan struktur sekalian agar efektif, pengawet harus larut dalam fase air
emulsi dimana ia dapat menggunakan aksi perlindungannya alkohol dari
konsertrasi 7 sampai 12 persen sering digunakan untuk tujuan ini. Asam
benzoat 0,2%. Kadang-kadang digunakan tapi kurang efektif. Gusein juga
digunakan parahidroksi berzoat dalam konsentasi 0,1 0,2 persen telah
digunakan tapi penggunaannya dapat dibahasi oleh karena kekuatannya
dalam air besar. komponen amonium kuarter dari konsentrasi 0,05 0,1

13
persen telah memberikan komponennya sebagai pengawet untuk buatan
gelatin dan sukrosa. Minyak menguap digunakan sebagai pengaroma yang
cenderung bekerja sebagai penjawab. Tidak sedikit emulsi yang khusus
positif untuk berubah atau dijaga untuk beberapa waktu. kulkas Bisaanya
cukup dan tidak dibutuhkan pengawet. Untuk emulsi seperti minyak hati
ikan yang akan mudah dioksidasi oleh udara. Di atmosfer
karbonmonoksida dapat dihasilkan dengan tetesan potongan kecil es
kering dalam botol emulsi dan membiarkan mengembun melalui emulsi
sebelum botol ditutup. Akasia mengandung enzim oksidatif yang
cenderung untuk merusak vitamin A dalam emulsi minyak hati ikan.
Namun demikian, enzim dapat siap diinaktifkan dengan pemanasan akasia
mucilogo untuk beberapa menit noda rat 100oc.
Jamur, ragi dan bakteri ditemukan dalam fase cair pada emulsi dan
suspensi merupakan media pertumbuhan yang baik. untuk alasan ini
pengawet harus ditambahkan baik padatan dalam cairan maupun dispensi
cairan dalam cairan yang disimpan lama lebih dari beberapa hari.
Asam benzoate (0,1 0,2), natrium berzoat (0,1 0,2%) alkohol (5-
10%) fenil merkuri nitrat dan asetat (1 : 10.000 1 : 25.000) fenol (0 5%),
ikhtisol (0,5%) klorbutanol (0,5%). Asam sorbat (0,2%) dan amonium
kuartener kationik (1:10.000 1: 50.000) telah digunakan sebagai pengawet
antibakteri dengan berbagai variasi telah proses.
Pengawet yang paling populer karena mereka aktif melawan
bakteri, ragi dan jamur adalah asam parahidroksi benzoat ester : butil
parahidroksi benzoat 1 butil benzoat 0,02 %. Metil parahidroksi benzoat
(metil paraben) dan propil parahidroksibenzoat (propil paraben)
merupakan campuran pilihan. (Prescription : 225)
2. Pengaroma
Pengaroma dibutuhkan untuk membuat emulsi lezak dengan
pertimbangan dibutuhkan dalam penggunanya. Formulasion natural,
memberikan sejumlah campuran asumotik yang digunakan dengan efek
yang baik. aroma dan rasa tajam tidak menyebar pada minyak sebab

14
pengaruhnya lebih lembut. Untuk minyak hati ikan, ekstrat kering atau
ekstrak glicynzhea yang diperoleh dari cengkeh atau mint yang
mempunyai rasa dan penyebaran yang paling efektif. Kori adalah poling
digunakan di Eropa. Dalam minyak hati ikan, warna coklat dan balsem
lak juga baik.
Percobaan dalam penggunaan, minyak menguap sebagai
penggorengan secara umum telah ditampilkan sebagai nor usaha
menghilangkan rasa pada minyak hati ikan. Poling banyak efektif pada
derajat tertentu, tetapi tidak cara yang meliputi rasa secara sempurna
namun rasa yang lebih baik dari minyak sekarang ditemukan
diperdagangan sebagai hasilnya, dapat mengembalikan kenyatanan dan
kelezatan dengan beberapa pengaruhnya minyak.
Pengaroma yang sering ditambahkan ke dalam minyak sebelum
proses emulsifikasi agar mengaromai fase internal. Dalam beberapa
fomulasi, kedua fase diaromai, Bisaanya 0,1 0,5 persen minyak menguap
cukup untuk mengaroma emulsi.
Semua pengaroma membutuhkan bahan pertonis untuk
membuatnya lebih berasa enak sirup, gula, sakarin dapat digunakan untuk
tujuan ini, dan alirerin juga mempunyai sifat sebagai pemanis. Namun
demikian bahan-bahan harus digunakan dengan pertimbangan agar
sediaan lebih baik dan tidak menutupi rasa dan beberapa komponen lain.
kombinasi di beberapa bahan ini tidak (Scoville's : 330 )
3. Pewarna
Sebagian besar emulsi berwarna putih atau kuning dan gelap. Ini
dikarenakan oleh perbedaan refleksi cahaya yang diberikan oleh minyak
dan air, juga karena larutan gelap atau suspensi dari emulagator yang juga
berwarna gelap. Jika larutan dari bahan-bahan jernih dan minyak dan air
dapat menerangi pada refleksi yang sama, emulsi dari minyak hati ikan
dengan penambahan gula yang cukup untuk menyebabkan refleksi.
Gliserin memiliki efek yang sama terhadap minyak emulsi yang

15
transparan dimana pertimbangannya mengandung jumlah minyak.
(Scoville's : 330 )

2.6 Cara Memprediksi Dan Menguji Tipe Emulsi


Adapun cara-cara menguji tipe emulsi adalah dengan memprediksi tipe
emulsi terlebih dahulu kemudian baru dapat dilakukan uji.

A. Cara Memprediksi Tipe Emulsi


Untuk memprediksi tipe emulsi yang terbentuk di bawah kondisi tertentu,
maka interaksi dari parameter harus dipertimbangkan :
1. Jika amfifil adalah larutan air yang esensial (misalnya sabun
kalium/polioksietilen alkil dengan unit etilenoksida 5) Bisaanya
membantu pembentukan emulsi M/A, juka surfaktan terutama larut dalam
bagian lemak (sabun kalium, polioksietilen alkil dengan unit etilenoksida
5) dapat membantu pembentukan emulsi A/M jika kondisi lain diberikan.
2. Bagian polar dari emulgator Bisaanya adalah barier yang lebih baik
koalesens daripada bagian hidrokarbonnya. Oleh karena itu,
memungkinkan untuk membuat emulsi M/A dengan volume fase internal
yang relatif tinggi. Di lain pihak emulsi A/M (bariernya adalah
hidrokarbon alam) terbatas dalam bagian ini dan berubah dengan mudah
jika jumlah air yang ada sama. Contohnya ; air, minyak mineral, sorbitan
monooleat, Bisaanya ditujukan untuk pembentukan emulsi A/M karena
kurangnya unit etilenoksida hanya mungkin jika jumlah air < 40 % dari
volumenya. Jumlah air yang lebih tinggi akan membentuk emulsi M/A.
3. Bahkan jika airnya 20-30 %, emulsi A/M akan tetap terbentuk jika air
ditambahkan pada minyak pada pencampuran. Penambahan kedua fase
bersama-sama diikuti dengan pencampuran menunjukkan emulsi M/A
pada seluruh konsentrasi air diatas 10 %.
4. Terakhir, tipe emulsi yang terbentuk dipengaruhi oleh viskositas masing-
masing fase, peningkatan viskositas dari fase membentuk fase luar.
Meskipun terdapat kesulitan ini, seseorang dapat mengharapkan suatu

16
pengemulsi yang larut dalam air secara dominant membentuk emulsi M/A.
Sedangkan kebalikannya adalah besar untuk surfaktan yang pada dasarnya
larut dalam minyak. (Lachman : 507)
B. Cara Menentukan Tipe Emulsi
1. Uji pengenceran.
Metode ini tergantung pada kenyataan bahwa suatu emulsi M/A
dapat diencerkan dengan air dan emulsi A/M dengan minyak. Saat
minyak ditambahkan, tidak akan bercampur ke dalam emulsi dan dan
akan nampak nyata pemisahannya. Tes ini secara benar dibuktikan bila
penambahan air atau minyak diamati secara mikroskop.
2. Uji Konduktivitas.
Emulsi dimana fase kontinyu adalah cair dapat dianggap memiliki
konduktivitas yang tinggi dibanding emulsi dimana fase kontinyunya
adalah minyak. Berdasarkan ketika sepasang elektrode dihubungkan
dengan sebuah lampu dan sumber listrik, dimasukkan dalam emulsi
M/A, lampu akan menyala karena menghantarkan arus untuk kedua
elektrode. Jika lampu tidak menyala, diasumsikan bahwa sistem A/M.
3. Uji Kelarutan Warna.
Bahwa suatu pewarna larut air akan larut dalam fase berair dari
emulsi. Sementara zat warna larut minyak akan ditarik oleh fase
minyak. Jadi ketika pengujian mikroskopik menunjukkan bahwa zat
warna larut air telah ditarik untuk fase kontinyu, uji ini diulangi
menggunakan sejumlah kecil pewarna larut minyak, pewarnaan fase
kontinyu menunjukkan tipe A/M. (RPS 18th : 299)
4. Tes Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa emulsi bercampur dengan
luar akibatnya, jika air ditambahkan ke dalam emulsi M/A, air akan
terdispersi cepat dalam emulsi. Jika minyak ditambahkan tidak akan
terdispersi tanpa pengadukan yang kuat. Begitu pula dengan emulsi
A/M.
5. Uji kelarutan cat

17
Uji ini berdasarkan prinsip bahwa dispersi cat secara seragam
melalui emulsi jika cat larut dalam fase luar. Amaran, cat larut air
secara cepat mewarnai emulsi M/A tapi tidak mewarnai emulsi tipe
A/M. Sudan III, cat larut minyak dengan cepat mewarnai emulsi A/M,
tidak tipe M/A.
6. Uji Arah Creaming
Creaming adalah fenomena antara 2 emulsi yang terpisah dari
cairan aslinya dimana salah satunya mengapung pada permukaan
lainnya. Konsentrasi fase terdispersi adalah lebih tinggi dalam emulsi
yang terpisah. Jika berat jenis relatif tinggi dari kedua fase diketahui,
maka arah creaming dari fase terdispersi menunjukkan adanya tipe
emulsi M/A. jika cream emulsi menuju ke bawah berarti emulsi A/M.
hal ini berdasarkan asumsi bahwa mimyak kurang padat daripada air.
7. Uji Hantaran Listrik
Uji hantaran listrik berdasarkan pada prinsip bahwa air
menghantarkan arus listrik sedangkan minyak tidak. Jika elektrode
ditempatkan pada emulsi menghantarkan artus listrik, maka emulsi
M/A. jika sistem tidak menghantarkan arus listrik, maka emulsi adalah
A/M.
8. Tes Fluoresensi
Banyak minyak jika dipaparkan pada sinar UV berfluoresensi, jika
tetesan emulsi dibentangkan dalam lampu fluoresensi di bawah
mikroskop dan semuanya berfluoresensi, menunjukkan emulsi A/M.
Tapi jika emulsi M/A, fluoresensinya berbintik-bintik.

2.7 Kestabilan Emulsi


Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan
air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem
dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan,
maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi

18
emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam
waktu yang sangat singkat .
Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan
ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi
koloid.

Ada beberpa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut :
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.
Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada
beberapa macam yaitu sebagai berikut :
 Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak
tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau
sebuah agregat
 Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga
terjadi pencampuran
 Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada
daerah permukaan dan dasar
 Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan
viskositas
 Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga
hilang karena pengaruh suhu.(Ladytulipe, 2009)

19
Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami
kerusakan (Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu,
rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat
menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk
krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit
guna pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat.
(Nuranimahabah,2009)

2.8 Penerapan Dalam Peristiwa Sehari-hari Dan Industri


a. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari
adalah penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen
merupakan suatu emulgator yang akan menstabilkan emulsi minyak
(pada kotoran) dan air. Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan
hidrofilik, minyak akan terikat pada bagian hidrofobik dari detergen
sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi hidrofilik secara
keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana kotoran
akan terbawa lebih mudah oleh air.
b. Penerapan dalam bidang industry
Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan
adalah industri saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan
minyak. Dimana asam cuka bersifat hidrofilik dan minyak yang bersifat
hidrofobik, dengan mengocok minyak dan cuka. Pada awalnya akan
mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam larutan asam cuka
setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan bergabung
kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga asam cuka dan
minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka dapat
ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin.
Sistem koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase
cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Emulsi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria
(emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti
putih telur.
Dengan mengetahui sistem emulsi maka kita akan mengetahui sifat – sifat
emulsi, stabil atau tidak stabilnya suatu emulsi serta faktor apa yang membuat
emulsi tidak stabil sehingga kita akan dapat menentukan zat pengemulsi untuk
dapat menstabilkannya.Sebagai contoh detergen yang digunakan untuk mencuci
disini detergen berfungsi sebagai emulgator yang dapat menstabilkan emulsi air
dan minyak sehingga minyak dapat mudah lepas dari pakaian.Selain itu dalam
bidang industri contohnya pembuatan saus salad, saus salad dari asam cuka dan
minyak yang awalnya stabil saat pengocokan namun setelah pengocokan
dihentikan kedua fase akan terpisah lagi sehingga dibutuhkan kuning telur sebagai
emulgator.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University
press, Jogjakarta.

Anief, M., 2005, Farmasetika, 29-30, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anonym.2011. file:///C:/Users/asus/Downloads/gambar/jbptitbpp-gdl-romaulipak-
27562-2- 2007ta-1.pdf seri online diakses 21 Desember 2017

Ditjen POM ( 1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Hal. 15, 746, 748. Ditjen POM ( 1995). Farmakope Indonesia.
Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Hal. 450-451, 1124, 1144,
1165, 1210.

Jenkins, G.L., Don, E.F., edward, A.B., Gleen, J.S., 1957, Scoville’s The Art Of
Compounding, McGraw-Hill Book Company, London.

Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi II. Jakarta : UI Press. pp. 1029-1088.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III.
Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.

Parrot, E.L, 1971, Pharmaceutical Technology, Burgess Publishing, USA

Tantolue, Ryan.2017 https://www.scribd.com/document/365779366/208043-TP-


Emulsi seri online diakses 21 Desember 2017

22

Anda mungkin juga menyukai