Anda di halaman 1dari 15

UJI KLINIK EFEK FORMULA JAMU PENURUN KOLESTEROL

DARAH TERHADAP FUNGSI HATI

JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan semangat dan kesungguhan hati, kami dapat menyelesaikan


makalah ini. Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa berkat rahmat yang
dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, untuk itu puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat-Nya.
Makalah “Uji Klinik Efek Formula Jamu Penurun Kolesterol Darah
Terhadap Fungsi Hati” ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan
banyak pihak, melalui kesempatan ini dengan penuh rasa hormat kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Kewirausahaan.
Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang telah berjasa membantu kami selama proses
pembuatan makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari
teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan
hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca serta demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran makalah ini dapat
memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca dan yang terpenting adalah
semoga dapat turut serta memajukan ilmu pengetahuan.

Denpasar, Mei 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan………….......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 3


2.1 Tujuan

BAB III PENUTUP .......................................................................... 10


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Penelitian eksperimental merupakan suatu bentuk penelitian yang
penelitinya mempunyai otoritas untuk memberikan perlakuan (intervensi) kepada
subjek penelitian. Lazimnya digunakan dua atau lebih kelompok penelitian, dan
tiap kelompok menerima perlakuan yang berbeda. Secara teoritis penelitiakan
mengacak perlakuan yang akan diberikan kepada kelompok-kelompok, tetapi
secar praktis yang dilakukan oleh peneliti adalah mengalokasikan subjek secara
acak kedalam kelompok-kelompok tersebut. Satu kelompok akan ditetapkan
sebagai kelompok intervensi, dan yang satu lagi adalah kelompok kontrol/
pembanding.
Dalam penelitian ekperimental jenis penelitian Pre-Test Post Test Control
dimana desain ini merupakan pengembangan design Post Test Only dari
responden benar-benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada
kelompok pengontrolnya. perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan
kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test).
Dalam tubuh manusia, kolesterol dapat berasal dari makanan sehari-hari
yang digolongkan sebagai kolesterol eksogenik dan yang disintesis di dalam tubuh
sebagai kolesterol endogenik. Kolesterol (C27H45OH ) merupakan alkohol
steroid yang ditemukan dalam lemak hewani/minyak, empedu, susu, dan kuning
telur. Kolesterol sebagian besar disintesiskan oleh hati dan sebagian kecil diserap
dari diet. Keberadaan kolesterol dalam pembuluh darah dengan kadar tinggi akan
membuat endapan/kristal lempengan yang akan mempersempit / menyumbat
pembuluh darah ( Sutejo A.Y.,2006 ). Kolesterol ditemukan dalam sel darah
merah, membran sel, dan otot. Tujuh puluh persen kolesterol berupaester
(dikombinasikan dengan asam lemak) dan 30 % dalam bentuk bebas ( Kee, 2007).
Hiperkolesterolemia adalah kondisi tingginya kadar kolesterol di dalam
darah seseorang. Kolesterol sendiri adalah zat lunak yang bisa ditemukan di dalam
lemak pada darah manusia. Tubuh manusia memerlukan kolesterol untuk terus

1
memproduksi sel-sel yang sehat. Kadar kolesterol tinggi dalam darah bisa
meningkatkan risiko penyakit jantung seseorang, karena timbunan lemak pada
pembuluh darah. Timbunan lemak ini akan menghambat aliran darah dalam arteri,
sehingga jantung bisa tidak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang
dibutuhkan.
Penyakit hiperkolesterolemia membutuhkan terapi jangka panjang dan
cenderung memerlukan pengobatan seumur hidup. Kondisi ini sering
menyebabkan penderita bosan dengan pengobatan konvensional dan memilih
pengobatan alternatif termasuk obat tradisional/jamu (Balasankar dkk, 2013).
Pada proses metabolisme, obat akan diproses melalui hati sehingga enzim
hati akan melakukan perubahan (biotransformasi) kemudian obat menjadi dapat
lebih larut dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin atau empedu. Angka
kejadian kerusakan hati sangat tinggi, dimulai dari kerusakan yang tidak tetap
namun dapat berlangsung lama (Setiabudy, 1979). Salah satu penyebab kerusakan
hati adalah obat-obatan.
Sehubungan dengan hal diatas, telah dilakukan penelitian ekperimental
dengan judul jurnal uji klinik efek formula jamu penurun kolesterol darah
terhadap fungsi hati sebagai dasar pemanfaatan di masyarakat dan pelayanan
kesehatan formal.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan uji ekperimental klinis?


2. Apa saja komponen-komponen uji klinik?
3. Metode apa yang digunakan dalam jurnal?
4. Bagaimana hasil yang didapatkan setelah melakukan uji ekperimental?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian uji ekperimental klinis
2. Mengetahui komponen-komponen uji klinik
3. Mengetahui metode apa yang digunakan dalam jurnal
4. Mengetahui hasil yang didapatkan setelah melakukan uji ekperimental

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penelitian Uji Eksperimental Klinis


Penelitian eksperimental adalah penelitian dengan kontrol (perlakukan)
terhadap eksposure. Dengan kata lain, pada penelitian eksperimental, status
eksposur ditetapkan oleh peneliti sendiri. Kelebihan utama rancangan penelitian
ini adalah apabila intervensi (eksposur) dialokasikan secara acak terhadap sampel
yang cukup besar, penelitian ini mempunyai derajat validitas yang tinggi yang
tidak mungkin dicapai oleh penelitian observasional lainnya (yaitu deskriptif,
kasus kontrol, ataupun kohort).
Dari aspek alokasi intervensi pada subjek penelitian, penelitian
eksperimental dibagi menjadi 2 yakni penelitian eksperimental murni dan kuasi
eksperimental. Pada penelitian eksperimental murni, intervensi dibagi secara acak
pada subjek penelitian. Sebaliknya, pembagian subjek dalam kelompok intervensi
dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random.
Penelitian eksperimental murni dalam konteks klinik dibedakan menjadi
penelitian eksperimental dengan intervensi pencegahan dan intervensi terapetik.
Penelitian eksperimental dengan intervensi terapetik disebut juga uji klinik.
Dalam penelitian ekperimental jenis penelitian Pre-Test Post Test Control dimana
desain ini merupakan pengembangan design Post Test Only dari responden benar-
benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada kelompok
pengontrolnya, perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan kelompok
pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test).

2.2 Komponen-Komponen Uji Klinik


Bukti ilmiah adanya kemanfaatan klinik suatu obat tidak saja didasarkan
pada hasil yang diperoleh dari uji klinik tetapi juga perlu mengingat faktor-faktor

4
lain yang secara objektif dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu uji klinik.
Idealnya, suatu uji klinik hendaknya mencakup beberapa komponen berikut :
1. Seleksi atau pemilihan subjek
Dalam uji klinik, harus ditentukan secara jelas kriteria-kriteria
pemilihan pasien, yaitu:
a. Kriteria inklusi, yakni syarat-syarat yang secara mutlak harus
dipenuhi subjek untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian.
Kriterianya antara lain kriteria diagnosis baik klinik maupun
laboratoris, tingkat keparahan penyakit, asal pasien (rumah sakit
atau populasi), umur, dan jenis kelamin.
b. Kriteria eksklusi (pengecualian), yaitu kriteria yang membatasi
partisipasi subjek dalam penelitian. Sebagai contoh hampir
sebagian besar uji klinik obat tidak memasukkan wanita hamil
sebagai subjek mengingat pertimbangan risiko yang mungkin lebih
besar dibanding manfaat yang didapat. Subjek yang mempunyai
risiko tinggi terhadap pengobatan/perlakuan uji juga secara ketat
tidak dilibatkan dalam penelitian.
2. Rancangan uji klinik
Untuk memperoleh hasil yang optimal perlu disusun rancangan
penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etis,
dengan tetap mengutamakan segi keselamatan dan kepentingan pasien.
Dua rancangan yang sering digunakan, yaitu Randomized Clinical Trial
(RCT) parallel design dan RCT cross-over design.
3. Jenis intervensi dan pembandingnya
Dalam uji klinik, jenis intervensi dan pembandingnya harus
didefinisikan secara jelas. Informasi yang perlu dicantumkan meliputi
jenis obat dan formulasinya, dosis dan frekuensi pengobatan, waktu dan
cara pemberian serta lamanya pengobatan dilakukan. Untuk menjamin
kelancaran pelaksanaan uji klinik dan keberhasilan pengobatan, hendaknya
dipertimbangkan segi-segi teknis yang berkaitan dengan ketaatan pasien
serta ketentuan lain yang diberlakukan selama uji klinik.

5
4. Pengacakan atau randomisasi intervensi
Randomisasi atau pengacakan intervensi mutlak diperlukan dalam
uji klinik terkendali (RCT), dengan tujuan utama menghindari bias.
5. Besar sampel
Beberapa faktor yang mempengaruhi penetapan besar sampel adalah:
a. Derajat kepekaan uji klinik: jika diketahui bahwa perbedaan
kemaknaan klinis antara 2 obat yang diuji tidak begitu besar,
berarti diperlukan jumlah sampel yang besar.
b. Keragaman hasil: makin kecil keragaman hasil uji antar individu
dalam kelompok yang sama, semakin sedikit jumlah subyek yang
diperlukan.
c. Derajat kebermaknaan statistik: semakin besar kebermaknaan
statistik yang diharapkan dari uji klinik, semakin besar pula jumlah
subyek yang diperlukan.
6. Pembutaan (blinding)
Yang dimaksud dengan pembutaan adalah merahasiakan bentuk
terapi yang diberikan. Dengan pembutaan, maka pasien dan/atau
pemeriksa tidak mengetahui yang mana obat yang diuji dan yang mana
pembandingnya. Biasanya bentuk obat yang diuji dan pembandingnya
dibuat sama. Tujuan utama pembutaan ini adalah untuk menghindari bias
pada penilaian respons terhadap obat yang diujikan.
7. Penilaian respons
Penilaian respons pasien terhadap proses terapetik yang diberikan harus
bersifat objektif, akurat, dan konsisten.
8. Analisis dan interpretasi data
Analisis dan interpretasi hasil bergantung pada metode statistik
yang dipakai. Sebagai contoh, untuk menguji perbedaan rerata antara 2
kelompok uji, maka digunakan uji t (student-t test). Pertimbangan lain
adalah konsep kemaknaan statistik dan kemaknaan klinis.
9. Protokol uji klinik

6
Protokol uji klinik memuat petunjuk pelaksanaan uji klinik dan
rancangan ilmiah yang digunakan. Kerangka protokol uji klinik idealnya
mencakup hal berikut ini: latar belakang dan tujuan umum, tujuan khusus,
kriteria pemilihan pasien, prosedur dan tata laksana intervensi, kriteria
penilaian respons, rancangan uji, pencatatan dan randomisasi subjek,
persetujuan tertulis dari pasien, besar sampel, pemantauan, pencatatan dan
manajemen data, penyimpangan protokol, rencana analisis statistik, dan
administrasi.
10. Etika
Etika uji klinik mencakup:
a. Protokol uji klinik yang telah mendapat persetujuan dari komisi
etik (ethical clearance)
b. Menjamin kebebasan pasien untuk ikut serta secara sukarela atau
menolak atau berhenti sewaktu-waktu dari penelitian
c. Menjamin kesehatan dan keselamatan pasien sejak awal, selama
dan sesudah penelitian
d. Keikutsertaan pasien harus dinyatakan dalam written informed-
consent.
e. Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang
diperoleh dari pasien.

2.3 Metode Penelitian Dalam Jurnal


Uji klinik dilakukan dengan rancangan penelitian pre-post test design
dimana desain ini merupakan pengembangan design Post Test Only dari
responden benar-benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada
kelompok pengontrolnya. perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan
kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test).
. Uji klinik dilakukan di Klinik Saintifikasi Jamu, Surakarta. Penelitian
melibatkan 85 subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Kriteria inklusi adalah: subyek dengan kadar kolesterol darah 200 – 300

7
mg/dl, usia 25-55 tahun, laki-laki atau perempuan, bersedia mengikuti
penelitian/jadwal follow up dengan menandatangani informed consent. Kriteria
eksklusi adalah: perempuan hamil atau menyusui (berdasarkan pengakuan),
subyek dengan komplikasi penyakit berat (misal kanker stadium lanjut/ terminal).
Bahan baku yang digunakan sebagai simplisia diambil dari daerah
Karanganyar, determinasi dan pengelolaan simplisia dilakukan di Balai Besar
Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) Tawangmangu. Bahan
baku simplisia terlebih dahulu melalui proses pemilihan bahan secara fisik,
kemudian diuji kromatografi lapis tipis dan kontrol kualitas. Pembuatan bahan
dan kontrol kualitas dilakukan oleh tim Quality Control B2P2TO2T.
Bahan dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan kotoran
yang menempel, kemudian diangin-anginkan dilanjutkan pengeringan di dalam
oven suhu 50 °C selama 7 jam. Simplisia kering dilakukan pengemasan dengan
satu kemasan terdiri: daun jati belanda, daun jati cina, daun tempuyung, daun teh
hijau, rimpang temu lawak, rimpang kunyit, dan herba meniran.
Subyek penelitian yang telah menandatangani informed consent, pada H0
dilakukan anamnesis identitas subyek, riwayat penyakit, gejala klinis,
pemeriksaan fisik diagnostik, dan pemeriksaan laboratorium fungsi hati (SGOT
dan SGPT). Subyek penelitian diberi formula jamu dalam jumlah untuk
penggunaan selama satu minggu, kemudian kontrol seminggu sekali sampai enam
minggu, setiap kontrol diberikan bahan uji formula jamu untuk penggunaan
selama satu minggu. Sejak hari pertama subyek penelitian merebus dan minum
jamu (satu kemasan direbus dengan 4 gelas (800 cc) air sampai mendidih
sehingga air tinggal 2 gelas diminum pagi dan sore), satu kemasan untuk satu hari,
hari berikutnya merebus kemasan yang baru. Subyek penelitian kontrol setiap
seminggu sekali untuk dilakukan anamnesis kemungkinan efek samping dan
dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik. Dilakukan pemeriksaan laboratorium
fungsi hati (SGOT dan SGPT) per tiga minggu sekali.Penelitian ini telah
mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI di Jakarta.

8
2.4 Hasil Yang Didapatkan Setelah Melakukan Uji Ekperimental

Telah dilakukan penelitian uji klinik efek formula jamu


hiperkolesterolemia di Klinik Sainftifikasi Jamu dengan subyek penelitian
berjumlah 85 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik pada subyek penelitian selama perlakuan dan sesudah
perlakuan tidak ditemukan efek samping yang bermakna. Rerata nilai SGOT dan
SGPT subyek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan ditampilkan pada Tabel
1.

Tabel 1. Rerata nilai SGOT dan SGPT subyek

penelitian sebelum dan sesudah perlakuan

Dari hasil pemeriksaan diatas menunjukkan rerata SGPT dan SGPT


sebelum dan sesudah perlakuan masih dalam batas normal. Untuk mengetahui
pengaruh pemberian formula jamu hiperkolesterolemia terhadap fungsi hati,
dilakukan analisis perbedaan kadar SGOT dan SGPT sebelum dan setelah
pemberian jamu dengan uji t berpasangan. Hasil analisis tersebut ditampilkan
pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Analisis Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT sebelum perlakuan (H0) dan
sesudah perlakuan (H21)

9
Tabel 3. Analisis Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT sebelum perlakuan (H0) dan
sesudah perlakuan (H42)

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang


bermakna (p>0,05) kadar SGOT (p=0,925) dan SGPT (p=0,093) sebelum dan
sesudah pemberian formula jamu hiperkolesterolemia hari ke-21. Sedangkan,
Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05)
kadar SGOT (p=0,959) dan SGPT (p=0,113) sebelum dan sesudah pemberian
formula jamu hiperkolesterolemia hari ke-42.
Enzim SGOT dan SGPT merupakan transaminase serum yang peka pada
kerusakan sel-sel hati. Peningkatan 2x atau lebih dari harga normal enzim SGOT
dan SGPT merupakan tanda pasti adanya gangguan sel hati. Kenaikan enzim-
enzim tersebut bisa disebabkan kerusakan sel-sel hati oleh ramuan jamu atau
obat-obatan yang toksik terhadap sel sel hati (hepatotoksik). Hasil analisis diatas
didapatkan nilai SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah minum ramuan jamu
tidak berbeda bermakna. Rerata hasil pemeriksaan SGOT dan SGPT pada hari ke-
21 dan ke-42 mengalami peningkatan sedikit, tetapi masih kurang dari 2x lipat.
Dari data diatas bisa disimpulkan penggunaan formula jamu penurun kolesterol
darah selama 42 hari tidak mengganggu fungsi hati. (Mc.Gilvery, R.W.and
Golstein, G.W.,1996)

10
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

11
DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai