Anda di halaman 1dari 6

30 BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1.

Epidemiologi Asma Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30%
penderita mempunyai gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80–90% anak
yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum usia 4–5 tahun.
Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang yang relatif mudah ditangani. Sebagian
kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak
yang terus menerus dari pada musiman. Hal tersebut yang menjadikannya
tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain,
dan fungsi dari hari kehari.10,15Prevalensi asma anak di Australia dengan
usia 12–13 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi
29,7% pada 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang
bervariasi antara 3–8%, penelitian yang dilakukan di Medan, Palembang,
Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%,
8,08%, 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma yang dilakukan pada
siswa SMP di beberapa tempat di Indonesia, antara lain Palembang di
mana prevalensi asma sebesar 7,4%, Jakarta prevelansi asma sebesar 5,7%
dan Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum disimpulkan
kecendrungan perubahan prevalensi berdasarkan bertambahnya usia
karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SMP, namun
tampaknya terjadi penurunan prevalensi siswa SMP
31 sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh
tahun. Hal ini yang menyebabkan prevelansi asma pada orang dewasa
lebih rendah dibandingkan dengan angka kejadian asma pada
anak.6,15Tabel 1. Prevalensi Asma di
Indonesia10Peneliti(Kota)TahunJumlah SampelUmur (Tahun)Prevalensi
(%)Djajanto (Jakarta)199112006 –1216,4Rosmayudi
(Bandung)199348656 –126,6Dahlan(Jakarta)1996-6 –1217,4Arifin
(Palembang)1996129613 –155,7Rosalina (Bandung)1997311813 –
152,6Yunus F (Jakarta)2001223413 –1411,5Kartasasmita CB
(Bandung)200226786 –73,0Rahaya NN (Jakarta)2002129613 –146,72.2.
Definisi Asma Asma merupakan kumpulan tanda dan gejala mengi serta
batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara periodik dan atau
kronik cenderung pada malam hari atau dini hari (nokturnal) musiman.
Adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel
baik secara spontan maupun penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau
atopi lain pada pasien atau keluarga sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan.10Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Episodik
32 tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.3Batuk kronik berulang yaitu batuk yang berlangsung lebih
dari 14 hari dan/atau tiga atau lebih episod dalam waktu 3 bulan berturut-
turut.10Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hiperaktivitas
bronkus, sehingga pengobatan asma adalah mengatasi bronkospasme.
Konsep terkini yakni asma merupakan proses inflamasi kronik yang khas
melibatkan dinding saluran respiratorik menyebabkan terbatasnya aliran
udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya
inflamasi saluran respiratorik adalah aktivitas eosinofil, sel mast, makrofag
dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses
inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak bergejala. 10Hasil
penelitian International Study on Asthma an Alergies in Childhoodpada
tahun 2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit
asma tidak dapat disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang
ada saat ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol
yang baik diperlukan oleh penderita untuk terbebas dari gejala serangan
asma dan bisa menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk mengontrol
gejala asma secara baik, maka penderita harus bisa merawat penyakitnya,
dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut. 15Asma secara
relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan
dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu
orang meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita
asma yang
33 meninggal dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau
kontrol asma yang buruk.6Walaupun asma merupakan penyakit yang
dikenal luas oleh masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami,
sehingga timbul anggapan dari sebagian perawat dan masyarakat bahwa
asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan
pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator.
Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat dan pasien untuk
mengatasi gejala penyakit asma saja, bukannya mengelola asma secara
lengkap. Khususnya terhadap gejala sesak napas dan mengi dengan
pemakaian obat-obatan. Pengetahuan yang terbatas tentang asma membuat
penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik.16Banyak kasus
terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan
manifestasi riwayat atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada
populasi diperkirakan faktor riwayat atopi memberikan kontribusi 40%
penderita asma anak dan dewasa.9,10,172.3. Patogenesis AsmaAsma
merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding
saluran pernapasan, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan
peningkatan reaktivitas saluran napas.10 Pada anak dan dewasa muda,
asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-
dependent. Reaksinya adalah kelainan inflamasi dari saluran napas.
Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T,
makrofag, neutrofil dan sel epitel.17
34 2.3.1. Inflamasi Akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh
sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi
respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada
sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi imunologik yang
timbul akibat paparan dengan alergen awalnya menimbulkan fase
sensitisasi. IgE yang menempel pada sel mast yang menyebabkan
degranulasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel plasma, Ig E
melekat pada FC reseptor pada membran sel mast dan basofil. Degranulasi
mengeluarkan preformed mediator (histamin), protease dan newly
generated mediator (leukotrin, prostaglandin dan PAF).Terjadi degranulasi
sel mast, dilepaskan mediator-mediator: histamin, leukotrien C4 (LTC4,)
prostaglandin D2(PGD2), tromboksan A2 tryptae. Mediator-mediator
tersebut yang menimbulkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus
dan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan
akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan
asma akut. Keadaan ini akan segera pulih kembali (serangan asma hilang)
dengan pengobatan.3,9,18Sedangkan pada reaksi asma tipe lambat terjadi
reaksi yang timbul antara 6–9 jam setelah terpapar alergen melibatkan
pengerahan eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. Akibat
pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang diproduksi oleh sel mast dan sel
limfosit basofil, monosit dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis T-
helper(Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi
sitokin. Mekipun kedua jenis limfosit T mengsekresi IL3 dan granulocyte
monocyte-colony simulating factor (GM–CSF), Th- 1 terutama
memproduksi IL–2, IF gamma, dan TNF beta
35 sedangkan Th 2 terutama memproduksi sitokin yang terlibat dalam
asma yakni IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan IL-16.18 Sitokin yang dihasilkan
oleh Th-2 bertanggung jawab terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Masing-masing sel radang berkemampuan mengeluarkan mediator
inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil Peroxidase (EPX),
Eosinophil Chemotactic Protein (ECP) dan Mayor Basic Protein(MBP),
mediator-mediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang
menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4,
PGD2. Mediator terebut dapat menimbulkan bronkospasme.18Sel
makrofag meskresi IL-8, Platelet Activiting Factor (PAF), Regulated upon
Activation Novel T Cell Expression and Pressumbly Secreted (RANTES).
Semua mediator di atas merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan
proses peradangan mempertahankan proses inflamasi.18 Mediator inflamasi
tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus
mudah konstruksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan
terjadi peningkatan permeabilitas, bila ada rangsangan spesifik mapun non
spesifik. Secara klinis gejala asma menetap, penderita akan lebih peka
terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila
paparan berlangsung terus dan penatalaksanaankurang
adekuat.3,9,10,172.3.2. Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi
pada inflamasi jenis kronik seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel
mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.3, 9
36 2.4. Patofisiologi Asma2.4.1. Inflamasi Saluran Napas Peradangan
terjadi mulai dari saluran napas bagian atas dan kebanyakan radang terjadi
di bronkus. Invariant natural killer sel T dan Th2 yang melepaskan
mediator-mediator yang menimbulkan gejala-gejala. Sel-sel struktural dari
saluran napas juga memproduksi mediator-mediator peradangan dan
menimbulkan kelanjutan peradangan akibat mediator-mediator dengan
cara yang bervariasi. Lebih dari 100 aneka ragam mediator yang
menyebabkan peradangan saluran napas yang kompleks. Sel inflamasi
yang terlibat adalah sel mast, eosinofil, limfosit terutama Th2, sel
dendritik, makrofag dan neutrofil.172.4.2. Perubahan Struktur Saluran
Napas Perubahan struktur saluran napas dikenal sebagai perubahan model
saluran napas pada pasien asma. Sebagian dari perubahan tersebut
berhubungan dengan keparahan dari penyakit ini dan menyebabkan
penyempitan saluran napas yang menetap. Perubahan tersebut mungkin
menimbulkan perbaikan sebagai responsi pada inflamasi kronis. Faktor
yang berperan dalam obstruksi jalan napas yaitu: bronkokonstriksi yaitu
kontraksi otot polos bronkus, merupakan dasar reversibilitas pada asma,
edema dinding saluran napas, akibat inflamasi kronik pada kondisi asma
sehari-hari yang meningkat pada saat eksaserbasi akut, penebalan dinding
jalan napas, akibat penebalan membran basal, yang dikenal dengan airway
remodelling, hipersekresi mukus menyebabkan sumbatan lumen jalan
napas oleh lendir yang mengental.3,17
37 2.4.3. Hiperesponsif Saluran NapasHiperesponsif saluran napas
dikaitkan pada peradangan dan perbaikan pada saluran napas dan sebagian
dapat disembuhkan dengan terapi. Mekanisme hipereaktifitas bronkus
berhubungan dengan beberapa faktor: kontraksi otot polos bronkus, baik
karena volume otot yang meningkat maupun karena kontraksi sel-sel otot,
uncoupling of airway contraction, karena perubahan pada dinding jalan
napas akibat inflamasi, penebalan dinding jalan napas akibat edema dan
perubahan struktur yang menambah penyempitan jalan napas, serabut
sensorik yang tersensitisasi antara lain oleh inflamasi sehingga
menimbulkan penambahan bronkokonstriksi saat respons dengan
ransangan/stimuli.3,17Gambar 1. Penyajian diagramatik hubungan antara
sel infamatori dan mediator, cytokines inflamatori, dan patogenesis yang
direncanakan, penyajian klinik untuk asma (ECP, eosinophil protein
kemotatik, GM-CSF, faktor simulasi koloni granulacyte-macrophage,
IAR, reaksi asma segera, IFN, interferon, IL, interleukin, LAR, respon
asma, LT, Leokotrine, MBP, protein dasar pokok, PAF, faktor aktif
platelet, PG, prostaglandin (dikutip dari Warner, 2001)
38 2.4.4.Remodeling Saluran NapasSejalan dengan proses imflamasi
kronik, kerusakan epitel bronkus merangsang proses perbaikan saluran
respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang
menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah
remodelingatau repair. Kerusakan epitel bronkus disebabkan
dilepaskannya sitokin dari sel inflamasi seperti eos inofil. Kini dibuktikan
bahwa otot polos saluran napas juga memproduksi sitokin dan kemokin
seperti etaxin, RANTES, GM-CSF, dan IL-5 juga faktor pertumbuhan dan
mediator lipid sehingga mengakibatkan penumpukan kolagen di lamina
propia.8,17,18Pada proses remodelling yang berperan adalah sitokin II-4,
TGF beta dan Eosinophil Growth Factor. TGF beta merangsang sel
fibroblast berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia, pembentukan
kolagen bertambah. Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan
epitel yang rusak, jaringan membran basalis mukosa menebal
(pseudoethickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, inflitrasi sel
radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan
perbaikan klinis tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang
persisten dan memberikan gambaran asma kronis.18Menurut paradigma
lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel bronkus yang
disebabkan oleh proses inflamasi kronis, sehingga apabila obat
antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka
inflamasi berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi
irreversibel dan proses remodeling bertambah hebat.3,9,17,18
39 Pada penelitian anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum
bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofil dan
penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses
remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi.
Apabila intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa
jadi tindakan ini telah terlambat untuk mencegah terjadinya proses
remodeling.10,17,18 2.5.Diagnosis AsmaDiagnosis asma ditegakkan
berdasarkan manifestasi klinis yang ada (sekarang maupun yang pernah
terjadi) dan munculnya keterbatasan aliran udara dijalan napas. Asma
harus diduga bila muncul gejala seperti mengi, rasa berat didada, batuk
(dengan atau tanpa dahak) dan sesak napas dengan derajat bervariasi.
Mengi adalah gejala yang sering ditemui, kuesioner menunjukkan bahwa
sekitar 30% dari penderita mengi merupakan salah satu
keluhan.6,10,19Keterbatasan aliran udara disaluran napas dapat diketahui
dengan uji faal paru yaitu dengan Peak Flow meter dan spirometer. The
National Heart and Blood Institute (NHBLI) menentukan prinsip dasar
untuk menentukan asma yaitu adanya hasil spirometri yang mendukung
disertai dengan tanda- tanda penting antara lain: wheezing, riwayat batuk
yang memberat pada malam hari, dada terasa berat saat bernapas, adanya
sesak napas muncul setelah olahraga, infeksi virus, bulu binatang, karpet,
kapuk, asap rokok, perubahan cuaca, dan gejala ini memberat pada saat
malam hari.3,20

Anda mungkin juga menyukai