Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT ASMA BRONCHIAL

YULIANTI YUNUS, S.kep


NIM. C03119130

MENGETAHUI

PRESEPTOR AKADEMIK TTD:

Ns. Haslinda Damansyah, M.Kep

TANGGAL PENGGUMPULAN 1. Tgl :


2. Tepat Waktu
3. Terlambat

SARAN PRESEPTOR AKADEMIK

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIAL
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Asma adalah gangguan saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodic (kontaksi spasme pada saluran napas).Bronkus menglami inflamasi atau
peradangan dan hiperresponsif sehingga saluran napas menyempit dan
menimbulkan kesulitan bernapas. Asma adalah penyakit obstruksi saluran
pernafasan yang bersifat reversible dan berbeda dari obstruksi saluran pernapasan
lain seperti pada penyakit bronchitis yan bersifat ireversibel dan kontinyu.

2. Etiologi
Secara umum, para penderita asma mengalami penyempitas bronkus yang
disebabkan oleh hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma biasanya sangat
sensitive terhadap rangsangan baik iritas, bau, udara dingin, infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah, stress,dan sebagiannya.
Menurut penyebabnya asama terbagi menjadi alergi, idiopatik atau
nonalergi dan campuran (mixed) :
a. Asma alergik atau ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma yang disebabkan
oleh allergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,
makanan). Allergen yang paling umum adalah allergen yang perantaraan
penyebarannya melalui udara (air bone) dan allergen yang muncul secara
musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eczema atau
rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma umumnya dimulai saat anak-anak.
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsic, merupakan jenis asma yang
tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Factor-faktor
seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi, dan polusi
lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi,
antagonis, beta-adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat
berperan sebagai factor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik
dapat menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat
berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma
jenis ini dapat berkembanga menjadi asma campuran. Bentuk asma ini
biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun).
c. Asma campuran (mixed astma), merupakan bentuk asma yang paling sering
ditemukan. Dikarakteristikkan dengan bentuk jenis asma alergi dan
idiopatik atau nonalergi.

3. Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.Pencetus serangan asma
dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang
dapat menginduksi respons inflamasi akut.Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.Jalur imunologis didominasi oleh
antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari
fase cepat dan fase lambat.Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan
ini disebut atopi.Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan
sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil.Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi
IgE orang tersebut meningkat.Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE
yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai macam mediator.Beberapa mediator yang dikeluarkan
adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu
akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,
obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan
alergen.Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus.Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama 16-24
jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu.Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil, sel T, sel mast dan antigen presenting cell (APC) merupakan sel-sel
kunci dalam patogenesis asma.Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin
juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke
dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat
terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara
dingin, asap, kabut dan SO2. Sama halnya pada manusia, perubahan struktur
saluran nafas pada asma berkontribusi pada perkembangan dan progreisifitas
penyakit, pada kasus yang berat, obstruksi aliran nafas sering diakibatkan
hyperplasia sel mucus, penebalan membrane subepitelial, peningkatan otot polos
melalui hipertrofi dan hyperplasia, saluran nafas mulai fibrosis dengan
peningkatan deposit jaringan ikat dan terjadi juga proliferasi mioblast dan
fibroblast. Aktivasi otot polos saluran nafas selama bronkokonstriksi merubah
ukuran saluran nafas dan menyebabkan stress mekanikal pada dinding saluran
nafas. Sel epital saluran nafas, sel otot polos dan fibroblast merupakan respon
terhadap stress mekanikal tersebut. Respon epitel terhadap stress mekanik adalah
berinteraksi dengan sel mesenkim untuk koordinasi remodeling jaringan.
4. Pathway

Alergi, Virus, Infeksi, Kecemasan, Udara dingin

Masuk saluran nafas

Imunologis

Terjadi
Sensitivitas

Imunoglobulin E

Mengeluarkan mediator

Histamine,
leukotrin,eosinofil,dan
bradikinine keluar

Disfungsi alveoli Menyebabkan


terganggu permeabilitas kapiler

Pertukaran O2& Menyebabkan


Obstruksi jalan nafas
CO2terganggu produksi mukus

Bersihan jalan nafas Sesak


Gangguan
pertukaran gas tidak efektif
Pola nafas tidak
efektif
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing.Serangan seringkali terjadi pada malamhari. Asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesakdalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan
setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalanapas yang tersumbat menyebabkan
dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal,
kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”,
kondisiini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

6. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala gejala
yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan
pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuanutama dari berbagai
macam pengobatan adalah pasien segeramengalami relaksasi bronkus.
Terapi awal, yaitu:
1) Memberikan oksigen pernasal
2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberianyang dapat diulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberianantagonis beta 2 adrenergik
dapat secara subcutan atau intravenadengan dosis salbutamol 0,25 mg
dalam larutan dekstrose 5%
3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidakada respon
segera atau dalam serangan sangat berat
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
6) Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
b. Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
1) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik
2) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
4) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
5) Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
6) Hindarkan pasien dari faktor pencetus

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20% menunjukkan
diagnosis Asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain- lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan
serangan Asma berat.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai
adanyamiselium Aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinophil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk
membedakan Asma dari Bronchitis kronik (Sundaru, 2006)

8. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah
:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.Keadaan ini
dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagidapat
menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, jugadikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir
di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec,
kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang
mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang
berat.Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lainnya, misalnya pada otak dan mata.Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak.Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir (dahak).Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udaramenjadi sempit oleh adanya
lendir.
g. Fraktur iga

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Pola pemeliharaan kesehatan


Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal
sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai
kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan- kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak,
potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi,
hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang
dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja,
dan aktifitas lainnya.Aktifitas fisik dapat terjadi factor pencetus terjadinya
Asma.
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat.Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien.Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri
pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami pasien
sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang pun akan
semakin tinggi.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikankondisinya berhubungan dengan
orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini
akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
serangan Asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan
pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap
stresor.
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang
Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif (Perry 2005 & Asmadi 2008).

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.


b. Bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi.
3. RENCANA INTERVENSI

Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi


No
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Terapi Oksigen
intervensi keperawatan
Berhubungan dengan Tindakan
selama …. x 24 jam maka
hambatan upaya napas
Pola napas membaik Observasi
ditandai dengan
dengan kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan
Gejala dan tanda mayor
1. Dispnea : Menurun aliran oksigen
Subjetif 2. Penggunaan otot bantu 2. Monitor posisi alat

napas : Menurun terapi oksigen


1. Dispnea
3. Ortopnea : Menurun 3. Monitor efektifitas
Objektif
4. Frekuensi napas : terapi oksigen (mis.
1. Penggunaan otot bantu Oksimetri, analisa
Membaik
pernapasan gas darah), jika perlu
5. Kedalaman Napas :
2. Fase ekspirasi 4. Monitor kemampuan
Membaik
memanjang melepaskan oksigen
3. Pola napas abnormal saat makan
(mis. 5. Monitor tanda-tanda
takipnea,bradipnea, hipoventilasi
hiperentilasi, kussmaul, 6. Monitor integritas
cheyne-stokes) mukosa hidung
Gejala dan tanda minor akibat pemasangan

Subjektif oksigen
Terapeutik
1. Ortopnea
Objektif 1. Bersihkan secret
pada mulut, hidung
1. Pernapasan pursed-lip
dan trakea, jika perlu
2. Pernapasan cuping
2. Pertahankan
hidung
3. Diameter Thoraks kepatenan jalan
anterior-posterior napas
meningkat 3. Siapkan dan atur
4. Ventilasi semanit peralatan pemberian
manurun oksigen
5. Kapasitas vital 4. Berikan oksigen
menurun tambahan, jika perlu
6. Tekanan ekspirasi 5. Tetap berikan
menurun oksigen saat pasien
7. Tekanan inspirasi ditransportasi
menurun 6. Gunakan perangkat
8. Ekskursi dada berubah oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi

1. Ajarkan pasien dan


keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi

1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas
dan/atau tidur.

2. Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan Manajemen jalan


Tidak Efektif intervensi keperawatan Napas
Berhubungan dengan selama …. x 24 jam maka Tindakan :
spasme jalan napas Bersihan jalan napas
Observasi
ditandai dengan meningkat dengan kriteria
hasil : 1. Monitor pola napas
Gejala dan tanda mayor
( Frekuensi,
1. Batuk efektif :
Subjektif Kedalaman, Usaha
Meningkat
napas)
(tidak tersedia) 2. Produksi sputum :
2. Monitor bunyi napas
Objektif Menurun
tambahan ( mis.
3. Mengi : Menurun
1. Batuk tidak efektif atau gurgling, mengi,
4. Wheezing : Menurun
tidak mamapu batuk wheezing, ronchi
5. Dispnea : Menurun
2. Sputum berlebih / kering)
6. Ortopnea : Menurun
obstruksi di jalan napas 3. Monitor sputum
7. Sulit bicara : Menurun
/ menokium di jalan (jumlah, warna,
8. Sianosis : Menurun
napas (pada neonatus) aroma)
9. Gelisah : Menurun
3. Mengi, wheezing Terapeutik
10.Frekuensi napas :
dan/atau ronchi kering 1. Posisikan semi-fowler
Membaik
Gejala dan tanda minor atau fowler
11.Pola napas : Membaik
Subjektif 2. Berikan minuman
hangat
1. Dispnea
3. Keluarkan sumbatan
2. Sulit bicara
benda padat dengan
3. Ortopnea
forsep McGill
Objektif
4. Berikan oksigen, Jika
1. Gelisah perlu
2. Sianosis Edukasi
3. Bunyi napas menurun
1. Anjurkan asupan
4. Frekuensi napas
cairan 2000ml/hari,
berubah
Jika tidak
5. Pola napas berubah
kontraindikasi
Kolaborasi

1. Kolaorasi pemberian
bronkodilator,
Ekspektoran,
Mukolitik, Jika perlu
Latihan batuk efektif

Tindakan

Observasi

1. Identivikasi
kemampuan batuk
2. Monitor adanya
retensi sputum
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi saluran
napas
4. Monitor input dan
output cairan (mis.
jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik

1. Atur posisi semi-


fowler atau fowler
2. Buang sekret pada
tempat sputum

Edukasi

1. Anjurkan tarik napas


dalam melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
dikeluarkan dari
mulut dengan bibir
mencucu ( dibulatkan)
selama 8 detik
2. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam
hingga 3 kali
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu
3. Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Gas keperawatan selama …. x
Tindakan
24 jam makaPertukaran
Berhubungan dengan
gas meningkat dengan Observasi
ketidakseimbangan
kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi,
ventilasi perfusi ditandai
dengan 1. Tingkat kesadaran : irama, kedalaman dan

Meningkat upaya napas


Gejala dan tanda mayor
2. Dispnea : Menurun 2. Monitor pola napas
Subjektif 3. Bunyi napas (seperti

tambahan :Menurun bradipnea,takipnea,hi


1. Dispnea
4. Takikardia : Menurun perventilasi,kussmaul,

5. Pusing : Menurun chyne-stokes, biot,


Objektif ataksik)
6. Penglihatan kabur :
1. PCO2 Menurun 3. Monitor adanya

meningkat/menurun 7. Diaforesis : Menurun sumbatan jalan napas


4. Palpasi kesimetrisan
2. PO2 menurun 8. Gelisah : Menurun ekspansi paru
3. Ph arteri meningkat/ 9. Napas cuping hidung : 5. Auskultasi bunyi
menurun Menurun napas
4. Bunyi napas tambahan 10.PCO2 : Membaik 6. Monitor saturasi
Gejala dan tanda minor 11. PO2 : Membaik oksigen
12.Ph arteri : Membaik 7. Monitir nilai AGD
Subjektif
13.Sianosis : Membaik Terapeutik
1. Pusing 14.Pola napas : Membaik
1. Atur intervasl
2. Penglihatan kabur
pemantauan respirasi
Objektif
sesuai kondisi pasien
1. Sianosis 2. Dokumentasikan hasil
2. Diaforesis pemantauan
3. Gelisah Edukasi
4. Napas cuping hidung
1. Jelaskan tujuan dan
5. Pola napas abnormal
prosedur pemantauan
(cepat/lambat,
2. Informasikan hasil
reguler/ireguler,
pemantauan, Jika
dalam/dangkal
Perlu
6. Warna kulit abnormal (
mis. pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku


Kedokteran.
Smeltzer, Sizanne C. Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Medah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol 1,2),Alih bahasa olrh Agung. Wuloyo…
(dkk), EGC, Jakarta.
Sundaru, Heru, Sukamanto, 2006 Asma Bronkhial dalam Sudoyo, Aru W, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadhibrata, S Setiati, editor. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Jakarta : Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK Ul. Pp 24550.
Utama, Saktya Yudha Ardhi. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Respirasi Ed. 1. Yogyakarta. Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai