Anda di halaman 1dari 64

ASMA

Preseptor: Rodman Tarigan, dr., Sp.A(K), M.Kes


LO: Wita Rostania, dr.
Dibuat oleh: Ino Hajrin Ilham, Jihan Qonita Salsabila
Definisi
• Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering
dijumpai baik pada anak maupun dewasa.
• Asma merupakan suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan
riwayat gejala-gejala seperti wheezing( (mengi), sesak napas, dan batuk.
[GINA)
• Asma merupakan gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan
obstruksi saluran respiratori dan hiper-responsif bronkus, yang secara
klinis ditandai dengan adanya wheezing, batuk, dan sesak napas yang
berulang. [International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma]
• Asma merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak
ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak,
membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan
angka absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik di
sekolah menurun
Mortalitas
• Mortalitas penyakit asma meningkat dari tahun 1980 sampai 1995
dari 14,3 menjadi 20,6 juta. Sedangkan antara tahun 2000 sampai
2004 menurun dari 16,1 menjadi 12,8 juta. Angka ini bukan hanya
anak tetapi asma keseluruhan, kematian paling banyak pada
orangtua >65 tahun, dan dua per tiga diantaranya wanita.
Patogenesis
Sel inflamasi yang berperan pada asma:
• Sel mast  mediator inflamasi (histamin,
LK, PG)  bronkokonstriksi
• Eosinofil  protein dasar yang dapat
merusak sel epitel
• Limfosit T  sitokin (IL-4, 5, 9, 13) 
produksi IgE
• Sel dendritik  menangkap allergen 
migrasi ke KGB regional
• Makrofag  reseptor IgE  produksi
mediator inflamasi dan sitokin
• Remodeling saluran respiratori
• Proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah
struktur saluran respiratori melalui dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan
maturase struktur sel
• Meningkatnya sel goblet di epitel
• Penebalan basement membrane
• Hipertrofi otot polos
Patofisiologi
DIAGNOSIS &
KLASIFIKASI
Diagnosis

Anamnesis
• Keluhan utama: • Riwayat alergi pada pasien dan
• Wheezing atau keluarganya
• Batuk kronik berulang (BKB) • Variabilitias, intensitas gejala
bervariasi dari waktu ke waktu,
• Karakteristik khas asma: biasanya gejala lebih berat saat
• Gejala timbul episodik/berulang malam
• Timbul bila ada factor pencetus • Reversibilitas, gejala membaik
(iritan, allergen, infeksi respiratori secara spontan atau dengan obat
akut, aktivitas fisis) pereda asma
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
• Stabil tanpa gejala  tidak ditemukan • Uji fungsi paru dengan spirometry
kelainan • Skin prick test
• Sedang bergejala  wheezing baik • Pemeriksaan IgE spesifik
secara langsung maupun dengan
auskultasi • Uji inflamasi saluran respiratori
dengan FeNO (fractional exhaled nitric
• Gejala alergi (DA, rhinitis alergi, oxide)
allergic shiners, geographic tongue)
• Uji provokasi bronkus dengan
exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik
Klasifikasi

Berdasarkan Umur Berdasarkan Fenotip


• Asma bayi – baduta (bawah dua • Asma tercetus infeksi virus
tahun) • Asma tercetus aktivitas
• Asma balita (bawah lima tahun) • Asma tercetus allergen
• Asma usia sekolah (5-11 tahun) • Asma terkait obesitas
• Asma remaja (12-17 tahun) • Asma dengan banyak pencetus
Berdasarkan kekerapan timbulnya
gejala Berdasarkan derajat beratnya serangan
• Asma intermitten (gejala <6x/tahun • Asma serangan ringan-sedang
atau jarak antar gejala >6 minggu) • Asma serangan berat
• Asma persisten ringan (gejala • Serangan asma dengan ancaman henti
>1x/bulan, <1x/minggu) napas
• Asma persisten sedang (>1x/minggu,
tidak setiap hari)
• Asma persisten berat (gejala terjadi
hampir tiap hari)
Berdasarkan derajat kendali Berdasarkan keadaan saat ini
• Asma terkendali penuh (well • Tanpa gejala
controlled) • Ada gejala
• Asma terkendali Sebagian (partly • Serangan ringan-sedang
controlled)
• Serangan berat
• Asma tidak terkendali
(uncontrolled) • Ancaman gagal napas)
Tatalaksana
Jangka Panjang
Tujuan tata laksana

Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah mencapai kendali asma
sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara
optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga.
2. Gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari.
3. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin
terjadi, terutama yang memengaruhi tumbuh kembang anak.
Apabila tujuan ini belum tercapai maka tata laksananya perlu dievaluasi
kembali.
Tata laksana medikamentosa
Tujuan tata laksana asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan kendali
asma serta menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal. Obat
asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
1. Obat pereda (reliever) Obat ini digunakan untuk meredakan serangan atau
gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak
ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan.
2. Obat pengendali (controller). Digunakan untuk mencegah serangan asma.
Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori
kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Pemakaian obat ini
secara terus-menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada
kekerapan gejala asma dan responsnya terhadap
pengobatan/penanggulangan.
Cara pemberian obat

• Pemilihan alat inhalasi sebaiknya juga mempertimbangkan efikasi obat,


keamanan, Kenyamanan penggunaan, dan biaya
• Inhalasi dosis terukur/Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer merupakan
pilihan utama karena memberikan kenyamanan kepada pasien, jumlah obat
yang mencapai paru lebih banyak, risiko dan efek samping minimal, serta biaya
lebih murah
• Pemakaian spacer mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring). Hal ini
menyebabkan jumlah obat yang akan tertelan berkurang sehingga mengurangi
efek sistemik.
• Sebaliknya, deposisi obat dalam paru lebih baik sehingga didapatkan efek
terapeutik yang baik
Obat Pengendali Asma
• Steroid Inhalasi
- Steroid inhalasi umumnya
diberikan dua kali dalam sehari,
kecuali ciclesonide(yang diberikan
sekali sehari
- Tidak digunakan pada asma
intermiten dan wheezing akibat
infeksi virus. (bisa diganti dengan
antileukotrien)
- Tidak mempengaruhi tinggi badan
dan densitas tulang
- Pemberian steroid inhalasi
sebagai tata laksan asma
jangka! Panjang harus
dipertimbangkan pada pasien
asma dengan salah satu dari
kriteria berikut:
- Mengalami serangan asma
pada 2 tahun terakhir
- Penggunaan obat Pereda
asma 3 kali dalam satu minggu
- Terbangun karena serangan
asma 1 kali dalam satu
minggu.
Agonis β2 kerja panjang (Long
acting ß2 agonist, LABA) Antileukotrien

• Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor


• Agonis β2 selalu cysteinyl-leukotriene 1(CysLT1) seperti
dikombinasikan dengan steroid montelukast, pranlukast, dan zafirlukast, serta
inhalasi jangka panjang pada inhibitor 5-lipoxygenase seperti zileuton
anak asma yang berusia 5 tahun • Memiliki efek bronkodilatasi kecil dan
ke atas karena kerja agonis tidak bervariasi, mengurangi gejala batuk,
dapat bekerja tunggal memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi
• Digunakan untuk mencegah inflamasi jalan napas dan eksaserbasi
spasme bronkus yang dipicu • Mencegah Exercise induced asthma,(EIA) dan
olahraga Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Teofilin Lepas Lambat
• Dapat diberikan tunggal atau dapat dikombinasikan dengan sterid
pada anak usia di atas 5 tahun.
• Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin dapat menurunkan dosis
steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten
• Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual, muntah,
anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut, dan
diare. Efek samping teofilin lepas lambat timbul pada pemberian dosis
tinggi, di atas 10mg/kgBB/hari
Anti-immunoglobulin E (Anti-IgE)
• Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum.
• Pada orang dewasa dan anak di atas usia 5 tahun, omalizumab dapat
diberikan pada pasien asma yang telah mendapat steroid inhalasi dosis
tinggi dan agonis β2 kerja panjang mamun masih sering mengalami
eksaserbasi dan terbukti asma karena alergi.
• Diberikan secara injeksi setiap 2-4 minggu
• Pemberian omalizumab akan menurunkan kebutuhan steroid inhalasi
namun harnganya relative mahal
• Efek samping : urtikaria, kemerahan, dan gatal
Penentuan Derajat Kendali
Jenjang Pengendalian Asma
Keterangan
1. Acuan awal penetapan jenjang tataaksana jangka panjang
menggunakan klasifikasi kekerapan
2. Bila suatu jenjang dalam tatalaksana sudah berlangsung selama 6-8
minggu dan asma belum terkendali, maka tatalaksaa naik jenjang ke
atasnya
3. Bila suatu jenjang dalam tatalaksana sudah berlangsung selama 8-12
minggu dan asma terkendali penuh, maka tatalaksana turun jenjang
kebawahnya
4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek-aspek
penghindaran, penyakit penyerta
5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali, tatalaksana ditambahkan
omalizumab
Tatalaksana
Serangan Asma
Definisi
• Serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif
(perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa
dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
• Serangan asma biasnya menerminkan gagalnya tatalaksana asma
jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus
Tujuan Tatalaksana Srangan Asma
 Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin
Mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka panjang untuk
mencegah kekambuhan
Patofisiologi Serangan Asma
Penilaian Derajat Keparahan Serangan Asma
Tahapan Tatalaksana Serangan Asma

1. Tatalaksana dirumah

• Jika tidak ada keadaan seperti keadaan diatas maka berikan inhalasi agonis
β2 kerja Pendek, via nebulizer atau dengan MDI + spacer,sebagai!berikut :
A. Jika via nebulizer
1. Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat! responsnya. Bila gejala (sesak napas dan wheezing)
menghilang, cukup diberikan satu kali.
2. Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian sekali lagi
3. Jika dengan 2 kali pemberianagonis β2 kerja pendek via nebulizer belum membaik, segera
bawa ke fasyankes.
B. Jika diberikan Via MDI (Metered dose Inhaler) + spacer
1. Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer (dengan dosis: 2-4
semprot. Berikan satu semprot obat ke dalam spacer ( diikuti 6-8! tarikan
napas melalui antar muka (interface) spacer( berupa masker atau
mouthpiece. Bile belum ada respons berikan semprot berikutnya dengan
siklus yang!sama.
2. Jika membaik dengan dosis <4 semprot, inhalasi dihentikan.
3. Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa ke
fasyankes.
2. Tatalaksana di Fasilitas Pelayanan
Kesahatan Primer
Anamnesis
Waktu mulainya da pemicu serangan saat ini (jika diketahui)
Gejala-gejala untuk menilai keparahan serangan, termasuk
ketebatasan aktifitas fisik, adanya gejala anafilaksis
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian
Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini.
Pengobatan yang dipakai saat ini (obat Pereda dan pengendali),
termasuk dosis dan alat inhalasi yang dipakai, ketaatan, peningkatan
dosis dan respons terhadap pengobatan yang dipakai saat ini.
2. Tatalaksana di Fasilitas Pelayanan
Kesahatan Primer
Pemeriksaan fisik
Tanda vital dan derajat serangan, meliputi: derajat kesadaran, suhu,
frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, kemampuan bicara
lengkap satu kalimat, retraksi dinding dadadan wheezing
Tanda komplikasi atau penyakit penyerta (anafilaksis, pneumonia,
pneumotoraks)
Tanda dari kondisi lain yang dapat menjadi penyebab distress
respirasi (misalnya tanda gagal jantung, inhalasi benda asing,
obstruksi saluran napas atas)
2. Tatalaksana di Fasilitas Pelayanan
Kesahatan Primer
Pemeriksaan Penunjang
Periksa saturasi oksigen dengan pulse oximetry. Saturasi oksigen
<92% merupakan tanda serangan berat yang memerlukan tindakan
yang agresif
Pasien dengan serangan
asma atau ancaman henti
napas yang di rujuk ke RS
Tindak Lanjut
Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang dibawakan
pulang adalah agonis β2 kerja pendek (bila tersedia sangat dianjurkan
pemberian inhalasi daripada pemberian preparat oral) dan steroid oral.
Jika pasien dengan asma persisten, berikan obat pengendali. Apabila
pasien sebelumnya sudah diberi obat pengendali, lalu evaluasi dan
sesuaikan ulang dosisnya. Informasi lebih lengkap lihat di tatalaksana
jangka panjang.
Jika obat diberikan dalam bentuk inhaler, sebelum pasien dipulangkan,
pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat.
Kontrol ulang ke fasyankes 3-5 hari kemudian.
3. Tatalaksana di rumah Sakit (UGD)
Langkah awal ketika dapat rujukan : nilai ABC dan derajat kesadaran
pasien
Jika terdapat ancaman henti nafas, dan penurunan kesadaran maka
siapkan untuk perawatan PICU. Sambil menunggu, beri inhalasi agonis
β2 kerja pendek via nebulizer dan dapat di ulang selang waktu 20
menit. Pada pemberian ketiga ditambahkan ipratropium bromide ke
dalam nebulisasi. (untuk menentkan derajat serangan asma)
MDI merupakan alat inhalasi yang cukup suli penggunaannya
dibandingkan DPI :
1. Derasnya arus semprotan aka n menyebabkan impaksi dan sebagian besar
terdeposisi di orofaring
2. Untuk anak kecil yang belum mampu mengkordinasikan hirup-tekan-hirup
panjang
Metered dose inhaler
Spacer

Dry powder inhaler


Cara pemakaian MDI + spacer
1. MDI dikocok, lepas tutupnya
2. Pasangkan mouthpiece MDI pada lubang spacer
3. Pasang mouthpiece spacer (atau mulut botol plastik) di mulut pasien, atau letakkan
masker spacer (atau mulut gelas plastik) menutupi hidung dan mulut pasien
4. Tekan kanister MDI, untuk memberi 1 semprotan ke dalam spacer
5. Minta anak untuk bernapas dalam melalui antar-muka (mouthpiece atau masker)
hingga 6-10 kali, tergantung kemampuan kedalaman napas anak. Jika bisa
bernapas dalam cukup 6 kali.
6. Tunggu responsnya dalam 5-10 menit. Jika keluhan sesak/wheezing masih ada,
lakukan tindakan serupa hingga 2-4 kali dengan selang waktu 20 menit selama 1
jam sesuai respons yang ada.
Tatalaksana Serangan Asma Ringan Sedang
1. Berikan inhalasi agonis β2 kerja pendek via nebulizer atau MDI + spacer
( diulang hingga 2x dalam 1 jam dan ipratropium bromide pada pemberian
ketiga)
2. Sebaiknya langsung pasang jalur parenteral
3. Berikan steroid sistemik (prednisone atau prednisolone 1-2 mg/kgBB/hari
selama 3-5 hari)
4. Pasien di observasi dan apabila membaik, pasien dapat di pulangkan
Tatalaksana Serangan Asma Berat
1. Berikan inhalasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromide via
nebulizer
2. Langsung pasang jalur parenteral saat pasien tiba
3. Steroid disarankan diberikan secara parenteral
4. Berikan oksigen 2-4 liter permenit
5. Rontgen toraks untuk mendeteksi adanya komplikasi pneumotoraks dan
atau peneumomediastinum
6. Rawat inap di ruang internsif apabila pasien menunjukkan gejala dan tanda
ancaman henti nafas
Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
1. Pemberian oksigen diteruskan
2. Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan
koreksi asidosisnya.
3. Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam. Dosis
steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari.
4. Nebulisasi agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium
bromide dengan oksigen dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6
kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian
dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
5. Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, aminofilin dosis awal (inisial)
sebesar 6-8 mg/kgBB, yang dilarutkan dalam dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak
20 ml, dan diberikan selama 30 menit, dengan infusion pump atau mikroburet.
Bila, respons belum optimal dilanjutkan dengan pemberian aminofilin dosis rumatan
sebanyak 0,5-1 mg/kgBB/jam.
Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya,
baik dosis awal (3-4 mg/kgBB) maupun rumatan (0,25-0,5 mg/kg/jam).
Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20
mcg/ml.
Efek samping yang sering muncul adalah mual, muntah, takikardi dan agitasi.
Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang.
Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
6. Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam
hingga mencapai 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti
dengan pemberian peroral.
7. Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan
setiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan
hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari untuk
reevaluasi tatalaksana
Kriteria Rawat di Ruang Rawat Intensif
(ICU)
• Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan
atau perburukan asma yang cepat
• Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti
napas, atau hilangnya kesadaran
• Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap
• Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah
diberi oksigen
Obat-obatan untuk Serangan Asma
• Agonis B2 kerja pendek
• Pilihan utama bagi serangan asma ringan-sedang
• Premedikasi untuk serangan asma yang dicipu Latihan
• Obat harus diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi terkecil (digunakan
hanya bila diperlukan)
• Contoh: salbutamol, terbutaline, dan procaterol
• Efek samping: tremor dan takikardia (penggunaan pertama)
• Ipratropium bromide (antikolinergik)
• Kombinasi dengan agonis B2 pada serangan ringan-sedang dapat
menurunkan risiko rawat inap dan memperbaiki PEF dan FEV1
• Aminofilin Intravena
• Diberikan pada anak dengan serangan asma berat atau dengan ancaman
henti napas yang tidak berespon dengan agonis B2 dosis maksimal dan
steroid sistemik
• Efek samping: mual, muntah, takikardi, agitasi, toksisitas
• Dosis inisial bolus pelan 6—8 mg/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan
pemberian rumatan secara drip 1 mg/kgBB/jam (loading dose)
• Adrenalin
• Diberikan secara IM apabila tidak tersedia obat-obatan lain
• Dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1000), dengan dosis maksimal
500 ug (0,5 ml)
• Steroid sistemik
• Mencegah kekambuhan dan mempercepat perbaikan serangan
• Direkomendasikan untuk diberikan pada semua jenis serangan
• Dosis : prednisone/prednisolone 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum
40 mg/hari peroral, diberikan 3-5 hari tanpa tapering off
• Steroid inhalasi
• Penggunaannya terbatas pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap
steroid sistemik
• Steroid nebulisasi dosis tinggi (1600-2400 ug budesonide) dapat digunakan
untuk serangan asma
• Magnesium Sulfat
• Tidak rutin dipakai untuk serangan asma, namun bisa digunakan sebagai
alternative pada pasien dengan serangan asma berat yang tidak membaik atau
dengan hippoksemia menetap setelah pemberian terapi awal (dosis maksimum
agonis B2 dan steroid)
• Meningkatkan FEV1 dan mengurangi risiko rawat inap
• Dosis: IV 50 mg/kgBB dalam 20 menit (inisial dose) dilanjutkan dengan 30
mg/kgBB/jam
• Mukolitik
• Dapat diberikan pada serangan asma ringan-berat
• Hati-hati pemberiannya pada anak dengan reflex batuk yang tidak optimal dan
pada anak usia <2 tahun
• Antibiotik
• Hanya diberikan apabila terdapat infeksi respiratori yang dicurigai karena
bakteri atau dugaan adanya asma disertai sinusitis
• Pada serangan berat perlu dipikirkan adanya penyulit seperti pneumonia atipik
 diberikan antibiotic (dianjurkan golongan makrolid: eritromisin, azitromisin)
• Obat sedasi
• Sangat tidak dianjurkan pada serangan asma karena menyebabkan depresi
pernapasan
• Antihistamin
• Tidak dianjurkan pada serangan asma karena tidak memiliki efek bermakna
TATALAKSANA
NON-
MEDIKAMENT
OSA
Program KIE
(Komunikasi, Informasi, Edukasi)
Rencana Aksi Asma (RAA)
• Asthma Action Plan (AAP)
• Dibuat secara tertulis dan diisi oleh anak atau orangtua
• Berisi tentang:
• Instruksi kapan meningkatkan dosis pengobatan
• Cara meningkatkan dosis pengobatan
• Lama pengobatan dinaikkan
• Penentuan kapan harus mencari pertolongan medis
• Catatan harian asma untuk memonitor tidur malam, gejala asma,
aktivitas, dahak, peak flow rate (PFR), penggunaan obat harian dan
inhaler
Kartu Aksi Asma (KAA)
• Bentuk penerapan program KIE di sekolah
• Berisi identitas anak, nomor telepon yang dapat dihubungi apabila
terjadi kekambuhan, dan rencana tata kelola asma harian dan rencana
saat darurat

Penghindaran Pencetus
• Upaya utama dalam tatalaksana asma
TERIMA KASIH
Sumber: Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2016

Anda mungkin juga menyukai