Anda di halaman 1dari 38

RHINITIS ALERGI

Rhinitis Alergi

 Alergi rinitis (AR) adalah gangguan umum yang


sangat terkait dengan asma dan konjungtivitis,
yaitu penyakit inflamasi pada membran mukosa
hidung terpapar alergen yang di perantarai oleh
IgE, ditandai dengan hidung gatal, bersin, pilek,
hidung tersumbat dan yang paling mengganggu
mata gatal serta kemerahan dan berair
Epidemiologi

 Kasus penyakit Rhinitis Alergi berkaitan erat dengan Asma


 Di Amerika, 40% penderita Rhinitis Alergi memiliki penyakit Asma
Bronchial dan sebaliknya, 90% penderita Asma Bronchial memiliki
penyakit Rhinitis Alergi
 Internasional Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006),
Indonesia bersama- sama dengan Negara Albina, Rumania, Georgia dan
Yunani memiliki prevalensi asma bronchial juga kurang dari 5%
 Rhinitis Alergi yang menyertai asma atopi pada 55% kasus dan
menyertai asma atopi dan non atopi pada 30,3% (Soetjibto, 1999)
Etiologi

 Penyebab Rhinitis Alergi tersering adalah alergen


inhalan pada dewasa dan anak-anak
 Rhinitis Alergi  Musiman & Perenial
 Rhinitis Alergi berdasarkan cara masuknya :
Allergen Inhalan Allergen Ingestan
Allergen Injektan Allergen Kontaktan
Patofisiologi
 Reaksi Alergi ada 2 Fase  Immediate Phase Allergic Reaction
Late Phase Allergic Reaction

 Allergen masuk ke mukosa hidung  makrofag/monosit sebagai sel penyaji


menangkap allergen  antigen akan membentuk peptide/rangkaian protein
 peptide dan hasilnya diterima oleh reseptor sel limfosit B  sel limfosit B
menghasilkan IgE dan menyebar ke sirkulasi darah  IgE terima oleh reseptor
sel mastosit & basophil menjadi sel mediator yang tersensitisasi  dengan
jumlah IgE dan peptide allergen yang banyak di sirkulasi, sel mediator
terpapar secara berulang  Sel mediator pecah mengeluarkan Histamin 
Histamin menyebar dan menempel pada reseptor H-1  timbul rasa gatal,
bersin-bersin
Patofisiologi
 Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis
besar terdiri dari :
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah
sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.Bila Agberhasil
dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai.Bila Ag masih ada, atau memang sudah
ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Target Terapi Rhinitis Alergi

Tujuan pengobatan rinitis alergi adalah :


Mengurangi gejala akibat paparan alergen, hiperreaktifitas nonspesifik
dan inflamasi.
Perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat menjalankan aktifitas
sehari-hari.
Mengurangi efek samping pengobatan.
Edukasi penderita untuk meningkatkan ketaatan berobat dan kewaspadaan
terhadap penyakitnya.
Mengubah jalannya penyakit atau pengobatan kausal
Terapi Farmakologi
1. Antihistamin
Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1
golongan baru. Antihistamin H1 klasik seperti Diphenhydramine, Tripolidine,
Chlorpheniramine dan lain-lain.Sedangkan antihistamine generasi baru seperti
Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain
Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rinitis
alergi persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan
asma

2. Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya
pada reseptor-reseptorα-adrenergic
Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi
obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin
Terapi Farmakologi
3. Kortikosteroid
Pemakaian kortikosteroid topical (intranasal) untuk Rhinitis alergi seperti
Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan
Triamcinoloneacetonide  efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas
yang tinggi pada reseptornya

4. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran
alergen dan terapi lainnya gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi.
STUDI KASUS
 Nama : Ny. T
 Umur: 36 Tahun (Perempuan)
 Pekerjaan : Petani
 Alamat : Slamet Riyadi, Sukoharjo
 MRS : 27 Juni 2017
 Keluhan : Pilek kambuh-kambuhan 5 tahun terakhir
 Kondisi MRS :
Pasien datang ke poliklinik THT RS dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan
sejak 5 tahun terakhir dan semakin parah dalam 1 bulan ini. Pasien sering
bersin-bersin saat mulai memasuki musim berbunga pohon salak, tetapi dalam
1 tahun ini semakin sering dan membuat pasien sering tidak bekerja. Hidung
sering tersumbat dan keluar cairan/ingus encer. Tenggorokan terasa gatal dan
mata sering berair. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah,
bersin-bersin semakin sering. Pasien tidak demam, tapi dalam 1 bulan terakhir
sering demam.
Ada keluhan mual dan diare sejak 1 hari yang lalu dan pagi masih diare 2 kali
Kondisi MRS (Lanjutan)
 RP :
Keluhan muncul sejak bekerja di kebun salak 5 tahun yang lalu. Belum pernah
tes alergi. Tidak ada riwayat asma. Keluarga yang lain tidak pernah mengalami
keluhan yang sama. Berobat ke puskesmas hanya saat kondisi berat saja.
 Diagnosa
Rhinitis Alergi, Sinusitis
 Vital Sign
Nadi : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : normal afebris
 Otoskopi : Cone of Light +++
(Sedikit pembengkakan disekitar mata dan mata merah)
 Pemeriksaan Penunjang : Tidak dilakukan
RENCANA TINDAKAN

S-O-A-P (Hari pertama MRS)


Terapi Non Farmakologi ??
Terapi Farmakologi ??
Saran/Edukasi ??
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai