Anda di halaman 1dari 32

RHINITIS ALERGI

DAN RHINITIS
VASOMOTOR
Meet The Experts
Preseptor : dr. Jacky Munilson Sp.THT-KL(K)
Rhinitis Alergi

 Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah mukosa
terpapar alergen yang diperantarai IgE (WHO-ARIA 2001)
 Prevalensi terbesar  usia 15-30 tahun  prevalensi pada usia sekolah dan produktif
 penurunan kualitas hidup  fisik, emosional, gangguan bekerja dan sekolah,
gangguan tidur malam hari akibat sumbatan hidung, sakit kepala, lelah, penurunan
kewaspadaan dan penampilan
Faktor Risiko

 Genetik & riwayat keluarga atopi


 Sensitisasi pd masa kehidupan dini
 Paparan alergen tinggi
 Perubahan gaya hidup, pe sos.ek ( gaya hidup barat )
 Efek jangka panjang polusi udara : ozon, NO, gas buang kendaraan
 Faktor infeksi pd masa neonatus ( keseimbangan Th1 dan Th2, hygiene hypothesis )
Patofisiologi
Klasifikasi Rinitis Alergi

 Menurut Sifat berlangsungnya :


 Rinitis Alergi musiman
 Rinitis alergi sepanjang tahun
 Menurut WHO-ARIA :
 Rinitis Alergi Intermiten : Gejala terdapat < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
 Rinitis alergi persisten : Gejala terdapat > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
 Berdasarkan tingkat ringan beratnya penyakit
 Ringan :
 Tidak ada gangguan tidur
 Tidak ada gangguan aktivitas sehari hari
 Gangguan pekerjaan atau sekolah
 Sedang – berat :
 Didapatkan keluhan satu atau lebih dari yang diatas
Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis

 bersin-bersin (> 5 kali/serangan)


 rinore (ingus bening encer)
 hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti)
 gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga
 mata gatal, berair atau kemerahan
 hiposmia/anosmia
 sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik
 adakah variasi diurnal
 frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit (intermiten atau persisten),
usia timbulnya gejala,
 pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas dan tidur
 Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri wajah,sesak napas,gejala
radang tenggorok, mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan
Pemeriksaan Fisik

 Anak-anak : Allergic shiner, Allergic Salute, Allergic Crease, Allergic Facies


 Rinoskopi anterior
• Mukosa edema, basah, pucat-kebiruan disertai adanya sekret yang banyak, bening
dan encer
• konka inferior hipertrofi

 Nasoendoskopi  kelainan yang tidak terlihat di rinoskopi anterior


 Tanda dermatitis atopi
 Cari kemungkinan komplikasi : sinusitis, polip, otitis media efusi
• Cobble stone appearance
• Penebalan lateral pharyngeal bands
 ( PND )
Pemeriksaan Penunjang

 In vivo :
 Tes kulit :
 Tes cukit/tusuk (Prick test), Multi test
 Intradermal
 SET (skin end point titration)
 In vitro :
 IgE total : untuk skrining, bkn alat diagnostik
 IgE spesifik
 Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPB
 DPL : eosinofil me↑
 Tes Provokasi : tdk sesuai klinis dan hsl tes cukit, tdk rutin, penelitian
 Radiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
 Tidak untuk diagnosis rinitis alergi
 Indikasi : Untuk mencari komplikasi sinusitis/polip, tidak ada respon terhadap terapi,
direncanakan tindakan operatif
Skin Prick Test

 Banyak dipakai  sederhana, mudah, murah, sensitivitas tinggi, cepat, cukup aman
 Tes pilihan dan primer untuk diagnostik dan riset
 Membuktikan telah terjadi fase sensitisasi
 Tes (+)  ada reaksi hipersensitivitas tipe I atau telah terdapat kompleks Sel Mast –
IgE pada epikutan
Tatalaksana

 Tujuan pengobatan : me(-) gej, perbaikan kualitas hidup, m(-) ES obat, edukasi,
mengubah jalannya peny / terapi kausal
 CARA :
 Penghindaran allergen (avoidance) dan eliminasi
 Edukasi
 Medikamentosa/farmakoterapi
 Imunoterapi
 Pembedahan (jika perlu)  untuk mengatasi hipertrofi konka, komplikasi rinosinusitis dan polip
hidung
Pencegahan terhadap Alergen

 Terapi ideal : hindari kontak dengan alergen dan eliminasi  edukasi


 Pencegahan primer  mencegah tahap sensitisasi
 Pencegahan sekunder  mencegah gejala timbul, dgn cara menghindari alergen
dan terapi medikamentosa (Studi ETAC )
 Pencegahan tersier  mencegah komplikasi atau berlanjutnya penyakit
Terapi Medikamentosa

 Antihistamin
 Antagonis yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1
 Mengurangi gejala bersin, rinore, gatal
 Antihistamin ideal :
 Efek antikolinergik, antiadrenergik, antiserotonin (-)
 Tidak melewati SDO dan plasenta  efek samping SSP (-)
 Efek ke jantung (-)
 Absorbsi oral cepat, mula kerja cepat, masa kerja lama
 Tidak ada efek takifilaksis
Terapi Medikamentosa

 AH generasi I (klasik) :
 Lipofilik  menembus SDO  efek pada SSP  sedasi, lemah, dizzines, ganguan
kognitif dan penampilan
 Efek antikolinergik  mulut kering, konstipasi hambatan miksi, glaukoma
 Difenhidramin, klorfeniramin maleat (CTM), hidroksisin, klemastin, prometasin dan
siproheptadin
 AH generasi II (non-sedatif)
 Lipofobikefek SSP minimal, efek antikolinergik(-)
 Kelompok I : terfenadin, astemisol  kardiotoksik, ditarik dari peredaran
 Kelompok II : loratadin, setirisin, fexofenadin,desloratadin,levosetirizin
AH topikal :
 Azelastin, levocabastin
 Untuk mengatasi gejala bersin dan gatal pada hidung dan mata
Terapi Medikamentosa

 Kombinasi Antihistamin-Dekongestan
 Banyak digunakan
 Loratadin/feksofenadin/setirisin + pseudoefedrin 120 mg
 Ipratropium Bromida
 Topikal, antikolinergik
 Efektif mengatasi rinore yang refrakter terhadap kortikosteroid
topikal/antihistamin
 ES : iritasi hidung, krusta, epistaksis ringan
Terapi Medikamentosa

 Kortikosteroid
 Kortikosteroid topikal
 Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten sedang-berat  efek antiinflamasi
jangka panjang
 Mula kerja lambat (12 jam), efek maksimum beberapa hari sampai minggu
 Budesonide, beklometason, fluticason,mometason furoat, triamcinolon
acetonide
 Dosis dws : 1 x II semprot/hr, anak 1 x I semprot /hr
 Kortikosteroid oral
 Jangan gunakan sebagai pengobatan lini I
 Terapi jangka pendek (3 – 5 hr). Dosis tinggi, tapp off
 Pada rinitis alergi berat yang refrakter
Terapi Medikamentosa

 Imunoterapi:
 Respon (-) terhadap terapi medikamentosa
 Penghindaran alergen tidak dapat dilakukan
 Terdapat efek samping dari pemakaian obat
 sublingual, suntikan
 Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi berat dan kauterisasi
sudah tidak menolong, sinusitis & polip nasi
 CysLT reseptor antagonis (zafirlukast)
 Leukotrien reseptor antagonis ( montelukast)
 5-LO inhibitor (Zileuton) : asma, rinitis alergi
 Kombinasi AH + antileukotrien : RA
 Anti IgE ( recombinant humanized monoclonal antibody , Omalizumab ) : subkutan 3-
4 mgg
 Fosfodiesterase inhibitor : m’hbt degradasi sAMP
 Vaksinasi dg peptida
 T regulator
 Cuci hidung dg lar.NaCl fisiologis atau air laut isotonik
Rhinitis Vasomotor

 Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan
proses alergi, bukan proses infeksi, dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung
menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus
menjadi hipersekresi
Etiologi

 obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
 faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi
dan bau yang merangsang.
 faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
 faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.
Patofisiologi
Gejala Klinis

 Berdasarkan gejala yang menonjol rhinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan


yaitu :
 Golongan obsttruksi
 Golongan rinore
 Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rhinitis alergi dan tidak terdapat rasa
gatal di hidung dan mata.
 Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
 Dapat dijumpai dengan keluhan ingus jatoh ke tenggorok (post nasal drip)
Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis

 Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan


disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
 Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan
dimulai pada usia dewasa.
 Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat
iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar
Pemeriksaan Fisik

 Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ),
tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau
berbenjol (tidak rata).
 Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.
Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip
Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.


Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total
dalam batas normal.
 Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam
jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil
dalam secret
 Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin
tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat
Rinitis alergi Rinitis vasomotor

Mulai serangan Belasan tahun Dekade ke 3 – 4

Riwayat terpapar allergen ( + Riwayat terpapar allergen ( - )


)

Etiologi Reaksi Ag - Ab Reaksi neurovaskuler


terhadap rangsangan spesifik terhadap
beberapa rangsangan mekanis atau kimia,
juga faktor psikologis

Gatal & bersin Menonjol Tidak menonjol

Gatal dimata Sering dijumpai Tidak dijumpai

Test kulit Positif Negatif

Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat

Eosinofil darah Meningkat Normal


Tatalaksana

 Menghindari penyebab/ pencetus


 Pengobatan konservatif
 Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat.
Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine ( oral ) serta Phenylephrine dan
Oxymetazoline ( semprot hidung ).
 Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
 Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan
respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit
selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide,
Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
 Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium
bromide ( nasal spray )
 Terapi operatif :
 Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical
cautery ) maupun secara elektrik electrical cautery ).
 Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior turbinate )
 Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
 Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
 Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )

 Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan pemotongan


pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil.
 Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi
ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat
menimbulkan berbagai komplikasi
Komplikasi

 Sinusitis
 Eritema pada hidung sebelah luar
 Pembengkakan wajah
Prognosis

 Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik


dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai