Anda di halaman 1dari 40

Clinical Science Session

KELAINAN PADA PAYUDARA

Oleh :

Rasyida Rumaisyah 1840312464


Jacqline Charles Labo 1840314001

Preseptor :

Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Payudara merupakan organ yang penting dan berfungsi untuk
memproduksi susu sebagai sumber nutrisi bayi. Kelainan pada payudara
seringkali memberi kesan menakutkan terutama bila ditemukan pada wanita
berusia lebih dari 40 tahun. Salah satu kelainan payudara terbanyak saat ini
adalah karsinoma payudara, terutama pada wanita golongan risiko tinggi
walaupun tumor jinak seperti fibroadenoma, displasia (fibrokistik, adenosis),
mastitis dan nekrosis lemak tidak dapat diabaikan. Hal ini menimbulkan masalah
dalam kesehatan terutama bagi kaum wanita, tidak hanya di negara maju, tapi juga
di negara berkembang termasuk Indonesia.1
Keluhan payudara sering didapatkan pada pelayanan rawat jalan dan
sebagian besar terdiri dari nyeri payudara, keputihan, dan benjolan payudara.
Dalam sebuah studi tentang gejala payudara pada pasien yang terdaftar dalam
Health Maintenance Organization (HMO), Barton dkk menemukan bahwa 16%
mengalami keluhan payudara dalam periode 10 tahun. Studi ini juga menemukan
bahwa wanita di bawah usia 50 tahun dengan keluhan payudara hampir dua kali
lebih sering daripada wanita yang lebih tua, dan kanker didiagnosis pada 23 dari
372 wanita yang mengalami gejala payudara (6,2%).2
Frekuensi karsinoma payudara di negara maju yang terbanyak yaitu
dengan rasio 5:1, dibandingkan dengan karsinoma serviks uteri, sedang di
Indonesia neoplasma ini berada di urutan kedua setelah karsinoma serviks uteri.
Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat kedua setelah karsinoma
serviks uteri. Di Indonesia berdasarkan “Pathological Based Registration” kanker
payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia
mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan
bahwa lebih dari 50% kasus berada dalam stadium lanjut.1
Kurva insidens usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini
jarang sekali ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi

1
terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma payudara pada lelaki hanya
1% dari kejadian pada perempuan.2
Dalam penegakan diagnostik kelainan payudara dapat dilakukan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemmeriksaan penunjang berupa FNAB, USG,
Mammografi. Tatalaksana pada pasien dapat berupa operatif, kemoterapi dan
radioterapi.

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang definisi, klasifikasi, patogenesis, gejala
klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan dan pada kelainan
pada payudara.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui definisi, klasifikasi,
patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan
dan pada kelainan pada payudara.

1.4 Manfaat Penulisan


Referat ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan tentang kelainan pada payudara.

1.5 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara
2.1.1 Anatomi
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua
sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media.
Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Pada masa pubertas, payudara wanita
lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran, sedangkan
pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan
dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium.1
Payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular (kelenjar)
dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus)
dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak
dan jaringan ikat. Payudara juga memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara
sering kali dikaitkan dengan penyebaran (metastase) pada kanker payudara. 1
Payudara terdiri atas 12-20 lobus yang tersusun radier dan berpusat pada
papilla mamma melalui duktus laktiferus. Saluran utama tiap lobus memiliki
ampulla yang membesar tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke papilla. Tiap
papilla dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang disebut areola
mamma. Pada areola mamma, terdapat tonjolan-tonjolan halus yang merupakan
tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya. 1

Gambar 2.1 Anatomi Mammae

3
Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes anterior yang
merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri torakalis lateralis, yang
bercabang dari arteri aksilaris, dan beberapa arteri interkostalis. Sedangkan,
sistem limfatik payudara terdiri dari pleksus subareola dan pleksus profunda.
Pleksus subareola mencakup bagian tengah payudara, kulit, areola dan puting
yang akan mengalir kearah kelenjar getah bening pektoralis anterior dan sebagian
besar ke kelenjar getah bening aksila. Pleksus profunda mencakup daerah
muskulus pektoralis menuju kelenjar getah bening rotter, kemudian ke kelenjar
getah bening subklavikula atau route of Grouzsman, dan 25% sisanya menuju
kelenjar getah bening mammaria interna.4

Gambar 2.2. Sistem limfatik mammae

Persarafan sensorik payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan


cabang saraf interkostalis kedua sampai keenam sehingga dapat menyebabkan
penyebaran rasa nyeri terutama pada punggung, skapula, lengan bagian tengah,
dan leher.2
Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi
menjadi lima regio, yaitu : 2

4
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
5. Regio puting susu (nipple)
2.1.2 Histologi
Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang
dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke
papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat
lobulus–lobulus yang terdiri dari duktus intralobularis yang dilapisi oleh epitel
kuboid atau kolumnar rendah dan pada bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil.
Pada duktus intralobularis mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan
arteriol.5

Gambar 2.3. Histologi Mammae

2.1.3 Fisiologi
Payudara mengalami 3 perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan
pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa fertilitas,
sampai klimakterium hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan
progesterone yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.14
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus.
Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur protein yang
disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG, unsur lipid dalam
bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam perkembangannya, kelenjar

5
payudara dipengaruhi oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin seperti
hipofisis anterior, adrenal, dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior memiliki
pengaruh terhadap hormonal siklik Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
LuteinizingHormone (LH). Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen dan
progesteron yang merupakan hormon siklus haid.
Pengaruh hormon siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak
yang nyata adalah payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa
nyeri. Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem
keseimbangan hormonal siklus haid terganggu sehingga berisiko terhadap
perkembangan dan involusi siklik fisiologis, seperti jaringan parenkim atrofi
diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena kista kecil dalam
susunan lobular atau cystic change yang merupakan proses aging.4

2.2 Kelainan Pada Payudara


Pada dasarnya kelainan pada payudara dapat digolongkan menjadi empat
golongan besar yaitu kelainan kongenital, infeksi, kelainan akibat
ketidakseimbangan hormonal, dan neoplasma.4
1. Kelainan Pertumbuhan dan Perkembangan5
a. Ginekomastia
b. Anomali (amastia, athelia, jaringan mammae aksesoris atau mammae
aberant)
2. Infeksi5
a. Mastitis puerperalis akut
b. Mastitis Tuberkulosa
c. Fistel Paraareola
3. Tumor Jinak5
a. Kista
b. Fibroadenoma
c. Perubahan fibrokistik
d. Tumor filoides
e. Galaktokel
f. Papiloma intraduktus

6
g. Duktus ektasia
h. Adenosis sklerosis
i. Mastitis sel plasma
j. Nekrosis lemak
4. Tumor Ganas5
a. Ductal carcinoma insitu
b. Infiltrating ductal carcinoma
c. Medullary carcinoma
d. Infiltrating lobular carcinoma
e. Tubular carcinoma

Kelainan kongenital tidak diketahui dengan pasti etiologinya, tetapi segala


sesuatu yang bersifat menimbulkan kegagalan secara total maupun parsial
perkembangan somatik payudara akan berakibat kurang atau gagalnya
pembentukan komponen payudara. Kelainan kongenital dapat berupa agenesis,
hipoplasia dan hipotrofi, polythelia atau jumlah puting susu yang berlebihan,
polymastia atau terdapat lebih dari sepasang payudara, dan lain–lain.7
Kelainan payudara akibat ketidakseimbangan hormon terutama hormon
estrogen disebut hyperestrenisme. Kelainan ini akan menimbulkan penyimpangan
pertumbuhan dan komponen jaringan payudara yang disebut mammary dysplasia
pada wanita dan gynecomastia pada pria. Bila terdapat bentuk kista yang tidak
teratur baik letak maupun ukurannya dan disertai peningkatan unsur jaringan ikat
ekstralobular akan didapatkan fibrokistik payudara. 4
Lesi jinak pada wanita terbanyak adalah fibroadenoma yang terjadi pada
rentang usia 20–55 tahun. Sedangkan lesi ganas terbanyak adalah karsinoma
duktal invasif dengan prevalensi pada umur lebih dari 45 tahundan pada masa
menopause. Sebagian besar lesi mammae terdiri dari satu atau lebih benjolan yang
bentuk dan ukuran sangat bervariasi. Benjolan ini dapat berbatas tegas maupun
tidak, nodul tunggal atau multipel, lunak atau keras, dapat digerakkan dari
dasarnya atau tidak. Hal ini yang dapat membantu membedakan lesi jinak atau
lesi ganas pada payudara.8

7
2.2.1 Kelainan Pertumbuhan3

a. Ginekomastia
Ginekomastia adalah hipertrofi pada payudara laki-laki. Hipertrofi ini pada
masa remaja sering ditemukan berupa cakram yang nyeri, sebesar dua sampai tiga
sentimeter dan biasanya bilateral. Dalam satu tahun kelainann ini akan menjadi
normal kembali.
Ginekomastia biasanya ditemukan pada pria usia lebih dari 65 tahun,
terutama pada orang gemuk. Penyakit hati seperti kanker atau sirosis hati,
karsinoma testis, tumor anak ginjal, hipertiroidisme, dan hipogonadisme, sering
kali disertai dengan ginekomastia. Obat-obat seperti yang mengandung hormon
estrogen dan androgen, serta obat antihipertensi, digitalis, simetidin, diazepam,
amfetamin juga dapat menimbulkan ginekomastia.
Diagnosis ginekomastia dapat ditegakkan dengan biopsi dan/atau
mammografi. Diagnosis banding ginekomastia unilateral adalah karsinoma
payudara.14

b. Anomali
Anomali mammae meliputi amastia, athelia, jaringan mamae asesoris, dan
mammae aberan. Amastia dan athelia sangat jarang terjadi. Amastia kadang
disertai tidak adanya otot pectoralis. Mammae asesoris adalah terdapatnya lebih
dari dua payudara atau papilla mammae tanpa jaringan payudarayang terletak di
sepanjang pada garis susu mulai dari aksila sampai regio inguinal. Umumnya
ditemukan di ketiak dan rudimenter sehingga sering dikira sebagai tahi lalat.
Mammae aberan ditemukan dua kali lebih banyak dari perempuan bila kelainan
ini menggangu atau dikhawatirkan menjadi karsinoma yang sukar dideteksi, dapat
dilakukan eksisi.14

2.2.2 Infeksi
Mastitis
Mastitis adalah infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang
menyusui atau pada wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan pada kulit
sekitar puting. Kerusakan pada kulit sekitar puting tersebut akan memudahkan

8
bakteri dari permukaan kulit untuk memasuki duktus yang menjadi tempat
berkembangnya bakteri dan menarik sel-sel inflamasi4. Sel-sel inflamasi
melepaskan substansi untuk melawan infeksi, namun juga menyebabkan
pembengkakan jaringan dan peningkatan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan payudara menjadi merah, nyeri, dan terasa hangat saat perabaan.4
Gambaran klinisnya sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu massa
berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu
akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat pembesaran kelenjar getah bening
aksila. Kondisi ini diterapi dengan antibiotik. Pada beberapa kasus, mastitis
berkembang menjadi abses atau kumpulan pus yang harus dikeluarkan melalui
pembedahan.2
a. Mastitis Puerperalis Akut
Pada minggu-minggu pertama laktasi dapat terjadi infeksi payudara oleh
bakteri stafilokokus atau streptokokus yang masuk memalui puting susu yang luka
berupa fisura atau lewat muara duktus laktiferus. Mastitis puerperalis ini dapat
berkembang menjadi abses yang nyeri disertai demam. Infeksi bisa berlanjut ke
kelenjar aksila.3
Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan putting dan jika ada
luka, cepat diobati. Stasis air susu akan membantu timbulnya infeksi bila produksi
susu berlebihan. Sebaiknya, dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap
khusus.14
b. Mastitis tuberkulosa
Mastitis spesifik ini jarang ditemukan. Pada beberapa kasus, mungkin
dapat ditemukan abses dingin yang tidak begitu nyeri. Menegakkan diagnosis
mastitis tuberkulosa memerlukan anamnesis yang teliti dan biopsi ditempat yang
tepat, yaitu pada massa yang tersisa setelah nanah dialirkan. Diagnosis pasti
dengan pemeriksaan dan pembiakan nanah serta pemeriksaan histologi biopsi. 3
c. Fistel Paraareola
Kelainan ini tidak jarang dijumpai pada pelebaran duktus laktiferus. Salah
satu duktus dapat tersumbat dan melebar karena sekret yang kental sehingga
menyebabkan perangsangan dan radang di sekitar duktus.

9
Proses ini ditandai dengan keluarnya cairan hemoragik atau serosa dari
papilla mamae, atau keluarnya bahan kental seperti mentega dari satu duktus.
Sering tampak retraksi di bawah putting akibat proses kronik berupa fibrosis.
Dapat terbentuk abses, yang dapat mengakibatkan fistel, biasanya di pinggir
areola. Fistel ini umumnya harus dieksisi (fistulektomi)

2.2.3 Tumor Jinak Payudara


Fibrokistik
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia adalah
benjolan payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Benjolan ini
harus dibedakan dengan keganasan. Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi
pada wanita berusia 25-50 tahun (>50%)4.
Kelainan fibrokistik pada payudara adalah kondisi yang ditandai dengan
penambahan jaringan fibrous dan glandular. Manifestasi dari kelainan ini terdapat
benjolan fibrokistik biasanya multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan
konsistensi lunak, terdapat penebalan, dan rasa nyeri. Kista dapat membesar dan
terasa sangat nyeri selama periode menstruasi karena hubungannya dengan
perubahan hormonal tiap bulannya4. Wanita dengan kelainan fibrokistik
mengalami nyeri payudara siklik berkaitan dengan adanya perubahan hormon
estrogen dan progesteron. Biasanya payudara teraba lebih keras dan benjolan pada
payudara membesar sesaat sebelum menstruasi. Gejala tersebut menghilang
seminggu setelah menstruasi selesai. Benjolan biasanya menghilang setelah
wanita memasuki fase menopause4.
Pembengkakan payudara biasanya berkurang setelah menstruasi berhenti.
Kelainan fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik, mammogram, atau
biopsi. Biopsi dilakukan terutama untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis
kanker. Perubahan fibrokistik biasanya ditemukan pada kedua payudara baik di
kuadran atas maupun bawah4.
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan
seksama untuk membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di
bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan yang dominan, maka diperlukan

10
pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi
berikutnya. Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau kehijauan,
sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila
cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar,
maka kemungkinan benjolan tersebut jinak4.
Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan tumor payudara jinak yang terkadang terlalu
kecil untuk dapat teraba oleh tangan, walaupun diameternya bisa saja meluas
beberapa inchi. Fibroadenoma dibentuk baik itu oleh jaringan payudara glandular
maupun stroma, dan biasanya terjadi pada wanita muda berusia 15-25 tahun 4.
Setelah menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan. Fibroadenoma sering
membesar mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma tumbuh multiple
(lebih 5 lesi pada satu mammae) tetapi sangat jarang 2.
Etiologi dari fibroadenoma masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan
bahwa hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi
penyebabnya. Usia menarche, usia menopause dan terapi hormonal termasuklah
kontrasepsi oral tidak merubah risiko terjadinya lesi ini. Faktor genetik juga
dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat keluarga (first-degree) dengan
karsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.2,4
Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik
dari mammae yang dikenal sebagai “kelainan dari pertumbuhan normal dan
involusi”. Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu
dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam sistem duktus pada mammae.Lobul
hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap merupakan bagian dari
perkembangan mammae 2. Gambaran histologi dari lobul hiperplastik ini identik
dengan fibroadenoma 2.
Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya benjolan pada payudara
ketika sedang mandi atau berpakaian. Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3 cm,
namun FAM dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma).
Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan halus. Benjolan tersebut tidak
menimbulkan reaksi radang (merah, nyeri, panas), mobile (dapat digerakkan) dan

11
tidak menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting (puting
masuk). Benjolan tersebut berlobus-lobus2.
Pemeriksaan mammografi menghasilkan gambaran yang jelas jinak berupa
rata dan memiliki batas jelas. Pada masa adolecents, fibroadenoma tumbuh dalam
ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi
atau menjelang menopause, saat rangsangan estrogen meningkat.2,4
Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan
simpai licin dan konsistensi kenyal padat. Tumor ini tidak melekat ke jaringan
sekitarnya dan amat mudah digerakkan kesana kemari4. Biasanya fibroadenoma
tidak nyeri bila ditekan. Kadang-kadang fibroadenoma tumbuh multipel. Pada
pasien dengan usia kurang dari 25 tahun, diagnosa bisa ditegakkan melalui
pemeriksaan klinik walaupun dianjurkan untuk dilakukan aspirasi sitologi4.
Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma seperti
kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini4. Fine-needle
aspiration biopsi (FNAB) sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat
walaupun gambaran sel epitel yang hiperplastik bisa dikelirukan dengan
neoplasia.
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada
pasien usia muda dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien
yang berusia, fibroadenoma memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan
densitas yang sama atau hampir menyerupai jaringan sekitar pada mammografi4.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit ini.
Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosa yang
akurat. Kriteria fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan ultrasonografi
adalah massa solid berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas dengan internal
echoes yang lemah, distribusinya secara uniform. Diameter massa hipoechoic
yang homogenous ini adalah antara 1 – 20 cm4.
Fibroadenoma dapat dengan mudah didiagnosa melalui aspirasi jarum
halus atau biopsi jarum dengan diameter yang lebih besar (core needle
biopsi).Pada umumnya dokter menyarankan untuk dilakukannya pengangkatan
fibroadenoma terutama jika pertumbuhan terus berlangsung atau terjadi perubahan
bentuk payudara. Terkadang (terutama pada usia petengahan atau wanita usia

12
dewasa) tumor ini akan berhenti tumbuh atau bahkan mengecil dengan sendirinya
tanpa terapi apapun. Dalam hal ini, selama dokter yakin massa tersebut adalah
benar-benar fibroadenoma dan bukan kanker payudara, pembedahan untuk
mengangkat fibroadenoma mungkin tidak diperlukan. Pendekatan ini berguna
untuk wanita dengan fibroadenoma yang multipel yang tidak berlanjut
pertumbuhannya.2,4

Gambar 2.4 Sitologi Fibroadenoma Payudara

Pada beberapa kasus, pengangkatan fibroadenoma multipel berarti


mengangkat sejumlah besar jaringan payudara sekitar yang normal, sehingga
menyebabkan jaringan parut yang akan mengubah bentuk dan tekstur payudara.
Hal ini juga nantinya akan menyebabkan hasil pemeriksaan fisik serta
mammografi menjadi sulit untuk diinterpretasikan. Sangat penting bagi wanita
yang tidak melakukan pengangkatan fibroadenoma tersebut untuk memeriksakan
payudaranya secara teratur untuk meyakinkan bahwa massa tersebut tidak
berlanjut pertumbuhannya. Terkadang satu atau lebih fibroadenoma akan tumbuh
setelah salah satu fibroadenoma diangkat. Hal ini berarti bahwa fibroadenoma
baru telah terbentuk dan bukanlah fibroadenoma yang lama yang tumbuh
kembali4.
a. Adenoma
Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak
berhubungan dengan FAM 4. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit
atau tanpa struktur stroma. Secara klinis dan Radiologi, mirip dengan FAM.
Lactation adenoma terjadi selama kehamilan dan laktasi, membesar saat

13
dipengaruhi hormon gestational, dan diferensiasi sekresi saat analisis PA. Sekali
lagi biopsi adalah diagnostik dan terapi 4.
b. Adenosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan kelainan
fibrokistik. Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang mencakup
kelenjar-kelenjar yang lebih banyak dari biasanya. Apabila pembesaran lobulus
saling berdekatan satu sama lain, maka kumpulan lobulus dengan adenosis ini
kemungkinan dapat diraba 4.
Istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini, diantaranya adenosis
agregasi, atau tumor adenosis. Adenosis sklerotik adalah tipe khusus dari adenosis
dimana pembesaran lobulus disertai dengan parut seperti jaringan fibrous. Apabila
adenosis dan adenosis sklerotik cukup luas sehingga dapat diraba, dokter akan
sulit membedakan tumor ini dengan kanker melalui pemeriksaan fisik payudara.
Kalsifikasi dapat terbentuk pada adenosis, adenosis sklerotik, dan kanker,
sehingga makin membingungkan penegakan diagnosis. Biopsi melalui aspirasi
jarum halus biasanya dapat menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak.
Biopsi melalui pembedahan dapat dianjurkan untuk memastikan tidak terjadinya
kanker 4.
Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal
(sclerosis) berhubungan dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil
(adenosis). Biasanya merupakan komponen fibrocystic disease dan bermanifestasi
sebagai mikrokalsifikasi yang ditemukan saat screening mammogram.
Stereotactic core atau wire localization biopsy adalah untuk diagnosis pasti 4.
c. Tumor Filoides ( Sistosarkoma Filoides )
Tumor filodes atau dikenal dengan sistosarkoma filodes adalah tumor
fibroepitelial yang ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan
komponen epitel. Tumor filodes umum terjadi pada dekade 5 atau 6. Benjolan ini
jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara), dan biasanya muncul sebagai
benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan dengan FAM. Ukuran bervariasi,
meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari FAM, mungkin karena
pertumbuhannya yang cepat. Berdasarkan pemeriksaan histologi, diketahui bahwa
tumor filodes jinak berkisar 10%, dimana tumor filodes ganas berkisar 40% 4.

14
Tumor filoides merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup
secara lokal dan mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat
ditemukan dalam ukuran yang besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tapi
kebanyakan pada usia sekitar 45 tahun.

Gambar 2.5 Sitologi Tumor philloides jinak dan ganas


Tumor filoides adalah tipe yang jarang dari tumor payudara, yang hampir
sama dengan fibroadenoma yaitu terdiri dari dua jaringan, jaringan stroma dan
glandular. Perbedaan antara tumor filoides dengan fibroadenoma adalah bahwa
terdapat pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrokonektif pada tumor filoides.
Sel yang membangun jaringan fibrokonektif dapat terlihat
abnormalitasnya dibawah mikroskop. Secara histologis, tumor filoides dapat
diklasifikasikan menjadi jinak, ganas, atau potensial ganas (perubahan tumor ke
arah kanker masihdiragukan).Tumor filoides pada umumnya jinak namun
walaupun jarang dapat juga berubah menjadi ganas dan bermetastase4. Tumor
filoides jinak diterapi dengan cara melakukan pengangkatan tumor disertai 2 cm
(atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor
filoides yang ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan mastektomi
(pengambilan jaringan payudara). Mastektomi sebaiknya dihindari apabila
memungkinkan. Apabila pemeriksaan patologi memberikan hasil tumor filodes
ganas, maka reseksi komplit dari seluruh area harus dilakukan agar tidak ada sel
keganasan yang tersisa4.
d. Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak rusak, bisa
terjadi spontan atau akibat dari cedera yang mengenai payudara. Nekrosis lemak
dapat juga terjadi akibat terapi radiasi.Ketika tubuh berusaha memperbaiki

15
jaringan payudara yang rusak, daerah yang mengalami kerusakan tergantikan
menjadi jaringan parut 4.
Nekrosis lemak berupa massa keras yang sering agak nyeri tetapi tidak
membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya tidak rata. Karena
payudara
kebanyakan kanker berkonsistensi keras, daerah yang mengalami nekrosis
lemak dengan jaringan parut sulit untuk dibedakan dengan kanker jika hanya dari
pemeriksaan fisik ataupun mammogram sekalipun. Dengan biopsi jarum atau
dengan tindakan pembedahan eksisi sangat diperlukan untuk membedakan
nekrosis lemak dengan kanker.Secara histopatologik terdapat nekrosis jaringan
lemak yang kemudian menjadi fibrosis 4.
American Cancer Society menyatakan, beberapa area dari nekrosis dapat
berespon berbeda-beda terhadap cedera. Di samping pembentukan jaringan parut,
sel-sel lemak akan mati dan mengeluarkan isi sel, yang membentuk kumpulan
seperti kantong-kantong berisi cairan berminyak dan disebut kista minyak. Kista
minyak dapat ditemukan melalui aspirasi jarum halus, yang sekaligus merupakan
tindakan untuk terapinya4.
e. Traductal Papilloma
Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan
disertai tangkai yang tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan
glandular dan jaringan fibrovaskular. Papilloma seringkali melibatkan sejumlah
besar kelenjar susu. Lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan 75%
tumbuh di bawah areola mamma ini memberikan gejala berupa sekresi cairan
berdarah dari puting susu. Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari
tipe soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul pada duktus
laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang
serous dan bercampur darah. Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa
pada area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan
fisis. Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi4
Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple
discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Dipekirakan hampir 25%
dari Papilloma Intraduktus multiple adalah bilateral4.

16
Perubahan payudara jinak yang menyebabkan keluarnya sekresi cairan
dari puting, hampir setengahnya adalah papilloma, dan sisanya adalah campuran
perubahan fibrokistik. Walaupun papilloma bisa dicurigai dari pemeriksaan
terhadap discharge, namun banyak dokter menganggap pemeriksaan tersebut tidak
begitu bermanfaat. Apabila papilloma cukup besar, biopsi jarum bisa dilakukan.
Papilloma dapat juga didiagnosa melalui pemeriksaan pencitraan pada duktus
payudara yaitu dengan duktogram atau galaktogram.
Terapi untuk papilloma adalah dengan mengangkat papilloma serta bagian
duktus dimana papilloma tersebut ditemukan, dimana biasanya dengan melakukan
insisi pada tepi sekeliling areola4.
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna.
Namun, telah terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi
karsinoma papillary atau merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko
terjadinya karsinoma. Menurut komuniti dari College of American Pathologist,
wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae4.

Gambar 2.6 Sitologi papiloma intraduktus


f. Kista
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular.Kista
terbentuk dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara.Mikrokista terlalu kecil
untuk dapat diraba, dan ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di bawah
mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk makrokista. Makrokista
ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat mencapai 1 sampai 2
inchi. (4,5)

17
Selama perkembangannya, pelebaran yang terjadi pada jaringan payudara
menimbulkan rasa nyeri. Benjolan bulat yang dapat digerakkan dan terutama
nyeri bila disentuh, mengarah pada kista. Walaupun penyebab kista masih belum
diketahui, namun para ahli mengetahui bahwa terdapat hubungan antara kista
dengan kadar hormon. Kista muncul seminggu atau 2 minggu sebelum periode
menstruasi mulai dan akan menghilang sesudahnya. Kista banyak terjadi pada
wanita saat premenopause, terutama bila wanita tersebut menjalani terapi sulih
hormon.Kista biasanya dipastikan dengan mammografi dan ultrasound
(sonogram). Ultrasound sangat tepat digunakan untuk mengidentifikasi apakah
abnormalitas payudara tersebut merupakan kista ataukah massa padat 4.
Kebanyakan kista yang simpel dapat digambarkan dengan baik, yaitu
memiliki tepi yang khas, dan sinyal ultrasound dapat dengan mudah
melewati.Walaupun begitu, beberapa kista didapatkan dengan tingkat ekoik
internal yang rendah yang menyulitkan ahli radiologi untuk mendiagnosis sebagai
kista tanpa mengeluarkan cairan.Tipe kista yang seperti ini disebut kista
kompleks. Walaupun kista kompleks tersebut terlihat sebagai massa yang solid,
namun kista tersebut bukanlah kanker. Dalam keadaan tertentu, kista dapat
menimbulkan nyeri yang hebat. Mengeluarkan isi kista dengan aspirasi jarum
halus akan mengempiskan kista dan mengurangi ketidaknyamanan.Apabila cairan
dari kista tampak seperti darah atau terlihat mencurigakan, cairan tersebut harus
diperiksakan ke laboratorium patologi untuk dilihat di bawah mikroskop.
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang
diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda warnanya,
mulai dari kuning pudar sampai hitam, kadang terlihat translusen dan bisa juga
kelihatan tebal dan bengkak4.
Kista ditemukan pada 1/3 dari wanita berusia antara 35 sampai 50 tahun.
Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun,
walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada
individu yang menggunakan terapi pengganti hormon4. Biasaannya kista ini soliter
tetapi tidak jarang ditemukan kista yang multiple. Pada kasus yang ekstrim,
keseluruhan mammae dapat dipenuhi dengan kista.Kista dapat memberikan rasa
tidak nyaman dan nyeri. Dikatakan bahwa terdapat hubungan antara ketidak

18
nyamanan dan nyeri ini dengan siklus menstruasi dimana perasaan tidak nyaman
dan nyeri ini meningkat sebelum menstruasi4. Kista ini biasanya dapat dilihat.
Karekteristiknya adalah licin dan teraba kenyal pada palpasi. Kista ini dapat juga
mobil namun tidak seperti fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa
menghilang jika kista terletak pada bagian dalam mammae. Jaringan normal dari
nodular mammae yang meliputi kista bisa menyembunyikan gambaran klasik dari
lesi yakni licin semasa dipalpasi. Mammografi dan ultrasonografi membantu
dalam penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini tidak begitu penting bagi
pasien yang simptomatik 5.
Massa soliter dengan dilatasi dari duktus retroareolar merupakan
gambaran yang bisa terlihat pada mammografi atau ultrasonografi sekiranya
massa yang terbentuk agak besar. Massa yang kecil tidak memberikan gambaran
khas pada mammografi dan ultrasonografi. Gambaran kalsifikasi jarang terlihat
pada penyakit ini namun bisa terjadi pada massa yang kecil maupun
besar.Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah eksisi massa dan diperiksa
dengan teknik histopatologi konvensional4.
Eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini sudah
tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista
akan menjadi lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi dengan
mammografi. Walaubagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa tidak terdapat massa
setelah dilakukan aspirasi4.
Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni :
(1) massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi.
(2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi darah.
Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista. Indikasi pertama
adalah sekiranya cairan aspirasi mengandung darah (selagi tidak disebabkan oleh
trauma dari jarum), kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang sangat
jarang ditemukan. Indikasi kedua adalah rekurensi dari kista 5. Hal ini bisa terjadi
karena aspirasi yang tidak adekuat dan terapi lanjut perlu diberikan sebelum
dilakukan eksisi. Apabila kista masih terus membesar, eksisi direkomendasikan5.
Teknik yang digunakan untuk aspirasi kista mammae yang dapat dipalpasi
sama dengan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi FNA. Permukaan

19
kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya digunakan jarum 21-gauge dan juga
syringe 20 ml5. Kista di fiksasi menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau jari
telunjuk dan jari tengah. Syringe dipegang oleh tangan yang lain dan kista
dipalpasi sehingga sudah tidak teraba. Volume dari cairan kista biasanya 5 ml
sampai 10 ml tetapi dapat mencapai 75 ml atau lebih. Cairan dari kista biasanya
berwarna coklat, kuning atau kehijauan. Sekiranya didapatkan cairan sedemikian,
pemeriksaan sitologi tidak diperlukan. Apabila ditemukan cairan kista bercampur
darah, 2 ml dari cairan diambil untuk pemeriksaan sitologi4.
Apabila kista ditemukan pada ultrasound tetapi tidak bisa dipalpasi,
aspirasi dengan ultrasound-guided needle bisa dilakukan. Kulit dibersihkan
dengan alkohol. Probe ultrasound dipegang dengan satu tangan untuk
mengidentifikasi kista. Syringe dipegang dengan tangan lain dan kista diaspirasi5.
g. Ektasia Duktus
Ektasia duktus merupakan pelebaran dan pengerasan dari duktus, dicirikan
dengan sekresi puting yang berwarna hijau atau hitam pekat, dan lengket.Pada
puting serta daerah disekitarnya akan terasa sakit serta tampak kemerahan2.
Ektasia duktus adalah kondisi yang biasanya menyerang wanita usia sekitar 40
sampai 50 tahun. Ektasia duktus adalah kelainan jinak yang walaupun begitu
dapat mengacaukan diagnosis dengan kanker dikarenakan benjolan yang keras di
sekitar duktus yang abnormal akibat terbentuknya jaringan parut.
Kondisi ini umumnya tidak memerlukan tindakan apapun, atau dapat
membaik dengan melakukan pengkompresan dengan air hangat dan obat-obat
antibiotik. Apabila keluhan tidak membaik, duktus yang abnormal dapat diangkat
melalui pembedahan dengan cara insisi pada tepi areola2.
h. Galaktokel
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang
hamil atau menyusui. Seperti kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti
kanker. Biasanya galaktokel tampak rata, benjolan dapat digerakkan, walaupun
dapat juga keras dan susah digerakkan. Penatalaksanaan galaktokel sama seperti
kista lainnya, biasanya tanpa melakukan tindakan apapun. Apabila diagnosis
masih diragukan atau galaktokel menimbulkan rasa tidak nyaman, maka dapat
dilakukan drainase dengan aspirasi jarum halus4.

20
2.2.4 Tumor Ganas Payudara
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara
berkembang, yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara
Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada
umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak
usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20
tahun 6.Berdasarkan klasifikasinya tumor payudara ganas dibagi menjadi :
Non invasive carcinoma
a. Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada
sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran
menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.
Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam
mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker 5.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak5. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker
invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh 5.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal 4. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan 2.

21
Gambar 2.7 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar
keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b. Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan
LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih
umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 2.8 Lobular carcinoma in situ


Invasive carcinoma
a. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae,
dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya

22
berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin
berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan
suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid).
Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease
meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung
penyebaran tumor dan adanya kanker invasif. 4,5
b. Invasive ductal carcinoma
1) Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini bermetastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila.
Kanker ini biasanya terdapat pada wanita premenopause atau postmenopause
dekade kelima sampai keenam, didapatkan massa soliter dan keras. Batasnya
kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk
konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau
kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering
berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.4,5
2) Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara
herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat
dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. Pada 20% kasus
ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa
(1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma
(2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif
(3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi
duktus atau alveolar.
Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik
terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon.
Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik
dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.4,5

23
3) Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada
wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival
mendekati 100%.4
4) Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan
sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.4

Gambar 2.8 Sitologi karsinoma lobuler invasive payudara

2.3 Dasar Diagnosis


2.3.1 Anamnesis
Anamnesis harus diawali dengan pencatatan identitas pasien secara
lengkap, keluhan apa yang mendasari penderita untuk datang ke dokter. Keluhan
ini dapat berupa massa di payudara yang berbatas tegas atau tidak, benjolan dapat
digerakkan dari dasar atau melekat pada jaringan di bawahnya, adanya nyeri,
cairan dari puting, adanya retraksi puting payudara, kemerahan, ulserasi sampai
dengan pembengkakan kelenjar limfe.
Terdapat kemungkinan patologis yang menyebabkan terdapatnya lesi
klinis pada payudara wanita dari berbagai umur, seperti yang terdapat pada tabel 2
berikut ini:

24
Tabel 2. Hubungan umur dengan keadaan lesi.8
Presentasi Kemungkinan Penyebab Patologis
< 25
Klinis 25-35 tahun 35-55 tahun >55 tahun
tahun
FAM,
a.Benjolan mobile FAM FAM Phyloides
Phyloides
b.Benjolan
Jarang Fibrokistik Fibrokistik Jarang
berbatas tegas
Karsinoma,
c.Benjolan keras
Jarang Karsinoma Karsinoma Nekrosis
dan melekat
lemak
d.Discharge Duktus Duktus
Jarang Jarang
papilla eksatia eksatia
Paget
Paget disease,
Adenoma Adenoma disease,
e.Ulserasi papila adenoma
papila papila adenoma
papila
papila

Perlu ditanyakan pula riwayat penyakit terdahulu hingga riwayat penyakit


sekarang. Tumor mulai dirasakan sejak kapan, cepat membesar atau tidak terasa
sakit atau tidak. Anamnesis penderita kelainan payudara harus disertai pula
dengan riwayat keluarga, riwayat kehamilan maupun riwayat ginekologi. 8

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


Inspeksi
Pasien diminta duduk tegak atau berbaring atau kedua duanya, kemudian
perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi adanya
kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. 14
Palpasi
Palpasi lebih baik dilakukan berbaring dengan bantal tipis dipunggung
sehingga payudara terbentang rata. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sendiri oleh
pasien atau oleh klinisi menggunakan telapak jari tangan yang digerakan
perlahan–lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara. Benjolan yang tidak

25
teraba ketika penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan pada posisi
duduk. Perabaan aksila pun lebih mudah dilakukan dalam posisi duduk. Dengan
memijat halus puting susu dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, darah, atau
nanah. Cairan yang keluar dari kedua puting susu harus dibandingkan. 13

Gambar 2.9 Teknik palpasi

Terdapat tanda atau gejala dari hasil pemeriksaan fisik yang dapat
menunjukkan bentuk lesi mammae, sebagai berikut:

Tabel 3. Tanda hasil pemeriksaan fisik


Tanda atau Gejala Dasar Patologis
Benjolan
 Difus Fibrosis, hiperplasia eptel dan kista pada
perubahan fibrokistik
 Soliter Neoplasma atau kista soliter
 Mobile Neoplasma jinak (biasanya FAM)
 Melekat Neoplasma Invasif (karsinoma)
Gambaran Kulit
 Edema Gangguan aliran limfe akibat karsinoma
 Berkerut atau Invasi kulit akibat karsinoma
berlekatan
 Eritema Aliran darah meningkat akibat radang atau
tumor
Papila Mammae
 Discharge Discharge mirip ASI atau darah
 Retraksi Hal ini terkait karsinoma invasive,
 Eritema Penyakit paget papila mamma atau ekzema

26
Pembesaran Kelenjar aksila Metastasis karsinoma mammae

Nyeri tulang Metastasis Karsinoma mamma atau


berhubungan dengan hiperkalsemia

2.3.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Prosedur pemeriksaan ini dengan cara menyuntikkan jarum berukuran 22–
25 gauge melewati kulit atau secara percutaneous untuk mengambil contoh cairan
dari kista payudara atau mengambil sekelompok sel dari massa yang solid pada
payudara. Setelah dilakukan FNAB, material sel yang diambil dari payudara akan
diperiksa di bawah mikroskop yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan
pengecatan sampel.7
Sebelum dilakukan pengambilan jaringan, terlebih dulu dilakukan
pembersihan pada kulit payudara yang akan diperiksa. Apabila benjolan dapat
diraba maka jarum halus tersebut di masukan ke daerah benjolan.

Gambar 2.10Pemeriksaan FNAB


Apabila benjolan tidak dapat diraba, prosedur FNAB akan dilakukan
dengan panduan dari sistem pencitraan yang lain seperti mammografiatau USG.
Setelah jarum dimasukkan ke dalam bagian payudara yang tidak normal, maka
dilakukan aspirasi melalui jarum tersebut.
Pada prosedur FNAB seringkali tidak dilakukan pembiusan lokal karena
prosedur anastesi lebih memberikan rasa sakit dibandingkan pemeriksaan FNAB

27
itu sendiri. Selain itu, lidokain yang digunakan sebagai bahan anestesi bisa
menimbulkan artefak yang dapat terlihat pada pemeriksaan mikroskopis. 4
Hampir semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya
superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh
unpalpable, dengan indikasi:

a. Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan


b. Diagnosis prabedah kanker sebagai pengganti diagnosis potong
beku intraoperatif
c. Diagnosis pertama pada wanita muda yang kurang dari 30 tahun
dan wanita lanjut usia
d. Payudara yang telah dilakukan beberapa kali biopsi diagnostik
e. Penderita yang menolak operasi atau anestesi
f. Nodul–nodul lokal atau regional setelah operasi mastektomi
g. Kasus kanker payudara stadium lanjut yang sudah inoperable
h. Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian.

Prosedur FNAB memiliki beberapa keuntungan antara lain FNAB adalah


metode tercepat dan termudah dibandingkan biopsi eksisi maupun insisi payudara.
Hasil dapat diperoleh dengan cepat sehingga pasien dapat segera mendapatkan
terapi selanjutnya. Keuntungan lain dari metode ini adalah biaya pemeriksaan
lebih murah, rasa cemas dan stress pasien lebih singkat dibandingkan metode
biopsy.8
Kekurangan dari metode ini hanya mengambil sangat sedikit jaringan atau
sel payudara sehingga hanya dapat menghasilkan diagnosis berdasarkan keadaan
sel. Dari kekurangan tersebut, FNAB tidak dapat menilai luasnya invasi tumor
dan terkadang subtipe kanker tidak dapat diidentifikasi sehingga dapat terjadi
negatif palsu.

b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan jarum yang
sangat halus maupun dengan jarum yang cukup besar untuk mengambil jaringan.
Kemudian jaringan yang diperoleh menggunakan metode insisi maupun eksisi
dilakukan pewarnaan dengan Hematoxylin dan Eosin. Metode biopsi eksisi

28
maupun insisi ini merupakan pengambilan jaringan yang dicurigai patologis
disertai pengambilan sebagian jaringan normal sebagai pembandingnya. Tingkat
keakuratan diagnosis metode ini hampir 100% karena pengambilan sampel
jaringan cukup banyak dan kemungkinan kesalahan diagnosis sangat kecil. Tetapi
metode ini memiliki kekurangan seperti harus melibatkan tenaga ahli anastesi,
mahal, membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama karena harus di insisi,
menimbulkan bekas berupa jaringan parut yang nantinya akan mengganggu
gambaran mammografi, serta dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan dan
infeksi.4

c. Mammografi dan Ultrasonografi


Mammografi dan ultrasonografi berperan dalam membantu diagnosis lesi
payudara yang padat palpable maupun impalpable serta bermanfaat untuk
membedakan tumor solid, kistik dan ganas. Teknik ini merupakan dasar untuk
program skrinning sebagai alat bantu dokter untuk mengetahui lokasi lesi dan
sebagai penuntun FNAB. Menurut Muhartono (2012), FNAB yang dipandu USG
untuk mendiagnosis tumor payudara memiliki sensitivitas tinggi yaitu 92% dan
spesifisitas 96% (Underwood & Cross, 2010).Pemeriksaan ini mempergunakan
linear scanner dengan transduser berfrekuensi 5 MHz. Secara sistematis, scanning
dimulai dari kuadran medial atas dan bawah dilanjutkan ke kuadran lateral atas
dan bawah dengan film polaroid pada potongan kraniokaudal dan mediolateral
oblik. Nilai ketepatan USG untuk lesi kistik adalah 90– 95%, sedangkan untuk
lesi solid seperti FAM adalah 75–85%. Untuk mengetahui tumor ganas nilai
ketepatan diagnostik USG hanya 62– 78% sehingga masih diperlukan
pemeriksaan lainnya untuk menentukan keganasan pada payudara. 15

2.4 Tatalaksana
Untuk tumor jinak payudara terapi dapat dibedakan berdasarkan jenis-jenis
tumor itu sendiri.
 Papiloma Intraduktal
Eksisi lokal atau pengambilan benjolan dari payudara merupakan terapi utama.
Hal ini dapat dilakukan dengan bius lokal. Apabila biopsi pada benjolan
menunjukkan hasil atipikal hiperplasia pada papiloma ini, maka risiko kanker

29
payudara meningkat dibandingkan dengan hasil penyakit proliperatif dengan
atipia.
 Fibroadenoma
Pada saat FAM diketahui, diagnosis ini dikonfirmasi dengan biopsi atau analisis
sitologi (sel). Biopsi tersebut dapat mengkonfirmasi adanya sel keganasan.
 Tumor Filodes Jinak
Tumor yang besar dan ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan
mastektomi (pengambilan jaringan payudara). Mastektomi sebaiknya dihindari
apabila memungkinkan. Apabila pemeriksaan patologi memberikan hasil tumor
filodes ganas, maka re-eksisi komplit dari seluruh area harus dilakukan agar tidak
ada sel keganasan yang tersisa.

Gambar 2.11 Insisi tumor mammae beserta KGB regional.

Batasan stadium yang masih operabel/kurabel adalah stadium IIIa. Sedangkan


terapi pada stadium IIIb dan IV tidak lagi mastektomi, melainkan paliatif.

Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara.Ada3 jenis mastektomi5:

 Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh


payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang
iga, serta benjolan di sekitar ketiak.

30
 Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara
saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
 Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara.
Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan
yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu
diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy
direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan
letaknya di pinggir payudara.

Tindakan operatif tergantung stadium kanker, yaitu:


1. Pada stadium I dan II lakukan mastektomi radikal atau modifikasi
mastektomi radikal. Setelah itu periksa KGB, bila ada metastasis
dilanjutkan dengan radiasi regional dan kemoterapi ajuvan. Dapat pula
dilakukan mastektomi simpleks yang harus diikuti radiasi tumor bed dan
daerah KGB regional. Pada T2N1 dilakukan mastektomi radikal dan
radiasi lokal didaerah tumor bed dan KGB regional. Untuk setiap tumor
yang terletak pada kuadran sentral dan medial payudara harus dilakukan
radiasi pada rantai KGB regional

Gambar 2.12 Modifikasi radikal mastektomi.

Metode ini dilakukan dengan eksisi tumor, reseksi segmental, reseksi


parsial, kuadranektomi, diikuti dengan diseksi KGB aksila secara total.

31
Syarat teknik ini adalah :
 Tumor primer tidak lebih dari 2cm
 N1b kurang dari 2cm
 Belum ada metastasis jauh
 Tidak ada tumor primer lainnya
 Payudara kontralateral bebas kanker
 Payudara bersangkutan belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya
[kecuali lumpektomi]
 Tidak dilakukan pada payudara yang kecil karena hasil kosmetiknya tidak
terlalu menonjol
 Tumor primer tidak terlokasi di belakang puting susu

1. Pada stadium IIIa lakukan mastektomi radikal ditambah kemoterapi


ajuvan, atau mastektomi simpleks ditambah radioterapi pada tumor dan
KGB regional.
2. Pada stadium yang lebih lanjut, lakukan tindakan paliatif dengan tujuan:
a. Mempertahankan kualitas hidup pasien agar tetap baik/tinggi dan
menganggap bahwa kematian adalah proses yang normal.
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.

Perawatan paliatif pun dilakukan berdasarkan stadium, yaitu:


1. Pada stadium IIIb dilakukan biopsi insisi, dilanjutkan radiasi. Bila residu
tidak ada, tunggu. Bila relaps, tambahkan dengan pengobatan hormonal
dan kemoterapi. Namun, bila residu setelah radiasi tetap ada, langsung
diberikan pengobatan hormonal sebagai berikut :
1. Pada pasien premenopause dilakukan oofarektomi bilateral.
2. Pada pasien sudah 1-5 tahun menopause periksa efek estrogen. Bila
positif lakukan seperti [a]. bila negatif, lakukan seperti [c].
Observasi selama 6-8 minggu. Bila respon baik, teruskan terapi,

32
tetapi bila respon negatif dilakukan kemoterapi dengan CMF
[CAF] minimal 12 siklus selama 6 minggu.
3. Pada pasien pasca menopause lakukan terapi hormonal
inhibitif/aditif.
4. Pada stadium IV
1. Pada pasien pre menopause dilakukan oofarektomi
bilateral. Bila respon positif, berikan aminoglutetimid atau
tamofen. Bila relaps atau respon negatif, berikan
CMF/CAF.
2. Pada pasien sudah 1-5 tahun menopause, periksa efek
estrogen. Efek estrogen dapat diperiksa dengan
estrogen/progesteron reseptor [ER/PR]. Bila positif,
lakukan seperti [a]. Bila negatif lakukan seperti [c].
3. Pada pasien pasca menopause berikan obat-obat hormonal
seperti tamoksifen, estrogen, progesteron dan
kortikosteroid.

Keterangan C=cyclophosphamide, M=methotrexate, F= 5-fluorourasil.

Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker
dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel
kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek
pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di
sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai
akibat dari radiasi.

Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil
cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak
hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek
dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok
karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

33
2.5 Pencegahan
Pada prinsipnya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok
besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir
setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian
penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula
pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk


promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang “sehat” melalui upaya
menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan
melaksanakan pola hidup sehat.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko


untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus
haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan
sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini
terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki
akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-
menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan mammografi tetap
dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:

 Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer


risk assessement survey.
 Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan
mammografi setiap tahun.
 Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai
mencapai usia 50 tahun.

Foster danConstantamenemukan bahwa kematian oleh kanker payudara


lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan

34
Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI
untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan
mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%.

Dengan mengetahui adanya faktor resiko pada seseorang diharapkan agar


ia lebih dewasa terhadap kelainan-kelainan yang ada pada payudara, baik dengan
rutin melakukan SADARI maupun secara periodik memeriksakan kelainan
payudara atau tanpa kelainan kepada dokternya. Dan bagi dokter perlu melakukan
pemeriksaan fisik yang baik dan legeartis dan melakukan mammografi pada
penderita dengan faktor high-risk tersebut.

Sebaiknya pemeriksaan SADARI dilakukan sehabis mandi selesai masa


menstruasi. Sebelum menstruasi payudara agak membengkak sehingga
menyulitkan pemeriksaan.

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila


terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat
menurunkan angka kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah
pada wanita muda, namun sangat penting untuk diajarkan SADARI semasa muda
agar terbiasa melakukannya di kala tua. Wanita premenopause (belum memasuki
masa menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah
siklus menstruasinya selesai.

Cara melakukan SADARI adalah :

1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri


menghadap cermin
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit
payudara, dan puting yang masuk
3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak
pinggang untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk
memperjelas kerutan pada kulit payudara

35
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak
6. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan

Gambar 2.8. Pemeriksaan sadari.

c. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara
sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang
harapan hidup penderita.
Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan.
Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak
terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis,

36
dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu,
pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari
pengobatan alternatif.

37
BAB 3

KESIMPULAN

1. Kelainan pada payudara dapat digolongkan menjadi empat golongan besar


yaitu kelainan kongenital, infeksi, kelainan akibat ketidakseimbangan
hormonal, dan neoplasma.
2. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan payudara meliputi ginekomastia
dan kelainan kongenital seperti amastia, athelia, dan mammae aberant.
3. Kelainan payudara akibat infeksi antara lain mastitis puerperalis akut,
mastitis tuberkulosa dan fistel paraaerola.
4. Kelainan pada payudara akibat ketidakseimbangan hormonal antara lain
seperti fibrokistik mammae.
5. Kelainan payudara akibat neoplasma dapat digolongkan menjadi neoplasma
jinak dan ganas.
6. Kelainan payudara berupa neoplasma jinak seperti fibroadenoma mammae,
papilloma duktus dan tumor filoides.
7. Kelainan payudara berupa neoplasma ganas seperti karsinoma mammae.
8. Diagnosis kelainan payudara ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
9. Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama dan faktor risiko yang
dimiliki oleh pasien untuk mengarahkan pemeriksa dalam menegakkan
diagnosis.
10. Inspeksi dan palpasi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk
menegakkan diagnosis kelainan payudara.
11. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi benjolan, sekret, dan
gambaran khas sesuai dengan kelainan payudara yang diderita pasien.
12. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
kelainan payudara adalah pemeriksaan mamografi, ultrasonografi, biopsy
aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy/ FNAB), dan pemeriksaan
histopatologi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Penanggulangan & Pelayanan Kanker Payudara Terpadu Paripurna


R.S Kanker Dharmais. 2003. Penatalaksanaan Kanker Payudara
Terkini, edisi 1, Pustaka Obor, Jakarta.
2. Haryono SJ, Sukasih C, Swantari NM, Manuaba TW, Bisono, 2013.
Payudara. Dalam (Sjamsuhidayat R, Karnadiharja W, Prasetyono TO,
Rudiman R ed). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: EGC, 471-
497
3. Moore KL, Dalley AF, Agus AM, 2009. Anatomi klinis dasar. Edisi ke–5.
Jakarta: Erlangga. hlm. 277–9
4. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty
G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
5. Eroschenko VP, 2008. Atlas histologi diFiore. Edisi ke–11. Jakarta: EGC.
hlm. 137–9.
6. Snells R.S., 2006. Anatomi Klinik, Edisi 6, EGC, Jakarta
7. Fadjari H, 2012. Pendekatan diagnosis benjolan di payudara. CDK, 39(4):
308– 10.
8. Underwood JCE, Cross SS, 2010. Patologi umum dan sistemik. Edisi ke–
2. Jakarta: EGC. hlm. 543–66.
9. Utami VL, Muhartono, Fiana DN, Soleha TU, 2014. Characteristic of
carcinoma mammae at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
2010–2012. J Agromed Unila, 1(1): 1–7
10. Nasar IM, Himawan S, Marwoto W, 2010. Buku ajar patologi II. Edisi ke–
1. Jakarta: Sagung Seto. hlm. 375–95.
11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, 2012. Buku Ajar Patologi Robbins,
Edisi 7, Jakarta: EGC
12. Price S, Wilson P, 2006. Patofisiologi konsep klinis proses–proses
penyakit. Edisi ke–6. Jakarta: EGC. hlm. 465–76
13. Grace PA, Borley, Neil R, 2006. Tumor jinak. Dalam: Safitri, Armalia. At
Glance Ilmu Bedah. Edisi Ke–3. Jakarta: Erlangga. hlm. 129–31.
14. De Jong WD, Sjamsuhidajat R. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke–2.
Jakarta: EGC. hlm. 471–97.
15. Britto AJ, 2005. Benjolan Pada Payudara. Dalam: Jaya DA. Kisi–kisi
menembus masalah bedah. Jakarta: EGC. hlm. 49–51
16. Rasad S, Makes D, 2005. Radiologi diagnostik. Edisi ke–2. Jakarta: FK
UI. hlm. 155–9

39

Anda mungkin juga menyukai