I. Latar Belakang
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit yang banyak dijumpai dalam
praktek dokter sehari-hari, baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis THT.
Rinitis alergi mengenai kira-kira 10-25% penduduk dunia. Penyakit ini
sebenarnya tidak membahayakan penderita tetapi mengganggu konsentrasi
belajar, mengganggu produktifitas kerja dan menurunkan kualitas hidup penderita
dan keluarganya, serta membutuhkan biaya yang besar untuk penyembuhannya.
Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global yang dapat terjadi di
semua negara, semua golongan dan etnik, dapat mengenai laki-laki maupun
perempuan dari semua golongan umur dengan puncak di usia reproduktif, tetapi
biasanya mulai timbul pada anak dan dewasa muda. Timbulnya gejala pada
sebagian besar penderita rinitis alergi terjadi di usia 10-40 tahun. Hadi Sudrajad di
RSUP Dr. Kariadi Semarang, melaporkan penderita rinitis alergi usia 11-20 tahun
sebesar 28,5%, di usia 21-30 tahun sebanyak 35,7% dan sebesar 19,6% berusia
31-40 tahun.
Prevalensi rinitis alergi pada dekade terakhir ini cenderung meningkat
mencapai 10-25% populasi penduduk dunia dan lebih dari 500 juta orang
menderita penyakit ini yang merupakan salah satu penyebab terbanyak seseorang
mengunjungi dokter umum maupun dokter spesialis telinga hidung tenggorokbedah kepala leher (THT-KL). Rinitis alergi ditandai dengan gejala karakteristik
seperti bersin-bersin, hidung tersumbat, rinore, rasa gatal, mata merah dan berair.
Rinitis alergi ini banyak dikaitkan dengan riwayat atopi pada keluarga, antara lain
asma, urtikaria, konjungtivitis alergi, eksema dan penyakit atopi lainnya.
II. Judul Kegiatan
Kegiatan ini merupakan sebuah penyuluhan dengan judul Rinitis Alergi,
Kenali Tanda dan Gejala, Faktor Penyebab, Penatalaksanaan dan Komplikasinya.
III. Tujuan Kegiatan
1.
2.
tentang apa itu rinitis alergi dan bagaimana gejala yang ditimbulkannya.
Memberikan pemahaman kepada pasien-pasien yang datang ke Puskesmas
tentang bagaimana cara penatalaksanaannya dan komplikasi apa yang dapat
3.
4.
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang.
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau
bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme
fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin
dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat
dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis. Gejala lain ialah
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata
gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.
Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada
tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan
pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat
muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau
cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar
hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi
membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba
eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia
submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita
suara. Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu
makan dan sulit tidur.
Etiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi
genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat
berperan pada ekspresi rinitis alergi Penyebab rinitis alergi tersering adalah
alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering
disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa
pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis
alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial
(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau
Penatalaksanaan
Secara umum pilihan penanganan rinitis alergi adalah sebagai berikut:
1. Menghindari Alergen penyebab dan kontrol lingkungan
Terapi yang paling ideal adalah menghindari kontak dengan alergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Cara yang ideal untuk meminimalkan
paparan alergen (misalkan serbuk sari ) adalah menghindari kegiatan diluar rumah
selama musim serbuk sari (misalnya saat memotong rumput atau berkebun).
Untuk mengontrol debu, tungau, spora jamur, dan bulu hewan peliharaan, saransaran berikut mungkin bisa digunakan yaitu, mengurangi kelembaban udara
dirumah dibawah 50%, misalnya dengan memasang AC, melarang hewan
peliharaan berkeliaran didalam rumah, memasang alat penyaring udara,
membungkus bantal, kasur dengan penutup hipoalergenik/ pelindung plastik
(untuk perlindungan tungau dan debu), jika alergi terhadap debu rumah, sebaiknya
jangan menggunakan mebel, karpet, dan tirai yang sifatnya menampung debu, dan
menghisap debu sesering mungkin.
2. Farmakoterapi.
Penyakit alergi disebabkan oleh mediator kimia yang dilepaskan oleh sel
mast yang dipicu oleh adanya ikatan alergen dengan IgE spesifik yang melekat
pada reseptornya di permukaan sel tersebut. Histamin merupakan mediator yang
berperan besar pada timbulnya gejala rinitis alergi pada reaksi fase cepat,
sedangkan mediator lain yang tergolong newly formed mediator dan mediator dari
sel eosinofil berperan pada reaksi fase lambat yang menyebabkan inflamasi dan
hiperreaktifitas non spesifik yang dapat menetap berhari-hari. Tujuan pengobatan
rinitis alergi adalah mengurangi gejala akibat paparan alergen, hiperreaktifitas
nonspesifik dan inflamasi, perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat
menjalankan aktifitas sehari-hari, mengurangi efek samping pengobatan, edukasi
penderita untuk meningkatkan ketaatan berobat dan kewaspadaan terhadap
penyakitnya, merubah jalannya penyakit dan pengobatan kausal. Untuk mencapai
tujuan pengobatan rinitis alergi berikut ini ada beberapa terapi untuk rinitis alergi.
a. Antihistamin
Antihistamin sering digunakan sebagai terapi lini pertama untuk
pengobatan rinitis alergi, antihistamin yang digunakan adalah antagonis
histamin H-1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1
sel target, antihistamin efektif pada reaksi fase awal karena efeknya
mengurangi bersin, rinore, dan gatal-gatal, tetapi sedikit efeknya terhadap
gejala obstruksi hidung pada fase lambat.
b. Kortikosteroid intranasal.
Kortikosteroid intranasal merupakan obat yang paling efektif
meringankan gejala rinitis alergi, dapat mengurangi gejala bersin, rinore,
gatal dan hidung tersumbat. Efek maksimal dapat berlangsung dari 1
hingga 2 minggu setelah onset penggunaannya. Efektifitas terapi
tergantung pada penggunaan yang teratur dan aplikasi yang memadai pada
rongga hidung. Obat ini mempunyai penyerapan yang minimal secara
sistemik dan tanpa efek samping sistemik, dan dapat digunakan pada anakanak, tidak mempengaruhi pertumbuhan tulang pada anak-anak. Efek
samping lokal seperti kekeringan, dan epistaksis. Contoh obat ini adalah:
triamsinolon, budesonide, flutikason, mometason.
c. Kortikosteroid Sistemik.
Kortikosteroid sistemik mungkin diperlukan untuk kasus rinitis
alergi yang berat, dimana gejala yang timbul sulit teratasi, dapat diberikan
secara oral maupun intramuskular. Untuk pemberian jangka panjang, dosis
tappering off setelah pemberian 3-7 hari. Kortikosteroid sistemik
mengatasi proses inflamasi dan secara signifikan efektif mengatasi semua
gejala rhinitis alergi.
d. Dekongestan.
Dekongestan bekerja pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung
yang menghasilkan efek vasokonstriksi sehingga mengurangi gejala
obstruksi hidung (turbinate congestion), dapat mengurangi patensi hidung
tetapi tidak meringankan rinore, gatal dan bersin. Dekongestan intranasal
misalnya oxymetazoline, bila terlalu sering digunakan dapat menyebabkan
berulangnya obstruksi hidung (rebound nasal congestion) dan ada efek
ketergantungan jika digunakan lebih dari 3-4 hari (rinitis medikamentosa).
e. Antikolinergik intranasal.
Obat ini cenderung hanya mengontrol gejala rinore, dan tidak
memiliki efek lain terhadap gejala alergi. Salah satu yang paling umum
digunakan adalah ipratropium bromide. Obat ini dapat dikombinasikan
dengan obat anti alergi lain untuk mengontrol rinore pada rinitis alergi
perenial.
f. Kromolin intranasal.
Kromolin intranasal (misalnya Nasalcrom) efektif digunakan
sebelum timbulnya gejala rinitis alergi karena bekerja menstabilkan dan
menghambat degranulasi sel mast, bersifat profilaksis dan efektif pada
rinitis alergi seasonal dan biasanya diberikan pada pasien dengan keluhan
ringan.
g. Leukotrine inhibitor.
Obatnya adalah Montelukast, merupakan obat baru untuk
pengobatan rinitis alergi. Sampai saat ini, studi klinis telah menunjukkan
keberhasilan yang lebih besar dibandingkan placebo, tetapi kurang efektif