RHINITIS ALERGI
A.
EPIDEMIOLOGI
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan
alergi debu, paparan terhadap debu tidak menimbulkan reaksi. Namun paparan debu
pada orang yang alergi debu dapat memicu reaksi antibodi. Antibodi ini menyebabkan
sel mengeluarkan zat kimia yang menyebabkan gejala seperti hidung berair, gatal,
hidung tersumbat, bersin-bersin, bahkan sesak napas.
Orang yang sedang terkena rinitis alergi menjadi lebih sensitif terhadap zat iritan
lainnya seperti asap rokok, udara dingin, dan polusi. Rinitis juga dapat menjadi faktor
pemberat pada asma, sinusitis, infeksi telinga, dan menyebabkan gangguan tidur.
Berbeda dengan rinitis alergi, rinitis non-alergi timbul tanpa reaksi alergi. Rinitis jenis
ini dapat timbul akibat infeksi virus, infeksi bakteri, dipicu oleh makanan dan alkohol,
polutan udara, perubahan hormonal, dan dipicu oleh beberapa jenis obat.
IV. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang
terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan alergen. Gejala lainnya adalah
keluar ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, mata gatal, dan kadang disertai
dengan keluarnya air mata. Beberapa tanda lain yang dapat timbul adalah adanya
bayangan gelap di bawah mata (allergic shinner), gerakan menggosok-gosok hidung
pada anak-anak (allergic salute), timbul garis pada bagian depan hidung (allergic
crease).
V. PATOFISIOLOGI
Sensitisasi dimulai dengan konsumsi atau inhalasi antigen. Pada pemajanan
ulang, mukosa nasal bereaksi dengan pelambatan kerja silia, pembentukan edema dan
infiltrasi leukosit (terutama eusinofil). Histamine merupakan mediator utama reaksi
alergi pada mukosa nasal. Edema jaringan terjadi akibat vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di
endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel,
dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai
produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan
selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas
terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini
menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat
dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan
nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2010).
VI. KLASIFIKASI
Rinitis alergi diklasifikasikan berdasarkan:
1. Lama gejala, rinitis alergi dibagi menjadi:
Intermiten: Gejala <4 hari per minggu dan lamanya <4 minggu
Persisten: Gejala >4 hari per minggu dan lamanya >4 minggu
Ringan (tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat olahraga dan santai normal, tidak
Berat (satu atau lebih gejala, tidur terganggu, aktivitas sehari-hari, saat olahraga
dan santai terganggu, gangguan saat bekerja dan sekolah, ada keluhan yang
mengganggu).
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic yang dapt dilakukan mencakup sediaan apus nasal, hidung
darah perifer, total serum IgE, tes epikutan, tes intradermal, RAST, pemeriksaan
eliminasi serta provokasi makanan, dan tes provokasi nasal. Uji kulit alergen untuk
menentukan alergen penyebab, foto sinus paranasalis (usia 4 tahun ke atas) atau CTscan bila dicurigai komplikasi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi.
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu
atau seluruh intervensi berikut ini : tindakan menghindari alergen, farmakoterapi atau
imunoterapi. Terapi yang paling ideal untuk rinitis alergi, seperti halnya alergi pada
umumnya, adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebab. Biasanya
dokter akan memberikan obat-obat antihistamin atau dikombinasi dengan dekongestan
dan kortikosteroid. Setelah gejala menghilang hendaknya kita tetap menghindari zat-zat
yang sudah diketahui dapat memicu reaksi alergi pada tubuh kita. Bila kita kembali
terpapar oleh alergen tersebut maka gejala alergi akan muncul kembali.
IX. PROGNOSIS
Jika Anda memiliki riwayat alergi atau asma dalam keluarga dan mengalami gejala
rinitis, maka besar kemungkinan Anda mengalami suatu rinitis alergi. Berkonsultasilah
dengan dokter untuk mengetahui zat apa saja yang akan memicu reaksi alergi Anda.
Dokter mungkin akan menyarankan tes kulit (skin prick test) yaitu memberikan
berbagai jenis alergen pada kulit Anda dan melihat apakah akan timbul reaksi alergi.
Tidak perlu khawatir, alergen yang diberikan hanya sedikit sehingga kalaupun reaksi
alergi timbul, reaksinya hanya berupa sedikit kemerahan di kulit.
B.
I.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
2.
3.
Pemeriksaan alergi akan menemukan sifat antigen, perubahan gejala musim dan
riwayat penggunaan obat.
4.
Keluhan suara parau, mengi, biduran, ruam, eritema atau edema harus diperhatikan.
Setiap hubungan antara masalah emosional atau stress dan terpicunya gejala alergi harus
dikaji.
II.
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan reaksi alergi ditandai dengan
bersin-bersin, hidung tersumbat dan sesak napas.
2.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sensitifitas terhadap zat iritan ditandai
dengan mengeluhkan istirahat merasa tidak puas.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2010, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Dorland, Patofisiologi (buku Saku), EGC, Jakarta
Gordon et all. 2010. Nanda Nursing Diagnoses. Definition and classification 20012010. Phildelpia : NANDA
Johnson, marion, dkk. 2010. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC
Mccloskey, joane C.dkk. 2009. IOWA Intervention Project Nursing Intervention
Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby