Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


A. Pengertian
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau nanah. Biasanya disertai
gangguan pendengaran (Kapita Selekta, 2010).
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP)
atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis ialah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah.
Otitis media kronis adalah perforasi yang perforasi yang parmanen dari membrana
timpani,

dengan

atau

tidak

dengan

perubahan

permanen

pada

telinga

tengah

(www.merck.com, 2009).
B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
antara lain:
1. Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.

JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)


1. OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna) = Proses peradangan pada OMSK tipe aman
terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang dan perforasinya terletak di

sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang/maligna), Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna
yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe ini terletak di
marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat kolesteatoma pada OMSK dengan
perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi timbul pada OMSK tipe ini.
3. Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
1. OMSK tipe aktif
OMSK tipe aktif merupakan OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif.
2. OMSK tipe tenang
OMSK tipe tenang merupakan keadaan dimana kavum timpani terlihat basah atau
kering.
C. Patofisiologi

D. Tanda dan Gejala


Keluhan utama dapat berupa :

Gangguan pendengaran/pekak.

Suara berdenging/berdengung (tinitus)

Rasa pusing yang berputar (vertigo).

Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)

Keluar cairan dari telinga (otore)

E. Penatalaksanaa
Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1.

Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.

2.

Pemberian antibiotika:

a.

Topikal antibiotik ( antimikroba)


Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa

dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan
obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:

Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

Terramycin

Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis
media kronik adalah :

Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.

Neomisin

Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.

Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid


1.

sistemik antibiotik

Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis
tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:

Pseudomonas

: Aminoglikosida karbenisilin

P. mirabilis

: Ampisilin atau sefalosforin

P. morganii, P. vulgaris

: Aminoglikosida Karbenisilin

Klebsiella

: Sefalosforin atau aminoglikosida

E. coli

: Ampisilin atau sefalosforin

S. Aureus

: penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

Streptokokus

: Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

B. fragilis

: Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam
nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK
belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan
dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8
jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
F. Pemeriksaan diagnostik
1.

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :


Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang

secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat
meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan,
sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan
intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen
dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964
dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan
menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur,
biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB
apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2.

Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi

daerah

mastoid

pada

penyakit

telinga

kronis

nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.


Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil
dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal.
Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang
sekarang biasa digunakan adalah :

1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.
G. Prognosis
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya
kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat
menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung,
2009).
H.

H.

Komplikasi
- Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
- Mastuiditis
- Cholesteatoma
- Abses apidural (peradangan disekitar otak)
- Paralisis wajah
- Labirin titis
(Fung, 2004)
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.


2. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran.
3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

I.

Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :

Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).

Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang,
berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.

Intervensi Keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan
metode yang

digunakan oleh staf dan klien, seperti : Tulisan, Berbicara, Bahasa isyarat.

2. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.

Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas
langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan
keras).Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu. dan
Dekati klien dari sisi telinga yang baik.

Jika klien dapat membaca ucapan : Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat
dan jelas., Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak
dapat membaca bibi anda.

Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien dengan Minimalkan


percakapanT jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis dan Tegaskan
komunikasi penting dengan menuliskannya.

Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua


komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri
yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.

3. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.

Bicara dengan jelas, menghadap individu.

Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.

Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.

Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan


jawaban lebih dari ya dan tidak.

Rasional :
1. Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang
akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh

klien.
3. Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan
baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
Diagnosa 2: Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat
fungsional.
Intervensi Keperawatan :
1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
2. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
3. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
4. Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional :
1. Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta
perawatannya yang tepat.
2. Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa
sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3. Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran
rusak secara permanen.
4.

Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa


berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

Diagnosa 3: Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,


nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :

Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.

Respon klien tampak tersenyum

Intervensi Keperawatan :

1. Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
2. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti
yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
3. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu
klien.
Rasional :
1. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat
membantu klien.
3. Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk berkomunikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi III, FKUI,2010
Fung, K., 2009, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi,
Sp.THT & Prof.dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2009.
Tim Penyususn. 2009. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher.
FKUI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai