dengan
atau
tidak
dengan
perubahan
permanen
pada
telinga
tengah
(www.merck.com, 2009).
B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
antara lain:
1. Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.
sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang/maligna), Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna
yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe ini terletak di
marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat kolesteatoma pada OMSK dengan
perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi timbul pada OMSK tipe ini.
3. Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
1. OMSK tipe aktif
OMSK tipe aktif merupakan OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif.
2. OMSK tipe tenang
OMSK tipe tenang merupakan keadaan dimana kavum timpani terlihat basah atau
kering.
C. Patofisiologi
Gangguan pendengaran/pekak.
E. Penatalaksanaa
Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1.
2.
Pemberian antibiotika:
a.
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan
obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:
Terramycin
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis
media kronik adalah :
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.
Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
Kloramfenikol
sistemik antibiotik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis
tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:
Pseudomonas
: Aminoglikosida karbenisilin
P. mirabilis
P. morganii, P. vulgaris
: Aminoglikosida Karbenisilin
Klebsiella
E. coli
S. Aureus
Streptokokus
B. fragilis
: Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam
nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK
belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan
dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8
jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
F. Pemeriksaan diagnostik
1.
secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat
meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan,
sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan
intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen
dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964
dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan
menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur,
biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB
apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2.
Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi
daerah
mastoid
pada
penyakit
telinga
kronis
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.
G. Prognosis
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya
kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat
menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung,
2009).
H.
H.
Komplikasi
- Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
- Mastuiditis
- Cholesteatoma
- Abses apidural (peradangan disekitar otak)
- Paralisis wajah
- Labirin titis
(Fung, 2004)
Diagnosa Keperawatan
I.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang,
berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan
metode yang
digunakan oleh staf dan klien, seperti : Tulisan, Berbicara, Bahasa isyarat.
Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas
langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan
keras).Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu. dan
Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
Jika klien dapat membaca ucapan : Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat
dan jelas., Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak
dapat membaca bibi anda.
Rasional :
1. Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang
akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh
klien.
3. Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan
baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
Diagnosa 2: Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga
tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat
fungsional.
Intervensi Keperawatan :
1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
2. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
3. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
4. Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional :
1. Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta
perawatannya yang tepat.
2. Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa
sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3. Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran
rusak secara permanen.
4.
Intervensi Keperawatan :
1. Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
2. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti
yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
3. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu
klien.
Rasional :
1. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat
membantu klien.
3. Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi III, FKUI,2010
Fung, K., 2009, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi,
Sp.THT & Prof.dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2009.
Tim Penyususn. 2009. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher.
FKUI: Jakarta