DISUSUN OLEH :
DAFTAR ISI
BAB I TINJAUAN TEORITIS
1.1 Definisi...........................................................................................................1
1.2 Etiologi...........................................................................................................1
1.3 Klasifikasi.......................................................................................................2
1.4 Patofisologi.....................................................................................................3
1.7 Penatalaksanaan..............................................................................................7
2.1 Pengkajian....................................................................................................15
TINJAUAN TEORITIS
1.1 Definisi
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-
bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO
ARIA tahun 2001). Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran
mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ).
1.2 Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap
sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8
jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
1
2
b. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga
tahap besar :
1.3 Klasifikasi
1.4 Patofisologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan
pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan
pada individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi
immunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan
selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung
jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan.
Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi.
Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung
terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
hipersensitifitas tipe I fase lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat
seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih
diperankan oleh eosinofil.
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan
alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih
keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung
atau infeksi sinus.
d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan
tenggorok.
Allergen
Hidung
Fragmen pendek
Antigen
peptice
Fragmen + HLD
Sitokinin terlepas
Terbentuk Ig E
Ig E masuk ke jaringan
Terlepasnya listamin
Suhu tubuh
MK: Cemas
7
1.7 Penatalaksanaan
d. Penggunaan Imunoterapi.
a. Antihistamin-H1 oral
b. Antihistamin-H1 lokal
c. Kortikosteroid intranasal
d. Kortikosteroid oral/IM
f. Dekongestan oral
g. Dekongestan intranasal
h. Antikolinergik intranasal
i. Anti-leukotrien
a. Skin Test
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
a. Data dasar
1) Identitas klien
13
14
1) B1 (breath) : takhipnea
5) B5 (bowel) : anorexia
6) B6 (bone) : kelemahan
c. Pemeriksaan diagnostik
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
No Diagnosa keperawatan (SDKI) Tujuan & kriteria hasil (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI)
.
15
1. Bersihan jalan napas tidak Luaran utama: bersihan jalan napas Bersihan jalan napas tidak efektif (Hal. 454)
(Hal.154) Intervensi utama: manajemen jalan napas (Hal.186)
efektif berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
spasme jalan napas keperawatan selama x24 jam 1. monitor pola napas
diharapkan bersihan jalan napas 2. monitor bunyi napas tambahan
(Hal.18) : 3. monitor sputum
1. produksi sputum menurun Terapeutik :
2. dispnea menurun 1. posisikan semi fowler
3. gelisah menurun 2. berikan minum hangat
4. frekuensi napas meningkat 3. lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
4. berikan oksigen
Edukasi:
1. anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. pemberian ekspektoran,jika perlu
16
2. Gangguan pola tidur Luaran utama: pola tidur (Hal.160) Pola tidur (Hal. 464)
Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama: dukungan tidur (Hal.48)
berhubungan dengan hambatan
keperawatan selama x24 jam Observasi:
lingkungan (tingkat diharapkan pola tidur (Hal.96) : 1. identifikasi faktor pengganggu tidur
1. keluhan sulit tidur meningkat Terapeutik :
kenyamanan)
2. keluhan sering terjaga meningkat 1. modifikasi lingkungan
3. keluhan istirahat tidak cukup 2. lakukan prosedur untuk meningkatkan
meningkat kenyamanan
Edukasi:
1. jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. ajarkan relaksasi otot autogenik
3. Ansietas berhubungan dengan Luaran utama: tingkat ansietas Ansietas (Hal. 453)
(Hal.154) Intervensi utama: terapi relaksasi (Hal.436)
kurang terpapar informasi
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama x24 jam 1. periksa tekanan darah,ketegangan otot,dan nadi
diharapkan tingkat ansietas (Hal.132) : 2. monitor terhadap terapi relaksasi
1. perilaku gelisah menurun Terapeutik :
2. keluhan pusing menurun 1. gunakan pakaian longgar
2. gunakan relaksasi sebagai relaksasi penunjang
Edukasi:
1. jelaskan tujuan jenis relaksasi (napas dalam)
2. anjurkan mengambil posisi nyaman
3. anjurkan rileks dan merasakan sensasi rileks
4. demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
16